Tinta Media: Bendera
Tampilkan postingan dengan label Bendera. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bendera. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Juni 2022

Monsterisasi Bendera Tauhid dalam Hiruk-pikuk Pencapresan


Tinta Media - Acara deklarasi dukungan terhadap Anies Baswedan untuk maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh kelompok Majelis Sang Presiden diwarnai kericuhan. Kericuhan dipicu peserta acara akibat adanya pemasangan bendera lafaz tauhid, laaillaha illallah. 

Perhelatan yang digelar di Hotel Bidakarta daerah Pancoran Jakarta Selatan pada hari Rabu (8/06/2022) ini berbuntut pelaporan kepada pihak kepolisian Metro Jakarta Selatan. Bahkan, salah seorang pegiat media sosial, Husen Alwi Shihab meminta Polisi untuk segera menangkap orang yang membawa bendera tersebut. Dirinya menilai bahwa pengibaran bendera tauhid itu menyalahi konstitusi, sebab identik dengan kelompok atau organisasi tertentu, seperti HTI. Sementara itu, pihak kepolisian tengah mendalami terkait bendera yang dikibarkan tersebut. 

Memang, beberapa waktu ini publik disuguhi dengan berbagai fakta yang mengarah pada kriminalisasi ajaran Islam. Bahkan, sebelumnya Polisi menangkap petinggi Khilafatul Muslimin yang melakukan konvoi rutin mengibarkan bendera tauhid di daerah Cawang.

Padahal bendera tauhid merupakan milik umat muslim yang tak seharusnya dipermasalahkan, bukan bendera milik kelompok tertentu seperti HTI. Bahkan HTI telah menyatakan bahwa bendera hitam-putih bukan bendera kelompok mereka, karena HTI tidak memiliki bendera apa pun. Mereka hanya mendakwahkan kepada umat Islam bahwa umat memiliki bendera tauhid hitam (ar-raya) dan putih (al-liwa). Karenanya, HTI selalu menggunakan bendera tersebut di setiap agenda-agenda mereka.

Dari Ibnu Abbas ra.
"Panjinya Rasulullah saw. berwarna hitam (raya), dan benderanya (liwa) berwarna putih, tertulis didalamnya: "Laa Illaha Illlallaah Muhammad Rasulullah".
(HR. Ath-Thabrani)

Opini yang menyatakan bahwa merupakan HTI organisasi terlarang adalah tidak sesuai hukum, karena tak ada satu pun keputusan perundang-undangan atau produk hukum yang menyatakan bahwa HTI sebagai ormas terlarang. Majelis hakim menyatakan bahwa status badan hukumnya saja yang dicabut sesuai SK kemenhumkam.

Putusan pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 211/G/2017/PTUN-JKT membenarkan pencabutan status BHP HTI, bukan membubarkan atau menyatakan HTI sebagai organisasi terlarang. Tak ada pula amar putusan yang menetapkan ajaran Islam Khilafah sebagai ajaran atau paham yang dilarang. Menyatakan keduanya terlarang, apalagi menyamakan dengan PKI adalah fitnah yang sangat kejam.

PKI memang organisasi terlarang dan memiliki pemahaman atau ideologi yang menyesatkan, sehingga terlarang di negeri ini. Bahkan, pembubaran PKI dan pelarangan pahamnya telah termaktub dalam Konstitusi hukum TAP MPRS NO.XXV/1966. Dari fakta tersebut terlihat jelas adanya kriminalisasi terhadap ajaran Islam dan juga sebuah organisasi Islam, dalam hal ini HTI, sebagi pihak yang getol mendakwahkan khilafah dan panji Rasulullah saw. 

Keberadaan bendera tauhid pun turut dimonsterisasi, dengan memanfaatkan momen hiruk-pikuk pencapresan. Opini publik terus digiring agar para capres turut arus dalam memonsterisasi ajaran dan simbol Islam, sebagai sesuatu yang membahayakan dan mengancam. Inilah realita politik demokrasi di Indonesia saat ini, yang sangat sinergis dengan sekulerisme yang memang mencampakkan aturan agama dalam kehidupan, sehingga sangat antipati terhadap syariat Islam, yang notabene mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk politik. 

Sementara dalam sekularisme, manusialah yang berdaulat membuat hukum, sehingga umat Islam yang hidup dalam sistem ini dipaksa secara sadar untuk menduakan Allah sebagai pembuat hukum yang seharusnya. Agar sistem demokrasi-sekuler ini tetap eksis, maka harus dijauhkan dari pemahaman Islam politik , di antaranya dari ajaran Islam tentang khilafah.

Mestinya umat Islam sadar bahwa tidak cukup sekadar mencari pemimpin yang dapat memajang atribut-atribut Islam, tetapi juga pemimpin yang dapat mengembalikan kemuliaan Islam itu sendiri sebagai sebuah sistem politik untuk menerapkan Islam secara kaffah, yakni khilafah. Sistem politik yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw. ini pernah menaungi umat Islam di seluruh dunia selama lebih dari 1300 tahun lamanya.

Sistem ini berlandaskan akidah Islam dan tidak menyekutukan Allah dengan apa pun. Khilafah berjalan dengan 4 pilar pemerintahan, yakni:

Pertama, kedaulatan di tangan Assyari' (Sang Pembuat hukum, yaitu Allah Swt.) 

Kedua, kekuasaan di tangan umat

Ketiga, wajib mengangkat satu khalifah (pemimpin) saja untuk menjaga kesinambungan kepemimpinan dan tidak membingungkan umat.

Keempat, khalifah berwenang untuk mentabani (mengadopsi) hukum yang akan dilaksanakan.

Inilah konsep yang akan menjaga akidah umat Islam agar selalu terikat dengan hukum Allah, sehingga tak akan ada kasus kriminalisasi ajaran Islam maupun agama lainnya dalam sistem khilafah.

Wallahu'alam bishawwab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media



Kamis, 02 Juni 2022

Bendera L68T Berkibar, Dr. Ahmad Sastra: Bentuk Dukungan Kedubes Inggris



Tinta Media - 
Pengibaran bendera L68T di halaman kantor Kedubes Inggris, dinilai oleh Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, Dr. Ahmad Sastra, sebagai bentuk dukungan terhadap komunitas tersebut.

"Tentu saja, pengibaran bendera itu kan menunjukkan satu sikap, apalagi berbentuk bendera, kemudian dipasang tinggi-tinggi, kemudian orang melihat," tuturnya, dalam acara Kabar Petang : Kibarkan Bendera L68T, Kedubes Inggris Dikecam, Senin (23/5/2022) di kanal youtube Khilafah News.

Menurutnya, ini jelas sekali sebagai bentuk dukungan, terlebih lagi statement dari Kedubes Inggris sendiri mengatakan bahwa itu sebagai bentuk peringatan hari L68T dunia.

"Itu kan jelas kalau yang namanya memperingati hari-hari tertentu, itu tentu sebagai bentuk dukungan terhadap L68T itu sendiri," ujarnya.

Ia menjelaskan, bahwa ketika pihak Kedubes Inggris, tinggal di Indonesia, tentu dukungan dalam arti pemasangan bendera itu, sebenarnya tidak harus dilakukan.

"Ketika dia menyadari ada di mana, mereka tinggal di mana, dia sebagai kedubes di negara mana, dan sementara mereka kan di Indonesia, tinggal di Indonesia juga. Tentu mereka seharusnya paham tentang siapa itu Indonesia. Indonesia itu bagaimana membincangkan tentang norma-norma dan akhlak itu. Sementara Indonesia sendiri adalah negeri yang mayoritas rakyatnya itu beragama, dan tentu semua agama itu melarang L68T itu sendiri," paparnya.

Ia menilai, di titik inilah kemudian Inggris nampaknya betul-betul tidak menghargai Indonesia atau bangsa Indonesia itu sendiri.

"Saya kira, ini bagian dari propaganda Inggris itu sendiri untuk menyebarluaskan L68T ini," tandasnya.

Menurutnya, pada tahun 2016 lalu, Amerika Serikat melalui Kedutaan Besar Amerika juga, menegaskan terkait dukungan pernikahan sejenis ini.

Bahkan, lanjutnya, Duta Besar AS saat itu Robert O Black, dia mendesak pemerintah Indonesia juga untuk mengambil sikap yang serupa. Ini artinya, jelas, bahwa ini sebagai tindakan provokatif dan akan terus dilakukan oleh negeri-negeri Barat terhadap apa yang disebut L68T ini, karena bagian dari kebijakan sistem yang mereka yakini.

Ahmad menilai pengibaran bendera ini, inisiatif dari Kedubes Inggris.

"Kalau kita lihat, beberapa waktu yang lalu, melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia juga mengecam tindakan pengibaran bendera L68T oleh Kedubes Inggris. Tentu kalau seperti itu, berarti ini inisiatif dari Kedubes Inggris itu sendiri," tandasnya.

Menurutnya, tentu ini tidak layak, tidak sopan dan tidak menghormati norma-norma di Indonesia. "Dan mungkin, itu bagian dari provokasi kepada bangsa ini," pungkasnya.[]'Aziimatul Azka

Sabtu, 28 Mei 2022

Penolakan UAS dan Pengibaran Bendera L68T Rendahkan Negeri Ini


Tinta Media - Narator Muslimah Media Center menegaskan bahwa penolakan Ustaz Abdul Somad  (UAS) dan pengibaran bendera L68T oleh asing menegaskan perendahan terhadap negeri muslim terbesar ini.

“Fakta penolakan UAS dan pengibaran bendera L68T oleh asing menegaskan perendahan mereka terhadap Negeri Muslim terbesar ini,” tuturnya dalam Serba Serbi: Bendera L68T Berkibar di Kedubes Inggris, Asing Makin Lancang L3c3c3hk4n Islam, Jumat (27/5/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.

Terkait deportasi UAS, Narator mengatakan bahwa Singapura yang mendeportasi UAS  dan rombongan alasannya tendensius. "Yaitu UAS dituduh menyebarkan ajaran ekstrimis dan segregasi," ungkapnya.

Karenanya, lanjutnya, dukungan kepada UAS pun bergulir. Sejumlah massa yang tergabung dalam Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (PERISAI) melakukan aksi di Kedutaan Besar Singapura di Kuningan, Setia  Budi, Jakarta Selatan pada Jumat (20/5/2022). “Mereka menuntut Singapura minta maaf usai mendeportasi UAS. Selain itu masa juga menuntut pemerintah meninjau ulang hubungan diplomatik RI-Singapura jika dalam tempo dua kali 24 jam pemerintah Singapura belum meminta maaf,” ungkapnya.
 
Narator menyayangkan tuntutan mereka tidak direspon. “Padahal deportasi UAS dari Singapura merupakan bentuk kezaliman dan diskriminasi bagi warga Indonesia,” jelasnya menirukan pernyataan koordinator lapangan aksi Muhammad Senantha ketika diwawancarai wartawan pada minggu (22/5/2022).

 “Kasus yang lain dan baru terjadi beberapa hari lalu adalah pengibaran bendera pelangi L68T di Kedutaan Besar Inggris Jakarta. Anggota Komisi 8 DPR Bukhari Yusuf pun melayangkan protes tindakan Kedubes Inggris, meminta pemerintah Indonesia agar tidak membiarkan setiap perwakilan asing melecehkan norma dan nilai yang berlaku di negara ini,” paparnya.

Politikus PKS itu pun, lanjutnya, mendukung upaya pemerintah menegakkan kedaulatan negara ini dengan mengirimkan pesan yang tegas bahwa setiap perwakilan asing di Indonesia tidak diperkenankan secara provokatif mengkampanyekan nilai dan norma yang  tidak sesuai dengan pandangan hidup warga di negara ini.

“Bukhari menambahkan selain menyimpang , ajaran agama L68T adalah penyakit sosial yang mengancam kohesi sosial di tengah masyarakat khususnya bagi ketahanan keluarga.  Oleh sebab itu mayoritas masyarakat Indonesia dinilai tidak dapat menerima perilaku penyimpangan seksual tersebut,” ungkapnya.
 
Narator menilai, apa yang dilakukan kedubes  Inggris itu  adalah bentuk kelancangan dan sudah seharusnya penguasa menindak tegas perbuatan mereka. “Jika tidak artinya sama saja pemerintah memberi izin kelompok Sodom  untuk berkembang,” tukasnya.

“Di sisi lain pemerintah juga sepatutnya mengevaluasi beragam kebijakannya agar kewibawaan di mata asing bisa menguat,” harapnya.
 
Akibat Runtuhnya Khilafah

Menurut Narator, kaum muslimin tidak pernah direndahkan oleh bangsa mana pun ketika Daulah Khilafah masih tegak berdiri. Semua itu baru dialami kaum muslimin ketika Daulah Khilafah diruntuhkan dan pemikiran kaum muslimin diintervensi oleh ide-ide asing Barat.

“Umat Islam dipaksa meyakini dan mengamalkan ide sekuler liberal mereka.  Ide tersebut membuat kaum muslimin memisahkan agama dengan kehidupan, hingga pada akhirnya umat Islam kehilangan wibawa mereka,” paparnya.

Narator menilai, sejatinya sekuler liberal adalah ide untuk menjaga eksistensi hegemoni Barat atas kaum Muslimin. “Sekuler liberal digunakan sebagai tameng menolak ajaran Islam yang diklaim menimbulkan perpecahan dan intoleransi,” jelasnya.

“Atas nama sekuler liberal pun membuat negara tidak mampu melindungi para ulamanya. Sekuler liberal juga digunakan untuk menjunjung  tinggi HAM dan memberi toleransi kepada kelompok L68T,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, kaum Muslim sudah seharusnya mengenyahkan ide Barat tersebut ke dasar jurang , karena ide tersebut membuatnya  tidak memiliki kekuatan.

Narator mengajak kaum Muslimin memperjuangkan kembali institusi khilafah  yang  telah terbukti mampu menjaga para ulamanya,  dan akidah kaum muslimin dari ide rusak dan merusak dari negara lain. 

“Dalam khilafah setiap warga berhak mendapat jaminan keamanan baik di dalam maupun di luar negeri.  Jaminan tersebut berupa jiwa harta maupun martabat mereka,” tandasnya.

Narator memberikan gambaran bagaimana khilafah menjamin warga negaranya dengan mengutip penjelasan  Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani  dalam Kitabnya Daulah Islamiyyah, halaman 197 bab politik dalam negeri.  “Setiap orang yang mengemban kewarganegaraan khilafah akan menikmati semua hak yang sudah ditetapkan oleh hukum syara baginya.  Baik dia muslim atau pun non-muslim (kafir dzimmi),” terangnya.

“Dan sebaliknya setiap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan diharamkan memperoleh hak-hak tersebut meski dia seorang mMuslim,” imbuhnya.

 Kewarganegaraan inilah lanjutnya,  yang menjadi pengikat antara khilafah dan rakyat.  “Khilafah  menganggap sekelompok manusia yang berada di dalam kekuasaan pemerintahan Islam sebagai rakyat. Dan status kewarganegaraan sebagai penyatu antara khilafah dan rakyat,  sehingga warga negara khilafah akan memperoleh pemeliharaan urusan mereka dengan Islam,” paparnya.

Ia berikan contoh,  seorang muslim memiliki Ibu seorang nasrani yang memiliki kewarganegaraan Islam dan bapaknya seorang muslim yang tidak memiliki kewarganegaraan Islam.  Maka dalam perkara ini ibunya berhak memperoleh nafkah dari anaknya tersebut.  Sedangkan bapaknya tidak.

“Andaikan sang Ibu menuntut nafkah dari anaknya maka Qadhi  akan memutuskan bahwa ibunya  memperolehnya karena dia memiliki kewarganegaraan Islam.  Sementara untuk sang  Bapak jika dia menuntut nafkah dari anaknya maka Qadhi  menetapkan hukum bahwa permintaan si Bapak ditolak karena dia tidak memiliki kewarganegaraan Islam,” tutur narator memberikan contoh aplikasinya.

Inilah bukti bagaimana khilafah memberi jaminan kepada warga negaranya sekalipun dia non muslim, kata Narator.  “Apalagi jika warga negara tersebut merupakan ulama yang lurus dan mendakwahkan Islam,” imbuhnya.
 
“Ulama adalah pewaris nabi karena sosoknya yang memiliki ilmu begitu luas dan kadar ketakwaan (khasyah)   yakni ketakutan yang tinggi,” jelasnya.
 
Keilmuan mereka  kata Narator, juga berperan penting dalam mendidik generasi.  Peran mereka juga sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan urusan negara, agar sesuai dengan syariat Islam.
 
Oleh karenanya khilafah akan memuliakan ulama dan menjaganya dari pihak-pihak k yang merendahkan martabatnya.  Pun dalam menjaga aqidah kaum muslimin Khilafah tidak akan membiarkan ide-ide Barat berkembang di tengah-tengah warganya . Suasana keimanan akan sangat terlihat dalam sistem pendidikan, media, dan ruang publik.
 
“Khilafah tidak akan membuka kantor Kedubes Inggris maupun negara lain yang berpotensi menyebarkan ide-ide Barat . Alhasil tidak ada celah  sedikit pun dari Barat yang mampu mengusik kaum muslimin,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               
 
 

Senin, 23 Mei 2022

LBH Pelita Umat Berikan Tiga Pendapat Hukum Pengibaran Bendera L68T di Kedutaan Inggris


Tinta Media  - Berdasar informasi dari kantor berita yang menyatakan bahwa Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia memposting lewat akun media sosial resminya foto dukungan dan bendera warna-warni khas L68T, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan.,S.H.,M.H. memberikan pendapat hukum.

“Pertama, bahwa Kedutaan Inggris telah lancang, dan tidak menghargai negara republik Indonesia,” tuturnya pada Tinta Media, Senin (23/5/2022).

Indonesia lanjut Chandra,  memiliki aturan tegas yang berkaitan penyimpangan kesusilaan. Yaitu hukum telah mengatur dengan memberikan larangan dan sanksi pidana kepada setiap orang yang membuat dan mempublikasikan konten melalui media komunikasi yang memuat unsur yang melanggar kesusilaan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi).

“Kedua, bahwa lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T) tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang menjunjung religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum,” ungkapnya.

“Ketiga, bahwa sangat aneh apabila bendera pelangi L68T dibiarkan berkibar tanpa ada tindakan, sedangkan ketika muslim mengibarkan bendera tauhid yang bertuliskan kalimat syahadat (hitam dan putih) terkadang terdapat  upaya untuk menurunkan dan/atau melarangnya dengan berbagai tuduhan radikal, ekstremisme dan lain lain,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab