Tinta Media: Bencana
Tampilkan postingan dengan label Bencana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bencana. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Mei 2024

Bencana Banjir Berulang, Butuh Solusi Komprehensif


Tinta Media - Curah hujan yang tinggi memang kerap menjadi faktor penyebab bencana banjir di berbagai wilayah di Tanah Air. Namun, berulangnya musibah banjir tidak akan terjadi dan dampak dari bencana pun dapat diminimalkan apabila mitigasi bencana berjalan baik dan optimal. Sayangnya, lemahnya sistem mitigasi bencana di negeri kita berdampak pada terus berulangnya bencana yang merugikan masyarakat dan tak jarang menelan korban jiwa.

Bencana banjir tak terelakkan lagi di Desa Sambandate, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dikarenakan luapan air setinggi dua meter meluap dari Sungai Lalindu. Peristiwa itu pun mengakibatkan jalan Trans Sulawesi tidak bisa dilalui dan lumpuh total. (cnnindonesia.com 11/05/2024)

Sumatra Barat pun tak luput dari banjir, di Kabupaten Agam dilaporkan setidaknya 15 orang warga meninggal dunia dan 7 orang mengalami luka- luka akibat bencana banjir bandang. Data Tim Reaksi Cepat BPBD memaparkan sekitar 90 unit bangunan yang terdiri dari rumah warga, fasilitas umum, dan tempat usaha terendam banjir. (cnnindonesia.com 12/05/2024)

Sementara itu, musibah banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra Barat turut mengungkap fakta kelam praktik deforestasi yang makin meluas di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pantauan dan analisis citra satelit LSM Walhi Sumbar yang terbaru periode Agustus hingga Oktober 2023 mengungkap adanya indikasi penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 50 hektare di Nagari Padang Air dingin, Kabupaten Solok Selatan. Tak hanya itu, penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 16 hektare juga terjadi di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. (bbc.com 13/05/2024)

Bencana banjir yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia bisa terjadi karena faktor alam ataupun dikarenakan faktor kerusakan akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Berulangnya bencana banjir dengan memakan korban jiwa menunjukkan kepada kita bahwa upaya mitigasi belum dilakukan secara komprehensif. Tak dapat kita pungkiri, terjadinya bencana termasuk banjir dan longsor yang terjadi di negeri ini juga erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang diusung oleh negara. Negara yang bernaung dalam sistem kapitalis seperti saat ini menjadikan kebijakan yang diterapkan bersifat eksploitatif dan merusak.

Hal berbeda tentu akan kita temukan dalam negara yang berada dalam naungan ideologi Islam (khilafah). Kebijakan pembangunan dalam Islam tidak akan bersifat eksploitatif ataupun destruktif karena negara dalam Islam akan memperhatikan setiap kebijakannya dijalankan sesuai tuntunan syariat. Adapun mitigasi bencana secara komprehensif akan dilakukan oleh negara khilafah sebagai implementasi ri’ayah dan penjagaan negara kepada rakyatnya dalam rangka melestarikan alam dan lingkungan sekitar tempat masyarakat tinggal dan menjauhkan masyarakat dari bahaya dan kemudharatan. Negara khilafah akan benar- benar melaksanakan kedua fungsi tadi secara maksimal karena dorongan ketakwaan kepada Allah SWT. Wallahu ‘alam bishawab 

Oleh : Selly Amelia, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 19 Mei 2024

Bencana Bertubi-tubi Akibat Salah Sistem


Tinta Media - Telah terjadi banjir bandang dan lahar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Tim penolong bergerak mencari korban yang dilaporkan hilang.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)  mengevakuasi ratusan warga di tiga daerah di Sumatra Barat yang terdampak banjir ke sejumlah posko pengungsian, Senin (13/05). 

Menurut laporan  dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kota Padang, korban meninggal dunia akibat banjir lahar dingin gunung Merapi dan banjir bandang dari tiga wilayah provinsi Sumatera Barat mencapai 52 orang, Selasa (13/05) pukul 15.00 WIB.

Kepala SAR Kota Padang, Abdul Malik mengatakan bahwa tim pencarian hingga saat ini masih mencari keberadaan warga yang dilaporkan hilang yang diduga terseret arus banjir bandang. Pencarian dilakukan dari kota Padang panjang hingga aliran sungai Anai.

Adapun rincian korban yang meninggal adalah 22 orang dari Kabupaten Agam, 24 orang dari Kabupaten Tanah Datar, dua orang dari Kota Padang Panjang dan dua orang lagi dari Kabupaten Padang Pariaman serta dua orang di Padang, (BBC News Indonesia).

Basarnas mengatakan, ada tiga orang yang belum teridentifikasi dari jumlah tersebut, hingga total yang meninggal 52 orang. Banjir bandang ini juga mengakibatkan  kerusakan 193 rumah warga di Kabupaten Agam. Di Tanah Datar, sebanyak 84 rumah mengalami kerusakan berat dan ringan. Jalur lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok mengalami lumpuh total.

Miris, bencana alam terus berulang dan memakan banyak korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mitigasi bencana sehingga pencegahan dapat optimal, demikian pula upaya menyelamatkan masyarakat.

Banyaknya kerugian yang dirasakan warga akibat terjadinya bencana menambah penderitaan. Rakyat semakin memprihatinkan di tengah kondisi sulit seperti saat ini.

Sebetulnya, apa faktor penyebab terjadinya banyak bencana alam?  Di samping qadha Allah, tentu saja kita tidak bisa membuat pernyataan bahwasanya bencana banjir bandang dan lahar itu semata-mata hanya karena faktor alam. Sebuah persoalan harus dilihat dan dirunut secara detail pada aspek hulu, bukan hanya dilihat dari aspek hilir saja, sehingga penyelesaian atau solusi preventif yang efektif bisa didapatkan.

Ini karena di samping faktor alam, juga terdapat andil besar perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sehingga, perlu ditinjau dan dipahami lebih mendalam untuk mencari akar permasalahannya. Dari sini, kita bisa menemukan solusi yang hakiki dalam menyelesaikan persoalan bencana.

Jika ditelaah, bencana bertubi-tubi yang terjadi disebabkan oleh kebijakan dari negara. Semua berkaitan dengan sistem aturan negeri ini yang sekuler kapitalistik.

Semua kebijakan dibuat hanya demi meraup keuntungan segelintir orang tanpa peduli akibat yang dirasakan oleh rakyat banyak. Kebijakan pembangunan yang ugal-ugalan dengan dalih investasi telah membuat rakyat kecil menderita. Sementara, yang punya uang dan modal besar akan semakin kaya raya.

Tidak bisa dimungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan kelapa sawit, juga penambangan emas adalah pemicu rusaknya lingkungan. Belum lagi barang tambang yang lainnya. Semua bebas menjadi 'bancakan: para elite politik global.

Begitulah, pembangunan ala kapitalis yang berlandaskan manfaat dan keuntungan, pasti akan merugikan rakyat. Akibat dari kebijakan pembangunan yang eksploitatif, tentunya akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Hingga akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya bencana alam.

Dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler, hal ini wajar terjadi. Itu menjadi bukti rusaknya sistem hari ini.

Sebuah kezaliman terpampang  jelas di depan mata, dan rakyat pun menjadi korban. Begitulah bobroknya sistem sekuler demokrasi, aturan yang tidak memihak rakyat sama sekali.

Karena itu, perlu adanya sistem komprehensif sebagai solusi masalah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Islam datang sebagai solusi dari Allah Swt. untuk semua problematika kehidupan. Kebijakan pembangunan dalam Islam ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestarian alam.

Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat tanpa harus merusak lingkungan. Islam sangat menjaga keharmonisan lingkungan agar tetap seimbang.

Seorang Khalifah melakukan perbuatan dilandaskan pada keimanan pada Allah Swt, bukan karena manfaat dan keuntungan. Sehingga, pembangunan dalam Islam juga tidak eksploitatif ataupun destruktif. Semua pengelolaan dan kebijakan pembangunan diatur sesuai syariat Allah.

Dalam Islam, negara tidak akan menyerahkan sumber daya alam dikelola oleh pihak asing. Tata cara pengelolaan sumber daya alam dikelola sesuai dengan hak kepemilikan, tidak bebas dikelola oleh individu jika itu memang milik umum, sehingga tidak menimbulkan kerusakan.

Mitigasi yang komprehensif akan dilakukan oleh Khalifah untuk mencegah jatuhnya banyak korban bencana. Adapun yang dilakukan oleh negara Islam adalah mengambil hasil hutan yang tidak berlebihan agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dengan baik.

Pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang akan meminimalisir terjadinya penebangan hutan secara liar. Pemerintah juga melakukan penghijauan setelah penebangan.

Sanksi tegas dalam Islam juga akan mampu membuat orang tidak mudah melakukan kejahatan dan pelanggaran. Sekalipun ada yang melakukannya, pasti akan dihukum dengan tegas, tidak pandang bulu. Dengan demikian, hal itu pasti akan membuat orang lain menjadi takut untuk melakukannya.

Begitulah Islam dengan aturan yang menyeluruh akan mampu menyejahterakan dan melindungi rakyat dari bencana. Islam menjaga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan terjaga dari kerusakan.

Sudah saatnya negeri ini berpaling dari aturan manusia menuju aturan yang datang dari Allah Swt., yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah agar terwujud kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Selasa, 30 April 2024

Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil


Tinta Media - Bulan Syawal tahun ini selain ditandai dengan membludaknya arus mudik kaum muslimin, juga banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (20/4/24), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang mencatat bahwa ada 4 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya debit air sungai, 4 kecamatan terdampak banjir lahar gunung Semeru, serta 1 kecamatan terdampak banjir dan longsor.  Tiga korban jiwa meninggal dalam bencana ini.

TribunPalu.com  (19/4/24) mengabarkan bahwa telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang mengakibatkan 173 rumah terendam air bercampur lumpur dan 419 kepala keluarga terdampak bencana. Fasilitas umum berupa sekolah, rumah adat, dan jembatan rusak.

Banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu (16/4/2024). Sebanyak 24 desa di 7 kecamatan terdampak banjir menyebabkan 162 rumah rusak dan 741 jiwa mengungsi.  Banjir juga merusak infrastruktur dan lahan pertanian  (Antara Bengkulu.com, 19/4/24).

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada saat musim hujan, banjir terjadi di mana-mana karena curah hujan tinggi. Banjir terjadi setiap tahun dengan kerugian yang tidak sedikit. Banjir dan longsor seakan-akan jadi langganan. Rakyat pun pasrah dengan berulangnya banjir di tempat mereka, bahkan pasrah saat terjadi banjir,  Bantuan yang mereka terima hanya mie instan dan bantuan ala kadarnya dari pemerintah setempat. Bahkan pembersihan jalan serta perbaikan rumah pun ditanggung sendiri.

Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyiapkan mitigasi banjir yang kuat sehingga wilayah dan warga yang terdampak dapat berkurang. Faktanya, wilayah terdampak semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak pernah banjir, sekarang jadi banjir. Hal ini menunjukkan lemahnya mitigasi bencana dari pemerintah.

Mitigasi bencana banjir adalah segala upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Mitigasi dilakukan oleh pihak pemerintah. Mitigasi terbagi atas Mitigasi sebelum bencana, Saat bencana dan Sesudah bencana.

Mitigasi sebelum banjir merupakan usaha pencegahan berupa perbaikan saluran air, pengerukan sungai atau aturan dilarangnya membangun pemukiman di daerah rawan banjir dan di daerah hijau, tempat kantung-kantung air alami.

Mitigasi saat banjir berupa penyiapan tempat pengungsian serta evakuasi korban terdampak dilakukan secara cepat sehingga terhindar dari jatuhnya korban. Selain itu, kebutuhan para korban dipenuhi oleh pemerintah, bukan mengandalkan swadaya masyarakat.

Begitu juga dengan mitigasi setelah banjir berupa pembersihan sarana umum seperti jalan, perbaikan rumah warga, dan infrastruktur yang rusak segera dilaku. Semua itu untuk menghindari warga terdampak terlalu lama tinggal di pengungsian yang bisa berakibat terkena sakit.

Rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemerintah yang menerapkan sistem batil seperti sekarang karena tidak ada konsep mengurus dan melayani rakyat. Bagi mereka, rakyat adalah beban, tidak ada dana yang cukup untuk mitigasi.

Akan berbeda dengan pemerintah yang menerapkan Sistem Islam. Pemerintah Islam (Khalifah) adalah raa'in, yaitu pengurus segala urusan rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Negara Khilafah tidak akan kekurangan dana seperti negeri ini dengan APBNnya. Banyak sumber keuangan yang dikelola dan dikumpulkan oleh Baitul maal, seperti dari pengelolaan sumber daya alam, ghanimah, fa'i, wakaf, kharaj, dan lainnya. Dengan sumber dana yang cukup dan pemerintah yang amanah, maka tidak mustahil mitigasi bencana dapat terselenggara dengan optimal dan dapat meminimalisir dampaknya.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media


Sabtu, 03 Februari 2024

Penanggulangan Bencana ala Islam, Optimal dan Maksimal



Tinta Media - Berbagai bencana alam yang saat ini kerap menimpa sejumlah wilayah Indonesia, terjadi bukan tanpa sebab. Selain sudah kehendak Allah Swt. bencana ini juga terjadi karena kerusakan alam yang disebabkan ulah tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, peran negara untuk mencegah dan menanggulangi bencana harus dilakukan dengan upaya keras, agar dampak bencana bisa diminimalisir.

Terkait hal itu, Pemkab Bandung mempersiapkan logistik, peralatan evakuasi dan kebutuhan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, serta meminta pemerintah kecamatan hingga desa dan kelurahan untuk waspada dan responsif terhadap bencana. Pemkab juga sudah menyiapkan anggaran BTT (Belanja Tidak Terduga) sebesar Rp20 miliar untuk penanganan pasca bencana. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama antara masyarakat, BPBD, TNI, dan POLRI dalam penanggulangan bencana.

Bencana alam yang datang silih berganti tidak bisa dianggap hal yang biasa. Selain merusak infrastruktur, juga membahayakan nyawa manusia. Oleh karena itu, sebagai motor sebuah negara, pemerintah betul-betul harus serius menangani persoalan bencana ini dalam upaya penanggulangannya.

Walaupun segala kebutuhan penanggulangan bencana sudah disiapkan, termasuk anggaran BTT yang tidak sedikit, tetapi yang menjadi kekhawatiran adalah apakah anggaran sebesar itu betul-betul digunakan untuk penanggulangan bencana?

Jika melihat fakta di lapangan saat bencana terjadi, biasanya logistik yang sudah ada dalam anggaran hanya disiapkan ala
kadarnya, tidak sesuai dengan BTT yang diajukan. Akhirnya, anggaran yang disiapkan seperti menghilang dan mitigasi yang dilakukan tidak mampu menyentuh pada akar permasalahan yang sesungguhnya.

Inilah kenyataan yang kita hadapi ketika sistem sekuler kapitalisme diterapkan dalam mengatur aspek kehidupan. Salah satunya penanggulangan bencana. Sistem yang berorientasi pada asas manfaat dan materi ini menjadikan penguasa materialistis, sehingga abai terhadap kehidupan rakyat dan pelestarian lingkungan.

Sistem yang rusak ini membuat penguasa tunduk pada pemilik modal. Salah satunya dengan pengesahan UU Cipta kerja yang sarat kepentingan pemilik modal. UU ini tidak ada keberpihakan pada rakyat kecil dan juga kelestarian lingkungan. Akhirnya, para pemilik modal bebas mengeksploitasi SDA dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memikirkan dampak buruk yang akan terjadi bagi alam dan masyarakat.

Selain itu, berdasarkan catatan Republika.co.id, dana penanggulangan bencana kerap disalahgunakan oleh para pemangku kepentingan, mulai dari oknum pejabat pemerintah, legislatif, hingga pihak swasta. 

Seperti kasus korupsi pada proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di daerah terdampak tsunami di Palu, dana penanganan gempa tsunami di Nias, dana penanganan tanah longsor di Majalengka, korupsi logistik bencana Kudus, proyek dana renovasi gedung pendidikan terdampak gempa di NTB, dan masih banyak lagi kasus korupsi lainnya.

Banyaknya kasus korupsi pada anggaran bencana ini, menjadi bukti bahwa sistem sekuler kapitalisme adalah sumber masalah dari ketidakmampuan pemerintah dalam menanggulangi bencana alam. Alhasil, anggaran tersebut disalahgunakan, dijadikan ladang bagi tikus berdasi untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Jadi, seberapa pun besar anggarannya, kalau penguasanya tidak amanah, maka penanganan pasca bencana tetap ala kadarnya.

Kasus korupsi yang semakin marak di negeri ini, selain karena kurang pengawasan dari pemerintah dan penegak hukum dalam pencairan dana dan pendistribusian logistik penanganan bencana, juga tidak ada hukuman yang maksimal, yang mampu membuat efek jera untuk pelaku korupsi. Bagaimana rakyat bisa tertangani dengan baik jika masih banyak tangan-tangan usil yang mencuri hak rakyat?

Karena itu, dibutuhkan sistem aturan yang mempunyai anggaran tetap untuk masalah tanggap darurat dalam berbagai bencana, dengan tanggung jawab penuh terhadap keselamatan dan pemulihan mental masyarakat serta lingkungan pasca bencana. Sistem itu adalah sistem Islam.

Pemerintah harus belajar dari sistem Islam (khilafah). Dalam sistem ini, rakyat selalu menjadi prioritas. Negara wajib meriayah (mengurusi) rakyat, dalam kondisi apa pun, termasuk saat bencana terjadi. 

Pemahaman bahwa manusia dan alam tidak bisa dipisahkan, betul-betul harus dipahami oleh umat Islam. Maka dari itu, Allah Swt. menurunkan Islam bukan hanya sebagai agama ritual saja, tetapi sebagai sebuah ideologi yang mampu memecahkan problematika kehidupan.

Termasuk pencegahan dan penanganan pasca bencana, Islam memiliki mekanisme sebagai berikut:

Pertama, adanya pemimpin yang memiliki mafhum ra'awiyah atau pemahaman mengurus. Pemahaman ini menjadikan penguasa sadar betul bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Pemimpin seperti ini akan berpikir keras dan bekerja optimal agar kebijakannya tidak membahayakan lingkungan dan manusia. 

Ini termasuk juga amanah dalam menggunakan anggaran penanggulangan pasca bencana. Anggaran tersebut akan sepenuhnya dialokasikan untuk kebutuhan rakyat. Pemimpin sepenuhnya sadar bahwa ada Allah Ta'ala terus mengawasinya. Maka dari itu, dia tidak akan meninggalkan celah sedikit pun untuk tangan-tangan usil perampok hak rakyat seperti dalam sistem sekuler kapitalisme. 

Sistem Islam mempunyai sanksi berat bagi pelaku pencuri uang rakyat (koruptor), yaitu hukuman potong tangan, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain.

Kedua, semua pihak harus menyadari bahwa Allahlah pemilik alam semesta. Sehingga, penguasa dan masyarakat tahu bagaimana  pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan, dengan tidak merusaknya, tidak boleh berlebihan, dan tidak boleh zalim. Maka, jika manusia masih nekat berbuat zalim terhadap alam, maka Allah dengan kekuasaan-Nya, akan memberi peringatan kepada manusia melalui bencana alam. 

Selain itu, pemanfaatan SDA wajib terikat syari'at, harus dilakukan dengan berserikat karena merupakan harta kepemilikan umum. Harta ini tidak boleh dikuasai oleh pihak asing, swasta, pemilik modal, oligarki, dan teman-temannya. 

Rasulullah bersabda, "Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, yakni air, rumput, api, harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah). 

Penguasa bertindak sebagai pengawas, agar dalam pemanfaatan SDA tidak menimbulkan bahaya (dharar).

Oleh karena itu, jangan pernah menaruh harapan hidup sejahtera pada sistem sekuler kapitalisme. Hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, pencegahan dan penanganan pasca bencana dapat dilakukan dengan optimal dengan anggaran yang maksimal. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media


Senin, 29 Januari 2024

Bencana Datang Berganti Akibat Hutan Di Alih Fungsi



Tinta Media - Indonesia di sebut sebagai paru-paru dunia, dengan berbagai keragaman flora dan fauna yang hidup dan tumbuh dengan baik di dalam hutan. Banyaknya jumlah hutan lindung dan beriklim tropis menjadi nilai lebih Indonesia dari negara lain. Namun sayangnya jumlah hutan di Indonesia kini semakin berkurang, lahan yang awalnya berisikan pepohonan dan berbagai macam tanaman kini beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, bahkan di jadikan objek wisata.

Dalam laman CNN Indonesia (12/01/2024) - Catatan Akhir Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Region Sumatera menunjukkan Riau mengalami deforestasi hutan sebanyak 20.698 hektare selama tahun 2023. Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring, mengatakan bahwa angka ini lebih luas dibandingkan dengan kondisi 5 tahun terakhir.

Pada tahun 2023 hutan di Riau hanya tersisa 1.377.884 ha, sebab kurang lebih 57% daratan di Riau telah di jadikan Investasi. Tercatat pemerintah memberikan perizinan kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 hutan tanaman industri, 2 hak pengusahaan hutan, dan 19 pertambangan. Walhi juga mencatat luas kebun kelapa sawit di Riau yang berada dalam kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar. Boy menilai bahwa perizinan ini di dukung dan di fasilitasi oleh UU nomor 6 tentang Cipta kerja, sehingga bisa menjadikan kawasan hutan sebagai lahan perkebunan.

Sistem Kapitalis Yang Mengutamakan Keuntungan 

Hilangnya hutan tentu akan menimbulkan sejumlah bencana yang akan berulang, selama hutan belum berfungsi sebagai mana semestinya maka, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya akan terus terjadi, hal ini pasti akan menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat, terutama kawasan yang sudah menjadi langganan bencana. Masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa, pembelajaran sekolah di liburkan, serta rentan terkena penyakit.

Penguasa yang sudah berulang kali menghadapi problematika ini harusnya tahu bahwa tidak ada solusi lain kecuali mengembalikan fungsi hutan seperti sedia kala. Namun mereka seakan menutup mata dengan kesulitan dan kerugian yang dialami masyarakat. Beginilah wajah asli kapitalisme yang tamak dan rakus, alih fungsi lahan seperti ini tentu menghasilkan keuntungan yang besar, bahkan demi kepentingan, mereka bisa membuat kebijakan yang juga bernilai cuan walaupun di tentang banyak orang. Ini merupakan hasil dari penerapan sistem demokrasi, yang mengutamakan kepentingan dan keuntungan dari para pemilik modal.

Islam Mengelola Lahan dan Hutan

Negara Islam menggunakan syariat Islam sebagai sumber hukum. Sebab Allah Swt sebagai pencipta tentu lebih mengerti tentang ciptaannya. Hukum buatan manusia sudah jelas dan terbukti hanya menimbulkan kerugian dan kesengsaraan, sebab hukum di buat berdasarkan kepentingan, dan keuntungan sehingga bisa berubah sesuai dengan keinginan pembuatnya. Berbeda dengan hukum Islam yang adil dan tidak merugikan manusia.

Pemimpin dalam Islam disebut Khalifah, yang bertugas sebagai pelayan umat, yang melindungi, menjamin dan memastikan segala macam kebutuhan umat terpenuhi. Khalifah tidak mengutamakan kepentingan dirinya atas masyarakat dan tidak pula membuat kebijakan yang akan memberikan dirinya banyak keuntungan.

Dalam Islam terdapat 3 sistem kepemilikan lahan, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memperbolehkan individu memiliki dan mengolah lahan, baik untuk pertanian, perkebunan maupun perikanan. Sedangkan kepemilikan umum merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas, maka negara akan bertugas sebagai pengelola, dan keuntungannya akan di gunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Negara tidak akan memberikan izin untuk individu maupun swasta menguasai sumber daya alam ini.

Untuk kepemilikan negara, merupakan tanah tanpa pemilik atau yang tidak di urusi dan di olah selama 3 tahun, maka negara akan mengambil alih untuk di kelola dan di manfaatkan, hak kepemilikan juga akan hilang sebab di biarkan selama 3 tahun. Negara juga bisa memberikan lahan ini kepada orang yang membutuhkan dengan syarat harus di kelola dan di manfaatkan dengan benar.

Negara juga akan memberikan sanksi tegas terhadap pihak yang melanggar aturan, seperti penebangan hutan secara liar, membakar hutan untuk membuka lahan, atau segala hal yang akan menimbulkan kerugian pada masyarakat, maka akan di adili sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian kehidupan masyarakat menjadi lebih terjamin, hutan dan ekosistem alam juga tetap terjaga.

Khatimah

Syariat Islam sangat mengutamakan kemaslahatan umat, menjaga keseimbangan alam tanpa merusak atau merugikan pihak mana pun. Berbeda dengan sistem Kapitalis yang rela melakukan berbagai cara demi meraih kepentingan dan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa peduli kerugian yang akan di alami masyarakat. Mari kembali pada sistem Islam menuju peradaban yang mulia dan gemilang.
Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audin Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)

Sabtu, 27 Januari 2024

Bencana Berulang, Saatnya Muhasabah Massal


Tinta Media - Indonesia dengan keindahan alam yang luar biasa nyatanya dinobatkan menjadi salah satu negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencananya paling tinggi. Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022. 

Kepala BNPB Letjen Suharyanto menyampaikan, kejadian bencana alam didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, serta cuaca ekstrem. Ia merinci bahwa ada 1.802 karhutla, 1.170 bencana banjir, 1.155 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi. (CNNIndonesia.com/12/01/24)) 

Dari banyaknya bencana di atas, ratusan orang meninggal dunia, puluhan orang hilang, ribuan orang luka-luka, jutaan orang yang menderita dan harus mengungsi. Bencana alam pada periode 2023 lalu juga mengakibatkan kerugian yang luar biasa. Di antaranya banyak rumah penduduk dan fasilitas masyarakat yang rusak parah. 

Terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global menjadikan cuaca ekstrem terjadi di Indonesia. Bulan Januari ini Indonesia tengah berada di musim penghujan. Tak ayal, hujan pun sering turun di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun, hujan yang mestinya membawa berkah nyatanya justru membawa musibah. Banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Kerinci-Jambi, Riau, dan beberapa wilayah lain baru-baru ini masih menjadi masalah dan PR bagi pemerintah (baik daerah maupun pusat) terkait mitigasi yang dilakukan, mengingat musibah ini kerap berulang kali terjadi. 

Kapitalisme-Sekuler Lahirkan Kerusakan Alam

Nyatanya, semua bencana termasuk banjir sangat erat kaitannya dengan kerakusan manusia saat ini. Adanya tata kelola ruang yang asal-asalan, atau pembangunan wilayah atas kepentingan oligarki dan swasta yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam tentu akan membawa dampak buruk pada alam sekitar. Ini akan terus terjadi selama sistem kehidupan manusia masih menggunakan sistem kapitalisme-liberal yang dibangun atas asas pemisahan agama dari kehidupan. 

Negara yang seharusnya menjadi instrumen utama dalam tata kelola pembangunan justru abai. Negara dengan sistem kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan dan cenderung lalai atas dampak terhadap lingkungan, termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata, dan sebagainya.

Kerusakan terjadi di mana-mana, menimpa siapa pun, termasuk alam. Alam pun seolah enggan dikelola berdasarkan sistem batil kapitalisme-sekuler ini. Jangan salahkan alam yang murka, karena kerusakan alam ini tersebab ulah tangan manusia. Alhasil, datang bencana yang membuat rakyat menderita. 

Upaya negara dalam mitigasi bencana juga terkesan lamban, sehingga rakyat yang menjadi korban bencana alam ada dalam kondisi terlunta-lunta dan menderita. Belum lagi minimnya pasokan makanan dan kebutuhan layanan kesehatan yang seharusnya dijamin negara. Ini menambah permasalahan rakyat di tengah bencana yang terjadi. 

Islam Rahmat bagi Seluruh Alam

Bencana merupakan sebuah peringatan dari Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, ketika manusia tak lagi mau taat terhadap hukum-hukum Allah. Kondisi ini bisa menjadi muhasabah bagi setiap muslim, khususnya bagi negara Indonesia yang notabene mayoritas muslim terbesar di dunia. Terlebih, ketika kita sadar bahwa saat ini Indonesia tidak menerapkan hukum Islam secara kaffah. 

Teringat kisah ketika terjadi bencana alam berupa gempa pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Umar berkata kepada rakyatnya, "Wahai, Manusia, apa ini? Apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, Aku tak akan bersama kalian lagi!" 

Saat itu, Umar mengingatkan kaum muslimin untuk menjauhi maksiat dan segera bertobat kepada Allah. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat dan penguasa saat ini melakukan muhasabah massal dan kembali kepada hukum-hukum Allah yang diterapkan secara sempurna dalam sistem Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. 

Dengan tegaknya Khilafah, akan lahir individu yang memiliki ketakwaan yang tinggi dan masyarakat yang Islami. Dengan begitu, tidak akan ada individu yang rakus dan mengedepankan kepentingan pribadi atau sekelompok golongan untuk menguasai lahan, karena Khilafah akan mengatur sistem kepemilikan berdasarkan Islam. 

Masyarakatnya pun akan menjadi masyarakat yang peduli dan saling mengingatkan satu sama lain, misal ketika ada individu yang sengaja membuang sampah di sungai atau melakukan penebangan hutan secara ilegal maka masyarakat lain harus menegur dengan cara yang ahsan, dengan begitu konsep amar makruf nahi mungkar akan terlaksana dengan baik. Selain itu, negara Khilafah akan menerapkan seluruh hukum Syariat Islam tanpa terkecuali, membuat aturan dan kebijakannya berdasarkan syariat Islam.

Begitu pun dengan pengelolaan SDA, tata kelola pembangunan, pemungsian lahan, pariwisata, dll, akan dikelola untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat, serta yang terpenting adalah menjaga dan tidak membuat kerusakan pada alam dan lingkungan sekitar. 

Upaya mitigasi bencana akan dilakukan pemerintah dengan dua cara yaitu saat pra bencana yang merupakan upaya untuk mencegah penduduk dari bencana. Misalnya memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi rawan bencana, pembangunan bendungan, kanal, tanggul, pemecah ombak, membangun bangunan tahan gempa, melakukan reboisasi, pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, tata kota dengan drainase yang baik dan sesuai amdal. 

Khilafah juga akan membentuk Tim SAR (search and rescue) yang cakap dan handal serta melengkapinya dengan peralatan yang canggih. Selain itu posko kesehatan, dapur umum dan pengungsian juga akan tersedia dengan segera tanpa menunggu waktu lama. Khalifah akan menjamin para pengungsi atau korban bencana mendapatkan pasukan makanan dan kesehatan yang memadai. 

Mental recovery juga akan diberikan kepada para korban bencana melalui penguatan iman dan takwa. Terakhir negara Khilafah juga akan memperbaiki wilayah atau lingkungan yang terdampak bencana alam. Demikianlah mekanisme negara Khilafah dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga bencana alam tidak terus berulang. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media)


Minggu, 21 Januari 2024

Bencana Berulang Akibat Kebijakan Pembangunan Kapitalisme




Tinta Media - Bencana yang terjadi di dalam negeri kita bagaikan momok yang tidak bisa di atasi. Karena setiap tahunnya terus saja terjadi. Mirisnya bencana yang terjadi bukan hanya muncul karena faktor alamiah, namun ternyata banyak diakibatkan karena pembangunan yang dilakukan secara serampangan. 

Seperti di kuti dari media CNN Indonesia – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir. Banjir menggenangi ribuan rumah dan fasilitas umum seperti jalan, masjid dan sekolah. Sebanyak 29 SMA di Riau meliburkan siswa mereka karena ruang kelas terendam, begitu juga untuk sekolah dasar (SD). BPBD Riau sudah melakukan evakuasi warga, mendistribusikan bantuan logistik seperti beras, gula, sarden, kain sarung, dan juga air mineral. Kemudian mendirikan dapur umum dan posko pengungsian. 

BPBD juga mencatat bencana Karhutla sepanjang tahun 2023 paling banyak. Terjadi sebanyak 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun 2022. Indonesia sendiri merupakan negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencana paling tinggi. 1.802 karhutla. 1.170 bencana banjir. 1.115 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi. Dalam ribuan bencana itu terdapat 267 orang meninggal dunia, 33 orang hilang, 5.785 mengalami luka-luka, serta ada 9.002.975 orang menderita dan mengungsi. Sementara ada 34.832 rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana alam pada periode 2023. Kemudian 426 fasilitas pendidikan rusak, 380 fasilitas peribadatan rusak, dan 71 fasilitas Kesehatan rusak. Kerusakan juga turut terjadi pada 127 kantor dan 249 jembatan. 

Belum lagi soalan banjir. Banjir terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Semuanya erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Inilah model pembangunan yang di bangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan termasuk tata Kelola secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan sebagainya. Seperti di kota yang seharusnya menjadi daerah serapan, namun ternyata sudah rentan dengan adanya pemukiman. Hutan dan tumbuhan yang seharusnya menjadi penyelamat manusia dengan serapan airnya, kini berubah menjadi pemukiman, fasilitas umum seperti jalan, sekolah dll. 

Tentu karena sangat pesatnya pembangunan yang dilakukan, baik oleh pemerintah setempat maupun perusahaan-perusahaan yang ada, yang mana kebanyakan tujuan mereka adalah untuk investasi. Berbagai pembangunan tersebut dilakukan sering kali tidak memperhatikan dampak yang akan terjadi ke depan, demi mengejar materi. Inilah ciri pembangunan ala kapitalisme yang membuka mata untuk kepentingan dan keuntungan, sedangkan menutup mata terhadap dampak lingkungan dan tata Kelola secara keseluruhan. 

Allah dengan tegas mengatakan dalam firmannya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhanmu memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman (QS.Al-A’raf : 85).” 

Namun nyatanya dalam sistem kapitalisme sekarang ini, dalil maupun hadits tidak lagi menjadi acuan. Mereka dengan pongah membuat aturan sendiri, dan merusak lingkungan tanpa henti. Allah juga menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa sifat manusia memang terbukti suka membuat kerusakan seperti dalam QS. Al-Baqarah : 205 yang artinya “ Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” 

Tentu yang menjadi korban adalah masyarakat dari ulah tangan mereka yang sudah Allah jelaskan, khususnya masyarakat kecil. Bukan hanya soalan kehilangan barang atau perabotan rumah, namun tak sedikit yang meregang nyawa akibat bencana yang terjadi. Belum lagi ada penyakit-penyakit yang muncul pasca bencana, seperti diare dll. 

Jelas fasad akibat pembangunan ala kapitalisme yang mengakibatkan aturan hanya mengedepankan dan memprioritaskan hawa nafsu mereka semata. Fasad ini telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). 

Kebijakan pembangunan dalam Islam mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap baik dan asri. Jelas sangatlah berbeda dengan pembangunan di dalam Islam. Islam tidak hanya mengatur perkara ibadah ritual saja, namun Islam adalah agama yang paling kompleks dalam mengatur tata kehidupan (sempurna), termasuk mengatur tata kelola pembangunan. Dalam Islam aspek materi bukanlah tujuan, acuan dalam pembangunan Islam adalah kesesuaian dengan syariat Islam dan kemaslahatan umat. Pemerintah akan menganalisis dan memikirkan matang-matang terkait proyek yang akan di bangun, berdampak baik atau justru berdampak buruk bagi masyarakat ke depan. 

Apalagi Islam sangat peduli terhadap lingkungan, bukan hanya terhadap manusia saja, namun kepada semuanya. Termasuk hewan dan tumbuhan sehingga alam yang kita pijak ini tetap aman dan bersih. Tujuan pembangunan dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan umat, bukan yang lain. 

Jika kita melihat banyaknya musibah yang terjadi, tentu tidak lepas dari peran seorang khalifah atau penguasa. Penguasa sebagai pengurus rakyat harus menjalankan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan kemauan hawa nafsu, apalagi kemauan investor. Pembangunan fasilitas publik seperti sekolah, masjid, pasar, dll. Akan diatur dengan memperhatikan lokasi pemukiman sehingga masyarakat dengan mudah mengakses fasilitas tersebut, tanpa merusak lingkungan yang ada. Seperti misalnya hasil hutan boleh saja dimanfaatkan, baik berupa kayu maupun daunnya, tetapi harus benar-benar dikaji sehingga tidak menimbulkan dampak buruk ke depan. 

Khalifah atau penguasa menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga pembangunan yang dilakukan berdasarkan syariat Islam. Tidak hanya tertata dengan baik sehingga menghasilkan kenyamanan bagi masyarakat, namun juga tata kelolanya bahkan menjadi peradaban Islam. Sebagaimana pembangunan dalam Islam menjadi pusat politik, ekonomi, pemerintahan, dan tak kalah penting adalah sebagai pusat studi agama.
 Wallahu a’lam bi-asshawab.

Oleh : Rahma Al- Tafunnisa
Sahabat Tinta Media 
 

Selasa, 28 November 2023

Bencana Berulang, Bukti Kegagalan Mitigasi Ala Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menggelar apel siaga mengenai antisipasi dan mitigasi bencana. Acara ini diikuti oleh berbagai instansi dan dipimpin oleh PLT Gubernur Jabar, Bey Machmudin. Apel digelar terkait potensi bencana banjir, longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Bandung yang wilayahnya terdapat dataran rendah, seperti Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, Majalaya dan pegunungan cukup tinggi seperti Ciwidey, Pangalengan, Cimenyan dan Kertasari.

Cakra mengatakan bahwa kita harus siap menghadapi musim penghujan dan harus mewaspadai adanya bahaya bencana. Oleh karena itu, pihaknya mengonsolidasikan di internal lingkup Pemda Bandung dengan jajaran Forkopimda dan jajaran dari Provinsi di bawah kordinasi dan arahan dari BPBD Provinsi. Sehingga, masyarakat siap melaksanakan, baik mitigasi maupun penaggulangan bencana saat musim hujan.

Musim hujan yang selama ini dinanti akhirnya datang juga. Sudah beberapa bulan hujan tak turun, sekali turun malah membuat banjir. Akan tetapi, di negeri ini, terjadinya banjir saat hujan datang sudah lumrah mm. Apalagi jika intensitas hujan yang tinggi bisa menyebabkan daerah aliran air, seperti sungai tidak lagi dapat menahan curah air hujan, akhirnya bisa beresiko banjir bandang dan tanah longsor di daerah yang rawan bencana.

Bencana banjir dan tanah longsor di negeri ini menjadi permasalahan yang belum bisa diatasi dengan maksimal. Lagi dan lagi, curah hujan selalu dikambinghitamkan ketika bencana ini datang. Padahal, hujan adalah berkah dari langit yang Allah Swt. turunkan untuk makhluk di muka bumi.

Namun, saat ini musim hujan menjadi momok yang menakutkan karena bisa mengakibatkan banjir yang kemudian bisa berdampak buruk karena banyak pemukiman yang terendam, memicu masalah kesehatan, fasilitas umum terganggu, kegiatan ekonomi tersendat, dan bahkan bisa merenggut nyawa.

Sebetulnya banjir dan tanah longsor bisa disebabkan oleh beberapa faktor. 

Pertama, faktor alam, seperti curah hujan yang tinggi, erosi tanah, kapasitas tanah serapan air rendah, posisi daratan yang rendah, dan kenaikan permukaan air laut. 

Kedua, faktor manusia, seperti terjadinya penyumbatan saluran air karena penumpukan sampah, penebangan pohon ilegal, dan pemakaian lahan serapan air.

Bencana yang terjadi karena faktor alam adalah sudah menjadi ketentuan dari Allah Swt. dan manusia tidak mampu mengendalikan. Akan tetapi, bencana akibat faktor manusia harusnya bisa dicegah  dan ditanggulangi agar banjir dan tanah longsor tidak terus terjadi.

Banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di negeri ini membuktikan bahwa pemerintah kurang serius melaksanakan antisipasi dan mitigasi bencana, terutama di daerah-daerah rawan bencana. Harus diakui bahwa budaya nyampah di negeri ini sulit diubah. 

Selain itu, alih fungsi lahan akibat pembangunan yang jor-joran di kawasan penyangga air terbilang tinggi. Banyak lahan pesawahan berubah menjadi industri dan perumahan-perumahan. Reklamasi besar-besaran dan penambangan pasir terus terjadi. Aktivitas tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi daya dukung lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada bencana ekologis secara berulang dan meluas. 

Inilah kenyataan ketika pemerintahan dikelola dengan sistem kapitalisme. Penguasa telah berhasil melegalkan asing ataupun aseng untuk mengintervensi undang-undang, membuat pengambilalihan fungsi lahan sebagai pengatur keseimbangan. 

Dalam sistem ini, pemerintah hanya sebagai pembuat regulasi saja dan lebih mementingkan kepentingan korporasi, bukan rakyatnya. Sistem kapitalisme ini mempunyai prinsip kebebasan berekonomi sehingga pemerintah membebaskan para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, mereka punya andil besar terhadap kerusakan alam yang terjadi di negeri ini.

Sistem pemerintahan Islam tentu saja memiliki kebijakan yang canggih dan efisien. Islam mempunyai seperangkat aturan yang sempurna karena berasaskan Al-Qur'an dan as.Sunnah dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah soal antisipasi dan mitigasi bencana banjir dan tanah longsor. 

Pertama, jika banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air hujan, maka khalifah akan membangun bendungan-bendungan berbagai tipe.

Kedua, khilafah akan membuat kebijakan  untuk pembangunan-pembangunan, menyediakan lahan serapan air atau drainase yang memadai. Jika ada yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan khalifah, maka akan dikenakan sanksi berat karena telah melanggar hak rakyat dan menimbulkan kemudaratan.

Ketiga, jika ada korban akibat bencana, maka khilafah akan dengan sigap menangani para korban untuk segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman dengan menyediakan segala kebutuhan, seperti makanan, pakaian, tenda, dan kebutuhan medis.

Khilafah akan terus mengupayakan agar rakyatnya merasa aman dan nyaman, termasuk dalam hal antisipasi dan mitigasi bencana. Khilafah tidak akan membiarkan banjir dan tanah longsor atau bencana lainya terus terjadi tanpa solusi yang pasti. Oleh karena itu, khilafah akan sangat berhati-hati terhadap pembangunan infrastuktur yang sejatinya dibangun untuk kebutuhan rakyat. Jangan sampai malah merusak kondisi alam sehingga menjadi malapetaka di masa yang akan datang.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR.Bukhari). 

Atas dasar itulah, seorang khalifah akan selalu terikat dengan syariah Islam dalam kepemimpinannya. Baginya tanggung jawabnya bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga pada Sang Pemilik Alam Semesta. Maka dari itu, khalifah akan tercegah dari konflik kepentingan dalam kebijakan-kebijakannya.

Sungguh, hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, keberkahan dari langit dan bumi akan didapatkan. Sudah saatnya kaum muslimin berbenah diri, sebelum datang isyarat langit yang lebih dahsyat. Khilafahlah yang mampu menjauhkan manusia dari bencana di dunia dan di akhirat. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
(ibu rumah tangga)

Kamis, 09 November 2023

Islam Solusi Tuntas untuk Mengatasi Bencana dan Perubahan Iklim



Tinta Media - Direktorat  Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementrian Sosial Republik Indonesia memfasilitasi pembentukan kampung bedas siaga bencana. Daerah yang ditunjuk adalah Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg dan Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Kedua desa ini merupakan daerah yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan yang rentan terhadap bencana alam.

Para pengurus dari kedua kampung bedas siaga bencana ini telah dikukuhkan oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna pada gelaran apel kesiapsiagaan bencana di lapangan desa Daerah Kecamatan Nagreg, pada hari Kamis (05/10/2023). Ini merupakan upaya serta langkah nyata untuk menanggulangi dan mengantisipasi apabila bencana tersebut akan terjadi.

Untuk antisipasi bencana terhadap perubahan iklim tersebut tidak bisa ditangani oleh pemerintah setempat saja, tetapi harus melibatkan berbagai pihak atau unsur, di antaranya  elemen masyarakat atau komunitas, unsur akademik, dunia usaha atau bisnis, serta media massa.

Untuk mengantisipasi bencana tersebut, Bupati Bandung Dadang Supriatna menginstruksikan kepada sejumlah pihak dan gerakan  untuk menggalakkan program wajib menanam pohon, minimal dua pohon kepada setiap warga. Bupati juga mengajak semua masyarakat untuk ikut melaksanakan salat sunnah bersama, yaitu salat Istisqa', dengan harapan agar negeri ini terbebas dari musim kemarau yang berkepanjangan, serta segera diberikan hujan.

Hal tersebut dianggap sebagai upaya efektif dan merupakan langkah yang baik, serta bisa mencegah bencana apabila itu terjadi, walaupun dampak tersebut akan dirasakan kelak setelah beberapa tahun kemudian.

Sebagai seorang muslim, harusnya kita menyadari bahwa Allah Swt. sudah memberikan keberkahan dari langit dan bumi beserta isinya kepada umatnya. Akan tetapi, keberkahan tersebut justru dirusak oleh manusia itu sendiri tanpa disadari sehingga menimbulkan berbagai kerusakan. Contohnya, menebang hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit, gunung-gunung dijadikan tempat wisata dan perumahan penduduk, dan lain sebagainya.

Berbagai bencana terjadi disebabkan oleh ulah manusia yang memang saat ini mengadopsi sistem sekuler-kapitalis, yang hanya mengedepankan keuntungan semata bagi para pemilik modal, tanpa peduli dengan berbagai efek yang ditimbulkan. Padahal semua berimbas pada manusia ataupun alam. 

Di negeri kita yang tercinta ini pun penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme liberalisme telah memberikan kebebasan kepada individu, terutama para pemilik modal, baik lokal maupun asing. Mereka boleh memiliki lahan sebanyak-banyaknya, mengeksplorasi dan mengeksploitasinya demi mendapatkan cuan. 

Alhasil, lahan-lahan tersebut dijadikan peluang bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang besar setelah dijadikan resto, cafe, villa, berbagai destinasi wisata dan lainnya. Tujuannya untuk mengeruk banyak keuntungan pribadi atau kelompok saja, tanpa memikirkan bagaimana dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi.

Padahal, hutan merupakan jantung serta paru-paru dunia, sehingga apabila dialihfungsikan, maka keseimbangan dan kelestarian alam pun akan terganggu, dan mengundang bencana.

Dalam sistem Islam, individu diperbolehkan memiliki harta sebanyak banyaknya, kecuali harta milik umum yang secara sifat jumlahnya berlimpah ruah, seperti kekayaan bahan tambang, minyak bumi, dan sebagainya. Ada juga barang-barang yang sifatnya tidak dapat dimiliki oleh pribadi, seperti sungai, laut, gunung, dan sebagainya, karena hal-hal tersebut  merupakan milik kaum muslimin seluruhnya. Sehingga, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada perorangan ataupun kelompok orang. Negaralah yang berwenang mengelola untuk kemaslahatan rakyat.

Dari hal ini, bisa disimpulkan bahwa hanya sistem Islamlah yang akan mampu menjadi solusi hakiki untuk mencegah bencana akibat perubahan iklim, serta akan melindungi alam semesta beserta isinya.

Allah Swt. berfirman,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Dan Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar." (TQS. Ar Ruum (30): 41).
Wallahu"Allam Bisawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Rabu, 05 Juli 2023

Shalat Berjama'ah Dianggap Membahayakan Sekularisme, Ustadzah Iffah: Bencana Bagi Umat Islam

Tinta Media - Peringatan Kementerian Pendidikan di Perancis bahwa shalat berjama'ah dianggap bisa membahayakan nilai sekularisme yang dipraktekkan oleh Prancis, dinilai bencana bagi umat Islam.

"Shalat berjama'ah dianggap bisa membahayakan nilai sekularisme yang dipraktekkan oleh Perancis. Ini merupakan bencana bagi umat ini," ujar Aktivis Muslimah Ustadzah Iffah Ainur Rochmah dalam Muslimah Talk: Ketika Anak-anak Muslim Di Prancis Dilarang Shalat di Sekolah, Jumat (30/6/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Ia menyesalkan, untuk menjalankan shalatnya hari ini anak-anak kaum muslim di Prancis sudah mendapatkan tantangan yang luar biasa. "Kurikulum pendidikan di sana tidak menghendaki adanya identitas tertentu pada semua siswa yang sekolah di sekolah-sekolah umum," ungkapnya.

Ustadazh Iffah menuturkan, sesungguhnya Perancis dalam kampanyenya senantiasa mengunggulkan sekularisme, kebebasan dan nilai-nilai penghormatan terhadap hak asasi manusia tanpa membedakan ras, suku, bangsa maupun agama tetapi realitanya begitu banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa nilai sekularisme justru menjadikan Islam dan ajaran Islam sebagai sasaran tembaknya.

Ia menilai, pernyataan resmi yang disampaikan oleh menteri pendidikan Prancis agar melakukan intervensi terhadap semua sekolah-sekolah agar tidak ada lagi aktivitas ibadah yang mencirikan identitas agama tertentu di sekolah ini adalah pengingkaran. 

"Jikalau mereka jujur, ini adalah hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan maupun penghormatan terhadap hak asasi manusia yang mereka kampanyekan," ungkapnya.

Menurutnya, peristiwa ini membuktikan betapa dunia hari ini memiliki kebencian yang luar biasa terhadap kaum muslimin dan terhadap ajaran Islam. 

"Kenapa demikian? Karena sesungguhnya yang memberikan sikap negatif terhadap pelaksanaan ajaran agama Islam bukan hanya Perancis tetapi berbagai negeri-negeri di dunia barat mereka menunjukkan penolakan dan kebencian yang luar biasa terhadap pelaksanaan ajaran Islam," cetusnya.

"Sesungguhnya apa yang menimpa kaum muslimin baik anak-anak kaum Muslimin yang ada di Perancis maupun saudara-saudara Muslim dan Muslimah yang ada di berbagai negeri-negeri di Eropa, adanya diskriminasi kekerasan dan seterusnya," ujarnya. 

Perlu Junnah

Ustdazah Iffah mengatakan hal ini bisa menjadi satu pelajaran penting bahwa umat Islam di seluruh dunia membutuhkan adanya junnah. "Adanya pelindung yang akan memastikan dan memfasilitasi pelaksanaan hukum-hukum Syariah," tegasnya.

Ia mengutip sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Sesungguhnya seorang Imam seorang pemimpin seorang khalifah tidak lain adalah perisai yakni dimana orang-orang bisa berlindung di belakangnya dan orang-orang bisa berperang dengan menggunakan senjata berupa perisai".

Ia mengingatkan bahwa seorang Muslim hari ini tidak boleh lagi percaya kepada nilai-nilai liberal dan sekularisme bahwa sekularisme cocok untuk siapa saja dan sekularisme tidak akan menyakiti muslim dan tidak akan menghalangi muslim untuk menjalankan agamanya selama ajaran agamanya ini tidak dibawa ke ranah politik.

Bahwa sekularisme adalah menolak agama dalam urusan politik tetapi dari peristiwa yang terjadi pada Muslim di Prancis maupun di berbagai belahan dunia maka sekularisme bukan hanya menolak agama untuk masuk ke dalam politik. "Tetapi sekularisme ingin menjauhkan manusia dari agamanya di berbagai aspek kehidupan," tegasnya.

 "Artinya sekularisme adalah pemahaman yang mengajarkan kepada manusia untuk sama sekali tidak menggunakan agama atau bahkan menolak agama berperan dalam berbagai sisi kehidupannya," jelasnya.

Menurutnya, umat Islam saat ini membutuhkan kembali hadirnya sistem pemerintahan Islam dibanding pemerintahan sekuler. Dengan pemerintahan Islam akan memiliki seorang imam yang benar-benar menjadi junnah. 

"Seorang imam yang benar-benar untuk memastikan pelaksanaan seluruh hukum-hukum syariat dan menolak berbagai bentuk sekularisme dari seluruh sisi kehidupan umat manusia," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Kamis, 08 Juni 2023

Ketika Longsor Melanda, di Mana Tanggung Jawab Negara?

Tinta Media - Lempar bola sembunyi tangan, begitulah kira-kira yang terjadi saat ini dalam penanganan jalan KM 171 yang longsor di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan akibat aktivitas pertambangan yang aktif di sekitar wilayah tersebut. Manisnya keuntungan batu bara dirasakan oleh mereka, tetapi pahitnya ditelan bulat-bulat oleh masyarakat. Memang miris, tetapi ini realita!.

Sudah delapan bulan berlalu, tetapi penanganan longsor jalan KM 171 Tanah Bumbu masih belum terlihat perbaikannya. Protes yang dilakukan rakyat seolah-olah masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Lantas, apa yang menjadi kendalanya?

Satu bulan terakhir media ternama di Kalimantan Selatan berupaya untuk melobi pihak sekretariat negara, tetapi hanya menteri PUPR Basuki yang merespon. 

“Hal yang menjadi kendala utama dalam penangannya ialah belum adanya tindak lanjut atau kepastian dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara kementerian ESDM terkait pertanggungjawaban longsor yang terjadi.”

Namun hal yang patut kita soroti yaitu ketika ditanyakan seperti apa instruksi pemerintah atas  tragedi KM 171? Sontak pihak kementrian PUPR tidak menjawab. 

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka yang peduli terhadap nasib rakyat.
Belum adanya titik terang mengenai penanganan longsor semestinya mampu membuka mata hati rakyat bahwa ada yang tidak beres dengan penerapan peraturan hari ini.

Perpu demi perpu dikeluarkan. Tujuannya mengatur hilir mudik pertambangan. Akan tetapi, nyatanya ketika persoalan di depan mata, sekelumit aksi belum juga dilakukan. Artinya, kerusakan di depan mata, tetapi nihil aksi dalam penyelesaian. 

Negara sebagai institusi terbesar seharusnya tidak gagap dalam mengatur urusan masyarakat. Sebab, kewenangan terbesar ada di tangan negara. Jika negara sudah turun tangan mengatur, maka segala persoalan dengan mudah di-clearkan. Akan tetapi, ini hanya ilusi di negara yang mengadopsi sistem sekuler-kapitalis.

Pemisahan antara agama dan kehidupan sudah menjadi aktivitas masyarakat. Mereka mengadopsi hukum Islam ketika melaksanakan ibadah spiritual, perkwinan, dan hak waris. Terkungkung dalam lingkaran aturan buatan manusia menjadi momok menakutkan. Barang kali bagi sebagian orang yang awam dengan peraturan Islam, mengambil Islam sebagai solusi dalam penyelesaian masalah, termasuk masalah longsor di jalan KM 171 adalah sangat riskan.

Kasus jalan KM 171 hanya satu dari sekian banyak infrastruktur jalan yang rusak dan bahkan sudah berlangsung lama. Ini menjadi bukti lalainya negara dalam membiayai pembaharuan infrastruktur dan kurang tegasnya negara menindaklanjuti aturan pertambangan di negeri yang menerapkan sistem politik demokrasi.

Ini berbeda 360 derajat dengan penerapan sistem Islam. Dalam Islam, pemimpin ditempatkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan masyarkaat karena dalam Islam seorang penguasa atau pemimpin merupakan pelindung rakyat. Ia akan diminntai pertnaggungjawaban kelak di hari kiamat atas amanah kepimpinan yang diembannya. Karena itu, amanah kepemimpinan dalam Islam diberikan kepada individu yang berkompeten dan komitmen tinggi.

Khalifah Umar bin Khathab adalah seorang pemimpin dalam sistem Islam yang sangat memerhatikan keamanan dan kenyamanan infrastruktur rakyat. Beliau pernah mengatakan, "Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan yang rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Swt. 'Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?'”

Dalam Islam, pembangunan jalan harus baik dan gratis dengan tujuan untuk melayani kemaslahatan publik. Tidak seperti sistem hari  ini, pembangunan jalan untuk memuaskan nafsu para pemilik modal yang  bengis.

Penerapan ekonomi Islam untuk pengaturan penggunaan sumber daya alam dalam membiayai pembangunan infrastruktur harus dijalankan. Islam mengatur negara untuk  menyediakan anggaran mutlak dalam pembangunan infrastruktur termasuk jalan. Ada atau tidaknnya kekayaan negara, pengadaan infrastruktur tetap wajib dilaksanakan. Dengan penerapan syariat Islam, negara mampu menyediakan infrastruktur dengan kualitas terbaik secara gratis.

Wallahu A’lam Bishshawwab

Oleh: Rika Yuliana, S.IP
Aktivis Muslimah

Rabu, 15 Maret 2023

Kepri Berduka, Bagaimana Seharusnya?

Tinta Media - Musibah atau bencana bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Kita tidak bisa memintanya maupun menghindarinya sedikitpun. Sedih dan pilu, pasti dirasakan. Sebagaimana yang dialami oleh saudara kita di Kampung genting, Desa Pangkalan, Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna. 

Bencana tanah longsor yang terjadi telah mengakibatkan 10 orang meninggal, puluhan orang dinyatakan hilang dan sebagian tempat tinggal mereka tertimbun tanah.

Kejadian serupa juga terjadi di Batam, seorang sekuriti dinyatakan meninggal karena tertimbun longsor di daerah Tanjung Sengkuang, Batu Ampar. 

Musibah atau bencana memang bagian dari kuasa dan kehendak Allah SWT yang tidak bisa dihindari. Akan tetapi, sebagai orang beriman kita harus sabar dan ikhlas menerimanya. Karena apapun yang terjadi, musibah sekalipun pasti ada hikmah kebaikannya. Hal tersebut sebagai bukti maha Rahman dan Rahimnya Allah kepada HambaNya. Allah pasti menghendaki segala kebaikan untuk hambaNya. Sebagaimana hadits Nabi yang artinya, “Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan mengujinya dengan musibah”. (HR. Bukhari 5645).

Apabila kita perhatikan, bencana yang terjadi sepertinya bukan karena faktor alam semata. Longsor, seperti yang telah kita sebutkan di atas, tidak semata disebabkan oleh cuaca elstrem dan intensitas curah hujan yang cukup tinggi serta kondisi tanah yang labil. Namun justru lebih erat kaitannya dengan faktor manusia yang tidak ramah terhadap alam termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik dan eksploitatif serta tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.

Curah hujan tinggi tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi. Akan tetapi faktanya atas nama peningkatan pembangunan seperti proyek pelebaran jalan dan pembangunan perumahan, hutan-hutan ditebangi, bukit-bukit diratakan, sehingga lahan resapan semakin berkurang, sehingga banjir dan longsor tidak bisa dihindari. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 41, yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Begitulah tabiat asli dari sistem kapitalisme. Kebijakan penguasa cenderung berpihak pada kepentingan pemilik modal. Adapun pembangunan yang dilakukanpun hanya berorientasi pada kepentingan segelintir orang. Inilah yang menjadi sumber dari berbagai kerusakan dan mengundang bencana.

Sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam lahir dari keimanan dan ketundukan pada zat yang maha pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Apabila syariat Islam diterapkan secara keseluruhan maka akan terwujud keseimbangan dan keharmonisan antara alam semesta, manusia,dan kehidupan. Kemudian bicara masalah tata kelola hutan pertanian, perairan, pemukiman dan pembangunan akan diselaraskan dengan pola pelestarian alam.

Di samping itu, tidak diperkenankan melakukan perusakan ekosistem yang mengganggu keseimbangan alam. Hal tersebut di dalam Islam dianggap sebagai kemaksiatan.

Penguasa dalam Islam, betul-betul berperan sebagai pelayan umat, mengurusi kepentingan rakyatnya, dengan menerapkan aturan Islam secara totalitas dalam seluruh aspek kehidupan, dan menetapkan sumber daya alam termasuk hutan dan sungai sebagai kepemilikan umum. Sehingga tidak boleh dinikmati oleh swasta dan segelintir orang, tapi di kelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyatnya.

Ketika Islam diterapkan selama 13 abad lebih lamanya tidak pernah terjadi bencana yang penyebabnya dari luar faktor alam. Adapun musibah atau bencana yang terjadi pada masa itu statusnya benar-benar sebagai musibah dan ujian bukan dampak dari kerusakan dan ketamakan manusia terhadap lingkungan.

Oleh karena itu, untuk mencegah berbagai musibah tidak ada cara lain kecuali dengan menerapkan aturan Allah secara paripurna dalam institusi sebuah negara yaitu khilafah. Allahu’alam Bisshowab.

Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd.
Penulis, Pengasuh Kajian Mutiara Umat

Minggu, 19 Februari 2023

Tanggap Darurat Bencana Terbaik, Hanya Ada Dalam Sistem Islam


Tinta Media - Beragam bencana terus menyapa dunia. Gempa bumi, longsor, banjir, cuaca ekstrim dan yang lainnya. Belum lama, terjadi gempa besar yang mengguncang Turki dan Syuriah, pada Senin, 6 Februari 2023 lalu. Korban tewas mencapai lebih dari 41.132 orang (CNBC.com, 15/2/2023). Dan kemungkinan bisa berlipat-lipat dari angka tersebut. Masih banyak korban dalam pencarian. Karena terkendala banyaknya puing reruntuhan bangunan dan dinginnya cuaca, sehingga proses pencarian pun mengalami berbagai hambatan.

Tak hanya di Turki dan Suriah, gempa pun dialami Papua. Selama awal tahun 2023, Papua telah 1000 kali diguncang gempa (CNNIndonesia.com, 9/2/2023). Lebih dari 2000 orang mengungsi, 4 orang meninggal dunia, dan sedikitnya 55 bangunan rusak sebagai dampak dari gempa 5,4 SR yang mengguncang Papua 9/2/2023 lalu.

Namun, menyedihkan, para korban bencana tak mendapatkan bantuan sesegera mungkin. Seperti yang terjadi di Suriah, korban gempa kesulitan memperoleh bantuan gempa internasional. Karena negara Suriah tengah menghadapi sanksi berat dari Amerika Serikat dan Eropa (cnbcindonesia.com, 9/2/2023). Sementara pihak Suriah terus menyerukan penarikan sanksi karena membutuhkan bantuan dengan segera. Berbeda dengan Turki yang dengan mudah mengakses bantuan internasional. Sementara di Papua, korban bencana baru mendapatkan bantuan setelah beberapa hari pascagempa. Miris.
Korban gempa adalah kumpulan individu yang membutuhkan bantuan sesegera mungkin. 

Masalah ini merupakan masalah urgent karena berurusan dengan hidup dan matinya seseorang. Namun sayang, dominasi ideologi kapitalisme dikuatkan dengan sekat-sekat negara (nation state) telah membuat kesulitan bagi seluruh kaum muslimin. Batas-batas "khayali" (imajiner) yang diciptakan barat telah membuat kaum muslimin terpecah belah. Akhirnya kaum muslimin bak buih di lautan. Jumlahnya banyak, namun tak memiliki kekuatan. Semua ini berdampak negatif pada kehidupan kaum muslimin. Saat kaum muslimin ditimpa musibah, dan membutuhkan bantuan dengan cepat, terkendala oleh kekuatan politik negara adidaya dunia. Dan hal ini menjadi penghalang. Inilah yang terjadi di Suriah.

Ideologi kapitalisme yang saat ini diterapkan dalam kehidupan dunia menjadikan negara setengah hati mengurus kepentingan umat. Seperti yang terjadi di Papua, rakyat yang terdampak gempa baru mendapat bantuan setelah beberapa hari pasca kejadian. Bahkan bantuan yang datang pun berasal dari lembaga-lembaga sosial bukan dari negara. 

Disamping itu, para penguasa yang mengunjungi lokasi terdampak bencana, tampaknya hanya sebatas pencitraan semata.
Selayaknya negara menjadi perisai utama bagi seluruh rakyat. Menjadi pelindung terdepan saat terjadi bencana. Semua dilakukan demi melaksanakan perintah Allah SWT., yaitu menjaga rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Seharusnya negara menjadikan rakyat sebagai amanah bukan beban. Hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem Islam. Sistem yang melaksanakan setiap jengkal kehidupan berdasarkan syariat Islam. Aturan-aturan yang diterapkan dalam sistem Islam bersumber dari akidah Islam. Yang memprioritaskan segala kepentingan umat. Agar umat senantiasa terjaga setiap kepentingan, keamanan dan jiwanya. Tak ada satupun yang terzalimi dalam sistem Islam.

Rasulullah SAW. bersabda,
" Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya" (HR. Bukhori Muslim).

Dalam sistem Islam, negara adalah institusi khas yang dapat optimal mengupayakan seluruh kebutuhan seluruh umat. Termasuk dalam mengupayakan penanggulangan bencana. Negara pun senantiasa siaga dalam menangani setiap dampak bencana. 

Segalanya disiapkan negara, mulai dari mitigasi bencana, anggaran khusus bencana, dan segala kebutuhan umat yang berkaitan dengan tanggap darurat bencana. Sebagai bentuk cerminan keimanan kaum muslimin, selayaknya kita yakin bahwa musibah adalah ketetapan Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, manusia memiliki kesempatan untuk berupaya menghindar atau berusaha meminimalisir segala dampak bencana. Seluruh usaha preventif dan kuratif bencana disiapkan oleh negara. Usaha preventif, seperti pemetaan wilayah layak huni atau tidak. Usaha kuratif, misalnya mengalokasikan bantuan bencana dengan cepat dan tepat sasaran. Demi mengurangi dampak terburuk yang mungkin akan terjadi.

Betapa sempurnanya penjagaan Islam terhadap seluruh umatnya. Selayaknya kaum muslimin tak memandang Islam sebelah mata. Kaum muslimin tak boleh meragukan sedikitpun pengaturan dan pemeliharaan umat ala sistem Islam yang meniscayakan penjagaan dan keamanan yang terbaik untuk seluruh umat dunia.
Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor











Tanggap Darurat Bencana Terbaik, Hanya Ada Dalam Sistem Islam

Tinta Media - Beragam bencana terus menyapa dunia. Gempa bumi, longsor, banjir, cuaca ekstrim dan yang lainnya. Belum lama, terjadi gempa besar yang mengguncang Turki dan Syuriah, pada Senin, 6 Februari 2023 lalu. Korban tewas mencapai lebih dari 41.132 orang (CNBC.com, 15/2/2023). Dan kemungkinan bisa berlipat-lipat dari angka tersebut. Masih banyak korban dalam pencarian. Karena terkendala banyaknya puing reruntuhan bangunan dan dinginnya cuaca, sehingga proses pencarian pun mengalami berbagai hambatan.

Tak hanya di Turki dan Suriah, gempa pun dialami Papua. Selama awal tahun 2023, Papua telah 1000 kali diguncang gempa (CNNIndonesia.com, 9/2/2023). Lebih dari 2000 orang mengungsi, 4 orang meninggal dunia, dan sedikitnya 55 bangunan rusak sebagai dampak dari gempa 5,4 SR yang mengguncang Papua 9/2/2023 lalu.

Namun, menyedihkan, para korban bencana tak mendapatkan bantuan sesegera mungkin. Seperti yang terjadi di Suriah, korban gempa kesulitan memperoleh bantuan gempa internasional. Karena negara Suriah tengah menghadapi sanksi berat dari Amerika Serikat dan Eropa (cnbcindonesia.com, 9/2/2023). Sementara pihak Suriah terus menyerukan penarikan sanksi karena membutuhkan bantuan dengan segera. Berbeda dengan Turki yang dengan mudah mengakses bantuan internasional. Sementara di Papua, korban bencana baru mendapatkan bantuan setelah beberapa hari pascagempa. Miris.
Korban gempa adalah kumpulan individu yang membutuhkan bantuan sesegera mungkin. 

Masalah ini merupakan masalah urgent karena berurusan dengan hidup dan matinya seseorang. Namun sayang, dominasi ideologi kapitalisme dikuatkan dengan sekat-sekat negara (nation state) telah membuat kesulitan bagi seluruh kaum muslimin. Batas-batas "khayali" (imajiner) yang diciptakan barat telah membuat kaum muslimin terpecah belah. Akhirnya kaum muslimin bak buih di lautan. Jumlahnya banyak, namun tak memiliki kekuatan. Semua ini berdampak negatif pada kehidupan kaum muslimin. Saat kaum muslimin ditimpa musibah, dan membutuhkan bantuan dengan cepat, terkendala oleh kekuatan politik negara adidaya dunia. Dan hal ini menjadi penghalang. Inilah yang terjadi di Suriah.

Ideologi kapitalisme yang saat ini diterapkan dalam kehidupan dunia menjadikan negara setengah hati mengurus kepentingan umat. Seperti yang terjadi di Papua, rakyat yang terdampak gempa baru mendapat bantuan setelah beberapa hari pasca kejadian. Bahkan bantuan yang datang pun berasal dari lembaga-lembaga sosial bukan dari negara. 

Disamping itu, para penguasa yang mengunjungi lokasi terdampak bencana, tampaknya hanya sebatas pencitraan semata.
Selayaknya negara menjadi perisai utama bagi seluruh rakyat. Menjadi pelindung terdepan saat terjadi bencana. Semua dilakukan demi melaksanakan perintah Allah SWT., yaitu menjaga rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Seharusnya negara menjadikan rakyat sebagai amanah bukan beban. Hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem Islam. Sistem yang melaksanakan setiap jengkal kehidupan berdasarkan syariat Islam. Aturan-aturan yang diterapkan dalam sistem Islam bersumber dari akidah Islam. Yang memprioritaskan segala kepentingan umat. Agar umat senantiasa terjaga setiap kepentingan, keamanan dan jiwanya. Tak ada satupun yang terzalimi dalam sistem Islam.

Rasulullah SAW. bersabda,
" Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya" (HR. Bukhori Muslim).

Dalam sistem Islam, negara adalah institusi khas yang dapat optimal mengupayakan seluruh kebutuhan seluruh umat. Termasuk dalam mengupayakan penanggulangan bencana. Negara pun senantiasa siaga dalam menangani setiap dampak bencana. 

Segalanya disiapkan negara, mulai dari mitigasi bencana, anggaran khusus bencana, dan segala kebutuhan umat yang berkaitan dengan tanggap darurat bencana. Sebagai bentuk cerminan keimanan kaum muslimin, selayaknya kita yakin bahwa musibah adalah ketetapan Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, manusia memiliki kesempatan untuk berupaya menghindar atau berusaha meminimalisir segala dampak bencana. Seluruh usaha preventif dan kuratif bencana disiapkan oleh negara. Usaha preventif, seperti pemetaan wilayah layak huni atau tidak. Usaha kuratif, misalnya mengalokasikan bantuan bencana dengan cepat dan tepat sasaran. Demi mengurangi dampak terburuk yang mungkin akan terjadi.

Betapa sempurnanya penjagaan Islam terhadap seluruh umatnya. Selayaknya kaum muslimin tak memandang Islam sebelah mata. Kaum muslimin tak boleh meragukan sedikitpun pengaturan dan pemeliharaan umat ala sistem Islam yang meniscayakan penjagaan dan keamanan yang terbaik untuk seluruh umat dunia.
Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Kamis, 01 Desember 2022

Gempa Cianjur, IJM: Otoritas Mitigasi Bencana Tidak Melaksanakan Tupoksi dengan Baik

Tinta Media - Terkait gempa Cianjur, Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai otoritas mitigasi bencana tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik.

"Kejadian gempa Cianjur Senin kemarin menunjukkan bagaimana otoritas mitigasi bencana seperti BMKG, BNPB, PPMBG tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik," tuturnya dalam Aspirasi Rakyat: Ada Acara Relawan Jokowi di GBK, Ditengah Cianjur Berduka? Di kanal YouTube Justice Monitor, Ahad (27/11/2022). 

Menurutnya, kinerja otoritas mitigasi bencana yang sudah dibekali dengan dana APBN belum menggembirakan dalam menghindari korban jiwa dan kerugian ekonomi. Karena selain dibekali APBN, otoritas mitigasi bencana Indonesia seperti BMKG juga banyak mendapat bantuan teknologi dan bantuan teknik teknis dari internasional. "Namun BMKG belum sesuai harapan yaitu memberikan peringatan dini bencana terutama di daerah rawan bencana," ujarnya.

Berkenaan dengan musibah ini, IJM menyatakan turut berbelasungkawa dan prihatin yang mendalam atas musibah ini. 

Ia mengingatkan, meski musibah ini menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan rida dengan qada yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Maka atas dorongan iman, musibah harus kita sikapi dengan lapang dada, bersabar, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan semuanya kepada Allah zat yang Mahakuasa," tukasnya.

Jadi, lanjutnya, semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong umat untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariat-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan yang diwajibkannya. "Penolakan terhadap Allah dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam segala aspek kehidupan adalah bukti sikap durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya.

Ia juga menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya untuk menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan. Termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada. "Pemerintah harus bertanggung jawab dengan kelalaian ini dan melakukan langkah-langkah kongkret terkait pencegahan kemungkinan terjadinya bencana serupa di masa yang akan datang," paparnya.

Ia juga menyerukan agar umat Islam peduli terhadap penderitaan saudaranya dan mengulurkan bantuan apa saja yang bisa diberikan. 

Ia juga berharap semoga musibah ini bisa menghapus dosa para korban, menghantarkan pada derajat syahid untuk yang meninggal. "Dan memberi hikmah kepada kita untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, zat yang menciptakan alam semesta ini, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara," tandasnya.[] Ajira

Ahmad Sastra: Inilah Manfaat Saintifik Pembacaan Bencana Alam Secara Geologis

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa beberapa manfaat saintifik dari pembacaan bencana alam secara geologis yang harus dilakukan oleh otoritas negeri ini.

“Inilah manfaat saintifik dari pembacaan bencana alam secara geologis yang harus dilakukan oleh otoritas negeri ini sebagai ikhtiar yang terukur,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (30/11/2022).

Pembacaan gempa bumi secara geologis dan geografis ini akan memberikan manfaat saintifik dan edukatif. Ia memaparkan manfaat saintifik sebagai berikut:

Pertama, pemerintah sebaiknya memberikan edukasi gempa kepada masyarakat sejak dini dan dilakukan oleh para ahli geologis.
“Usaha edukatif ini bisa melalui proses penyadaran kepada masyarakat pada umumnya, maupun melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun  perguruan tinggi dengan menjadikan tema gempa sebagai salah satu mata pelajaran,” paparnya.

Menurutnya, hal tersebut bertujuan untuk melakukan edukasi berkelanjutan bagi masyarakat dan usia dini. “Literasi gempa ini sangat penting mengingat posisi geologis negara ini,” ujarnya.

Kedua, negeri ini harus belajar dari Jepang yang telah memiliki manajemen gempa yang sangat maju. Teknologi di Jepang menghasilkan pendataan yang baik dan negara hadir cepat di saat akan terjadi gempa. “Sistem peringatan dini gempa juga harus menjadi perhatian serius otoritas wilayah yang sering terjadi gempa. Ketika bencana gempa bumi melanda Jepang, tepatnya di kawasan Prefektur Fukushima, Rabu, 16 Maret 2022 pukul 23.36 waktu setempat, sistem peringatan dini bisa berjalan dengan baik dan merata,” ungkapnya.

Ia mengatakan dengan mengirimkan sebuah tangkapan layar sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo tersebut, sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi setempat. 

“Pemberitahuan akan terjadinya gempa itu masuk ke handphone  tiap warga 10 menit atau 5 menit sebelum terjadinya gempa. Bunyi peringatan itu mirip suara alarm sehingga warga bisa berlindung dan mencari perlindungan sejak dini,” katanya.

Ketiga, otoritas wilayah atau pemerintah harus memiliki perencanaan bangunan rumah penduduk yang tahan gempa sebagaimana dilakukan oleh otoritas Jepang.
“Dalam konstruksi bangunan di Jepang, ada tiga prinsip konstruksi agar bangunan lebih tahan terhadap gempa, antara lain struktur dengan sistem anti seismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi,” bebernya.

Menurutnya, rumah anti gempa tersebut dibuat dengan bahan kayu, bukan tembok. Kayu memiliki kelebihan untuk mereduksi gempa sehingga bangunan tidak mudah roboh. “Rumah yang terbentuk dari kayu terlihat banyak dibuat di Jepang yang terkenal dengan negara yang kerap ditimpa musibah gempa bumi,” tuturnya.

Secara geografis, Indonesia berada di wilayah lingkaran api Pasifik atau cincin api Pasifik (ring of fire), yakni daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapu yang mengelilingi cekungan Samudera Pasifik, di mana merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. 

“Posisi ini secara geologis akan sangat rawan gempa bumi. Posisi geologis ini secara logika akan terus menyebabkan gempa bumi, entah kapan dan di daerah mana,” ujarnya.

Aspek Teologis

Dr. Ahmad Sastra mengatakan secara teologis, bencana alam seperti gempa yang terjadi di Cianjur memiliki dua dimensi, yakni gempa sebagai ujian dan gempa sebagai bentuk peringatan Allah bagi manusia.

“Secara saintifik gempa disebabkan pergerakan lempeng bumi, dan yang menggerakkannya adalah Allah, bahkan yang meletuskan gunung juga Allah. Peristiwa ini telah tertulis dalam catatan Allah di Lauhul Mahfudz,” tuturnya.

Ia menyatakan Firman Allah Swt. dalam Qur’an Surat An-Naml ayat 75 yakni tiada sesuatu pun yang gaib di langit dan di bumi melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).

“Maka gempa bumi yang terjadi adalah qodho atau takdir dari Allah semata sebagai bentuk ujian bagi orang-orang beriman,” ucapnya.

Selain sebagai ujian, ia mengatakan bahwa gempa bumi juga bentuk peringatan keras dari Allah atas pelanggaran manusia..
“Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya dalam rangka memberikan peringatan kepada manusia agar kembali kepada jalan Allah dan hanya menyandarkan harapan kepada Allah,” katanya.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan manusia kepada ketaatan hukum syariat Allah serta tidak kufur nikmat. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab