Tinta Media: Beras
Tampilkan postingan dengan label Beras. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Beras. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2024

Harga Beras Terus Melejit, Hidup Rakyat Makin Sulit

Tinta Media - Baru-baru ini pemerintah menentukan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras. Hal ini dikarenakan harga beras semakin naik. Untuk menguatkan kebijakan relaksasi yang berlaku dan supaya terbentuk stabilisasi pasokan dan harga beras, maka Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengambil keputusan itu.

Berdasarkan data harga beras yang didapati, diketahui bahwa harga beras premium HET paling rendah adalah Rp14.900 dan harga beras medium  rendahnya Rp12.500 . Kenaikan harga beras di konsumen ini ditentukan berdasarkan wilayah yang diatur dalam Perbadan No. 5/2024. Namun, di sisi lain, ada impor Indonesia untuk beras umum, khusus sampai  4,04 juta ton yang terdiri dari 3,6 juta ton beras umum dan 400 ribu. (Tirto, 07/06/2024)

Adapun tujuan dibuat pematokan HET beras oleh pemerintah agar dapat melindungi produsen dan konsumen sehingga harga beras akan stabil dan tidak bertambah tinggi. Ini juga merupakan salah satu cara untuk melindungi harga pasar dari distributor-distributor yang mempermainkan harga seenaknya.

Ternyata, lumayan besar kenaikan HET, yaitu harga beras medium yang awalnya Rp10.900 menjadi Rp12.500. Lalu, harga beras premium awalnya Rp13.900 menjadi Rppp14.900. Kenaikan harga ini membuat rakyat merasa berat dengan mahalnya harga beras. Apalagi,  keadaan ekonomi rakyat sedang sulit pada saat ini.

Faktanya, dapat kita lihat sulitnya masyarakat mencari pekerjaan dengan gaji memadai. Bagi yang sudah bekerja, tidak ada kenaikan gaji yang pasti.

Selain itu, naiknya harga seluruh kebutuhan pokok membuat rakyat miskin tidak lagi berpikir bisa makan beras enak. Sekadar bisa makan nasi setiap hari sudah bersyukur. Jadi, kenaikan HET beras itu hanya menambah sulit rakyat untuk dapat merasakan beras enak dan mustahil untuk membelinya bagi rakyat miskin.

Harga beras tinggi sudah pasti berkualitas baik, sedangkan rakyat hanya mampu membeli beras impor yang berkualitas biasa. Dari sini kita dapat mencermati bahwa ada pihak yang mendapat keuntungan besar, yaitu para importir dan distributor.

Bahkan, pemerintah juga mempersilakan para pengusaha untuk langsung membeli padi  dari para petani dengan harga naik dari biasanya, tetapi proses selanjutnya mereka lakukan sendiri.

Lalu, para pengusaha akan memilih kualitas beras dan dilabeli beras medium dan premium. Para pengusaha menjualnya kepada rakyat konsumen kelas atas melalui pasar-pasar modern atau supermarket, sehingga mendapat keuntungan yang lebih banyak.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah saat ini tidak dapat menjamin rakyat bisa makan enak. Rakyat bisa makan beras, tetapi beda rasa. Rakyat miskin harus bersabar agar bisa makan enak pada situasi yang serba sulit ini.

Ini buah dari sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, peran negara hanya sebagai fasilitator, yaitu penyedia fasilitas bagi yang berkepentingan. Negara juga berperan sebagai regulator, yaitu menjalankan regulasi sesuai dengan pandangan untung dan rugi. Negara tidak berperan sebagai pengurus kebutuhan rakyat, juga bukan untuk memenuhi tanggung jawab kepada rakyat.

Pengusaha diberikan fasilitas oleh negara  untuk berbisnis. Bagi siapa saja yang memiliki kekayaan dan punya banyak modal, maka dialah yang berkuasa sekaligus mampu membeli penguasa dan  aturannya.

Dalam kapitalisme, halal dan haram sebagai pandangan agama tidak berlaku, tetapi yang berlaku adalah untung dan rugi (materi).

Berbeda dengan pandangan Islam. Dalam sistem Islam, negara wajib menjalankan tanggung jawabnya kepada rakyat. Penguasa adalah pelayan rakyat, jadi wajib memenuhi kebutuhan seluruh kebutuhan rakyat. Penguasa atau pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hal ini membuat para pemimpin terus berusaha memenuhi kebutuhan rakyat.

Mematok harga tertentu dalam suatu komoditas oleh pemerintah dilarang dalam Islam. Cara Islam untuk menstabilkan harga bahan pangan, termasuk beras adalah dengan menjalankan politik pangan. Negara wajib ikut serta dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi.

Dalam proses produksi, negara berperan dalam menjamin keberhasilan dalam produksi dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian untuk mendapatkan hasil yang baik. Negara harus mengetahui atau mengontrol data panen dengan baik sehingga dapat  disalurkan kepada rakyat.

Dalam hal distribusi, negara tidak boleh memberikan kepada swasta untuk mengambil untung. Negara juga harus melarang proses penimbunan, kartel, praktik tengkulak, riba, dan lain-lain.

Negara juga membuat hukuman sebagai efek jera dan agar larangan tadi dapat berjalan. Semua itu dilakukan untuk menjalankan kewajiban. Tugas ini diberikan kepada Qadhi Hisbah sebagai  pengawas terpercaya.

Adapun bagi rakyat yang tergolong penerima zakat akan dipenuhi kebutuhannya dari pos zakat. Mereka juga dibantu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Negara tetap memberikan bantuan sampai mereka tidak lagi termasuk ke dalam golongan penerima zakat. Ini terjadi ketika  kebutuhannya  dapat  mereka penuhi sendiri.

Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yaitu mengatur kepemilikan harta sesuai dengan syariat Islam, termasuk bagaimana cara memperolehnya. Sehingga, kecurangan para penguasa dan pengusaha akan terminimalisir.

Untuk menjaga harga dari inflasi, maka negara akan menerapkan mata uang dinar dan dirham sehingga harga barang akan stabil. Hal ini memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan. Sehingga, rakyat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama beras.

Demikianlah yang akan dilakukan negara jika menerapkan sistem Islam.

Islam mengatur dengan cara terperinci sehingga masalah harga pangan dapat teratasi  secara tuntas dengan mengambil kebijakan Islam sebagai landasannya. Rakyat pun akan hidup sejahtera, aman dan damai. Wallaahu'alam bishshawab.

Oleh: Rosi Kuriyah, Muslimah Peduli Umat

Selasa, 12 Maret 2024

Menyoal Beras Mahal



Tinta Media - "Parah, sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini (2024) adalah yang tertinggi." Hal ini disampaikan oleh salah satu pedagang.

Para pembeli pun jelas mengeluh karena mau tak mau harus tetap membeli karena tak mudah juga untuk beralih ke pangan substitusi.  Kenaikan saat ini dirasa tidak masuk akal.  Bayangkan, dalam kurun waktu seminggu, beras bisa naiknya sampai dua kali. (bbc.com)

Penyebab kenaikan harga signifikan ini dicurigai terkait pesta demokrasi yang baru saja berlangsung. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi menyindir bahwa lonjakan itu dipicu masifnya gelontoran bansos dan bantuan pangan beras 10 kg sebelum pilpres 2024 kemarin. Dia mengamati realitas saat kelangkaan pasokan beras mulai terjadi. (cnnindonesia.com)

Masuk akal juga kalau barang langka di pasaran, harga akan naik. Akan tetapi, pemerintah tentu tak sepakat. Menurut mereka, penyebab harga beras melonjak adalah karena kondisi cuaca.

Mendag beralasan bahwa para petani belum panen. Akibat adanya siklus cuaca El Nino yang terjadi tahun lalu, kondisi ini membuat jumlah produksi beras turun. (detik.com)

Walaupun terlihat mengelak, Dirut Bulog Bayu K.  justru mengatakan bahwa lonjakan harga dan kelangkaan stok beras (khususnya beras premium ) dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:

Pertama, gencarnya bantuan beras dari pemerintah (bansos) sehingga faktor supply-demand tak seimbang.

Kedua, sejak tahun 2023 lalu, Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi sampai 2,05%, yakni dari sebelumnya 31,54 juta ton di tahun 2022 menjadi 30,90 juta di tahun 2023. Semua dipicu efek kemarau ekstrem akibat fenomena iklim El Nino. 

Ketiga, adanya lonjakan harga gabah di tingkat petani, bahkan sudah meroket ke atas HPP yang ditetapkan sejak Maret 2023 lalu. (rri.co.id)

Sedangkan Kepala Bappenas Arief Prasetyo menambahkan dua variabel lagi, yaitu naiknya harga sewa lahan dan harga pupuk.

Apa pun yang menjadi penyebab, harusnya bisa diantisipasi. Sudah tahu ada El Nino, sudah tahu pupuk mahal dsb., lalu apa yang dilakukan penguasa?

Harusnya penguasa fokus untuk mengantisipasi berbagai kondisi rawan pangan seperti ini, bukan malah sibuk urus yang lain. Wajar saja akhirnya muncul  tudingan sumir bahwa bansos disalahgunakan untuk merayu para  voters, terutama mereka dengan ekonomi menengah ke bawah.

Jadi, kericuhan dan jeritan rakyat soal melonjaknya harga beras, hanya dijawab dengan operasi pasar dan sidak, terkadang juga mematok harga. Sayangnya, hal tersebut tak mampu mengatasi persoalan rutin terkait tidak stabilnya harga sembako di negeri ini.

Harusnya Bagaimana?

Mestinya para penguasa muslim menyadari bahwa amanah yang dipikulnya akan dimintai tanggung jawab kelak di yaumul akhir.

Sabda Rasulullah ï·º:

" ... Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)

Maka, penguasa akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan dengan mudah, murah, juga berkualitas dan sampai di tangan rakyat, bukan hanya memastikan pasokan komoditas di Bulog atau di pasar.

Sistem Islam juga mengharamkan pematokan harga, sebab itu merupakan hak Allah. Yang dilakukan adalah memastikan pasokan di pasar cukup atau tidak langka agar bisa mencegah spekulan mengatrol harga sesuka hati. Negara juga mengatur distribusi komoditas dengan memotong rantainya sehingga minim bea.

Untuk mewujudkan ketahanan pangan, Islam pun memiliki kebijakan di hulu yaitu dengan menyediakan lahan pertanian. Jika ada lahan yang tidak digarap selama 3 tahun, maka akan disita oleh negara, lalu diserahkan kepada yang mampu mengelola.

Negara harus meminimkan alih fungsi lahan (lahan subur), tidak ditanami beton atau mall. Negara juga berupaya meningkatkan kualitas benih, pupuk,  mendorong para petani menerapkan metode pertanian modern, dsb.

Dalam semua mekanisme ini, jika kecurangan terjadi, maka sanksi  akan diberlakukan sesuai hukum pidana Islam.

Semua  tak akan terwujud kecuali penguasa sadar untuk kembali kepada hukum Allah dengan menerapkan Islam s kaffah dengan Khilafah. Wallahu’alam.


Oleh: Amila Nur
Sahabat Tinta Media

Senin, 11 Maret 2024

Harga Beras Melambung Tinggi, IJM: Islam Sangat Memperhatikan Masalah Pangan


Tinta Media - Menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengenai harga beras melambung tinggi sebab jadwal hujan yang bergeser, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah pangan.

"Sahabatku sekalian, Islam sangat memperhatikan masalah pangan," tuturnya dalam video Zulhas Ungkap Alasan Harga Beras Melambung  Gegara Jadwal Hujan Geser, Setuju? Di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (1/3/2024).

Menurutnya, masalah pangan merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, terutama pangan. "Dengan dorongan imam, mereka melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Taa'la kelak di akhirat," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, tidak hanya memperkirakan kecukupannya tetapi memastikan real kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi dengan baik, dengan layak. Islam mengharamkan pemerintah mematuk harga tetapi Islam memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga, "Tentu tidak meninggalkan petani yang membutuhkan kesejahteraan," tukasnya.

"Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa bersikap independen," imbuhnya.

Meskipun demikian, lanjutnya, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat seperti larangan bekerja sama dengan negara-negara musuh. Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian.

Ia menjelaskan bahwa ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan tentu harus meminimalisirkan alih fungsi lahan. Lahan yang menjadi cadangan pangan harus dipertahankan demikian rupa. Sedangkan intensifikasi adalah terkait dengan peningkatan kualitas benih, sarana produksi pertanian, termasuk dalamnya pupuk, metode pertanian dan lain sebagainya ituu meningkatkan kualitas. "Selain produksi, negara juga mengatur distribusinya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya," bebernya.

"Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh, akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan sehingga tidak ada yang berani berlaku curang, misalnya melakukan penimbunan," paparnya.

"Semua dilakukan semata karena dorongan imam kepada Allah Subhanahu Wa Taa'la," tambahnya.

Ia menyatakan bahwa dengan mengadopsi ekonomi syariah, negara akan memiliki kedaulatan pangan dan kesejahteraan ekonomi. "Tentu ini juga dengan menata petani dengan pola yang kami sodorkan tadi makan petani juga tetap bisa merasakan kesejahteraan," pungkasnya.[] Ajira

Minggu, 10 Maret 2024

Beras Mahal, Bagaimana Khilafah Mengelola Kebutuhan Pokok Rakyat?


Tinta Media - Masyarakat mengeluh harga beras mahal dan dijawab oleh Presiden Joko Widodo, “disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca yang memicu gagal panen” (Tempo. Co, pada 19 Februari 2024). Intinya menyalahkan perubahan iklim dan cuaca sebagai biang kerok (penyebab) beras mahal.

Kalau hanya bisa menyalahkan perubahan iklim dan cuaca, lalu di mana fungsi dan peran negara? Untuk apa, ada pemerintahan dengan segala jajarannya yang mengelola bidang pertanian? Seperti Menteri Pertanian, Bulog, BUMN yang ditugaskan mendukungnya seperti pabrik pupuk, dan lain sebagainya. Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran, sebagian rakyat, ketika mendengar pernyataan Presiden Joko Widodo yang  dimuat media Tempo. Co pada 19 Februari 2024. 

Pertanyaan selanjutnya adalah benarkah naiknya harga beras yang "ugal-ugalan" itu, seperti apa yang dinyatakan oleh presiden, sebagai penyebab utamanya? Apa yang terjadi sesungguhnya? Apakah benar, produksi terganggu karena iklim? Atau apakah stok beras ditimbun oleh pengusaha-pengusaha besar untuk mencari keuntungan, di saat Ramadhan? Atau apakah stok beras di "serobot" oleh para kontestan pilpres dan pileg untuk "menyogok" pemilih, di pemilu yang lalu? Atau negara memang tidak mampu mengelola, mengatur dan mengontrol bahan pokok ini, dikarenakan kuatnya “tangan-tangan” oligarki pengusaha? Dari semua kemungkinan itu, mana jawaban yang paling mungkin sebagai penyebabnya?.

Sebelum kita membicarakan tentang beras ini lebih jauh. Maka alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu, berapa sebenarnya kebutuhan beras Indonesia?. Berdasarkan data BPS, tahun 2023 jumlah penduduk Indonesia adalah 278.700.000 jiwa. Jika keperluan beras per kapita antara 94,9 - 150 kg per tahun (kita ambil rerata 122,5 kg per kapita per tahun), maka keperluan beras adalah 34,1 juta ton per tahun. Dari data dan informasi itu maka kita akan berhitung berapa luas lahan pertanian padi yang diperlukan, untuk menghasil beras sejumlah minimal 34,1 juta ton per tahun tersebut. 

Data luas lahan pertanian padi yang dimiliki Indonesia, berdasarkan data BPS tahun 2022 adalah 10,45 juta ha, dengan produktivitas per ha 5,08 ton GKG (di bawah Vietnam 5,57 ton GKG dan tertinggi adalah Australia 10 ton GKG), dan dengan rendemen 62%. Artinya, Indonesia memiliki kemampuan memproduksi beras dalam 1 kali musim tanam adalah 32,9 juta ton. Sehingga dengan 2 kali masa tanam dalam 1 tahun akan menghasilkan 65.8 juta ton per tahun, lebih dari cukup untuk kebutuhan makan seluruh penduduk Indonesia, yang hanya memerlukan 34,1 juta ton per tahun.

Dari data BPS pula, diketahui bahwa dalam 5 tahun terakhir produksi beras Indonesia, tahun 2019 : 31,31 juta ton, tahun 2020 : 31,33 jota ton, tahun 2021: 31,36 juta ton, tahun 2022 : 31,54 juta ton dan tahun 2023 : 31,10 juta ton (turun 1.4 % dari tahun 2022). Sedangkan total impor beras dalam 6 tahun terakhir adalah tahun 2018 : 2,2 juta ton, tahun 2019 : 444,5 ribu ton, tahun 2020 : 356,2 ribu ton, tahun 2021 : 407,7 ribu ton, tahun 2022 : 429,2 ribu ton, dan tahun 2023 : 3,3 juta ton. (catatan : Angka impor tahun 2018 dan 2023 mencapai jutaan ton dan itu adalah 1 tahun menjelang pilpres).

Kalau memperhatikan data-data di atas seharusnya tidak ada permasalahan terkait dengan stok beras. Jumlah produksi beras dalam negeri ditambah impor sudah sangat aman. Tetapi mengapa selalu saja ribut terkait beras ini terutama menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, serta pada tahun-tahun politik.

Apa yang dilakukan negara?. Pemerintah telah membuat program untuk mengatasi kekisruhan seputar beras ini, baik melalui penetapan harga, operasi pasar, pendistribusian beras SPHP, hingga pembagian bantuan sosial berupa beras 10 kg per keluarga. Program-program Ini juga dibarengi kontrol dan monitoring harga yang dikerjakan satgas pangan. Namun, kenapa program ini sepertinya terkesan jalan di tempat bahkan bisa disebut “gagal”, terbukti hal ini terus berulang dan berulang.

Jika kita amati lebih dalam, terkait kebijakan pemerintah dalam upaya untuk menyelesaikan problem yang terjadi, maka terkesan penyelesaiannya hanya pada gejolak harga, sedangkan problem sebab sesungguhnya tidak tersentuh. Kebijakan yang dibuat tidak mengakhiri dan menyelesaikan secara tuntas, tetapi sekedar menahan kenaikan harga. Ditambah, banyak yang menduga kebijakan bantuan beras saat ini berkelindan dengan agenda politik praktis pada saat pemilu yang lalu. Sehingga kebijakan dibuat lebih kepada untuk kepentingan segelintir pihak, dan itu yang lebih dominan, daripada untuk menyelesaikan persoalan rakyat.

Indonesia memiliki luas lahan pertanian padi cukup luas 10,45 juta ha, jika produktivitasnya ditingkatkan, maka sudah lebih dari cukup untuk mencukupi keperluan beras di dalam negeri, tetapi kenyataannya belum bisa. Mengapa hal ini bisa terjadi?, karena petani selalu berada dalam keadaan terimpit dan “mungkin” sudah terjepit. Petani selalu mengalami problem sebab sistemik, seperti minimnya (sempit) lahan pertanian, sulitnya mendapatkan saprotan dan harga jual gabah (beras) yang tidak berpihak kepada petani. 

“Bila harga beras mahal, maka petani ikut menikmati keuntungan”, kata seorang pejabat negara. Pernyataan itu sangat tidak realistis dan cenderung “hanya” ingin berkelit dari problem yang sesungguhnya. Karena kenyataannya walaupun harga beras mahal, tetapi petani tidak bisa menikmatinya. Mengapa? Dikarenakan harga saprotan juga terus naik. Dan sepertinya ada kesan, petani sengaja “diciptakan” secara terstruktur oleh sistem ekonomi kapitalisme yang liberal untuk tetap miskin dan terpinggirkan. Jika pemerintah melihat persoalan beras ini hanya dengan sudut pandang dari tataran teknis saja. Tidak menyelesaikan problem dasarnya maka harga beras mahal dan impor beras sebagai solusi akan terus terjadi. Bahkan mungkin kondisinya justru makin hari makin buruk dan terus berulang setiap tahun. 


Dari runyamnya tata niaga (harga) beras ini menunjukkan bukti, gagalnya sistem ekonomi kapitalisme secara politik. Negara bukan bertindak sebagai penanggung jawab dan pengurus rakyat tetapi hanya hadir sebagai fasilitator dan regulator. Justru korporasilah yang mengurus berbagai urusan rakyat, dan korporasi pula yang akhirnya “suka-suka” mengatur dan mengelola ekonomi untuk mencari keuntungan semata.

Lembaga Bulog dan BUMN yang seharusnya melayani dan membantu mengurusi kebutuhan rakyat sebagai kepanjangan tangan negara, ternyata bertindak layaknya korporasi swasta yang bersaing untuk mendapatkan profit pula. Bahkan dalam sebuah dengar pendapat di DPR RI, ternyata Bulog baru mampu menampung 20% hasil panen petani dengan harga yang wajar (harga ketentuan pemerintah), dan ini berarti 80% dikuasai pengusaha. 

Sedangkan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme pada aspek ekonomi adalah dengan paham kebebasan dan mekanisme pasar bebas, maka meniscayakan munculnya korporasi-korporasi raksasa, karena mereka memiliki modal yang sangat besar. Yang dengan kekuatan itu akhirnya seluruh aspek rantai usaha pertanian mereka kuasai (lahan, produksi, distribusi, pasar bahkan importasi). 

Maka sistem ekonomi kapitalisme yang penerapannya dibantu sistem demokrasi melahirkan oligarki pengusaha yang mengontrol (“mengendalikan”) pemerintahan yang lemah, abai, dan akhirnya gagal mengurusi rakyat. Sehingga yang mengurusi rakyat bukanlah negara tetapi “diserahkan” kepada korporasi. 

Lalu bagaimana dengan sistem ekonomi Islam dalam mengurusi kebutuhan pokok (dasar) rakyat?. Dalam sistem ekonomi Islam, pada aspek politik dinyatakan dengan tegas, bahwa negara bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Kepala negara yang dipegang oleh seorang khalifah menjadi penanggung jawab sekaligus pelaksana. Dan khalifah dilarang secara syar’i menyerahkan tanggung jawab dan pelaksanaannya kepada korporasi. 

Sedangkan pada aspek produksi, kebijakan pertanian yang akan dijalankan mencakup dua strategi, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Kedua strategi ini diikuti dengan penerapan hukum pertanahan yang akan menjamin lahan pertanian secara optimal berproduksi, tidak ada lahan-lahan pertanian yang nganggur serta dimudahkannya kepemilikan lahan bagi para petani.

Dan pada aspek distribusi, kehadiran negara mengawasi pembeli dan penjual, akan menjamin sistem distribusi dan harga terbentuk secara wajar. Negara melarang dan melakukan penegakan hukum secara tegas dengan sanksi sesuai syari’at Islam terhadap praktik kartel, tengkulak, riba, penimbunan dan sebagainya, yang dapat mengakibatkan distribusi terganggu.

Rasulullah Saw dalam sabdanya menegaskan dengan sangat tegas : “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya”. (HR Muslim dan Ahmad),

Dalam hadits yang lain, yaitu HR Muslim, Rasulullah Saw juga menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”.

Maka tidak ada hal yang lebih baik dan lebih sempurna dalam mengatur urusan umat manusia secara umum dan khususnya terkait kebutuhan pokok (beras) selain sistem Islam. Sehingga kewajiban menerapkan syariah Islam kaffah dalam kehidupan setiap muslim tidak bisa ditawar-tawar. Dan kehidupan seperti itu hanya bisa terlaksana jika umat Islam disatukan dengan sebuah naungan khilafah.

Wallau a’lam bishawab
Kota Raja, 6 Maret 2024


Oleh: A Darlan Bin Juhri
Aktivis Dakwah dan Konsultan Bisnis Syariah

Harga Beras Tembus Rekor, Rakyat Makin Tekor



Tinta Media - Tidak lama lagi kaum muslimin akan menyambut bulan suci Ramadan, bulan istimewa yang paling ditunggu karena hari-harinya akan berlimpahan pahala dari Allah Swt. Namun, ada fenomena yang juga sering terjadi menjelang momen-momen penting seperti ini, yaitu meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Ini seakan sudah menjadi hal lumrah terjadi, khususnya di Indonesia. 

Sebagaimana yang terjadi saat ini, harga beras di pasaran meroket tajam. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat melakukan sidak (inspeksi mendadak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung mendapati adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras serta cabai merah keriting.

Hasil dari sidak tersebut ditemukan kenaikan harga pada komoditas beras premium sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Sementara, HET beras premium sebesar Rp13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. (Katadata co.id/ 11-2-24)

Setahun terakhir ini, harga beras memang mengalami kenaikan, Bahkan di tahun 2023 nyaris mencapai 20%.  Mahalnya beras tentu menyusahkan setiap orang karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, sehingga keberadaan beras sangat urgen untuk didapatkan. Dengan kenaikan harga beras ini, rakyat semakin sulit memiliki, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Kenapa kenaikan harga ini sering terjadi?

Rusaknya Rantai Distribusi

Salah satu penyebab terus melonjaknya harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Akhirnya, sejumlah pengusaha ritel inilah yang menguasai produksi kebutuhan pokok rakyat. 

Dengan mudahnya, pengusaha ritel mempermainkan harga di pasaran. Apalagi, perusahaan besar telah memonopoli gabah dari petani, sehingga mampu membeli gabah dari petani dengan harga yang tinggi. Sementara, penggilingan padi kecil tidak berkesempatan untuk mendapatkan gabah sehingga harus gulung tikar. 

Tidak hanya di sektor hulu, ternyata sektor hilir pun telah dikuasai oleh perusahaan besar ini. Dengan modal besar yang dimiliki, mereka mampu memiliki teknologi canggih. Alhasil, kualitas beras yang dihasilkan ada di tingkat premium. Sementara penggilingan padi kecil hanya mampu menghasilkan beras kualitas medium.

Hal ini pun semakin diperparah dengan adanya larangan  bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen. Dengan panjangnya rantai distribusi, maka harga beras tak kunjung turun. Lantas, apakah dengan tingginya harga beras ini justru menjadikan petani bisa bernapas lega? 

Nyatanya, tidak. Justru para petani banyak mengalami impitan. Para petani sulit mendapatkan saprotan, kepemilikan lahan yang minim, dan harga jual panen yang tidak menguntungkan.

Hilangnya Peran Negara

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis sehingga wajib dikelola oleh negara, termasuk distribusinya. Memang, negara sudah melakukan upaya dengan banyaknya program yang dilakukan. Di antaranya melalui penetapan harga, operasi pasar, pendistribusian beras SPHP, hingga bantuan sosial berupa beras 10 kg per keluarga. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak mampu memengaruhi turunnya harga beras. Sebab, apa yang dilakukan tersebut hanya masalah teknis yang tidak menyentuh pada akar permasalahan. 

Jika kita mengamati lebih mendalam, sebenarnya penyebab utama dari kenaikan harga beras ini adalah akibat penerapan sistem politik pangan ala kapitalistik neoliberal. Peran negara tidak lain hanya sebagai fasilitator dan regulator semata. Sementara, pengurusan urusan rakyat diserahkan kepada korporasi yang berorientasi pada bisnis dengan mencari keuntungan.

Ekonomi kapitalistik ini pun mengusung paham kebebasan dan mekanisme pasar bebas. Wajar jika banyak bermunculan korporasi-korporasi yang bermodalkan besar dan mengalahkan perusahaan kecil yang mayoritas dimiliki rakyat dengan modal tidak besar. 

Inilah yang menjadikan korporasi bermodal besar mampu menguasai berbagai sektor, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasi. Korporasi seperti ini pula yang akhirnya memainkan peran sesungguhnya dalam mengambil kendali pasokan pangan dan harga pasar. Penerapan sistem seperti ini telah melahirkan pemerintahan lemah dan kehilangan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. 

Sungguh, negara telah abai terhadap kepentingan rakyat. Negara dalam sistem ekonomi kapitalistik yang didukung oleh sistem politik demokrasi justru lebih mengutamakan kepentingan korporasi dengan memudahkan regulasi untuk mereka. Sementara, rakyat hanya mendapatkan 'remah-remah' dan hidup dalam perekonomian yang semakin hari makin 'tekor'. Jelas sistem seperti ini tidak layak untuk dipertahankan. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang lebih menjanjikan untuk kesejahteraan bagi seluruh individu masyarakat.

Politik Pangan Islam

Politik pangan Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis. Tujuan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, tidak terkecuali muslim maupun nonmuslim. 

Islam dalam naungan negara Islam (Khilafah) menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban bagi negara. Untuk itulah negara akan memastikan terpenuhi kebutuhannya masyarakat, 
individu per individu.

Sebab, negara dalam Islam adalah raa'in (pelayan) dan penanggung jawab atas urusan rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: 

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Maka dari itu, haram hukumnya bagi negara menyerahkan urusan rakyat kepada korporasi, sebab bertentangan dengan aturan Islam.

Politik pangan Islam akan menjamin ketersediaan pasokan pangan dan kestabilan harga. Sebab itu, negara akan hadir dalam pelaksanaan produksi, distribusi, dan konsumsi. 

Dalam hal produksi, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Hal ini juga akan terwujud dengan adanya penerapan hukum pertanahan yang menjamin lahan pertanian untuk berproduksi dengan optimal dan kepemilikan yang jelas. 

Negara juga akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat, mulai dari lahan, modal, saprotan, bahkan teknologi yang dibutuhkan agar bisa mengelola pertanian dengan optimal.

Khilafah akan memperhatikan  setiap rakyat dan menelaah adanya bantuan dari negara karena perannya sebagai pelindung semua rakyat dengan memastikan bahwa tidak ada satu pun individu rakyat yang tidak mendapatkan akses untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ini sebagaimana peristiwa mahsyur pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul sendiri gandum untuk sebuah keluarga yang didapati tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.

Dalam aspek distribusi, negara akan mengawasi praktik perdagangan dan pembentukan harga yang wajar. Islam mengatur perdagangan dalam negeri, termasuk beras. Negara membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Islam juga melarang adanya praktik monopoli dan menimbun beras atau komoditas lainnya, melarang praktkk tengkulak, kartel dan riba. 

Untuk bisa mewujudkan ini semua, negara akan mengangkat Qadhi Hisbah untuk melakukan pengawasan secara langsung, serta penegakan hukum secara tegas dan menimbulkan efek jera.

Begitulah politik pangan Islam yang akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan, baik bagi para petani ataupun rakyat secara keseluruhan. Negara Islam akan lahir sebagai institusi yang melindungi rakyat dan berusaha sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pokoknya. Wallahu alam bishawab []


Oleh: Harne Tsabbita 
(Aktivis Muslimah)

Minggu, 03 Maret 2024

Beras Mahal Negara Lalai



Tinta Media - Saat ini harga beras terus mengalami kenaikan, hingga melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah pada Maret 2023 lalu. Harga eceran yang ditetapkan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPENAS) untuk beras medium sebesar 10.900-11.800 per kg dan beras premium sebesar 13.900-14.800 per kg tergantung zona masing-masing. 

Kenaikan beras premium rata-rata mencapai 21,58% dengan harga 16.900 per kg sedangkan beras medium rata-rata 28,44% dengan 14.000 per kg. Kenaikan harga beras yang terjadi tidak hanya di beberapa wilayah namun hampir di semua provinsi. Menurut Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti bahwa, kenaikan harga beras terjadi di 28 provinsi, termasuk seluruh provinsi yang ada di Jawa, Bali, NTT dan NTB. 

Sementara itu Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakah bahwa, lonjakan harga beras terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan dan ketersediaan. Dia memaparkan produksi beras Indonesia mengalami penurunan mencapai 2,05%, dari 31,54 juta ton menjadi 30,90 juta ton tahun 2023. Selain itu BPS menyampaikan bahwa supply dan demand yang tidak seimbang membuat harga beras melonjak naik.

Padahal kalau kita mau jujur Indonesia pada tahun 2023 melakukan impor beras dari Thailand. Badan Pusat Statistik mencatat impor beras Indonesia di tahun 2023 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Total impor beras mencapai 3,06 juta ton naik 429.210 ton. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Statistik Ditribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi persnya Senin (15/1/2024).

Artinya pernyataan di atas tidaklah tepat karena ketersediaan beras terpenuhi dengan adanya impor beras. Terlebih, menurut peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian, bahwa stok bulog masih 1,6 juta ton, di ID Food kurang lebih 2 juta ton, dan di level daerah ada 6,7 juta. Artinya, stok beras awal tahun masih di atas 10 juta ton, sedangkan kebutuhan beras nasional per bulan berkisar hingga 2,5 juta ton. (CNN Indonesia, 10-10-2023).

Selain itu kenaikan harga beras terjadi bukan baru-baru ini saja melainkan sudah setahun lebih, bahkan tahun 2023 kenaikan harga beras mencapai 20%. Artinya pemerintah harusnya sudah memikirkan langkah apa saja yang perlu diambil untuk mencegah lonjakan harga beras. 

*Penyelesaian dalam Islam*
Jika kita mau menganalisis paling tidak penyebab tingginya harga beras karena aspek produksi dan aspek distribusinya yang tidak berjalan dengan baik. Aspek produksi, pemerintah tidak mampu meningkatkan produksi beras karena adanya pengalihan fungsi lahan, pengurangan subsidi pupuk dan penyediaan benih yang berkualitas. Sehingga produksi tahun 2023 mengalami penurunan.

Aspek distribusi, pemerintah harusnya berperan aktif dalam menyalurkan beras hingga ke pelosok, jangan sampai ada monopoli distribusi oleh suatu perusahaan, sehingga perusahaan tersebut mampu mempermainkan harga dengan menahan beras, sehingga harga beras menjadi naik. Setelah naik barulah perusahaan menyalurkan beras dengan harga tinggi. Dalam sistem demokrasi hal seperti ini menjadi biasa, karena pengelolaannya diserahkan ke pasar, jika perusahaan memiliki modal besar maka mereka mampu memonopoli beras. Seperti hanya permasalahan minyak makan beberapa tahun lalu.

Masalah beras merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan pokok. Islam sebagai agama yang sempurna akan mampu menyelesaikan segala persoalan termasuk masalah beras. Islam akan mewujudkan stabilitas harga dengan terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan.

Kedaulatan pangan dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi dan distribusi dengan baik, maka Islam akan sangat memperhatikan kedua aspek tersebut agar masyarakat tidak mengalami kekurangan kemudian melakukan impor. Dalam mewujudkan hal tersebut maka Islam akan meningkatkan lahan pertanian dengan beberapa kebijakan meliputi hukum menghidupkan tanah mati, kewajiban mengelola tanah oleh pemiliknya, serta larangan untuk menyewakan lahan pertanian. Selain itu islam juga akan menyiapkan benih yang berkualitas kemudian menyediakan pupuk dengan harga murah.

Islam sangat memperhatikan dan memastikan distribusi dapat berjalan dengan baik, dengan tidak ada penimbunan, monopoli dan berbagai praktik yang tidak sesuai syariat. Islam tidak akan mengizinkan adanya perusahaan besar yang dapat menguasai pangan yang dapat mengakibatkan masyarakat mengalami kesusahan. Oleh karena itu perhatian Islam pada ketersediaan pangan merupakan perwujudan dari peran negara untuk melindungi rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ‘alayh).

Oleh: Burhanuddin Ihsan, S.Pi., M.Sc.
Dosen Universitas Borneo Tarakan

Harga Beras Makin Mengganas, Rakyat Semakin Melas



Tinta Media - Naiknya harga beras membuat ibu-ibu rumah tangga ketar-ketir, ditambah lagi dengan langkanya beras yang beredar di supermarket. Namun, stok cadangan beras akan dipastikan dalam kondisi aman hingga tiga bulan ke depan. Agar kenaikan tidak terlalu melambung, monitoring akan terus dilakukan ke sejumlah pasar oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bandung. Setelah monitoring ke beberapa pasar, harga beras naik di kisaran Rp16 ribu hingga Rp17 ribu perkilo. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna kepada wartawan di Jalan Raya Sapan Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Rabu (14/2/2024). 

Menurut Bupati Dadang Supriatna, kelangkaan beras diakibatkan karena langkanya produksi padi sehingga Bulog yang notabene sebagai penampung mengalami keterbatasan penyediaan beras. 

Sementara, Dicky Anugerah selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung mengatakan bahwa bantuan sebanyak 44 ribu ton yang per bulannya akan disalurkan oleh Perum Bulog Kanwil Jabar merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga beras di pasaran.

Beras merupakan salah satu dari makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu, beras harus selalu ada. Dengan adanya kenaikan harga beras di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, tentu saja hati rakyat sangat terpukul. Bukan hanya mahal, tetapi juga terjadi kelangkaan di beberapa supermarket.

Naiknya beras memang sangat dirasakan oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan ekonomi rendah. Dengan penghasilan suami yang pas-pasan, seorang ibu rumah tangga tentu kesulitan mengatur keuangan. Belum lagi harga-harga kebutuhan lain yang juga mengalami kenaikan, terlebih menjelang datangnya bulan Ramadan. Kenaikan ini seolah sudah menjadi tradisi setiap menjelang bulan Ramadan. 

Kondisi ini sungguh sangat memilukan, mengingat negeri ini merupakan negeri agraris karena memiliki daerah lahan pertanian yang sangat subur dan luas. Namun, sebagian besar rakyat justru  menderita. Sebuah pertanyaan yang menggelitik bagi kita, kenapa bisa seperti itu? Semua harus diuraikan sebab atau akar masalahnya agar bisa terlihat jelas penyebabnya. 

Sebenarnya, penyebab kelangkaan dan mahalnya harga beras bukan karena langkanya produksi padi sehingga persediaan di Bulog menipis. Lagi pula, pemerintah juga rajin melakukan impor beras, tetapi beras tetap mahal dan langka. Ke manakah larinya beras-beras tersebut? Pertanyaan itu sering kali muncul di tengah masyarakat. 

Ada juga bansos yang katanya sebagai solusi dari pemerintah. Faktanya, tidak semua orang mendapatkannya. Bahkan, warga yang seharusnya mendapatkan, justru tidak mendapatkan bansos. Dampak dari pemberian bansos yang sering dirasakan adalah adanya kecemburuan sosial di masyarakat. 

Karena itu, kita harus melek dengan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem demokrasi kapitalis. Dalam sistem ini, asas kebebasan dan manfaat menjadi hal yang biasa dan diagungkan. Maka, wajar jika terjadi kesemrawutan seperti sekarang. 

Pengelolaan lahan secara brutal yang dilakukan oleh para kapitalis telah merenggut dan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan industri. Karena itu, lahan pertanian menjadi semakin sempit sehingga hasilnya pun semakin sedikit.

Di samping itu, distribusi beras juga menjadi salah satu penyebabnya. Rusaknya distribusi beras terjadi karena dikuasai oleh perusahaan bermodal besar. Adanya monopoli pasar mengakibatkan para pemilik perusahaan besar bisa dengan mudah memainkan harga. Hal itu sangat wajar terjadi di sistem kapitalis. 

Intinya, dari hulu hingga hilir sudah dikuasai dan dikendalikan oleh para kapitalis. Rakyat tetap menjadi korban dari semua kebijakan dan permainan pasar yang dikendalikan oleh perusahaan berduit. Itulah bukti kegagalan sistem  kapitalistik neoliberal buah dari sistem demokrasi.

Jadi, bansos dan berbagai upaya seperti bantuan beras setiap bulan bukanlah sebuah solusi yang mendasar dan tidak bisa menyelesaikan masalah secara tuntas. Itu hanyalah sebuah solusi pragmatis yang justru akan menimbulkan masalah baru.

Akan berbeda jika pengelolaan diatur oleh syariat Islam. Beras adalah keperluan hidup orang banyak yang wajib dipenuhi oleh negara. Begitu juga dalam hal sandang dan papan. 

Negara sangat memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras. Kepala negara dalam hal ini adalah khalifah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat hingga betul-betul sampai ke tangan rakyat karena sudah menjadi kewajibannya. Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Islam adalah aturan yang sempurna. Islam mengatur semua hal sektor hulu hingga hilir. Untuk masalah beras, di sektor hulu negara menyediakan pupuk, bibit unggul, dan menyediakan lahan pertanian untuk diolah oleh petani. 

Sementara, di sektor hilir, negara mengatur distribusi yang baik, melarang penimbunan barang dan monopoli sehingga sangat sedikit kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh segelintir orang. 

Selain itu, adanya sanksi yang tegas juga akan membuat masyarakat takut ketika akan berbuat curang. Ini akan meminimalisir terjadinya korupsi sehingga rakyat pun aman dan terjamin kebutuhan pokoknya. Itulah solusi tuntas yang ditawarkan Islam sebagai aturan pemecah problematika kehidupan. Semua akan terwujud hanya dalam sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Penyebab Mahal dan Langkanya Beras

Tinta Media - Beras merupakan bahan makanan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama di Jawa Barat. Mahalnya harga pangan saat ini terutama beras bukanlah hal yang baru, setiap pergantian musim beras mengalami kekurangan pasokan, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Bandung yaitu di pasar Banjaran, dan pasar - pasar lainnya. 

Tak hanya terjadi di Jakarta, di daerah lain pun di ketahui terjadi kelangkaan beras, bukan hanya langka, namun harganya pun mahal, seperti di kabupaten Bandung Jawa Barat. IDXchanel.com. stok beras di beberapa agen beras dan mini market belakangan terjadi kelangkaan. Agen beras menduga kelangkaan tersebut karena musim kampanye pilpres dan pileg yang memborong beras untuk bantuan sosial (bansos).

Ternyata bukan hanya di Jakarta  saja, kelangkaan beras juga terjadi di daerah lain, kalaupun ada harganya lebih tinggi dari biasanya. Seperti di kabupaten Bandung, disebutkan Rizal, salah seorang agen beras mengatakan banyak faktor, salah satunya pasokan dari produsen yang berkurang. 

Rizal juga mengatakan, saat ini memang bukan waktunya panen raya, dan pedagang kesulitan untuk mendapatkan pasokan beras karena tersendat sejak Januari 2024, Rizal merupakan pemasok beras di daerah Banjaran kabupaten Bandung mendapatkan beras dari para petani beras di Garut Jawa Barat. 
Sebenarnya ini efek dari terjadinya kemarau panjang, selain itu para petani panen raya terjadi di bulan Maret, April. Portalindonesia. Com. Minggu (18/02/2024 ). 

Persoalan yang Terus Berulang 

Dari tahun ke tahun polemik naiknya harga kebutuhan pokok terus berulang, padahal kebutuhan pokok dalam hal ini pangan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan ini merupakan kebutuhan yang harus ada dan dipenuhi setiap saat. Ini artinya pemerintahan sebagai pihak yang wajib menyediakan kebutuhan tersebut harus sigap dalam mengatasi permasalahan tersebut, supaya terjadinya kelangkaan bahan pokok bisa di atasi dengan baik  dan tidak terus berulang.

Hal ini tidak lepas dari peran sistem kapitalisme yang menguasai perekonomian dunia, dan tidak memiliki solusi yang solutif dalam mengatasi kelangkaan, padahal pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus di penuhi dan negara harus menetapkan kebijakan yang strategis, sehingga rakyat akan terjamin dan tidak mengalami kelangkaan bahan pokok. Bukan sebaliknya, kebutuhan rakyat di politisasi, seperti pembagian beras bansos yang tidak merata, hanya menyentuh pada pihak-pihak tertentu, dan itu hanya solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar permasalahan. 

Berbeda halnya dengan Islam, Islam akan mengatur sedemikian rupa distribusi pangan agar terjangkau masyarakat dan memastikan ketersediaannya, karena itu merupakan kebutuhan pokok yang wajib di penuhi. 

Mekanisme Islam sangat jelas dalam menyediakan pasokan bahan kebutuhan pokok dari mulai pengadaan dan penyaluran sesuai dengan syariah, larangan menimbun barang, mekanisme pembentukan harga, permodalan dan sumber daya manusia, dan seterusnya. Dan tugas negara adalah melayani dan melindungi segenap rakyat. Dan semua ini bisa terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah ( menyeluruh) dalam bingkai daulah khilafah Islam. 
Wallahualam.


Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media 

Harga Beras Naik, Rakyat Menjerit


Tinta Media - Harga beras yang terus naik dengan kenaikan yang sangat signifikan membuat masyarakat terus menjerit dan mengeluh karena bahan pokok utama sehari hari yang terus menerus naik. Sedangkan penghasilan tiap harinya enggak ada kenaikan bahkan tak sedikit yang berkurang dan juga kehilangan penghasilan. Akibatnya besar pasak daripada tiang. Sebuah keluarga yang biasanya uang seratus ribu bisa beli beras 10 kg sekarang ini hanya cukup untuk beli beras kurang lebih lima kg. Mereka harus putar otak agar keluarganya tetap bisa makan dengan berbagai cara.

Di balik kenaikan harga beras yang dialami sekarang ini, kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak saja. Tapi harus kembali ke pemikiran masing-masing, kadang masyarakat suka memandang sebelah mata kepada profesi seorang petani, yang kehidupan kesehariannya selalu bergelut dengan cangkul berlumur  lumpur dan berbalut baju yang penuh dengan tanah sawah dan kaki telanjang tanpa beralaskan sandal ataupun sepatu. Berbeda dengan memandang orang yang berpakaian perlente, berdasi, pakai tas bermerk dan bermobil mewah. Masyarakat selalu tersenyum lebar dan kepala mengangguk pertanda hormat. Padahal petani yang kucel sebenarnya yang lebih mulia dan berjasa. Karena dengan profesinya mereka tak kunjung lelah mengelola sawahnya sehingga menghasilkan hamparan padi yang menguning, merunduk berisi, yang membuat persediaan beras di pasar tidak kekurangan.

Berbeda dengan sistem sekarang yang digunakan adalah sistem kapitalis dengan sekularismenya yang liberal, tidak ada lagi sawah yang hijau. Tidak ada lagi pemandangan indah di kala padi menguning, tidak ada lagi cicitan burung di tengah sawah. Yang ada sekarang adalah kepulan asap yang membumbung tinggi dari cerobong-cerobong asap dari pabrik-pabrik, deretan perumahan-perumahan mewah yang notabenenya semua punya orang berduit.
Para petani kucel pemilik sawah tersebut telah menjual semua lahan suburnya pada mereka kaum penguasa dan oligarki, dengan di iming-imingi harga yang tinggi dan mereka para petani merasakan kaya mendadak dengan menjual lahan tersebut. Tapi cuma sesaat dengan seiring waktu uang tersebut habis karena enggak bisa mengembangkannya dan ujungnya jatuh miskin jadi pengangguran. Mereka kaum penguasa dan pengusaha bersorak menang dan menari di atas penderitaan orang lain.

Itulah jahat dan sadisnya sistem kapitalis sekularisme yang semuanya hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan asas manfaat.

Dalam pandangan Islam semua urusan kehidupan diatur sesuai syariat Islam yang sesuai dengan hukum syara.
Lahan pertanian dikelola oleh para petani di bawah perlindungan negara. sawah-sawah digarap dengan bibit unggul dan pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi sehingga menghasilkan hasil yang memuaskan.
Harga beras di pasaran merata, rakyat makmur tidak ada yang kelaparan.
Pembangunan, sumber daya alam di kelola oleh negara demi kepentingan rakyat agar terciptanya negeri yang gemah ripah loh jinawi. Tidak ada lagi teriakan kenaikan beras yang bunyinya seperti kicauan burung yang lagi gacor. Semua masyarakat hidup tenteram, karena hanya dengan Islamlah semua permasalahan dapat dipecahkan.

Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Ana Sholihah
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 29 Februari 2024

Ironis, Harga Beras Makin Meringis di Negeri Agraris



Tinta Media - Negeri Agraris, julukan ini pernah tersemat untuk Indonesia. Bahkan negeri ini dulu juga pernah menjadi negeri yang berswasembada pangan termasuk beras di dalamnya.
Namun kini sungguh sangat ironis. Beras yang menjadi bahan makanan pokok penduduk negeri ini, kini sangatlah sulit untuk didapati, tersebab harganya yang melambung tinggi. Bahkan sempat menghilang di beberapa swalayan. Lantas mengapa kondisi ini bisa terjadi?

Tertinggi dalam Sejarah

Naiknya harga beras memang bukan hanya kali ini saja, sudah hampir dua bulan, tepatnya sejak awal tahun 2024 harga beras melonjak tajam. Namun, seperti dilansir oleh BBC News Indonesia (22/2/2024), kenaikan harga beras saat ini terbilang tertinggi dalam sejarah. Betapa tidak, beras yang biasanya bisa dibeli dengan harga 14 ribu per kilo, kini menyentuh angka 18 ribu per kilo, sungguh sebuah harga yang sangat "fantastis", untuk ukuran harga bahan makanan pokok penduduk yang dikonsumsi setiap hari tiga kali. Dan sungguh sebuah harga yang sangat mahal untuk makanan pokok rakyat yang seharusnya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Sebelum kenaikan ini, harga rata-rata beras di pasaran berkisar antara 10 ribu sampai 12 ribu per kilonya. Meski harga ini terbilang cukup mahal di beberapa kalangan, namun akses masyarakat untuk mendapatkannya tidak sesulit seperti saat ini. Di pasar-pasar, di swalayan, dan di beberapa toko yang  menjual beras, stok beras tampak cukup. Warga tidak perlu antre untuk mendapatkannya. 

Namun kini, kondisi itu telah berubah. Sama seperti ketika minyak goreng menghilang di pasaran, akhirnya masyarakat rela antre untuk mendapatkan minyak goreng tersebut. Kondisi ini pun terjadi saat ini, di beberapa wilayah, pemerintah setempat mengadakan operasi pasar untuk menjual beras dengan harga murah yang bisa dibeli dengan harga Rp. 51.000,- per kilogram (ibid). Artinya, harga beras yang dibeli oleh masyarakat adalah 10.200 per kilogramnya. Pertanyaannya, solutifkah operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah, untuk menyelesaikan mahalnya harga beras?

Tambal Sulam Sistem Ekonomi Kapitalis

Bila kita cermati, persoalan langkanya bahan pangan yang terjadi di negeri ini, termasuk beras di dalamnya, semua bermuara pada satu hal,  sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini sejak awal kemunculannya, telah gagal dalam memetakan permasalahan ekonomi. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, persoalan ekonomi terletak pada kelangkaan barang dan jasa di tengah masyarakat. Sehingga, ketika keberadaan barang di tengah masyarakat langka, entah karena harga mahal dan lain sebagainya, maka penyelesaiannya adalah dengan memperbanyak ketersediaan barang tersebut. Hal ini dilakukan salah satunya dengan operasi pasar. Masyarakat bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan  (dalam bentuk paket 5 kilogram, atau 5 liter, dst) dengan harga murah (5 kilogram bisa ditebus dengan harga 51 ribu). 

Namun persoalannya, tidak semua orang mampu mengikuti atau turut terlibat  dalam operasi pasar murah tersebut. Tidak semua orang memiliki uang 51 ribu saat itu untuk menebus harga beras 5 kilogram tersebut,  artinya, akses masyarakat untuk mendapatkan barang yang murah tersebut sangatlah terbatas. Dengan kata lain, hanya orang-orang tertentu saja, yang memiliki uang saja yang bisa mendapatkan barang atau kebutuhan pokok dengan harga "murah" tersebut. Lantas...bagaimana dengan warga masyarakat yang tidak memiliki uang dengan nominal 51 ribu tersebut, sementara dia dan keluarganya sangat membutuhkan beras untuk makan hari itu? Di sinilah tidak solutifnya sistem ekonomi kapitalis. Mereka hanya bicara pada tataran ketersediaan barang, dan melupakan distribusi barang tersebut. 

Sistem Ekonomi Islam Solusi Hakiki Selesaikan Kebutuhan Pangan

Islam sebagai aqidah ruhiyah wa siyasiyah, memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan berbagai problematika umat, termasuk kelangkaan pangan di dalamnya.

Dalam Islam, pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat, yang keberadaannya menjadi tanggung jawab negara. 

Dalam sistem ekonomi Islam, permasalahan ekonomi terletak pada aspek distribusi, bukan hanya masalah produksi. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, yang hanya mengutamakan aspek produksi, sehingga ketika pun barang melimpah, namun tidak mampu terakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena rantai distribusi yang kacau. 

Dalam Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang berperan dan bertanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakat. Negara akan memastikan ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat aman, dan mampu terakses secara individu per individu. Alhasil, ketika stok pangan dirasa cukup, maka negara, dalam hal ini khalifah akan memastikan pendistribusian pangan tersebut sampai kepada warganya individu per individu, tua atau pun muda, kaya atau pun miskin. Semua akan dipastikan mampu mengakses setiap kebutuhan pokoknya masing-masing.

Ibarat seorang ibu, sistem ekonomi Islam, akan sangat detail memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anak yang dia miliki. Tidak akan pernah seorang ibu mengabaikan atau memilah dan memilih  anak nomor berapa yang akan dia penuhi kebutuhannya, dan anak yang nomor sekian dia abaikan. Ibu akan sangat paham kebutuhan setiap anaknya, dan akan memastikan setiap anaknya terpenuhi seluruh kebutuhannya.

Hal ini bisa dilihat saat Abu Bakar RA menjadi Khalifah pertama kaum muslim, dengan penuh kasih sayang, dan tanggung jawab yang sangat luar biasa,  di saat malam yang dingin, beliau mengetuk setiap pintu rumah penduduk untuk membagikan selimut kepada warganya, agar mereka tidak merasakan kedinginan.

Demikian halnya dengan Khalifah kedua kaum muslim, sahabat Rasul yang bergelar Al-Faruq ini pun, mengikuti jejak Khalifah Abu Bakar, menunaikan tugasnya sebagai raa'in. 
Khalifah Umar Bin Khatab, salah satu kisahnya yang sangat masyhur, adalah pada saat beliau tengah "berkeliling" memastikan kondisi warganya  dalam keadaan baik-baik saja dan tidak kelaparan. Saat itu beliau mendapati seorang ibu yang tengah memasak air, sementara anaknya menangis karena lapar. Sang Khalifah pun bertanya kepada si ibu, apa gerangan yang tengah dimasaknya. Ibu tersebut menjawab, bahwa ia tengah memasak air, karena tidak punya makanan untuk dimasak. Seketika, Khalifah yang mulia itu langsung pergi ke dar addaqiq (rumah tepung) untuk mengambil sekarung gandum, dan langsung diberikan kepada ibu tersebut oleh tangannya sendiri. 

Maasyaa Allah...luar biasanya kepemimpinan seorang Khalifah di dalam Islam. Sangat kontras dengan apa yang terjadi saat ini. Ketika pun penguasa membagikan beras kepada  rakyat, namun itu karena ada maunya.

Alhasil, hanya sistem Islam yang menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk masalah pangan. 
Wallahu a'lam bishowwab.
[] 

Oleh: 'Aziimatul Azka 
(Aktivis Muslimah)

Rabu, 28 Februari 2024

Harga Beras Terus Naik, IJM: Indikasi Kelalaian Negara Mengurus Rakyat



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai, harga beras yang terus naik merupakan indikasi kelalaian negara dalam mengurus rakyat. 

"Harga beras lebih dari setahun merangkak naik meroket ini adalah indikasi kelalaian dan ketidakseriusan negara mengurusi pangan rakyat," ujarnya dalam video yang bertajuk: Harga Beras Terus Meroket, Solusinya Impor 3.000.000 Ton Beras? Jumat (23/2/2024) di kanal Youtube Justice Monitor. 

Negara dinilai Agung tidak bisa mengatasi kenaikan harga yang melonjak dalam waktu sepanjang tahun yang membuat rakyat sulit untuk mendapatkannya.

"Kelalaian ini terjadi pada berbagai lini, baik produksi maupun distribusi yang akhirnya memicu fluktuasi harga. Dari sisi produksi negara lalai untuk menggenjot produksi dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan baik untuk konsumsi maupun untuk cadangan untuk pemerintah," ungkapnya.

Kelalaian ini, Agung mencontohkan, ketika dibiarkannya alih fungsi lahan pertanian secara masif. "Kita tahu bahwa alih fungsi lahan pertanian ini memang betul-betul luar biasa di berbagai lini," tuturnya.

Bahkan lanjutnya, konversinya berjalan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) yang kebermanfaatannya sangat minim bagi rakyat. 

“Negara, juga tidak serius mengatasi kesulitan petani untuk mendapatkan sarana produksi pertanian (saprotan) seperti pupuk atau benih dan sebagainya. Yang terjadi justru anggaran untuk subsidi pupuk semakin dikurangi,” sesalnya.

Pemerintah, lanjutnya, gagal memitigasi perubahan cuaca yang berakibat gagal panen di mana-mana.

“Dari sisi distribusi sangat jelas terlihat kelalaian negara, sehingga terjadi lonjakan harga yang tidak wajar sekalipun pasokan beras dipenuhi melalui impor. Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga agar terbentuk harga secara wajar," kritiknya.

Minim

Harga beras yang terus naik setiap tahunnya dan tahun ini mencapai kenaikan tertinggi dalam sejarah, menurut Agung , karena penguasaan negara terhadap pasokan pangan sangat minim dan mayoritas berada ditangan pelaku pasar.

"Penguasaan negara terhadap pasokan pangan memang sangat minim yakni hanya 10% saja, sebaliknya mayoritas pasokan pangan berada ditangan pelaku pasar yakni korporasi atau pedagang besar," ujarnya.

Sehingga lanjutnya, sangat mudah memainkan harga untuk keuntungan mereka (korporasi), ditambah kelemahan negara dalam memutus rantai tata agraria yang panjang dan menyimpang.

"Negara sebagai pengurus rakyat bertanggung jawab setiap kebijakannya, wajib berorientasi untuk melayani kepentingan rakyat termasuk terhadap konsumen dan produsen," lanjutnya.

Agung mengutip sabda Rasulullah saw., imam itu adalah ra'in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.

"Sebagai pengurus urusan rakyat, negara wajib menerapkan kebijakan yang berpihak pada petani, sedangkan konsumen dapat memperoleh harga pangan yang terjangkau," harapnya memungkasi penuturan.[] Setiyawan Dwi

Sabtu, 24 Februari 2024

Solusi Islam Atasi Kenaikan Harga Beras



Tinta Media - Harga beras yang naik setiap tahun menjadi hal yang sangat memprihatinkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa dekade, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dan hal ini menjadi masalah yang sangat memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan hampir 20% pada tahun 2023 merupakan contoh yang nyata dari betapa mahalnya harga beras bagi rakyat Indonesia. 

Dari hasil sidak di Pasar Tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 11 Februari 2024, KPPU menemukan fakta bahwa terjadi kenaikan harga pada berbagai bahan pokok seperti beras, gula, dan cabai merah keriting. Kenaikan harga ini membuat KPPU khawatir akan terjadinya ketidakstabilan harga, terutama menjelang bulan Ramadhan. Selain kenaikan harga, KPPU juga menemukan adanya kelangkaan pada bahan pokok seperti gula konsumsi dan beras, yang disebabkan oleh pembatasan dari pemasok. 
(Sumber: bisnis.tempo.co/11/2/2024) 

Kenaikan harga beras yang signifikan bukan hanya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah.  Tapi juga menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian nasional. 

Penyebab naiknya harga beras di Indonesia memang cukup kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti inflasi, kelangkaan pasokan beras akibat cuaca buruk, tingginya biaya produksi, dan tidak meratanya distribusi. Selain itu, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dalam mengantisipasi pasokan beras juga dapat mempengaruhi harga beras. 

Faktor Produksi dan Distribusi 

Kendati Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan penghasil beras yang cukup melimpah, namun produksi beras di Indonesia belum mencapai level yang diinginkan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa produktivitas petani dalam produksi beras masih terbilang rendah, dan seringkali negara ini mengimpor beras dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Semua itu disebabkan oleh kurangnya dukungan dari pemerintah dalam hal pemberian subsidi seperti pupuk dan benih yang berkualitas, serta adanya bencana alam atau iklim yang kurang mendukung. 

Oleh karena itu, pemerintah harus membenahi dan merestrukturisasi sistem distribusi pupuk agar dapat membantu petani dalam mengakses pupuk tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, Pemerintah juga harus dapat memberikan subsidi pupuk bagi petani agar dapat membeli pupuk dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitasnya dan menghasilkan kualitas beras yang lebih baik tanpa menimbulkan biaya produksi yang tinggi. Sebab, biaya produksi yang tinggi seperti biaya listrik dan upah tenaga kerja juga berkontribusi dalam meningkatkan harga beras. 

Selain faktor produksi, faktor distribusi juga turut mempengaruhi harga beras yang semakin mahal di Indonesia. Beberapa distributor beras menimbun persediaan beras untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga jualnya. Penimbunan beras ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Penimbunan beras dapat dilakukan oleh oknum individu maupun kelompok, seperti pengusaha atau produsen beras. 

Pasar beras di Indonesia didominasi oleh sejumlah besar tengkulak atau pedagang besar. Hal ini memicu permainan harga antara tengkulak yang membuat harga beras naik karena pengaruh kekuatan pasar atau permintaan tinggi dari pembeli. Seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi beras yang meningkat, permintaan beras terus meningkat, sementara produksi tidak cukup meningkat dalam jumlah yang sama. 

Kapitalisme dan Kebijakan Pemerintah 

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan swasta dan persaingan pasar tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan.
Dan dalam sistem kapitalis, harga beras ditentukan oleh pasar dan persaingan antara produsen dan konsumen, yang mempunyai kekuatan untuk menentukan harga pasar. Sehingga pelaku pasar cenderung memaksimalkan keuntungan yang didapat, praktik-praktik ilegal dan tidak etis seperti penimbunan beras dapat terjadi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi yang memadai dalam pasar. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki kebijakan yang mengatur pasar dan menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Pertanian harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi beras, dengan cara menerapkan sistem integrasi pasokan beras dari petani ke produsen, industri beras, dan distributor. Hal ini dapat mempercepat distribusi beras dan memastikan suplai beras yang cukup dan stabil di pasar Indonesia. Selain itu, sosialisasi mengenai beras sehat, penggunaan benih yang baik, dan pendampingan teknis bagi petani juga diperlukan agar produktivitas petani meningkat dan harga beras dapat terkendali. 

Konsep Islam dalam Mengatasi Dilema Kenaikan Harga Beras 

Dalam ajaran Islam, pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras harus menjadi tanggung jawab negara bagi setiap individu. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan subsidi, dukungan, dan perlindungan bagi petani, agar produksi beras terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan beras. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengatur perdagangan termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran, namun melarang praktik monopoli dan penimbunan komoditas. 

Negara harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap distribusi bahan pokok dan mengatur perdagangan bahan pokok untuk mengurangi praktik monopoli dan penimbunan barang. Selain itu, perlu adanya tindakan tegas dari negara terhadap oknum yang melakukan manipulasi harga atau spekulan pasar sehingga harga komoditas bahan pokok dapat stabil. 

Negara Islam memberikan bantuan kepetanian kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi beras dan memastikan harga beras dapat terjangkau oleh rakyat. Dalam sistem Islam, negara memperhatikan kebutuhan dari dalam negeri, dan setiap rakyat diperhatikan, terutama petani yang memproduksi bahan pangan. 

Negara juga, akan turut campur tangan dalam distribusi beras dan produk pangan yang lainnya. Dengan terus mendorong terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar beras. Adanya kebijakan yang tepat dari negara, misalnya dengan memberikan insentif untuk petani kecil atau mengekspor beras dalam jumlah yang tepat, akan membantu menstabilkan harga beras. Negara juga akan memperkuat BUMN untuk terlibat dalam produksi dan distribusi beras agar mampu mengontrol harga beras di pasaran dan membantu memperkecil pengaruh spekulan. 

Dengan demikian, Islam memberikan konsep mendasar yang dapat membantu mengatasi dilema kenaikan harga beras. Pemerintah harus turut campur tangan dalam mengatur dan mengontrol distribusi beras dengan mengikuti prinsip Islam yang menentang praktik monopoli dan penimbunan barang. Maka akan terciptalah kebijakan yang tepat, sehingga harga beras dapat terkendali dan terjangkau oleh rakyat. Semoga semua itu dapat terealisasi dengan sistem yang dijalankan sesuai dengan ajaran Islam. 

Wallahu'alam.




Oleh : Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Senin, 19 Februari 2024

Harga Beras Kian Meroket


Tinta Media - Di Indonesia beras merupakan kebutuhan pokok utama masyarakatnya. Dengan harga beras sekarang yang mahal tentu saja menambah penderitaan rakyat. Bagaimana tidak? Dengan harga beras yang mahal maka penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk membeli kebutuhan pokok tersebut dan untuk membeli kebutuhan yang lainnya otomatis akan ada pengurangan. Tetapi bukan hanya beras saja yang mengalami kenaikan harga melainkan beberapa kebutuhan yang lainnya pun ikut naik seperti gula, minyak goreng dan yang lainnya. 

Untuk masyarakat miskin, kenaikan harga beras menambah beban yang sangat berat. Ditambah dengan kondisi ekonomi yang serba sulit maka pembelian beras pun beralih ke harga yang termurah dengan kondisi beras yang tidak memenuhi standar. 

Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Tapi faktanya walaupun ada bansos harga beras tetap saja naik dan juga tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos. Dan banyak ditemukan di lapangan bahwa bansos banyak yang salah sasaran. 

Ini semua sangat aneh, karena di Indonesia beberapa wilayahnya sudah di tetapkan sebagai penghasil utama atau lumbung padi. Di Indonesia sekarang ini yang di pakai adalah sistem kapitalisme yang sangat merugikan rakyat kecil dan salah satunya adalah kenaikan harga beras. Karena rusaknya rantai distribusi beras yang dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar. Mereka melakukan monopoli gabah dari petani dengan cara membelinya dengan harga tinggi dan mereka memborong beras Bulog berharga murah dan menimbunnya termasuk membeli beras yang di jual saat ada operasi pasar dan pada saat yang tepat mereka akan menjualnya dengan harga yang berkali lipat. 

Beda halnya jika yang dipakai oleh negara adalah penerapan aturan Islam untuk mengatur urusan rakyatnya. Dan untuk beras karena ini merupakan kebutuhan pokok dan menyangkut hajat hidup orang banyak maka negara akan hadir dan wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir yaitu sejak mulai produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara pun harus memastikan rantai distribusi yang sehat dan yang bebas dari penimbunan, monopoli  dan juga berbagai praktik bisnis lainnya dan tidak akan menyerahkannya pada pihak swasta. 

Mari kita sama-sama memperjuangkan penegakan hukum Allah agar segera kembali diterapkan di muka bumi ini. Karena hanya dengan kembali kepada Islamlah semua persoalan dan aturan yang menyengsarakan akan mendapatkan solusinya. Bangga berIslam Kaffah 

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media

Jumat, 09 Februari 2024

Kebijakan Impor Beras, MMC: Ini Solusi Pragmatis



Tinta Media - Impor beras secara jor-joran yang dilakukan pemerintah, dinilai Narator Muslimah Media Center (MMC) sebagai solusi pragmatis buah penerapan sistem kapitalisme. 

“Kebijakan impor beras dalam upaya pemenuhan stok pangan dan stabilitas harga pangan merupakan solusi pragmatis buah penerapan sistem kapitalisme,” tuturnya dalam Serba-Serbi MMC: Harga Beras Mahal di Tengah Impor, Negara gagal Menjaga Stabilitas Harga Pangan, Senin (5/2/2024) di kanal Youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, kebijakan impor beras menguntungkan para oligarki dibanding rakyat. “Kebijakan pemerintah yang lebih memilih impor daripada memajukan pertanian dalam negeri, sejatinya hanya menguntungkan para oligarki yaitu para pengusaha importir,” jelasnya.  

Ia meyakini, selama sistem kapitalisme demokrasi diterapkan di negeri ini, kebijakan-kebijakan pemerintah tidak akan pernah berpihak pada rakyat termasuk petani lokal. 

“Saat ini korporasi menjadi pihak yang menguasai rantai produksi hingga distribusi sektor pertanian. Mahalnya harga pupuk, benih, dan sarana prasarana pertanian lainnya, adalah akibat penguasaan pihak korporasi pada sektor pertanian atas legalitas penguasa,” ujarnya. 

Islam

Narator lalu membandingkannya dengan sistem Islam. “Negara dalam Islam akan menjadi pelayan umat dan tidak membiarkan swasta menguasai pertanian seperti dalam sistem kapitalisme,” ungkapnya. 

Negara dalam Islam, lanjutnya,  akan hadir sebagai pelayan umat yang memastikan kebutuhan pangan dapat diakses oleh seluruh rakyat, sehingga tidak membiarkan pihak swasta menguasai rantai produksi dan distribusi pertanian dengan semangat bisnis sebagaimana dalam sistem kapitalisme. 

“Hal yang wajib dilakukan Khilafah adalah memastikan stok pangan tercukupi dan bisa diperoleh rakyat dengan harga terjangkau, dengan mewujudkan swasembada pangan. 

Swasembada pangan ini, lanjutnya, dengan cara  mengoptimalkan pertanian dan membangun industri di dalam negeri, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, memberikan dukungan agar terjadi optimalisasi produksi pertanian, membangun infrastruktur pertanian, dan penyediaan air irigasi. 

“Selain itu, bantuan kepada petani yang membutuhkan modal untuk bertani baik berupa lahan, benih, pupuk dan saprotan, membangun industri pengolah hasil pertanian, serta memberikan edukasi bagi petani secara gratis,” pungkasnya.[] Evi

Senin, 15 Januari 2024

Impor Selalu Menjadi Solusi Kesulitan Beras di Negeri Agraris



Tinta Media - Lagi dan lagi, Impor kembali dilakukan oleh pemerintah, alasannya karena sulit untuk mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat akan beras, dan juga penambahan jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak setiap tahunnya  menjadi penyebab tidak tercapai nya swasembada. Namun mengapa bisa produksi beras tidak cukup? bukankah kita adalah negara agraria dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani. 

Dalam laman CnbcIndonesia.com 02/01/2024. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa sebenarnya tidak ingin melakukan impor lagi, namun hasil produksi beras tidak bisa mencapai target setiap tahunnya, sementara kebutuhan akan beras terus meningkat. Saat ini penduduk Indonesia sudah mencapai 280 juta jiwa yang sebagian besar makanan pokoknya adalah nasi. 

Impor Beras Bukanlah Solusi Tuntas 

Krisis beras ini bukan hanya mengakibatkan Impor, tapi juga berdampak pada kenaikan harga beras yang semakin tinggi, mayoritas ekonomi penduduk Indonesia adalah menengah ke bawah, dengan kenaikan harga ini tentu akan sangat memberatkan masyarakat, sebab harga beras yang mahal akan mengurangi jatah uang untuk membeli lauk, dan kebutuhan lain, juga untuk membayar listrik, atau biaya sewa. 

Namun, pemerintah justru mengambil solusi praktis dengan melakukan impor, padahal kebijakan impor hanya akan menyulitkan petani lokal, sebab harga impor biasanya akan lebih murah dari petani lokal, sehingga masyarakat cenderung memilih harga murah yang akibatnya dapat merugikan para petani. Impor juga menjadi ladang cuan bagi para penguasa sebab ketika negara melakukan impor maka akan mendapat keuntungan. 

Pemerintah harusnya menganalisis secara mendalam, apa penyebab hasil produksi yang sedikit, apakah karena cuaca atau sistem distribusi. Jika akibat cuaca yang berubah- ubah, pemerintah harus melakukan riset dan penelitian demi menciptakan bibit unggul yang tahan perubahan cuaca, memberikan subsidi atau pupuk gratis. Dan jika masalahnya di pendistribusian, maka pemerintah wajib memantau penyaluran beras, mulai dari produksi para petani hingga sampai kepada masyarakat. 

Pemerintah juga harus mengantisipasi adanya toke atau pemain yang akan berlaku curang memainkan harga atau menimbun beras untuk waktu lama, yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga di pasar. Namun solusi- solusi ini tidak akan pernah diterapkan oleh negara kapitalis, yang mengutamakan keuntungan atas segalanya. 

Islam Solusi Kesejahteraan Negeri 

Dalam Islam, pemerintah adalah pelayan umat, sehingga setiap kebijakan yang diambil akan selalu mengutamakan kepentingan umat, bukan mencari keuntungan semata. Produksi beras akan di awasi mulai dari petani hingga pemasaran pada masyarakat, dan akan di pastikan tidak ada kecurangan yang terjadi dalam setiap prosesnya. 

Petani di berikan edukasi pertanian dan teknologi untuk alat-alat terbaru yang akan memudahkan sistem produksi. Sementara petani yang kekurangan modal akan di berikan pinjaman tanpa bunga atau di berikan bantuan gratis, baik uang maupun lahan untuk pertanian. 

Negara Islam juga akan memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku curang, cukong pasar atau mafia tanah yang menyulitkan para petani dalam menjalankan usahanya. Negara juga bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan pokok warganya, seluruh bantuan diberikan secara gratis, di tanggung oleh baitul maal yang dikelola oleh negara. 

Demikianlah kepemimpinan dalam Islam, negara yang menerapkan syari'at Islam secara menyeluruh tidak akan menzalimi rakyatnya, sebab ada syari'at di sana ada maslahat. dan setiap pengambilan kebijakan akan melihat halal haram atau menimbang dosa dan pahala jika di lakukan, maka insya Allah rakyat akan makmur, tenang, tenteram dan sejahtera. Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah) 

Selasa, 05 Desember 2023

IJM: Rakyat Susah Beli Beras, Pejabat Perum Bulog Malah Terkesan Mewah



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menyatakan, ketika rakyat banyak yang susah membeli beras karena mahal, kehidupan pejabat Direksi Perum Bulog malah terkesan mewah.

"Ini cukup disayangkan, ketika rakyat susah beli beras karena mahal, Direksi Perum Bulog terkesan hidup bermewah-mewah," ujarnya dalam program Aspirasi: Rakyat Susah Beli Beras, Direksi Perum Bulog Hidup Mewah? di kanal YouTube Justice Monitor, Kamis (23/11/2023).

Agung mengabarkan, berdasarkan panel harga pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Senin (20/11/2023), pukul 12.01 WIB, harga beras premium mengalami kenaikan Rp70 menjadi Rp15.020 per kilogram (kg). "Sedangkan beras medium naik Rp20 menjadi Rp13.140 per kg," ucapnya.

Namun di balik itu, kata Agung, di tengah mahalnya harga beras tersebut, gaya hidup Direksi Perum Bulog malah justru dinilai sebagian publik cenderung mewah. 

"Untuk transportasinya saja disediakan Alphard mewah yang harga sewanya puluhan juta/bulan/kendaraan," bebernya.

Ia melanjutkan, berdasarkan temuan Center of Budget Analysis (CBA) yang dimuat di laman inilah.com, pada 20 November 2023, Perum Bulog telah menyewa 8 unit Toyota New Alpard 2.5 G A/T tahun 2020 untuk jajaran direksi sejak 2020.  

"Disewa 36 bulan, sejak 1 juli 2020 hingga 30 Juni 2023," ungkap Agung.

Ia juga menyatakan, anggaran sewa kendaraannya cukup mahal. Menurut perhitungan CBA, kata Agung, sewa 8 unit kendaraan operasional mencapai Rp11,2 miliar untuk 3 tahun. 

"Atau setara Rp311 juta per bulan. Kalau dibagi 8, ketemu Rp39 juta/mobil/bulan," hitungnya.

Jadi jelas Agung, hanya untuk menyewa satu unit kendaraan operasional satu direksi, Perum Bulog harus mengeluarkan Rp39 juta per bulannya (dikalikan 8 direksi).

"Dalam perjalanannya, internal Perum Bulog pernah mengalami pengurangan jumlah direksi dari 8 menjadi 6 orang direksi. Maka proyek kendaraan Perum Bulog berubah dari sewa menjadi car ownership program atau COP. Padahal skema COP untuk kendaraan direksi Perum Bulog belum ada aturannya, sehingga muncul dugaan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp5,8 miliar," sebutnya.

Maka Agung menjelaskan, perilaku mewah para pejabat yang seperti itu, menurutnya bisa mencederai kepercayaan masyarakat dan integritas para pejabat itu sendiri, serta menciptakan reputasi negatif.

"Pepatah mengatakan, uang dan kekuasaan layaknya pisau bermata dua, jika tidak digunakan dengan baik akan merugikan dirinya sendiri dan juga negara," kutipnya.

Kehidupan Kapitalisme

Agung kemudian memandang bahwa iklim kehidupan kapitalismelah yang memunculkan iklim maraknya kehidupan pejabat yang tidak bijak dalam menggunakan harta dan kekuasaannya.

"Ketimbang mereka yang memilih bijak dan hidup sederhana," bandingnya.

Ia pun mengingatkan kepada para pejabat itu, bahwa ada rakyat yang tidak boleh dilupakan dan harus dilayani.

"Pejabat yang digaji dari harta rakyat, harusnya tahu diri untuk menjalankan amanah sebaik-baiknya. Bukan  memperkaya diri mereka sendiri," pesannya.

Ia menegaskan, pejabat yang digaji dari pajak rakyat harusnya selalu merasa diawasi, agar tidak mudah menyalahi mandat yang diberi.

"Amanah itu berat karena besarnya beban pertanggung jawabannya di akhirat kelak," tegasnya.

Kehidupan Khulafaur Rasyidin

Agung kemudian membandingkan dengan kehidupan salah seorang khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin yang bernama Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu.

Ia mengisahkan, masih teringat betapa sederhananya hidup seorang Khalifah Umar Bin Khattab  yang memilih mengonsumsi makanan sehari-harinya sebagaimana makanan rakyatnya yang termiskin.

"Apakah kultur pejabat seperti ini muncul dalam sistem demokrasi? Tentu jauh panggang dari api," tutupnya memungkasi.[] Muhar.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab