Subsidi BBM Bengkak Akibat Negara Salah Tata Kelola Migas
Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menyatakan bahwa subsidi BBM (bahan bakar minyak) membengkak akibat negara salah dalam tata kelola migas.
“Subsidi BBM membengkak akibat dari tata kelola migas yang salah,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Subsidi BBM membengkak, Hak Rakyat Dianggap Beban Negara? Selasa (16/8/2022), di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Ia mengungkapkan, sistem kapitalisme itulah yang menyebabkan tata kelola migas yang salah yakni negara hanya bertindak sebagai regulator.
“Penerapan sistem kapitalisme telah melegalkan kekayaan alam yang seharusnya bisa menjadi penopang kebutuhan rakyat secara nyata justru dikuasai asing. Negara hanya membuat Undang-undang (UU) untuk melegalkan kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam,” ungkapnya.
Pelegalan kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam tersebut memberikan dua efek, yakni:
Pertama, negara kehilangan sumber pendapatan negara dari pengelolaan sumber daya alam.
“Buktinya UU Kontrak Karya menjadikan negara tidak berdaulat atas SDA mereka. Bahkan negara harus mengimpor kebutuhan migas dari negeri Singapura yang notabenenya tidak memiliki sumber migas,” tuturnya.
Kedua, ketika SDA diprivatisasi oleh swasta maka akan timbul kemiskinan yang mencelik rakyat.
“Rakyat semakin hari semakin susah mengakses kebutuhan hidup karena harga-harga pangan semakin lama semakin naik. Akses pelayanan publik seperti pendidikan maupun kesehatan tidak bisa diakses oleh kalangan masyarakat kecil,” bebernya.
Ia menguraikan penjelasan dari pandangan Frederich Hayek dan Milton Friedman sebagai penggagas utama lahirnya kapitalisme aliran neo-liberal (neoloberlism/neoconservatism). Intervensi pemerintah dalam ekonomi adalah ancaman yang paling serius bagi mekanisme pasar.
“Dari konsep ini subsidi adalah bentuk intervensi pemerintah sedangkan pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik,” urainya.
Ia mengungkapkan bahwa kapitalisme menganggap pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi merupakan pemborosan dan inefisiensi.
“Oleh karena itu sikap pemerintah sangat berat hati ketika memberikan subsidi, seolah-olah telah melakukan banyak hal, telah banyak berkorban untuk rakyat, padahal sudah sepatutnya negara memberi subsidi tanpa perhitungan kepada rakyat,” ungkapnya.
Ia mengatakan pemerintah mengaku cukup dilema menangani masalah pembengkakan subsidi BBM yang mencapai Rp 502 triliun.
“Jika harga BBM dinaikkan tentu daya beli masyarakat berpotensi mengalami penurunan terutama kelas menengah ke bawah,” katanya.
“Di satu sisi subsidi BBM dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan keuangan negara,” lanjutnya.
Sistem Islam
Dalam aturan sistem yang sahih, yakni sistem Islam yang disebut Khilafah Islam memiliki paradigma khas mengenai sumber daya alam (SDA).
“Kekayaan alam yang depositnya cukup banyak dalam sistem ekonomi Islam masuk kategori milik umum maka tambang migas seperti blok Cepu, blok Rokan, blok Masela, dan sejenisnya termasuk kategori ini,” ucapnya.
Islam memerintahkan agar kekayaan milik umum ini wajib dikelola negara tanpa intervensi dari pihak mana pun agar hasilnya bisa diberikan kepada rakyat seutuhnya.
Menurutnya, tambang migas adalah sumber daya alam termasuk kekayaan milik umum yang tidak bisa langsung dinikmati oleh rakyat.
“Sebab pengelolaannya membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar maka negaralah yang berhak untuk mengelola dan mengeksplorasi sumber daya alam tersebut dan hasilnya diberikan kepada rakyat,” tuturnya.
Ia memaparkan pemberian hasil pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Khilafah kepada rakyat meliputi dua mekanisme yakni secara langsung dan tidak langsung.
Pertama, secara langsung Khilafah bisa memberikan subsidi migas kepada rakyat sehingga rakyat bisa mendapatkan BBM, listrik, dan sumber energi dengan harga yang terjangkau karena rakyat hanya dibebani oleh biaya produksi. "Negara haram mengambil keuntungan dari pengelolaan dan distribusi migas untuk rakyat,” paparnya.
Kedua secara tidak langsung, Khilafah akan menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi setiap warga negaranya. “Jaminan secara mutlak artinya Khilafah akan membiayai semua fasilitas sarana dan prasarana sampai semua kebutuhan tersebut dapat diakses oleh rakyatnya tersebut secara gratis,” bebernya.
Ia menjelaskan bahwa biaya jaminan mutlak tersebut berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dimasukkan ke dalam Baitul Mal Pos Kepemilikan Umum. Khilafah diperbolehkan menjual migas kepada industri atau mengekspor ke luar negeri setelah Khilafah menghitung kebutuhan konsumsi energi rakyatnya.
“Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan yang wajar atau mengekspor ke luar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal. Semua keuntungan tersebut akan masuk ke dalam Pos Kepemilikan Umum Baitul Mal,” jelasnya.
Keuntungan ini bisa dialokasikan untuk mengelola harta kepemilikan umum baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran, dan distribusi.
“Dan bisa juga untuk biaya jaminan kebutuhan dasar publik sehingga Khilafah bisa membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya,” imbuhnya.
Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa ekspor migas yang dilakukan Khilafah bisa menjadi kekuatan diplomatik.
“Inilah cara Khilafah mengelola sumber daya alam. Bukan hanya mampu menyejahterakan rakyat melainkan juga bisa menjadi kekuatan bagi negara,” pungkasnya.[] Ageng Kartika