Tinta Media: Bersatu
Tampilkan postingan dengan label Bersatu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bersatu. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Februari 2024

Saatnya Muslim Bersatu




Tinta Media - Umat Islam pernah bersatu dalam satu kepemimpinan, sejak Baginda Nabi saw. menegakkan Daulah Islam di Madinah hingga 3 Maret 1924, runtuhnya Khilafah Utsmaniyah oleh Kemal Attaturk laknatullah. Sejak saat itu, umat dipecah oleh penjajah Barat menjadi negara-negara kecil. Seratus tahun tanpa khilafah, umat kehilangan perisai (junnah). Nasib umat seperti anak ayam kehilangan induk, menjadi santapan musuh-musuhnya.

 Sekat Nasionalisme

Sejak runtuhnya Khilafah Utsmani, umat terkotak-kotak menjadi lebih dari 50 negara. Masing-masing dibatasi garis imajiner ciptaan penjajah Barat untuk melemahkan persatuan umat. Ukhuwah Islamiyah yang menyatukan umat ibarat satu tubuh terkoyak, digantikan dengan ikatan nasionalisme. 

Nasionalisme mengantarkan umat pada penderitaan yang tak berkesudahan. Penderitaan rakyat Palestina adalah fakta nyata. Hampir 76 tahun, mereka hidup dalam penjajahan Zionis laknatullah. Bahkan, sejak badai Aqsa 7 Oktober 2023, kebrutalan dan kesadisan Zionis membantai rakyat Palestina tidak mampu menggerakkan penguasa-penguasa muslim di sekitarnya untuk mengulurkan bantuan, mengirim pasukan untuk menolong saudaranya seakidah. Mereka sebatas mengecam dan memberi bantuan logistik. Entah, jawaban apa yang akan mereka sampaikan di hadapan Allah kelak di hari kiamat. 

Penderitaan yang sama juga dialami muslim Rohingya di bawah penindasan rezim Myanmar. Mereka mengalami  diskriminasi, bahkan di genosida. Bagi yang selamat, mereka terlunta-lunta di negara lain dengan perlakuan yang tidak kalah memprihatinkan. 

Begitu pun nasib muslim India menderita di bawah tekanan rezim India. Muslim Uighur dalam tekanan rezim komunis China. Berharap pada PBB untuk menyelesaikan masalah mereka seperti menegakkan benang basah. PBB merupakan kepanjangan tangan imperialis Barat.

Simbol-simbol Islam berulang kali dilecehkan. Umat hanya bisa mengecam tanpa bisa menghentikannya. Penghinaan terhadap Nabi saw. oleh Charlie Hebdo, pelecehan terhadap Al-Qur'an yang berulang kali terjadi di Denmark dan Swedia, stigmatisasi negatif ajaran Islam yang agung, yakni khilafah dan jihad masih tetap berlangsung. Umat Islam hanya bisa demonstrasi, mengecam, dan sebatas memboikot produk mereka. Faktanya, ini tidak efektif menghentikan perilaku biadab mereka. 

 Khalifah Perisai Umat

Seorang khalifah adalah perisai bagi umat, sebagaimana Hadis Nabi saw. yang artinya,

"Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng ...." (HR Bukhari dan Muslim).

Tinta sejarah mencatat bagaimana Sultan Abdul Hamid II, meski kondisi kekhilafahan sudah mengalami kemunduran, masih mampu menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin. Ketika Perancis akan mementaskan teater dengan pemeran utama Baginda Nabi saw., Sultan Hamid II menggertak Perancis. Walhasil, mereka ketakutan dengan menggagalkan pementasan teater yang menghina Baginda Nabi. Demikian juga ketika Herzl hendak membeli dan mengambil tanah Palestina untuk didirikan negara Israel, khalifah mampu menyelamatkan dan mempertahankan setiap jengkal tanah kaum muslim.

Saatnya Umat Bersatu

Peperangan antara Zionis melawan Rakyat Palestina sudah berlangsung lama, sudah banyak menelan korban. Sejak 7 Oktober 2023, hampir 24.000 nyawa rakyat Palestina melayang, tidak ada yang membantu dan melindungi mereka. 

Padahal, fardhu kifayah bagi penguasa muslim sekitarnya untuk mengirim tentara, membebaskan wilayah Palestina. Andai mereka bersatu, mudah bagi mereka  mengusir Zionis dari wilayah tersebut. Namun, tidak satu pun penguasa-penguasa muslim tergerak membantu rakyat Palestina. Mereka menyadari ada negara adidaya AS di belakang Zionis, negara yang selama ini melindunginya. 

Saatnya negeri-negeri muslim bersatu, menegakkan kembali khilafah Islamiyah sebagaimana diserukan Imam Masjidil Aqsa. Negara yang mampu menghadapi negara adidaya AS dan anak asuhannya, Zionis, adalah negara adidaya yang mengemban mabda Islam. Hanya khilafah yang mampu membebaskan Palestina sebagaimana dilakukan Amirul Mukminin Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al Ayubi. 

Meski kekuatan militer masih didominasi negara kafir harbi, baik fi'lan maupun hukman, yakni AS, Rusia, China, India, Britania Raya, bukan halangan bagi umat untuk bangkit dan bersatu. Sejarah membuktikan bahwa sedikit dan minimnya pasukan muslim bukan halangan untuk jihad fisabilillah. Dengan izin dan pertolongan Allah, jumlah pasukan muslim yang sedikit sering memenangkan peperangan, seperti Perang Badar, Perang Tabuk, dan Badai Aqsa 7 Oktober 2023.

Saatnya umat menanggalkan baju nasionalisme, sekat penghalang untuk menolong saudara seakidah yang tengah dizalimi, baik di Palestina, Rohingya, India, maupun Uighur. Atas nama nasionalisme, umat membiarkan saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi orang-orang kafir. Nasionalisme haram hukumnya, sebagaimana Sabda Baginda Nabi saw. yang artinya,

"Bukan golongan kami orang yang menyerukan 'ashabiyah (fanatisme)', bukan golongan kami orang yang berperang demi 'ashabiyah, dan bukan go­longan kami orang yang mati mempertahankan 'ashabiyah." (HR Abu Daud).

Saatnya umat bersatu dalam satu kepemimpinan, satu bendera dalam naungan khilafah Islamiyah, institusi pelindung yang akan menjaga kehormatan, harta, darah Islam dan kaum muslim. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat Tinta Media


Minggu, 11 Februari 2024

Sudah Waktunya Muslim Bersatu


Tinta Media - Dahulu 1400 tahun kurang lebih umat Islam  bersatu padu dalam kesatuan negara Islam  global yang sangat solid yang membentang hampir 20 juta kilometer persegi. Persatuan ini memiliki dasar historis yang tidak terbantahkan, dimulai sejak Rasulullah Saw membentuk negara Islam  di Madinah, kemudian di lanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin serta di ikuti era Kekhilafahan Umayah, era Kekhilafahan Abbasiyah dan era Kekhilafahan Utsmaniyah. Pada era-era ini umat Islam  global bersatu dalam satu konstitusi yang hukum syariat sebagai sumber hukumnya. 

Peristiwa  memilukan pun terjadi di mana Mustafa Kemal Attaturk yang saat itu sebagai kaki tangan Inggris berhasil meruntuhkan konstitusi Islam  global ini di era ke Khilafahan Turki Utsmani pada tahun 1924. Dimulailah perpecahan umat Islam  secara brutal. Khilafah Islam terpisah kurang lebih 50 negara Islam  dibawa payung pemahaman nasionalisme dan negara bangsa. Pada akhirnya merobek  ukhuwah islamiyah yang sudah terbangun sejak lama. 

Negara Palestina salah satu yang turut merasakan efek samping dari perpecahan nasionalisme dan negara bangsa ini. Sejak Palestina di jajah oleh zionis Yahudi sejak tahun 1948, saudara Muslim di Palestina nyaris berjuang sendiri dalam melawan pendudukan zionis terhadap tanah mereka dan tanah suci umat Islam itu. Terhitung 75 tahun lamanya Palestina menderita. Padahal secara geografis Palestina di kelilingi negara-negara Islam  yang besar dan mumpuni dari segi militer. 

 Sudah berpuluh ribu nyawa kaum Muslim Palestina yang terenggut. Rumah para penduduk yang di ratakan dengan tanah. Muslimah yang dinistakan kehormatannya. Anak-anak yang terbunuh akibat rudal yang di tembakkan secara membabi buta oleh zionis Yahudi yang terlaknat. 

 Nasionalisme yang sudah seperti kanker yang mendarah daging dalam tubuh negara-negara Muslim membuat mereka tidak mampu melakukan perlawanan nyata dalam mengusir penjajah yang menjarah negeri dan membantu saudara Muslim mereka. Sekat kebangsaan juga membuat para pemimpin negara-negara Muslim ini seperti tidak merasakan esensi dari ukhuwah islamiah yang seharusnya menganggap masalah seluruh kaum Muslim di negara mana pun merupakan tanggung jawab saudaranya di belahan bumi mana pun. Termaksud kebebasan Palestina merupakan kewajiban dan tanggung jawab saudara Muslimnya di mana pun berada. 

 Di negeri kita sendiri, ukhuwah islamiah masih sangat mudah terguncang. Kita bisa lihat sikap resah dan tak terima sebagian masyarakat kita saat kedatangan saudara Muslimnya dari etnis Rohingya yang di tindas oleh rezim Budha di negeri mereka sendiri. Malah banyak yang memunculkan narasi-narasi ketakutan dan kekhawatiran yang sepele seperti akhlak, cara makan, serta anggapan bahwa Muslim Rohingya datang sebagai bibit penjajah baru yang sebenarnya merupakan asumsi liar yang terus diulang dan di besar-besarkan tanpa memahami akar persoalan mendasar. Dan narasi ini semakin memperbesar rasa perbedaan dan ketidakpedulian Muslim di negeri kita terhadap saudara Muslimnya yang berbeda ras dan teritori. 

 Fakta-fakta ini sangat ironis dan tidak berbanding lurus dengan yang diperintahkan Allah Swt. dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis bahwa kaum Muslim bersaudara dan di ibaratkan satu tubuh. 

 Perlu kita sadari bahwa menjaga dan memelihara ukhuwah islamiah merupakan sebuah kewajiban seluruh kaum Muslim. Sebab itu, merusak ikatan persatuan umat dan ukhuwah islamiah adalah dosa, sama dengan meninggalkan kewajiban yang diperintahkan dalam Islam  lainnya. Dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Hadis sudah sangat jelas. 

Dalil pertama Allah Swt berfirman 

Sungguh kaum Muslim itu bersaudara. Karena itu damaikanlah di antara saudara kalian… (TQS al Hujurat [49]  10). 

 Dalil ini merupakan tersurat bahwa persaudaraan kaum Muslim itu di ikat oleh akidah, bahkan lebih kuat dari persaudaraan nasab. 

Dalil kedua Allah Swt berfirman 

Berpeganglah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai… (TQS Ali-Imran [3]: 103). 

 Secara tersurat ayat ini kita di perintahkan untuk berpegang pada tali agama Allah Swt. dan jangan bercerai-berai. 

Dalil ketiga Allah Swt berfirman: 

Yang di perintahkan ini adalah jalan ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan tersebut dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian adalah yang di perintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa… (TQS al-An’am [6]  153). 

 Secara jelas ayat di atas menunjukkan bahwa jika kaum Muslim tidak benar-benar mengikuti jalan Islam  dan mengikuti jalan-jalan selain Islam , maka akan menjadikan kaum Muslim tercerai-berai. Sama seperti kenyataan yang terjadi saat ini di mana  akidah sekularisme menjadi jalan dan pandangan hidup, maka terjadilah perpecahan kaum Muslim, yang kenyataan ini jarang kita sadari. 

 Dari peristiwa diamnya para pemimpin negara Islam  terhadap aksi genosida besar-besaran yang menimpa saudara Muslim kita di Palestina dan terbengkalainya urusan-urusan kaum Muslim yang lain seperti Muslim Rohingya seharusnya sudah menggugah kesadaran kita betapa berbahayanya keterpecahan yang dilandasi konsep nasionalisme dan negara bangsa ini. Membuat kita merasa asing terhadap saudara seiman hanya karena berbeda ras, suku, golongan dan batas-batas teritorial. Padahal dalam sebuah Hadis Rasulullah Saw bersabda: 

“Tidak termasuk golongan kami orang yang menyerukan ‘ashabiyah. Tidak termasuk golongan kami orang yang berperang atas dasar ‘ashabiyah. Tidak termasuk golongan kami orang yang mati atas dasar ‘ashabiyah” (HR Abu Dawud) 

 Agenda besar umat Islam  hari ini sudah seharusnya menyibukkan diri untuk meraih kembali persatuannya di bawah institusinya, yaitu Khilafah Islamiah yang sudah di contohkan oleh baginda Nabi Saw dan menjadi jimak para sahabat. Hanya dengan kembalinya kaum Muslim pada hukum Islamlah persatuan bisa di raih sesuai dengan yang di firmankan Allah Swt dalam QS al-An’am [6]: 153.  Persatuan kaum Muslim global inilah yang akan menjaga hukum Islam terselenggara secara keseluruhan juga menjaga darah dan kehormatan seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.



Oleh: Saffian
Sahabat Tinta Media 

Senin, 17 April 2023

Ustadz Budi: Umat Berharap Negeri Islam Bersatu Mereprentasikan Islam

Tinta Media - Pengamat Politik Internasional Ustadz Budi Mulyana menegaskan bahwa Umat Islam mengharapkan negeri islam bersatu menjadi kekuatan yang benar-benar mereprentasikan Islam.

"Umat Islam mengharapkan negeri-negeri Islam bersatu, menjadi kekuatan yang benar-benar mereprentasikan Islam. Bukan kepentingan kebangsaan, masing-masing negeri Muslim," ujarnya kepada Tinta Media, Sabtu (15/4/2023). 

Dengan demikian, katanya, negeri-negeri Islam akan menjadi negara yang satu, yang akan membawa nilai-nilai rahmatan lil alamin dari Islam. "Menjadi pembawa kepentingan Islam, mengsyiarkan nilai-nilai Islam yang agung dan melakukan jihad untuk membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan negara-negara kufur," bebernya. 

Ia mengatakan, sudah terlalu lama umat Islam menyaksikan entitas penjajah Yahudi menjajah Palestina. "Padahal di sekeliling mereka berdiri negara-negara muslim yang berdiam diri," sesalnya. 

Menurutnya, banyak negara muslim yang diam karena masih dalam kendali hegemoni adidaya negara lain, Amerika Serikat dan sekutunya.

"Maka negara Islam yang didambakan adalah negara Islam yang satu, tegak mandiri dengan kekuatan umat yang dapat menjadi adidaya baru yang membawa nilai-nilai Islam," pungkasnya.[] Robby Vidiansyah Prasetio

Umar Syarifudin: Umat Islam Wajib Bersatu

Tinta Media - Pengamat Politik International Umar Syarifudin menegaskan bahwa umat Islam wajib bersatu agar tidak jatuh pada perangkap penjajahan Barat.

"Dunia muslim memang wajib bersatu. Tidak bersatu dalam keburukan,  hingga jatuh pada perangkap penjajahan Amerika dan Barat," ujarnya kepada Tinta Media, Sabtu (15/4/23)

Ia meminta umat Islam untuk mewaspadai kenyataan bahwa elit barat tidak akan pernah berhenti mengeksploitasi dunia arab, dan kehadiran militer Barat sangat penting untuk melindungi kepentingannya di dunia muslim. 

"Namun, kehadiran militer ini hanya dapat dicapai dengan bekerja sama dengan penguasa kita yang bertindak sebagai agen Barat," pungkasnya.[] Wafi

Jumat, 02 Desember 2022

MMC: Acara Nusantara Bersatu Ini Gambaran Empati yang Terkikis

Tinta Media - Menanggapi acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Jokowi di tengah suasana duka gempa Cianjur, Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan ini gambaran empati yang terkikis.

"Acara ini juga gambaran dari empati yang terkikis," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Bersuka Cita di Tengah penderitaan Rakyat Gempa Cianjur, Pantaskah? di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (29/11/2022).

Menurutnya, pertemuan dengan relawan pasti rawan ditunggangi dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan. Dugaan adanya penipuan kegiatan makin menguatkan hal tersebut. "Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding urusan rakyatnya," ujarnya.

Ia menilai tabiat ini muncul karena paham kapitalisme, membuat penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya. "Berbagai cara bisa dilakukan, mulai dari pencitraan mengunjungi korban bencana demi formalitas atau mengumpulkan massal dengan klaim itu relawan bagi penguasa," ungkapnya.

Ia mengatakan hal tersebut lebih penting dibanding mengurus korban bencana secara mutlak, karena politik demokrasi yang menjaga eksistensi kapitalisme mengharuskan seorang penguasa yang legal adalah yang memiliki suara mayoritas. Karena itu publik bisa menyaksikan ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana, pandemi Covid, dan di tengah himpitan ekonomi. "Sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem khilafah," terangnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harus saling menguatkan. Mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumallah yang disampaikan Ibnu Qutaibah bahwa perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat laksana tenda besar. Tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, pasak dan tali pengikatnya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya. 

Hubungan seperti ini, lanjutnya, bisa terjalin sebagai bentuk ketaatan pada sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam: "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan tidak menasehati mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka (Shahih Muslim)," tukasnya.

Ia menambahkan dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: "Imam yakni kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya. (Shahih al-Bukhari)," tambahnya.

Ahmad bin Muhammad bin Abdul Malik Al Qasthalani dalam Irsyad as-Sari Lil Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan makna ar-ra'i adalah al-Hafiz al-mu'tamar adalah penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah. Penguasa atau pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya. "Dalil-dalil sulthaniyah inilah yang menjadi cara pandang khilafah dalam mengurusi rakyatnya," paparnya.

"Maka ketika khilafah tegak berdiri selama 1300 tahun, kita akan menemukan banyak sekali penguasa yang begitu luar biasa memberikan perhatian terhadap urusan rakyatnya. Salah satu diantaranya adalah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab," bebernya.

Ia mengisahkan, pada masa kekuasaan Khalifah Umar pernah terjadi bencana paceklik pada akhir tahun ke-18 Hijriah tepatnya pada bulan Dzulhijjah selama 9 bulan. Masyarakat sudah mulai kesulitan, kekeringan melanda seluruh bumi hijau dan orang-orang mulai merasakan sangat kelaparan. Banyak dari mereka berbondong-bondong ke Madinah untuk mencari bantuan kepada Khalifah Umar. Sikap Amirul mukminin pun sigap dan tanggap mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya berasal dari Baitul Mal. Pada saat itu bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk.

"Di tengah usaha kerasnya untuk tetap memenuhi kebutuhan rakyatnya, Al Faruq juga sangat tegas pada dirinya sendiri. Dia berkata, Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan," terangnya.

Ia melanjutkan bahwa pada masa itu Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Khalifah Umar rela untuk ikut menanggung rasa lapar, bahkan menolak makanan berupa daging dan hati Unta yang disiapkan untuknya. Justru malah menyuruh Aslam membagikan makanan tersebut kepada rakyat. 

"Inilah penguasa dalam khilafah. Mereka mengurus rakyatnya dengan sepenuh hati, bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya melainkan demi menjalankan kewajiban yang diberikan," pungkasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab