Tinta Media: Bjorka
Tampilkan postingan dengan label Bjorka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bjorka. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 September 2022

BJORKA DAN MASA DEPAN PERADABAN DUNIA

Tinta Media - Bjorka, adalah fenomena politik yang luar biasa. Era digital adalah era teknologi IT menjadi raja. Siapa yang ingin berkuasa, dia harus menguasai teknologi IT.

Setiap teknologi IT akan sangat terkait dengan orang yang ada dibaliknya. Karena itu, kekuatan IT bukan pada programnya, tapi pada perancang programnya.

Kemampuan menerobos barikade IT, sama saja mampu menembus benteng pertahanan musuh. Kemampuan ini, dalam era digital sama saja telah memenangkan separuh dari perang besar yang akan dimenangkan secara keseluruhan.

Kemampuan Bjorka saat ini -setidaknya hingga tulisan ini dibuat- patut diacungi jempol. Bjorka mampu menerobos benteng IT lembaga pemerintah, bebas mengambil apapun yang diinginkan, dan bebas pergi tanpa jejak, dan mampu menghindari dari kejaran aparat sambil asyik minum kopi dan up date status bahwa kerjaan rezim kalah.

Bayangkan, seorang Bjorka mampu mempecundangi seluruh kekuatan negara, dengan sumber daya manusia dan anggaran yang luar biasa. Perburuan Bjorka hanya menghasilkan penangkapan dua pemuda, yang tak memiliki kapasitas untuk menjadi bahkan sekedar meniru sosok Bjorka.

Tetapi Bjorka tetaplah bjorka. Dia tetap sendiri dalam diam, dan tenggelam dalam kegalauannya. Kerisauannya tetap tak akan kunjung mendapati jawaban, sebelum Bjorka berjumpa dengan Sastrawan Politik.

Kalau Bjorka diburu rezim karena dianggap penjahat, maka Sastrawan Politik akan sabar menunggu Bjorka untuk datang, dan mengabarkan peta masa depan peradaban dunia, yang dimulai dari negeri ini. Sastrawan politik, akan telaten mendengar dan menyimak setiap keluhan Bjorka. Karena sejatinya, suara Bjorka mewakili rasa gundah umat yang menginginkan perubahan.

Sastrawan politik, akan menceritakan kisah klasik untuk masa depan, dimana akan muncul lagi Umar Umar dan Abu Bakar Abu Bakar era milenium. Munculnya Khalifah dalam sistem Khilafah, yang akan mengatur dunia, memberikan ketentraman dan kesejahteraan, dan membimbing umat manusia untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah SWT.

Bjorka, ada banyak yang mengecewakan namun percayalah masih banyak harapan. Bahkan, Allah SWT telah menjanjikan kemenangan, Rasulullah SAW telah mengabarkan akan datangnya Khilafah berdasarkan manhaj kenabian.

Bjorka, datang dan mendekatlah. Kita satukan kekuatan dan kita atur dunia dengan Islam, dengan syariat Allah SWT.

Bjorka, aku setia menunggumu, lebih sabar ketimbang seorang pemuda yang menanti jodohnya. Karena aku tahu, saat kekuatan Bjorka dan Sastrawan Politik bersatu, maka akan menjadi kekuatan dahsyat untuk menegakkan hukum Allah SWT.

Bjorka, mari bersatu menata dunia, dengan peradaban Islam. Bjorka, mari berikan kemampuanmu, untuk menegakkan hukum Allah SWT.

Allahu Akbar ! [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 27 September 2022

BJORKA, BONGKAR KEDUNGUAN REZIM TINGKAT DEWA

Tinta Media - Perburuan Bjorka dimulai. "Bjorka" pertama adalah remaja Cirebon bernama Muhammad Said Fikriyansyah. Remaja Cirebon ini jadi perbincangan setelah dituding sebagai Bjorka yang sebenarnya.

Lanjut, perburuan selanjutnya. "Bjorka" kedua adalah pemuda Madiun bernama Muhammad Agung Hidayatulloh. Namanya ramai disebut sebagai Bjorka setelah ditangkap Tim Siber Polri pada Rabu (14/9/2022) sekitar pukul 18.30 WIB.

Tapi ternyata? Prank ! keduanya, bukan Bjorka. Rezim ini justru pamer kedunguan, dengan menangkap keduanya.

Peretas atau hacker Bjorka bersuara menanggapi penangkapan dirinya di Madiun, Jawa Timur di akun Telegramnya. 

Bjorka membagikan berita salah satu media online yang membahas perihal penangkapan dirinya di Madiun. Bjorka menuliskan caption yang menjelaskan penangkapan di Madiun bukanlah Bjorka asli.

“This child has now been arrested and is being interrogated by the indonesia government (Anak ini kini telah ditangkap dan sedang diinterogasi oleh pemerintah Indonesia),” tulis Bjorka, Kamis 15 September 2022.

Di akun instagramnya itu, Bjorka menyebut pemuda asal Cirebon yang ditangkap karena diduga memberikan informasi palsu kepada pemerintah Indonesia.

“For Dark Tracer guy, it’s your sin provided fake services to the indonesia government and have given wrong information to a bunch of idiots. (Untuk pria Dark Tracer, itu adalah dosa Anda memberikan layanan palsu kepada pemerintah Indonesia dan telah memberikan informasi yang salah kepada sekelompok idiot,” komennya.

Benar-benar memalukan. Alih-alih menangkap Bjorka dan mengumumkan 'kegagahan' rezim kepada publik, rezim ini justru memamerkan kedunguan.

Tapi sebenarnya, kedunguan rezim tidak perlu dikonfirmasi oleh Bjorka. Nangkap Harun Masiku yang makhluk kasar saja tidak mampu. Apalagi menangkap mahkluk halus seperti Bjorka?

Kedunguan rezim ini juga terbaca pada berbagai kebijakannya. Misalnya, saat kocek APBN surplus dapat tambahan duit Rp519 Triliun dari sektor komoditi, saat trend minyak dunia menurun, rezim tetap saja menaikan harga BBM dengan dalih subsidi membebani APBN.

Saat rakyat tercekik dengan kenaikan harga BBM, listrik rakyat malah mau dicabut. Rakyat diminta pake 900 VA dan listrik 450 VA mau dihapus.

Padahal, kalau alasannya oversuplay ya dikurangi suplay swastanya. Jangan maksa jual listrik swasta kepada rakyat, dengan memaksa rakyat beralih daya ke 900 VA.

Saat BBM naik, gaji direksi dan komisaris Pertamina foya foya. Proyek kereta cepat dan IKN jalan terus. Benar-benar dungu.

Alhasil, Bjorka hanya mengkonfirmasi kedunguan rezim tingkat dewa. Salah tangkap pada pemuda Cirebon dan Madiun, mengkonfirmasi rezim ini dungu akut, hanya bisa hebat didepan rakyat kecil yang tak berdaya, tapi keok dan menjadi ledekan Bjorka. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Kamis, 22 September 2022

Bjorka, Pahlawan Digital Rakyat Indonesia?

Tinta Media - Aksi heroik tokoh kartun Vir dan Shiva membuat berandai-andai munculnya pahlawan di dunia nyata. Merindu seorang pahlawan ternyata berat. Mungkin karena sosok yang benar-benar terdepan membela kepentingan rakyat sudah langka. 

Saat ini, masyarakat dihadapkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang mengimpit. Tatkala muncul ‘pahlawan’ yang mengungkap hak, justru sering dibungkam kemudian menghilang. Kemunculan Bjorka pun akhirnya dielu-elukan sebagian masyarakat sebagai pahlawan digital yang akan membongkar kezaliman. 

Bjorka si Penjual Es?

Muhammad Agung Hidayatullah (MAH), pemuda asal Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Madiun viral setelah menjadi tersangka kasus Bjorka, Rabu (14/9/2022). Nettizen pun ramai berkomentar. Hacker Bjorka sempat mengaku berbasis di Warsawa, Polandia, tetapi yang ditangkap malah penjual es dari Madiun. Sebelumnya, ada Muhammad Said Fikriansyah yang dituding sebagai hacker Bjorka. Namun, pemuda berusia 17 tahun asal Cirebon tersebut membantah keras. 

MAH kemudian meminta maaf kepada publik, tetapi bukan karena dia seorang Bjorka. Akun telegramnya telah dijual kepada admin Bjorka seminggu sebelum penangkapan. Ia pun meminta maaf karena memberi sarana kepada Bjorka dengan menjual akun telegramnya. MAH menambahkan, pihak Polsek Dagangan memberinya ponsel baru karena ponsel lama disita sebagai barang bukti (detik.com, 17/9/2022). 

Pemberitaan kasus Bjorka tiba-tiba menjadi dramatis dan massif. MAH sendiri tidak ditahan, tetapi masih wajib lapor karena statusnya sebagai tersangka. 

Kasus tersebut booming, menenggelamkan kasus Ferdy Sambo. Tak berlebihan jika sebagian masyarakat menganggap munculnya Bjorka untuk menutupi isu viral. Sudah menjadi narasi umum bahwa untuk menutupi kasus besar, dibutuhkan kasus tandingan yang sama besar, hingga kasus tersebut tertutupi. Entah kebetulan atau tidak, Bjorka muncul saat kasus Sambo panas-panasnya.

Sebaliknya, ada yang menganggap Bjorka sebagai pahlawan. Hal ini pun beralasan, mengingat Bjorka meretas dan memublikasikan data pribadi sejumlah pejabat negara, mulai dari Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G. Plate, Menteri Marves Luhut Binsar Panjaitan, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga Presiden Jokowi. 

Berbagai kebijakan pemerintah akhir-akhir ini menciptakan kekecewaan publik. Rakyat pun merasa butuh sosok yang mampu membongkar permainan para pejabat elit. 

Bjorka Berbicara  

“Hallo Indonesia. Kami anonymous. Sudah tiba waktunya untuk melindungi rakyat Indonesia, saudara-saudara kita, tanah air kita. Sudah tiba waktunya bagi kita menyuarakan hak, keadilan, kebebasan berbicara. Bjorka bukanlah nama, bukan seseorang. Bjorka adalah nama sebuah gerakan peretasan, atau serangan cyber. Nama bjorka akan mewakili rakyat Indonesia, rakyat-rakyat yang tidak mendapatkan keadilan, serta hak-hak mereka. Jangan panik. Kami memang meretas atau mencuri data pribadi presiden dan rakyat Indonesia, tetapi kami tidak akan menjual data tersebut,” ujar Bjorka dalam sebuah video yang sempat viral di twitter. 

“Bjorka ada karena monster. Bjorka ada karena pancasila. Bjorka meretas karena pancasila tidak dibuktikan. Negara ini sedang di situasi tidak baik, harga bahan bakar yang mulai naik, beberapa kasus yang tidak dapat ditangani oleh hukum negara. Masihkah Anda ingin bersantai dan menonton siaran berita di televisi? Masihkah Anda tidak peduli sama sekali dengan semua ini? Berjuanglah, Bung! Kita bisa pulihkan ini semua. Sampai jumpa. Saya mencintai kalian semua. We are anonymous. We are leagion. We do not forget. We do not forgive. Expect us,” tambahnya. 

Sampai saat ini, motif peretasan Bjorka belum jelas, apakah karena demi eksis atau pengakuan semata? Ataukah karena motif kriminal, ekonomi dan politik? Posisinya juga belum jelas, apakah berpihak kepada rakyat ataukah kepada penguasa. Andai benar menyuarakan hak-hak rakyat, kenapa tak membongkar data terkait kenaikan harga minyak goreng, BBM, LPG serta kebijakan konversi kompor gas ke listrik? Informasi tentang isu-isu tersebut sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.

Jika benar ingin melindungi rakyat Indonesia, tidak seharusnya Bjorka meretas data pribadi masyarakat. Sebelumnya, Bjorka mengaku meretas 150 juta data penduduk Indonesia serta 1,3 miliar data pengguna SIM card. Meski dalam pengakuannya tidak menjual data tersebut, akan tetapi upaya peretasan tidak dibenarkan dalam hukum positif maupun hukum agama. Dalam Islam, meretas data seseorang terkategori perbuatan tajassus (memata-matai). Hal tersebut haram dilakukan kepada umat Islam. Sementara, penduduk Indonesia mayoritas muslim.   

Nettizen heboh saat Bjorka mengungkap kasus Munir. Ia menyatakan bahwa purnawirawan sekaligus mantan Danjen Kopassus, Mayor Jenderal Muchdi Purwopranjono merupakan dalang di balik pembunuhan Munir. Kasus pelanggaran HAM Munir memang perlu diungkap, tetapi kasus yang sedang panas adalah kasus Sambo dan KM50. Sayangnya, kedua kasus tersebut tidak diungkap. Data pribadi pejabat negara yang diretas pun bersifat umum, tidak sampai pada hal-hal privasi yang mengancam martabat ataupun jabatan. 

Kuatkan Sistem Pengamanan Data

Terlepas dari motif Bjorka, kasus peretasan data di Indonesia sudah kerap terjadi. Kondisi ini setidaknya menunjukan lemahnya sistem pengamanan data di negeri ini. Seharusnya, hal ini menjadi bahan evaluasi pemerintah, perlu upaya sungguh-sungguh dalam penguatan sistem pengamanan data. Jika tidak ada upaya perbaikan, maka jangan berharap masyarakat akan percaya kepada pemerintah. Apalagi, pemilu 2024 sudah dekat. Ketidakpercayaan publik akan data pemerintah bisa memancing konflik vertikal maupun horizontal. Hal ini tentu berbahaya.

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, tidak ada data rahasia milik pemerintah yang diungkap Bjorka. Ia menambahkan, Bjorka tidak punya keahlian untuk membobol data. Meski demikian, pemerintah tetap wajib melindungi data pribadi masyarakat. Andai data tersebut dianggap tidak penting bagi pemerintah, tetapi sangat penting bagi rakyat, mengingat data-data tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Apalagi, jika data itu berhasil dikloning (copy-paste) kemudian berpindah tangan. Tentu potensi penyalahgunaan data tersebut lebih besar lagi.

Terasa janggal jika pemerintah meminta masyarakat melindungi data pribadi, sementara pengurusan administrasi pada dinas kependudukan, imigrasi, kepolisian, dan institusi lainnya  harus menyerahkan data. Tentu pihak yang tepat dan lebih berwenang adalah pemerintah. Pemerintah memiliki sumber daya, baik anggaran maupun tenaga ahli yang bisa digunakan untuk meningkatkan sistem pengamanan data. Platform digital yang dipakai lembaga pemerintah harus aman hingga tak ada hacker yang mengganggu ketenangan hati rakyat. Wallahu ‘alam bish shawab.

Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos.
Pemerhati Sosial dan Politik

PSIKOLOGI BJORKA DAN NEGERI DARURAT KEBOHONGAN

Tinta Media - Fenomena bjorka sejenak mengalihkan perbincangan isu-isu krusial negeri ini seperti penolakan kenaikan harga BBM, kasus Sambo yang makin berbelit-belit dan kasus KM 50 yang tak kunjung menemukan titik terang. Jika ada sebagian orang menilai bahwa munculnya bjorka sebagai bentuk pengalihan isu, maka tidak terlalu salah juga.

Sebab telah menjadi budaya di negeri ini soal strategi pengalihan isu di saat ada persoalan bangsa yang menyita perhatian publik secara luas dan dalam waktu yang lama. Namun, jika ada masyarakat yang mendukung bjorka juga bisa dipahami. Sebab psikososial masyarakat yang kecewa akan kekuasaan rezim ini seolah terwakili oleh postingan-postingan bjorka di akun twiternya.

Terlebih banyak masyarakat yang cukup kecewa terhadap kasus polisi tembak polisi yang sejak awal bergulir ke publik ternyata terbukti banyak keterangan bohong yang justru dilontarkan oleh otoritas. Keterangan bohong ini akhirnya berujung pada pencopotan beberapa struktur kepolisian. Rakyat lantas menduga, bisa jadi kebohongan ini adalah fenomena puncak gunung es. Bjorka muncul di era post truth, maka wajar jika kemunculannya menimbulkan pro kontra, bisa jadi dia jujur anti rezim, bisa jadi sebaliknya juga.

M Rizal Fadilah menilai Bjorka mengejutkan dan akun instagramnya telah membuat gemetar pejabat penting Indonesia. Data pribadi diretas mulai Puan Maharani, Erick Thohir, Johnny G Plate, Tito Karnavian, Luhut Panjaitan hingga Joko Widodo. Badut Istana Denny Siregar pun ikut dibongkar-bongkar. Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan kebenaran data yang diretas oleh Bjorka meskipun menurutnya masih yang umum umum.

Kabinet geger dan Jokowi ketar-ketir lalu membentuk tim lintas sektoral emergency respons yang terdiri dari Kemenkominfo, BIN, BSSN, dan Polri untuk melawan Bjorka. Bjorka sendiri mengindikasikan keberadaan dirinya di Polandia karena menurut pengakuannya ia berteman dengan orang Indonesia di Warsawa. Eks pelarian tahun 1965. Di satu sisi dia menyebut era Soeharto, namun disisi lain seolah menyerang rezim Jokowi, adakah relevansinya?

Fenomena bjorka ini bisa dibaca dalam perspektif psikologi sosial. Psikologi sosial mempelajari tentang hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia. Dalam kehidupan bersosial, terkadang ada kalanya kita mempunyai hubungan yang tidak baik (destruktif)  dengan manusia atau sebaliknya, terdapat hubungan baik (konstruktif).  Bjorka hadir dalam situasi hubungan antara rakyat dan penguasa sedang tidak baik karena kebijakannya kerap dinilai merugikan rakyat kecil.

Interaksi sosial manusia di masyarakat baik itu antar individu, individu dan kelompok ataupun antar kelompok memiliki respon kejiwaan. Reaksi kejiwaan seperti sikap, emosional, perhatian, kemauan. Kemudian juga motivasi, harga diri dan lain sebagainya tercakup dalam psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan ilmu mengenai proses pekembangan mental manusia sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, psikologi sosial mempelajari hal hal yang meliputi perilaku manusia dalam konteks sosial.

Bjorka hadir di tengah negeri darurat korupsi. Di negeri ini, para koruptor kakap yang membawa kabur triliunan uang rakyat justru seolah dilindungi dan tidak dihukum mati. Padahal faktanya telah menjadikan jutaan rakyat terjerat kemiskinan akibat korupsi ini. Tidak hanya sampai disitu, organisasi agama yang lantang mengkritik perilaku pejabat korup dalam sistem rusak justru dibubarkan. Organisasi yang anti kemaksiatan juga dibubarkan. Jadi Indonesia itu negeri macam apa ?

Meski para peneriak ‘saya pancasila’ dan ‘NKRI harga mati’ serta fitnah ‘radikal radikul’ telah banyak yang meringkuk di jeruji besi karena maling uang rakyat, dari pejabat pemerintah, pengurus partai hingga rektor bergelar profesor doktor, namun masih banyak koruptor kelas kakap yang masih melenggang tak tersentuh hukum. Dengan mudahnya mereka kabur ke luar negeri.

Bahkan hingga kini ada koruptor yang menghilang begitu saja tanpa bisa ditemukan oleh pihak kepolisian. Sangat berbeda ketika mencari orang yang dituduh radikal radikul, dengan mudahnya tertangkap. Kenapa bisa seperti ini, jawabnya adalah ketika ada kasus polisi tembak polisi terbongkar. Terbongkar sudah semua kebusukan sistem dan aparat di negeri ini yang selama ini ditutupi. Jadi siapa sebenarnya pengkhianat di negeri ini ?.

Dititik inilah psikologi sosial rakyat kecil seolah diwakili oleh bjorka, meskipun tidak ada yang siapa dia sebenarnya dan apa pula motifnya. Sebab dengan membocorkan data-data, sebenarnya yang rugi rakyat banyak juga. Namun demikian, bjorka telah mengkonfirmasi bahwa nampaknya data-data negara ini mudah dibobol oleh hacker. 

(AhmadSastra,KotaHujan,16/09/22 : 17.30 WIB)

Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB)

Referensi: https://www.ahmadsastra.com/2022/09/psikologi-bjorka-dan-negeri-darurat.html?m=1

Rabu, 21 September 2022

Ahmad Sastra: Bjorka Hadir Saat Hubungan Rakyat dan Penguasa Tidak Baik

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa Bjorka hadir saat hubungan rakyat dan penguasa tidak baik.

“Bjorka hadir dalam situasi hubungan antara rakyat dan penguasa sedang tidak baik,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (21/9/2022).

Hal tersebut, menurutnya, disebabkan kebijakan penguasa kerap dinilai merugikan rakyat kecil sehingga dinilai mewakili kekecewaan masyarakat.

“Secara psikososial masyarakat yang kecewa akan kekuasaan rezim ini seolah terwakili oleh postingan-postingan Bjorka di akun twitternya,” ujarnya.

Ia mengemukakan kekecewaan tersebut dapat dilihat dari kasus korupsi dengan koruptornya yang bisa menghilang begitu saja tanpa bisa ditemukan oleh pihak kepolisian. Berbeda perlakuan ketika mencari orang yang dituduh radikal radikul dengan mudahnya tertangkap.

“Kenapa bisa seperti ini, jawabnya adalah ketika ada kasus polisi tembak polisi terbongkar. Terbongkar sudah semua kebusukan sistem dan aparat di negeri ini, yang selama ini ditutupi. Jadi siapa sebenarnya pengkhianat di negeri ini?” kritiknya.

Di titik inilah psikologi sosial rakyat kecil seolah terwakili oleh Bjorka, meskipun tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya dan apa pula motifnya.

“Sebab dengan membocorkan data-data, sebenarnya yang rugi dari rakyat banyak juga. Namun demikian, Bjorka telah mengkonfirmasi bahwa tampaknya data-data negara ini mudah dibobol oleh hacker,” tuturnya.

Ahmad berpendapat fenomena Bjorka ini dapat dibaca dalam perspektif psikologi sosial. Di mana psikologi sosial ini merupakan hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia.

“Dalam kehidupan bersosial, terkadang ada kalanya kita mempunyai hubungan yang tidak baik (destruktif) dengan manusia atau sebaliknya, terdapat hubungan baik (konstruktif),” ucapnya.

Ia mengungkapkan banyak masyarakat yang cukup kecewa terhadap kasus polisi tembak polisi yang sejak awal bergulir ke publik terbukti banyak keterangan bohong.

“Justru keterangan bohong ini dilontarkan oleh otoritas, dan akhirnya berujung pada pencopotan beberapa struktur kepolisian. Rakyat lantas menduka, bisa jadi kebohongan ini adalah fenomena puncak gunung es,” ungkapnya.

Dan Bjorka muncul di era post truth. “Maka wajar jika kemunculannya menimbulkan pro kontra, bisa jadi dia jujur anti rezim, bisa jadi sebaliknya juga,” bebernya.

Ahmad mengatakan pendapat dari M. Rizal Fadilah bahwa kemunculan Bjorka mengejutkan dan akun instagramnya telah membuat gemetar pejabat penting Indonesia.
“Data pribadi diretas mulai Puan Maharani, Erick Thohir, Johnny G Plate, Tito Karnavian, Luhut Pandjaitan hingga Joko Widodo. Badut istana Denny Siregar pun ikut dibongkar-bongkar,” katanya.

Walaupun demikian, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan kebenaran data yang diretas oleh Bjorka masih yang umum-umum.
Meskipun demikian menurutnya, kabinet geger dan Jokowi ketar-ketir, lalu membentuk tim lintas sektoral emergency respons yang terdiri dari Kemenkominfo, BIN, BSSN, dan Polri untuk melawan Bjorka.

“Bjorka sendiri mengindikasikan keberadaan dirinya di Polandia dan menurut pengakuannya ia berteman dengan orang Indonesia di Warsawa. Eks pelarian tahun 1965. Di satu sisi dia menyebut era Soeharto, namun di sisi lain seolah menyerang rezim Jokowi, adakah relevansinya?” bebernya.
Menurutnya Bjorka hadir di tengah negeri darurat korupsi. Di negeri ini, para koruptor kakap membawa kabur triliunan uang rakyat justru seolah dilindungi dan tidak dihukum mati. Bahkan tidak tersentuh hukum dan dengan mudahnya mereka kabur ke luar negeri.

“Padahal faktanya telah menjadikan jutaan rakyat terjerat kemiskinan akibat korupsi ini,” ucapnya.

Sementara organisasi agama yang lantang mengkritik perilaku pejabat korup dalam sistem rusak justru dibubarkan. Pun dengan organisasi yang anti kemaksiatan juga dibubarkan. “Jadi Indonesia itu negeri macam apa?” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Senin, 19 September 2022

BJORKA Meretas Data: Pemerintah Tanggung Jawab

Tinta Media - Publik Indonesia kembali geger lantaran sebuah akun hacker bernama Bjorka mengaku telah meretas jutaan data pribadi warga Indonesia lalu menjualnya kepihak tidak bertanggungjawab. Tidak tanggung-tanggung Bjorka juga mengaku sukses meretas sejumlah data rahasia milik lembaga negara termasuk berhasil menerobos dokumen presiden dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Banyak warga net penasaran siapa sesungguhnya dibalik Bjorka yang masih misterius hingga kini. Bahkan beberapa pejabat tinggi Indonesia dibuat ketar-ketir ulah Bjorka. Konon salah seorang menteri harus mengganti nomor dengan akses nomor Amerika (+1).

Ulah Bjorka yang membuat khawatir warga Indonesia sebab akun data pribadi warga sudah tidak aman. Dampaknya, privasi warga dipreteli secara tidak bertanggungjawab oleh oknum tertentu. Sukses Bjorka meretas data menunjukkan kerapuhan sistem pengamanan big data berbasis internet di Indonesia. Ini sebuah kelalaian. Negara mestinya bertanggungjawab, sebab persoalan kebocoran data pribadi berbasis internet bukan persoalan kewaspadaan individual. Ini persoalan publik yang terkait dengan pengamanan server yang seharusnya negara punya domain otoritas pengendali semua sistem server di negara ini. Sehingga sangat mustahil negara berlepas diri dari tanggungjawab mengontrol perangkat server yang ada. Aneh jika kementerian informasi dan komunikasi sebagai representasi negara, tidak bisa berbuat banyak. Apalagi ahli IT sudah berjibun di Indonesia. Tak masuk akal, tidak berdaya menghadapi hacker semacam Bjorka yang barangkali cuma level kaleng-kaleng.

Isu kebocoran data pribadi oleh ulah Bjorka pada perspektif lain merupakan bukti abainya pemerintah terhadap pelayanan publik di negara ini. Sengkarut kapitalisme sekulerisme yang mengkerat, menjadikan pelayanan publik bertumpu pada asas manfaat dengan mewniscayakan negara berjual beli dengan rakyatnya. Negara sejatinya hanya tersudut kepentingan pasar bebas bukan demi kepentingan pelayanan publik. Akibatnya, sudah bisa ditebak, semua pelayanan termasuk perlindungan segala tumpah darah bangsa Indonesia, tidak akan dianggap jika tidak ada nilai ke-ekonomian. Mungkin perspektif pemerintah, perlindungan data pribadi warga berbasis internet, tidak begitu penting, sebab tidak ada untungnya. 

Sebetulnya bukan persoalan tidak ada untung yang didapat, namun mestinya pemerintah berpikir bahwa perlindungan data pribadi rakyat apalagi menyangkut dokumen rahasia negara adalah super penting. Ini adalah soal pertahanan dan keamanan negara. Pihak luar (asing) yang mencoba meruntuhkan NKRI akan dapat memanfaatkan sejumlah data pribadi rakyat yang diretas guna melakukan infiltrasi. Disinilah bahayanya.

Pada perspektif lain, fenomena Bjorka boleh jadi merupakan salah satu bentuk aksi protes terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang selama ini abai dalam pelayanan publik, seperti masalah pendidikan, kesehatan, maraknya praktik korupsi para penyelenggara negara, yang paling anyar adalah kenaikan harga dasar listrik, gas elpiji, dan BBM. Masyarakat saat ini sedang frustasi dengan kelakuan pemerintah yang tidak peka dengan nasib ekonomi rakyatnya. Bjorka boleh jadi juga merupakan luapan bentuk kekecewaan warga masyarakat terhadap sengkarut ekonomi yang mencekik apalagi dibarengi gelagat pemerintah yang semakin represif yang membungkam kebebasan rakyat menyampaikan pendapat ditambah dengan aparat penegak hukum yang drastis turun kepercayaan masyarakat akibat praktik mafia peradilan, putusan pengadilan yang tidak berpihak keadilan rakyat. Deretan ketidakpercayaan masyarakat itu semakin diperpanjang dengan kasus polisi bunuh polisi.

Kalau mau jujur sebetulnya, hanya sistem kehidupan Islam dalam tatanan politik pemerintahan berbasis syariah Islam, yang mampu memberikan perlindungan lebih baik bagi warganya, sebab baginda Rasulullah telah membebankan kewajiban bagi para pemimpin umat tidak hanya untuk kepentingan pelayanan kesejahteraan rakyat tetapi menjaga marwah warganya. Sebuah kisah masyhur menunjukkan kepedulian Khalifah Al Mu’tashim kepada kehormatan seorang muslimah. Peristiwa itu tercatat dalam kisah Penaklukan Kota Ammuriah di tahun 223 Hijriah. Di tahun 837 Masehi, seorang budak muslimah dilecehkan orang Romawi. Dia adalah keturunan Bani Hasyim, yang saat kejadian sedang berbelanja di pasar. Bagian bawah pakaiannya dikaitkan ke paku, sehingga terlihat sebagian auratnya ketika ia berdiri. Dia lalu berteriak-teriak, “Waa Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”. Berita ini sampai kepada Khalifah. Dikisahkan saat itu ia sedang memegang gelas, ketika didengarnya kabar tentang seorang wanita yang dilecehkan dan meminta tolong dengan menyebut namanya. Beliau segera menerjunkan pasukannya. Tidak tanggung-tanggung, ia menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Ammuriah (yang berada di wilayah Turki saat ini). Pertempuran itu berhasil membebaskan kota Ammuriah dari kuasa Romawi. Tiga puluh ribu tentara Romawi terbunuh, sementara tiga puluh ribu lainnya ditawan.

Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H.
Indonesia Justice Monitor

Jumat, 16 September 2022

Bjorka Meretas Data, Ulama: Itu Aktivitas Tajassus

Tinta Media - Situs Bjorka yang meretas banyak data dari SIM Card hingga surat Presiden dinilai oleh Ulama Aswaja sekaligus Mudir Kulliyatu Mu’allimat al-Islamiyah di Pondok Pesantren Nahdhatul Muslimat Surakarta Ustaz Utsman Zahid as-Sidany sebagai aktivitas tajassus (memata-matai).
 
“Itu bisa dikatakan sebagai aktivitas tajassus  sebab tajassus itu menyelidiki berita,” ungkapnya kepada Tinta Media, Selasa (13/9/2022).
 
Ketika seseorang itu menyelidiki berita, jelas Utsman,  artinya  dia telah melakukan tajassus, baik berita nampak  maupun tersembunyi, semua dikatakan tajassus.
 
“Tidak dipersyaratkan harus berita-berita yang rahasia. Apalagi kalau ini berkaitan dengan persoalan dokumen yang sifatnya rahasia atau sifatnya sangat pribadi,” tambahnya.
 
Utsman lalu menjelaskan hukum tajassus. “Dilihat dari obyek tajassus,  hukumnya dibagi menjadi dua. Kalau yang diselidiki beritanya ini orang-orang muslim atau kafir dzimmi (rakyat negara khilafah)  hukumnya haram,” jelasnya.
 
Ia menyandarkan pendapatnya pada nash Al-Quran surat al Hujurat ayat 12.  
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
 
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian dari prasangka itu dosa. Janganlah kalian memata-matai (mencari-cari keburukan orang). Jangan pula kalian menggunjing satu sama lain. Apakah seorang di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (TQS al-Hujurat [49]: 12).
 
“Ayat ini umum mencakup tajassus terhadap orang lain, tajassus terhadap negara, terhadap individu,  tajassus terhadap kelompok termasuk partai,” terangnya.
 
Ia membacakan hadis Rasulullah Saw. riwayat Imam Abu Daud  sebagai penegas. “Rasulullah Saw. mengatakan,  seorang pemimpin ketika dia mencari-cari keraguan, kesamaran- kesamaran di tengah-tengah masyarakat maka pemimpin itu akan merusak mereka,” ungkapnya.
 
Ini, sebutnya,  terkait  tajassus  terhadap muslimin dan non muslim yang menjadi rakyat negara Khilafah. “Sedangkan yang kedua ini obyeknya adalah kepada  kaum kafir harbi yaitu orang-orang kafir yang secara langsung melakukan peperangan ataupun tidak secara langsung memerangi kaum muslimin.  Yang pertama, disebut kafir harbi fi’lan dan yang kedua disebut kafir harbi hukman. Dua-duanya boleh ditajassusi, bahkan negara wajib mentajassusi mereka,” terangnya.

Rasulullah Saw. tegasnya,  seperti yang diriwayatkan dalam sirah Ibnu Hisyam mengirimkan Abdullah bin Jahsy dan beberapa orang bersama dengannya  untuk melakukan penyelidikan terkait dengan berita-berita yang terjadi atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada orang-orang kafir Quraisy Mekah.

“Tajassus yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy terhadap kaum kafir Quraisy Mekah adalah tajassus yang dilakukan negara,” tukasnya.

Berarti ada dua dalil, lanjutnya,yang pertama membolehkan yang kedua mengharamkan, diposisikan sesuai obyek masing-masing.  

Penerapan dalil terhadap fakta hacker saat ini, jelas Utsman,  data yang dihack itu bisa jadi data seorang muslim, ini hukumnya haram.

“Kalau hack dilakukan terhadap orang-orang kafir dan memusuhi kaum muslimin hukumnya  boleh bahkan wajib dilakukan oleh negara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Rabu, 14 September 2022

Bjorka Membobol data, Prof. Suteki: Tidak Bekerja Sendiri


Tinta Media - Situs Bjorka yang membuat heboh karena meretas banyak data dari SIM Card hingga surat Presiden direspon oleh Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki.
 
“Saya kira Bjorka itu tidak bekerja sendiri. Ini juga mungkin bisa dikatakan mafia internasional yang nanti bisa kepada negara kita ada take and give atau bisa dikatakan disitu ada bargaining position,” ucapnya dalam video Tanya Profesor, Ahad (11/9/2022) melalui kanal Youtube Prof. Suteki.
 
Terkait data yang diretas, Suteki mengatakan, tidak bisa dikatakan 100 % benar, mungkin sebagian benar dan mungkin sebagian salah.
 
“Oleh karena itu menurut saya, pemerintah harus  proaktif  karena ini kan  pencurian data, meretas data, ini  termasuk pelanggaran hukum. Maka pemerintah harus proaktif meyakinkan kepada masyarakat bahwa rahasia negara dan data pribadi warga negara itu aman,” sarannya.
 
Menurutnya, negara wajib melindungi data masyarakat dengan menggunakan sarana hukum, tidak boleh ada jual beli data pribadi orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan.
 
“Soal keamanan data  juga sudah diakui secara dunia yang kita mengadopsinya. Di Undang-Undang Dasar negara kita bahwa  jaminan terhadap perlindungan data itu dapat ditemukan dalam pasal 28 G ayat 1,” terangnya.
 
Undang-Undang tersebut lanjutnya, menyatakan bahwa setiap orang itu berhak atas perlindungan diri pribadi, termasuk data pribadi, kehormatan,  martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi itu.
 
“Apalagi kita juga sudah meratifikasi governant on civil and political right  itu dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2005 yang menegaskan bahwa ada kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi privasi dan data pribadi warga negaranya,” imbuhnya.
 
Jual Beli Terjadi
 
Suteki menyesalkan pada faktanya jual beli data itu terjadi. “Bahkan kalau menurut  keterangan  dari direktur eksekutif  save net Damar juniarto itu diungkap bahwa kebocoran data pribadi Indonesia itu di tahun 2002 itu sudah terjadi  bukan hanya sekali tapi tercatat sudah 7 kali,” paparnya.
 
Suteki menyebut, dari sisi hukum  pagar untuk pengamanan itu misalnya  dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. “Itu di pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan,” ucapnya.
 
Kalau ini dilakukan, ucapnya,  ancaman pidananya itu ada di pasal 56 undang-undang telekomunikasi yaitu  penjara maksimal 15 tahun dan di pasal 47 undang-undang  ITE  itu penjara 10 tahun lamanya dan juga atau denda paling banyak 800 juta rupiah.
 
Fatal
 
Ada pihak yang menganggap bahwa hacker merupakan sosok pahlawan, Suteki menanggapi itu pernyataan yang fatal dan keliru, karena aktivitas apapun yang berkaitan dengan memperoleh data pribadi secara tidak sah itu merupakan tindakan pidana.
 
“Kita punya potensi untuk dirugikan karena data kita bisa digunakan oleh hacker untuk setidaknya 6 tujuan,” tandasnya.
 
Suteki lalu menyebut 6 tujuan tersebut yaitu  pertama untuk profit, untuk keuntungan pribadi, organisasi, perusahaan atau lembaga tertentu. Kedua untuk kepentingan analisa data mining dan profiling. Ketiga karena hacker kecewa dengan riwayat yang diperoleh. Keempat untuk aspek politik, persaingan antara kelompok dan juga kompetitor. Kelima untuk tujuan penipuan dan keenam untuk telemarketing.
 
Terakhir, Suteki menekankan agar pemerintah serius memproteksi keamanan data pribadi dan juga data kenegaraan yang sifatnya rahasia. “Agar trust kepada pemerintah tidak semakin anjlok,” tandasnya. [] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab