Tinta Media: Biaya
Tampilkan postingan dengan label Biaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biaya. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2024

Biaya Hidup Menggila, Derita Rakyat Semakin Bertambah



Tinta Media - Miris dan sedih, inilah gambaran perasaan yang rakyat saat ini. Bagaimana tidak, negara yang kaya akan sumber daya alam, lahan pertanian yang subur, lautan yang luas, dan berbagai kekayaan alam lainnya tidak bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Yang ada, justru beban rakyat semakin tinggi dan derita rakyat pun semakin bertambah. Betapa sedih, di tengah kekayaan alam yang melimpah, terdapat banyak rakyat yang meronta-ronta dalam kesulitan.

Baru-baru ini, masyarakat dihadapkan pada kenaikan harga beras yang melambung tinggi. Padahal, beras adalah bahan pokok utama yang begitu dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Tidak lama, kenaikan itu diikuti pula dengan tingginya harga bahan-bahan pokok yang lain, seperti telur, cabai, dan sebagainya. 

Di tengah mahalnya harga bahan-bahan pokok, masyarakat pun kembali dikejutkan dengan kabar naiknya tarif listrik mulai Maret 2024. Penyesuaian tarif tenaga listrik memang dilakukan setiap tiga bulan. Adapun beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif listrik adalah nilai tukar mata uang dollar AS terhadap mata uang rupiah (kurs), Indonesian Crude Price, Inflasi dan/atau harga batu bara acuan. (kompas.com, Jumat 23/02/2024).

Listrik sebagai sumber energi, seharusnya diberikan dengan harga murah atau gratis. Negara seharusnya mengelola sendiri kebutuhan energi rakyat. Sayangnya, hari ini pasokan listrik PLN juga tergantung pada pasokan swasta, sementara swasta orientasinya adalah keuntungan. Maka, sudah pasti inilah salah satu faktor yang membuat naiknya tarif listrik.

Naiknya tarif listrik di saat harga pangan naik jelas akan menambah derita rakyat. Apalagi, saat ini juga marak adanya PHK sehingga kehidupan rakyat semakin sulit. 

Dalam sistem kapitalisme, negara tidak berperan sebagai raa'in sehingga rakyat dibiarkan berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, kalaupun ada subsidi, sejatinya hanya sekadar tambal sulam, tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat.

Ini berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan negara sebagai raa'in (pengurus) yang akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan berbagai mekanisme sesuai dengan sistem ekonomi islam. 

Negara juga akan menjamin terpenuhinya energi melalui pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, tidak bergantung kepada negara lain. Hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan harga murah, bahkan gratis. 

Dalam Islam, negara benar-benar menjamin kebutuhan pokok rakyat individu per individu, karena tugas negara adalah melayani rakyat dengan sebaik-baiknya.

Demikianlah, betapa indahnya hidup dalam naungan Islam. Khilafah benar-benar menunaikan tugasnya sebagai raa'in bagi rakyat, sehingga berbagai kesulitan yang menimpa saat ini akan tuntas dengan sempurna. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Agustriany Suangga
Sahabat Tinta Media

Selasa, 27 Desember 2022

Ustadz Shiddiq: Tidak Boleh Penaikan Biaya KBM Secara Sepihak

Tinta Media - Adanya pertanyaan boleh tidaknya sekolah menaikkan pembiayaan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), di semester genap, sementara dalam aqad awal sudah disosialisasikan untuk pembiayaan selama 1 tahun, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. menyatakan tidak boleh sepihak.

“Tidak boleh ada penaikan besarnya pembiayaan tersebut oleh pihak sekolah yang sifatnya sepihak,” jawabnya kepada Tinta Media, Kamis (22/12/2022). 

Menurutnya, jika di antara pihak sekolah dan orang tua murid sudah terdapat kesepakatan (akad) mengenai besarnya pembiayaan KBM selama 1 tahun (2 semester), maka besarnya pembiayaan tersebut bersifat mengikat. “Besarnya pembiayaan tersebut bersifat mengikat (mulzim) bagi kedua belah pihak, dalam jangka waktu yang sudah disepakati, yaitu 1 tahun atau 2 semester,” jelasnya.

Jika sekolah hendak menaikkan pembiayaan KBM sedangkan pihak orang tua murid tidak menyetujuinya, maka pihak sekolah tidak boleh memaksakan kehendaknya secara sepihak. “Dan wajib menerima terjadinya kerugian dalam pembiayaan sebagai suatu risiko yang wajar dari suatu akad komersial (al-mu’awadhat / al-tijarah) dalam muamalah, yaitu dalam hal ini akad ijarah dalam bidang pendidikan,” jelas Ustadz Shiddiq lebih lanjut.

Ia mengambil dalil dari Hadits Nabi SAW yang juga sekaligus kaidah fiqih dalam masalah ini menetapkan: Al-Kharaaj bi al-dhamaan 
“Keuntungan itu diperoleh dengan diimbangi kesediaan menerima risiko/kerugian). (Eng : no gain without risk). (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Hadits ini dinilai shahih oleh Imam Tirmidzi),” paparnya.

Adapun jika pihak sekolah dapat meyakinkan orang tua murid ia mengecualikan, mengenai perlunya kenaikan pembiayaan KBM, disertai dengan berbagai manfaatnya, lalu para orang tua ridho dengan kenaikan itu tanpa ada keterpaksaan, maka menurutnya boleh hukumnya. “Dalam kondisi demikian ini, boleh hukumnya pihak sekolah menaikkan besarnya pembiayaan KBM,’’ tuturnya.

Ustadz Shiddiq menilai ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar secara syariah), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka (saling ridho) di antara kamu.” (QS An-Nisa’ : 29).

“Yang demikian itu dikarenakan berbagai muamalah dalam Islam itu telah mewajibkan keridhoan di antara dua pihak yang bermuamalah,” pungkasnya.[] Raras

Rabu, 17 Agustus 2022

PKAD: Sistem Politik Demokrasi Memiliki Konsekuensi Politik Berbiaya Tinggi

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menegaskan, politik demokrasi memiliki konsekuensi politik berbiaya tinggi.

“Sistem politik demokrasi liberal yang dianut memiliki konsekuensi politik berbiaya tinggi,” ungkapnya di Kabar Petang: Biaya Politik Demokrasi Melonjak, Korupsi Merebak? Senin (1/8/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Menurutnya, mahalnya biaya politik ini setidaknya tercermin dalam dua hal.  

Pertama, nomination buying atau mahar partai politik. "Seorang legislator yang ingin masuk ke partai politik tertentu, biasanya harus melobi dengan uang untuk bisa menjadi calon legislator dari partai tersebut. Atau seorang calon kepala daerah, harus melobi beberapa partai untuk memenuhi ambang batas tertentu agar bisa diusung,” jelasnya.

Kedua, lanjutnya, biaya jual beli suara, termasuk money politic atau serangan fajar menjelang hari pemilihan. “Hal ini hampir ditemukan di seluruh wilayah,” bebernya.

Menurutnya, kondisi ini secara normatif melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi liberal karena bukan memilih orang yang kompeten, melainkan memilih yang membayar sejumlah uang. 

“Hanya saja, secara fakta, hal ini belum bisa mendelegitimasi sistem demokrasi karena sistem ini bertemu dengan kondisi rendahnya taraf kesadaran poltik rakyat. Dalam hal ini, rakyat akan memilih yang memberikan benefit jangka pendek baginya, bukan karena  visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan,” paparnya.

Terlebih, sambung Fajar, partai politik juga tampak menikmati kondisi ini, bahkan terjadi pembiaran karena cara ini dipandang mudah mencapai kekuasaan.

“Belum lagi, calon-calon legislator dari partai politik ini bertemu dengan investor politik yang memberikan sejumlah investasi untuk mendapatkan keuntungan di kemudian hari. Investor politik ini pun bermain di dua kaki sepanjang menguntungkan baginya,” analisisnya.
 
Oleh karena itu, Fajar menilai, wajar ketika calon legislator, kepala daerah, atau kepala negara yang mengeluarkan biaya tinggi untuk kontestasi sulit mengembalikan biaya tersebut, tanpa intervensi investor politik.

“Dari sinilah memunculkan peluang abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dan korupsi politik. Akibatnya, perilaku partai politik dan para politikus menjadi oportunistik, tidak betul-betul memikirkan kemaslahatan umat. Yang dipikirkan adalah cara agar kekuasaan yang dipegangnya bisa dipertahankan, kalau bisa selama-lamanya,” ungkapnya.
 
Bahkan, ia menyatakan, partai politik saat ini ibarat mesin pengumpul uang. “Mereka menawarkan kepada publik yang memiliki modal besar untuk bergabung. Maka, tidak heran dijumpai kader-kader politik yang instan dan menghasilkan penguasa yang menjadi pengusaha dan pengusaha yang menjadi penguasa. Paradigma yang ada, 'saya mendapatkan apa?' sehingga parpol berubah menjadi lembaga bisnis dan tidak mencerminkan kehendak rakyat, menghasilkan politik kartel dan 'lingkaran setan' korupsi,” tegasnya.

Sistem Politik Islam

Fajar menilai, yang paling rasional untuk mengganti sistem politik demokrasi  adalah sistem politik Islam karena meletakkan kontrol dalam tiga tingkatan. “Pertama, kontrol individu dengan memberikan amanah kepada individu yang saleh untuk mengurus urusan rakyat. Kedua, kontrol masyarakat. Ketiga, kontrol negara,” urainya.

Fajar menegaskan, sistem Islam meletakkan orientasinya pada pelayanan terbaik, bukan kekuasaan an sich.

“Tanpa sistem Islam, saya pesimis politik kartel dan 'lingkaran setan' korupsi bisa diputus. Ini karena sistem selain Islam merupakan sistem buatan manusia yang memiliki limitasi-limitasi yang tidak bisa diatasi. Sedangkan, sistem politik Islam adalah sistem yang berasal dari Zat Yang Mahasuci yang bisa menyelesaikan sengkarut politik yang ada saat ini,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab