Tinta Media: Berpikir
Tampilkan postingan dengan label Berpikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berpikir. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Februari 2024

Perintah Allah Agar Kita Berpikir



“Pilih yang mudharatnya paling sedikit” 

Tinta Media - Kalimat di atas sering kali muncul ketika menjelang Pemilihan Umum, baik DPR, Kepala Daerah sampai dengan Pemilihan Presiden. 

Lalu muncul kekhawatiran selanjutnya apabila orang tidak memilih yang mudharatnya paling sedikit, maka yang mudharatnya banyak yang akan ⁴mudharat nya sedikit atau tidak memilih dan kemungkinan besar kita akan di pimpin oleh orang yang mudharat nya besar. 

Kita sebagai manusia yang memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan, tentu memiliki kebebasan pula dalam hal berpikir. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi: 

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,” (QS Ali Imran: 190). 

Allah sudah memerintahkan kepada kita agar kita menggunakan akal untuk berpikir, karena dengan berpikir maka akan timbul pemahaman dalam diri manusia, setelah memiliki pemahaman manusia tersebut akan mengambil langkah sesuai pemahamannya. 

Lalu bagaimana ketika kita menghadapi fenomena di atas? Kita sebagai umat Islam tentu harus menyandarkan pemikiran kita kepada Islam, karena kita yakini bahwa Islam itu agama yang akan menjaga kita di dunia dan  di akhirat kelak. 

Islam dengan kesempurnaan nya sudah membuat aturan ( syariat islam ) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dalam perkara Aqidah dan Ibadah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa makanan, minuman, pakaian dan akhlak , serta hubungan Manusia dengan Manusia lainnya berupa Sistem Pemerintahan , Sistem Ekonomi, Sistem Sosial, Sistem Uqubat ( Persangsian ), Politik Pendidikan, dan Politik Luar Negeri. 

Rasulullah SAW telah berpesan kepada kita agar kita berpegang kepada dua pusaka peninggalan beliau yang apabila kita berpegang pada dua pusaka tersebut kita akan selamat dunia dan akhirat, pusaka tersebut Al-Qur’an dan Hadis. 

Rasulullah telah mencontohkan bagaimana menjalankan roda pemerintahan ketika beliau mendirikan Daulah Islamiah yang pertama di Madinah, yang di lanjutkan oleh para khalifah setelah sampai ke Khalifahan Utsmaniyah. 

Bagaimana kemajuan di semua aspek di rasakan, mulai dari ilmu pengetahuan sampai kekuatan pasukan negara It sangat di perhitungkan. 

Bahkan ada pernyataan dari seorang Mark Zuckerberg pemilik Facebook beliau menyampaikan “Saya heran ada orang-orang yang terlalu mengidolakan saya, padahal saya sangat mengidolakan ilmuwan Muslim Al-Khawarizmi karena tanpa Algoritma dan Aljabar, maka jangan pernah bermimpi ada Facebook, Whats App, BBM, Line, games bahkan komputer,” 

Tentu perkataan di atas lebih kepada memotivasi kita sebagai umat muslim agar lebih meningkatkan taraf berpikir lebih tinggi lagi. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ilmuwan ilmuwan muslim terdahulu. 

Lalu, bagaimana agar kita tidak memilih pemimpin yang masih ada mudharat nya. Maka yang pertama harus di pikirkan adalah apakah Allah dan Rasul nya tidak memberikan atau mencontohkan cara dalam mengurusi urusan umat ini? 

Dalam hal ini Allah SWT telah memberikan kemudahan untuk kita semua, karena Allah SWT telah mengutus Rasulullah SAW sebagai suri teladan yang harus kita jadikan contoh. Baik dalam kehidupan beliau yang berhubungan dengan Aqidah dan Ibadah, kehidupan beliau dalam hal hubungan dengan diri beliau sendiri, serta hubungan dengan sesama manusia yang mana termasuk di dalamnya ketika beliau menjadi seorang Rasul sekaligus Pemimpin sebuah Negara. 

Wallahua’lam bisawab


Oleh: Rizal Rosadi 
Sahabat Tinta Media 


Senin, 11 September 2023

Tujuh Prinsip Berpikir Positif



Tinta Media - Sobat. Saya ingin bertanya kepada Anda :
• Apakah Anda bahagia dengan pekerjaan Anda? Apakah Anda bahagia dengan keluarga Anda?
• Bagaimana hubungan Anda dengan Allah?
• Bagaimana kesehatan Anda? Apakah Anda merasa puas dengan berat badan dan kesehatan Anda?
• Bagaimana kehidupan pribadi Anda? Apakah Anda merasa lebih maju dan lebih baik?
• Apakah Anda cukup puas dengan kondisi keuangan Anda?

Sobat. Jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan di atas adalah hasil dari keputusan yang telah Anda ambil pada masa lalu. Disadari atau tidak, keputusan itu telah mempengaruhi kondisi hidup dan hasil yang Anda raih hari ini.

Sobat. “ Aku bertanggung jawab atas pikiranku maka aku harus bertanggung jawab atas semua perbuatanku.” Kata Dr. Ibrahim Elfiky. Pernah tahu Thomas Alva Edison, dia tidak pernah mengeluh atau menyalahkan orang lain ketika ribuan kali gagal menemukan lampu, meski diolok-olok dan kehilangan banyak uang, ia tidak mau meninggalkan gagasannya begitu saja dan tetap berpikir positif, tanggung jawab sepenuhnya ia pikul dan terus melangkah hingga berhasil  mewujudkan cita-citanya.

Sobat. Tulisan kali ini saya akan membahas prinsip-prinsip berpikir positif. Ada tujuh prinsip berpikir positif :

1. Masalah dan kesengsaraan hanya ada dalam persepsi. 

Sobat. Kenyataan adalah persepsi Anda. Jika anda ingin mengubah kenyataan hidup Anda, mulailah dengan mengubah persepsi Anda. Jika Anda mengubah persepsi Anda tentang masalah, memikirkannya  sebagai hadiah terindah dari Allah, lalu berkonsentrasi pada upaya mencari solusi, maka Anda akan menemukan pintu harapan terbuka lebar di hadapan Anda.

2. Masalah  tidak akan membiarkan Anda dalam kondisi yang ada. Ia akan membawa Anda pada kondisi yang lebih buruk atau yang lebih baik.

Sobat. Apa yang terjadi pada Anda tidak penting. Yang penting adalah apa yang Anda lakukan terhadap apa yang terjadi. Reaksi kita terhadap suatu kejadian itulah yang menentukan hasil. Orang yang berkepribadian positif  akan memusatkan  perhatian pada upaya mencari solusi dengan cara-cara yang rasional dan perasaan yang tenang. Maka ia mempelajari masalah yang ada dan memperbaiki sikapnya hingga dapat berperilaku positif, baginya masalah  justru mengantarkannya kepada kondisi yang lebih baik.
  
3. Jangan jadi masalah. Pisahkan dirimu dari masalah.

Sobat. Tidak ada masalah yang solusinya tidak dapat dipikirkan oleh akal  manusia. Ingatkan pada diri sendiri bahwa saya bukanlah masalah. Sebagai manusia, saya adalah mukjizat tanpa batas. Masalah hanya romantika hidup yang dapat kita pelajari agar lebih bijaksana, lebih ahli, dan lebih berpengalaman.

4. Belajarlah dari masa lalu, hiduplah pada masa kini dan rencanakanlah masa depan.

Sobat. Masa lalu adalah mimpi, masa depan adalah proyeksi. Hidupmu saat ini yang diwarnai cinta mendalam pada Allah membuat masa lalu menjadi mimpi yang indah dan masa depan penuh harapan.
Sejatinya apa yang disebut kegagalan tidak ada, yang ada adalah dampak atau akibat. Maka, jika Anda tidak  rela pada apa yang telah Anda capai dalam kehidupan, perhatikanlah perilaku, pikiran dan perbaiki. Susunlah rencana baru dan lakukan dengan baik secara konsisten. Dengan demikian, Anda pasti mendapatkan apa yang Anda inginkan.

5. Setiap masalah ada solusi  spiritualnya.

Sobat. Sadarilah bahwa setiap persoalan dapat diselesaikan dengan jalan spiritualitas. Dalam Al-Quran dijelaskan sebagaimana firman-Nya; “Barang siapa bertakwa pada Allah niscaya Dia akan menyediakan jalan keluar untuknya. Dan memberi rezeki dari jalan yang  tidak terduga.” (QS Ath-Thalaq ayat 2-3).  Ketika kita tawakkal kepada Allah, masalah sesulit apa pun bisa diatasi. Sebagaimana firman-Nya. “Barang siapa  tawakkal pada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (QS. Ath-Thalaq ayat 3 ).

6. Mengubah pikiran berarti mengubah kenyataan. Pikiran baru menciptakan kenyataan baru.

Oleh karena itu, jika Anda benar-benar ingin menciptakan perubahan yang positif dalam hidup, mulailah mengubah bagian dalam diri Anda. Sebagaimana firman-Nya :


لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ  


“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-ra’du (13) : 11 )

7. Ketika Allah menutup satu pintu, Pasti Dia membuka Pintu lain yang lebih baik.

Sobat. Kita sedang bicara tentang bagaimana orang tidak sabar menghadapi cobaan hidup, merasa cemas, dan takut. Namun seiring perjalanan waktu, ia baru sadar bahwa cobaan adalah anugerah terindah  dari  Allah; Allah menutup satu pintu untuk kebaikan kepentingan kita sendiri. Sebagai gantinya, Dia membukakan pintu lain yang lebih baik.

Sobat. Mulai hari ini bertawakkalah kepada Allah. Jangan patah semangat untuk mewujudkan impian Anda. Kendati semua pintu di hadapan Anda ditutup, jangan pernah putus asa. Teruslah berjuang dan bersabarlah. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala  bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Dia tidak menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang  yang sabar. Justru Dia membukakan pintu yang lebih baik bagi Anda daripada yang Anda bayangkan. Dialah Zat Yang Maha Pengasih dan Maha Mulia.

Salam Dahsyat dan Luar Biasa!

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku BIGWIN  dan Buku Gizi Spiritual 

Rabu, 23 November 2022

Analis: Bangkitnya Taraf Berpikir, Itulah Kebangkitan Sejati

Tinta Media - Terkait meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Timur tahun 2022 yang berdasarkan itu lantas dijadikan penguat optimisme Jatim Bangkit, Analis Politik-Media dari Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Hanif Kristianto paparkan kebangkitan sebenarnya.

"Kebangkitan, sejatinya bagi manusia ialah bangkitnya taraf berpikir dari rendah ke tinggi," ujarnya kepada Tintamedia.web.id, Sabtu (19/11/2022).

Pasalnya, sambung Hanif, manusia memiliki kebutuhan dasar di antaranya sandang, pangan dan papan yang sejatinya harus ditanggung negara. "Termasuk pendidikan, keamanan, dan kesehatan yang bisa diakses gratis," tambahnya.

Tersiar kabar IPM di Provinsi Jatim tahun 2022 mengalami kenaikan hingga 0,61 poin (0,85 persen) menjadi sebesar 72,75 dari tahun sebelumnya.

Berbagai indikator pembentuk IPM dimaksud, baik indeks kesehatan, pendidikan, pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan, umur harapkan hidup (UHH) bisa terbaca dari angka-angka yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Lantaran itu, merespons data dimaksud, Gubernur Khofifah pun optimis Jatim bisa bangkit lebih kuat ke depan. 

"Alhamdulillah, meskipun pandemi covid-19 masih melanda, tapi meningkatnya IPM Jatim ini menjadi penguat Optimisme Jatim Bangkit. Optimisme ini menjadi kekuatan dan semangat kita semua insya Allah kita bisa bangkit lebih kuat lagi ke depan," katanya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (18/11/2022).

Namun terlepas itu, Hanif menekankan kembali bahwa kebangkitan hakiki bisa tercapai tatkala manusianya dididik dengan tsaqafah Islam yang notabene solusi untuk seluruh aspek kehidupan. "Di Jawa Timur akan muncul kebangkitan hakiki jika manusianya dididik dengan tsaqafah Islam yang menjadi solusi bagi kehidupan," tandasnya.

Lebih jauh, dengan bermodal tsaqafah dimaksud, manusia bisa mengetahui siapa _Rabbnya_ serta aturan mana yang semestinya diterapkan dalam kehidupan, mulai individu, keluarga, masyarakat hingga bernegara.

Makanya ia mendorong, bahwa dengan kebangkitan hakiki tersebut umat termasuk para penguasa menjadi lebih taat kepada syariat Allah SWT. "Untuk penguasa yang di pundak ada amanah, tunaikan kewajibanmu dan layani rakyatmu," pungkasnya mengimbau. [] Zainul Krian

Sabtu, 22 Oktober 2022

Taraf Berpikir Politisi Islam

Tinta Media - Berpikir adalah menghubungkan informasi dengan fakta yang terindera, atau fakta dengan informasi yang sudah ada sebelumnya di dalam otak, untuk mendapatkan sebuah kesimpulan baru menggantikan kesimpulan sebelumnya. 

Bila penginderaan terhadap fakta atau informasi yang didapat salah, maka hasil pemikirannya pasti salah pula. Jadi, pemikiran adalah hasil dari sebuah proses berpikir yang dilakukan oleh manusia, yang kebenarannya tergantung dari keakuratan penginderaan fakta dan informasi yang telah dia yakini sebelumnya.

Pemikiran itu sendiri merupakan harta yang paling mahal yang dimiliki oleh suatu bangsa di semua waktu yang pernah dilalui oleh umat manusia. Karena dengan pemikiranlah suatu bangsa bisa digolongkan menjadi bangsa yang beradab atau sebaliknya, sebagai bangsa yang biadab.

Oleh sebab itu, tingginya peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh ketinggian taraf berpikir masyarakatnya. Hal itu karena dari pemikiran atau konsep hidup itulah dibangun peradaban khas yang unik antara satu bangsa dengan bangsa yang lain.

Sebuah peradaban yang tinggi pasti memiliki konsep hidup dan politik yang juga tinggi. Tidak pernah ada sebuah peradaban yang tinggi, tetapi dibangun dari konsep hidup liar bagaikan binatang yang hidup di dalam hutan. Karena ketinggian peradaban itulah yang membedakan manusia dari binatang dan juga mahluk lainnya, maka mustahil ada peradaban tinggi yang dibangun diatas pemikiran yang amburadul.

Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka pasti memiliki tata cara yang apik dalam penerapan aturan atau politik yang telah teruji ketahanannya. Bagaimana mereka menerapkan aturan ekonomi, sosial, ritus ritual, pertahanan, dan lain sebagainya, tentu dikendalikan oleh sebuah institusi politik yang kuat dan memperoleh legalitas dari rakyatnya.

Peradaban Islam adalah salah satu peradaban yang tinggi, bahkan peradaban yang paling tinggi yang pernah dicapai oleh manusia. Hal itu dikarenakan peradaban Islam tidak hanya menghasilkan benda budaya dan penemuan fisik yang lain, tetapi karena peradaban Islam memiliki aspek spiritual yang tidak dimiliki peradaban sebelumnya. Umat Islam tidak hanya memikirkan kehidupan dunia saja, tetapi tujuan hidup mereka adalah surga.

Konsep dasar peradaban Islam adalah pengakuan bahwa manusia, alam semesta, dan kehidupan adalah makhluk dari Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. Peradaban ini dibangun untuk menjadikan manusia tunduk dan patuh kepada aturan Tuhannya, karena mereka sadar bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta di kehidupan selanjutnya.

Saat ini, ketika Islam tidak lagi diterapkan, seorang politikus Islam dituntut untuk memiliki ketinggian taraf berpikir yang membedakan ia dari kerendahan pemikiran sekuler yang sedang diterapkan. Dari ketinggian taraf berpikir inilah dia sadar untuk melakukan perubahan karena dia memiliki pemikiran pengganti yang lebih baik dari yang sudah ada.

Namun demikian, ia hanya akan bisa mendapatkan pemahaman politik yang benar bila sering mengkaji fakta yang ada dan membandingkannya dengan Ideologi Islam yang sudah ia ketahui sebelumnya. Tanpa pernah terjun di dalam pergolakan pemikiran dan perjuangan politik, mustahil ia memperoleh ketajaman intuisi politik yang diperlukan dalam aktivitas politik.

Ia harus melakukan edukasi kepada masyarakat untuk membuktikan kebenaran Ideologi yang dia emban dengan cara meningkatkan taraf berpikir mereka. Ia juga melakukan agregasi dengan menyatukan perbedaan cabang yang ada dengan visi dan misi ideologi dengan gerak politik yang sama. Selain itu, ia juga akan melakukan artikulasi maslahat yang dibutuhkan oleh umat agar bisa hidup selamat dan mendapatkan rida dari Allah Swt. Di sinilah pentingnya mendakwahkan Ideologi Islam dalam melakukan perubahan sosial.

Aktivitas politik yang tidak didasari dengan ideologi Islam akan membawa kepada kegagalan. Perasaan umat Islam yang telah terbakar oleh kezaliman rezim dan kerusakan sistem yang diterapkan harus mendapatkan jalan keluar. Jangan sampai umat merasa sendirian, kecewa, dan putus asa, yang pada akhirnya akan menyebabkan sikap apatis yang tidak produktif.

Aspirasi mereka untuk perubahan harus diarahkan untuk mendapatkan solusi yang integral, yaitu kembalinya kehidupan Islam. Tanpa aktivitas politik yang berlandaskan Ideologi Islam, maka energi umat akan mudah terbelokkan dengan solusi pragmatis dan parsial yang menipu dan menjerumuskan.

Oleh karena itu, dalam perang pemikiran melawan ideologi Barat, para pengemban dakwah harus serius meningkatkan taraf berpikir agar umat juga ikut meningkat kesadaran untuk melakukan perubahan. Sebagai orang yang diandalkan, ia harus mampu memimpin umat dengan Ideologi Islam, yaitu akidah dan syari'at Islam.

Ketinggian taraf berpikir ini adalah pemikiran yang didasari keimanan. Karena hanya akidah dan pemikiran Islamlah yang bisa menyatukan umat Islam tanpa harus mempermasalahkan perbedaan yang tidak mendasar. Dengan bersatunya umat Islam dalam kemashlahatan untuk bergerak bersama-sama mengembalikan kehidupan Islam, perubahan fundamental dan kemenangan Islam tidak bisa dielakkan. [dsh]

Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 28 Mei 2022

Ustaz Shiddiq Al-Jawi Jelaskan Signifikansi Definisi Berpikir Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani


Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. menjelaskan setidaknya sepuluh signifikansi definisi berpikir menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani.

“Setelah melakukan studi terhadap berbagai kitab karya Imam Taqiyuddin An-Nabhani, kami menemukan setidak-tidaknya terdapat 10 (sepuluh) signifikansi,” tuturnya pada Stadium Generale: Signifikansi Definisi Berpikir Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, Kamis(26/5/2022) di kanal YouTube Ngaji Subuh.

Pertama, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bagaimana asal usul (the origin) berbagai macam pengetahuan manusia. (At-Tafkir, 1973).

Menurutnya, dengan jelasnya definisi berpikir, menjadi jelas kemudian apa itu proses berpikir (‘amaliyat at-tafkir), jelas pula dua metode berpikir, yaitu metode rasional (al-thariqah ‘al aqliyah, rational method) dan metode ilmiah (al-thariqah al-’ilmiyah, scientific method), yang dengan keduanya, dihasilkan berbagai pengetahuan manusia, baik ilmu-ilmu sosial-humaniora )social sciences-humanities( maupun ilmu-ilmu alam (natural sciences).

“Sosial humaniora itu contohnya ilmu ekonomi, politik, sosiologi dan seterusnya, maupun ilmu alam seperti fisika, kimia, biologi dan ilmu-ilmu terapannya misalnya kedokteran, pertanian, teknik industri dan lain-lain,” jelasnya.

Kedua, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bagaimana metode pembentukan persepsi (mafahim) pada manusia. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, I/12-13).

"Persepsi (mafahim) atau al-idrak, dapat terbentuk dengan integrasi dua komponen berpikir, yaitu mempertemukan realitas yang terindera (al-waqi’ al-mahsus) dengan informasi sebelumnya (al-ma’lumat al-sabiqah). Pembentukan persepsi ini sangat diperlukan dalam proses pendidikan agar peserta didik memahami materi ajar secara mendalam, bukan sekedar hafalan atau taqlid. Proses penyampaian materi ajar dengan mempertemukan realitas yang terindera (al-waqi’ al-mahsus) dengan informasi sebelumnya (al-ma’lumat al-sabiqah), disebut  dengan talaqqiyan fikriyyan (menerima materi ajar melalui proses berpikir)," terangnya.

“Jadi, signifikansi yang kedua kalau bisa kita sebut signifikansi yang terkait dalam bidang pendidikan. Jadi seorang guru itu, ketika menyampaikan materi, kalau ingin muridnya memahami, maka harus menggunakan metode talaqqiyan fikriyyan. Tidak cukup dia menyampaikan maklumat, tapi harus menunjukkan fakta terindra,” tegasnya.

Ketiga, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bagaimana metode pembentukan kepribadian manusia (takwin al-syakhshiyyah) yang dimulai dengan pembentukan pola pikir (‘aqliyah) sebagai basis pembentukan pola sikap atau pola perilaku (nafsiyah). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, I/21-24).

“Signifikansi ini terkait dengan ilmu psikologi yang banyak membahas konsep kepribadian manusia (personality),” ungkapnya.

Menurutnya, dengan penemuan definisi berpikir, dapat dijelaskan bahwa pola pikir (aqliyah) sebenarnya adalah proses berpikir yang berjalan sesuai definisi berpikir itu sendiri. “Yaitu proses berpikir dengan mempertemukan realitas yang terindera (al-waqi’ al-mahsus) dengan informasi sebelumnya (al-ma’lumat al-sabiqah), berdasarkan kaidah-kaidah berpikir yang diyakini sebagai standar berpikir bagi seseorang,” terangnya.

Keempat, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui mana rukun iman yang dalilnya aqli dan mana yang dalilnya naqli. Kiai Shiddiq menyampaikan isi kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz I/30-31, Imam Taqiyuddin An-Nabbhani menjelaskan dengan teramat gamblang (crystal clear) apa saja rukun-rukun iman yang berdalil aqli, dan apa saja rukun iman yang berdalil naqli.

“Prinsipnya, adalah mengikuti kaidah : maa laa yudrikuhu al-hissu laa yudrikuhu al-’aqlu, artinya apa saja yang tidak dapat dijangkau pancaindera, maka ia tidak dapat dijangkau oleh akal, yakni tidak dapat dijangkau oleh dalil aqli, sehingga wajib menggunakan dalil naqli,” jelasnya.

“Karena itu, iman akan adanya Allah, iman bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan iman bahwa Al Qur`an itu kalamullah, dalilnya aqli. Sedangkan iman kepada Hari Kiamat, iman kepada surga dan neraka, dalilnya naqli,” lanjutnya.

Kelima, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bahwa banyak pembahasan ilmu kalam pada zaman dahulu, telah melampaui batas kemampuan akal.

Dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz I/116-118, Bab Shifatullah, Imam Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat zat Allah dan sifat Allah itu satu kesatuan. Sedangkan menurut Ahlus Sunnah (Asy’ariyah), zat Allah dan sifat Allah itu adalah dua entitas yang berbeda. Padahal, objek pembahasannya, yaitu zat Allah dan sifat Allah, sebenarnya di luar kemampuan akal manusia, karena tak dapat diindera.

Ustaz Shiddiq juga menjelaskan dasarnya kaidahnya: “maa laa yudrikuhu al-hissu laa yudrikuhu al-’aqlu, (apa saja yang tidak dapat dijangkau pancaindera, maka ia tidak dapat dijangkau oleh akal), sehingga akal manusia sudah pasti tak akan dapat menjangkau apakah zat Allah dan sifat Allah itu satu kesatuan atau dua entitas yang berbeda,” jelasnya.

Keenam, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui batas kemampuan akal, yaitu akal hanya dapat berfungsi pada objek-objek empiris yang dapat diindera (al- waqi' al-mahsus).

Menurutnya, signifikansi ini terkait dengan studi ilmu filsafat dalam arti studi terhadap apa-apa yang tidak dapat diindera manusia, atau maa wara`al maadah (sesuatu di balik materi).
“Dalam kitab At-Tafkir, Imam Taqiyuddin An-Nabhani mengkritik berbagai filsafat yang mengkaji apa yang ada di balik materi (objek tak terindera), misalnya tentang konsep filsafat Emanasi, yang menjelaskan proses penciptaan alam semesta atau tata surya, melalui akal pertama, akal kedua, akal ketiga, dan seterusnya. Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani filsafat Emanasi hanyalah khayalan atau fantasi belaka,” terangnya.

Ketujuh, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bahwa dalam kajian Ushul Fiqih, baik buruknya perbuatan manusia dari segi pahala dan dosa dari Allah, atau dari segi pujian atau celaan dari Allah, tidaklah mungkin dijangkau oleh akal manusia, sehingga akhirnya manusia harus merujuk kepada wahyu Allah, untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu dipuji Allah atau dicela Allah. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakshiyyah Al-Islamiyyah, 3/17-18).

Kiai Shiddiq memberi contoh, bahwa zina itu buruk karena dicela Allah, atau sholat itu baik karena dipuji Allah, tidaklah mungkin dijangkau oleh akal manusia.
“Pujian atau celaan Allah terhadap suatu perbuatan manusia, merupakan hal gaib yang di luar jangkauan kemampuan akal. Maka dari itu, dalam masalah ini, kita wajib merujuk kepada wahyu Allah, yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah,” tutur Kiai.

Kedelapan, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bahwa metode rasional (al-thariqah al-’aqliyah) adalah metode paling mendasar untuk melahirkan berbagai pengetahuan (At-Tafkir, 1973).

“Hal itu karena, setelah kita mengetahui definisi berpikir, maka akan diketahui pula bahwa metode rasional itu merupakan basis bagi adanya metode ilmiah,” ungkapnya.

Ustaz Shiddiq menyampaikan dua alasan mengapa metode rasional itu basis bagi metode ilmiah: “Pertama, karena cakupan objek metode rasional lebih luas daripada objek kajian metode ilmiah. Kedua, karena untuk melaksanakan metode ilmiah, seperti eksperiman di laboratorium, mutlak diperlukan metode rasional lebih dulu, yaitu mendapat informasi sebelumnya mengenai berbagai hal di laboratorium (seperti kegunaan bahan, alat, prosedur percobaan, dsb),” terangnya.

Kesembilan, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bahwa metode ilmiah adalah cabang dari metode aqliyah. (At-Tafkir, 1973).

Menurutnya, metode ilmiah tidak dapat menafikan metode rasional, karena penafian ini berarti sesuatu yang cabang membatalkan sesuatu yang asasi (mendasar) yang justru melahirkannya.

“Maka dari itu, kita tidak boleh menolak konsep Nabi Adam AS sebagai manusia pertama yang langsung diciptakan oleh Allah (sebagai hasil metode rasional), dengan alasan hal tersebut bertentangan dengan Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia itu hanya satu mata rantai dari evolusi organisme (sebagai hasil metode ilmiah),” tuturnya.

Kesepuluh, dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui kebatilan paham materialisme, yang menjadi dasar bagi ideologi Sosialisme.

Materialism is the view that all that exist is matter and depends on matter for its existense. (Materialisme adalah paham bahwa segala sesuatu yang ada adalah materi, dan bergantung pada materi untuk eksistensinya).

Menurut Kiai, dari materialisme ini, dibangun Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme.

“Padahal materialisme itu keliru, karena mengikuti definisi akal versi komunisme, yang telah menafikan hal yang gaib (Hari Kiamat, surga, neraka, dsb) atau non-materi, sehingga dianggap tidak ada, hanya karena tak dapat diindera,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab