Tinta Media: Bencana
Tampilkan postingan dengan label Bencana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bencana. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 November 2024

Hujan Membawa Berkah, Bukan Bencana



Tinta Media - Allah SWT  berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41, yang artinya: 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena perbuatan manusia ...."

Tamu di musim hujan datang lagi. Setiap penghujung tahun, hujan kerap turun mengguyur negeri ini. BMKG memprediksi akan turun hujan dalam beberapa hari ke depan dengan intensitas tinggi dan mengeluarkan imbauan bagi masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati.

Tidak bisa dimungkiri, daerah yang sering terkena banjir pasti siap siaga karena luapan air dari sungai Citarum sering meluap menggenangi rumah warga, seperti kampung Dayeuhkolot, kampung Andir, kampung Bojong Asih dan daerah sekitarnya.

Kali ini yang terkena banjir adalah Desa Banjaran Wetan.
Nampak lumpur masih mengendap mengotori pemukiman warga yang berdekatan dengan sungai Cigalugutug, Banjaran. Sejumlah warga juga terlihat masih melakukan evakuasi perabotan dan membersihkannya dari lumpur.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir belum tepat sasaran. Hal ini butuh solusi yang langsung pada akar permasalahan, mengapa banjir bisa menjadi tamu setiap tahunnya?

Bencana banjir memang bukan perkara baru. Masalahnya, setiap musim hujan pasti terjadi langganan banjir. Kerugian materi maupun moril pun sudah tak terhitung lagi. Mau tidak mau, masyarakat harus legowo dengan keadaan ini. 

Banyak faktor penyebab terjadinya banjir selain faktor alam. Ada andil tangan manusia di dalamnya, mulai dari hutan yang banyak ditebang sehingga penyerapan air berkurang, lahan-lahan produktif dibangun untuk perumahan-perumahan ataupun pabrik-pabrik. Belum lagi tempat-tempat pariwisata dan infrastruktur lainnya. Semua itu tidak lain adalah ulah tangan manusia sendiri.

Di sistem yang diemban saat ini, kebijakan pembangunan kapitalistik sangat ekploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. Sejatinya hujan mendatangkan rahmat, bukan bencana. Curah hujan yang tinggi pun tidak akan jadi masalah jika lingkungan terjaga.

Maka dari itu, butuh solusi yang mampu menuntaskan masalah banjir ini hingga tuntas sampai ke akar-akarnya. Kalau hanya setengah-setengah, banjir akan terus menggenangi rumah warga setiap musim hujan tiba.

Hanya Islamlah yang mampu menuntaskan permasalahan yang terjadi saat ini, termasuk bencana banjir. Allah SWT telah menciptakan alam semesta beserta dengan kegunaannya. Adanya keseimbangan yang harmoni antara manusia dengan alam tanpa merusak atau mengubahnya akan mengantarkan pada kesejahteraan dan ketenteraman hidup. Wallahu 'alam bish shawwab.




Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media

Senin, 21 Oktober 2024

Kekayaan Alam Berlebih, Bencana atau Berkah

Ķ


Tinta Media - Berbagai macam sumber daya alam di Indonesia sangat memungkinkan untuk menyejahterakan seluruh rakyat jika pengelolaannya dilakukan dengan cara yang benar. Namun, ibarat kampung kumuh di atas gunung emas, rakyat justru hidup dalam kesengsaraan. Nyatanya, di negeri ini tak ada satu pun sumber daya alam yang pengelolaannya diperuntukkan kepada rakyat. Semuanya dikomersialisasi sesuai.

Inilah alasan mengapa negeri yang subur dan kaya ini malah menjadi tempat kumuh dengan taburan problema kehidupan yang senantiasa menghiasi perjalan siklus kehidupan.
Entah sampai kapan negeri ini menjadi buruh di rumah sendiri. Tak paham atau tutup mata, tutup telinga atas apa yang diketahui, bukannya mendongkrak pemahaman rakyat agar layak menjadi pengelola sumber daya yang ada, penguasa malah membuka lahan bagi para investor untuk menanamkan modal sehingga berujung pada penggadaian dan pengalihan kepemilikan.

Kegagalan negara dalam memetakan kekayaan alam berdampak pada munculnya berbagai macam bencana, seperti terjadinya longsor di lokasi penambangan. Bisa jadi, hal itu memakan korban jiwa, atau hilangnya kemanfaatan sumber daya alam karena ditambang oleh oknum tertentu tanpa batas. Hal ini menunjukkan adanya keruwetan dalam pengelolaan negara.

Dikutip dari media CNBC, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok warga negara asing (WNA) asal Cina. Mereka menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah.

Penyebutan kata illegal pada suatu agenda besar ibarat cuci tangan pemerintah atas persoalan pengurusan SDA yang tepat. Padahal, kasus seperti tambang ilegal merupakan hal yang berulang. Ini menunjukkan bahwa hukum di negeri yang katanya damai ini merupakan ilusi, hanya permainan dari orang-orang yang berkepentingan.

Sebuah kebohongan jika dikatakan bahwa negara tidak tahu seberapa besar potensi kekayaan alam di negeri ini. Seharusnya negara memiliki bigdata kekayaan/ potensi alam. Negara juga harus memiliki kedaulatan dalam mengelolanya.

Maka dari itu, negara bukan hanya wadah manusia berkumpul untuk saling mendominasi, tetapi di dalamnya harus diletakkan aturan yang tidak hanya mengurusi masalah kenegaraan, tetapi juga persoalan rakyat yang berada di bawah naungannya.

Sudah menjadi keharusan bahwasanya negara memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing ataupun pihak lain yang berniat merugikan negara. Negara juga harus memiliki pengaturan atas tambang, baik besar maupun kecil sesuai dengan standarisasi yang benar dan jelas.

Gambaran kehidupan sekarang memang jauh dari harapan karena dibimbing oleh ideologi kapitalis dengan asas manfaat. Ini berbanding terbalik dengan Islam ketika diterapkan. Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur tentang ibadah, tetapi juga terkait muamalah dan sanksi. Salah satunya adalah berkaitan dengan tata cara pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan standar Islam.

Masyarakat Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api. Ketiga hal tersebut cukup mencakup segala hal yang bisa menjadi penunjang kehidupan negara dan rakyat. Sehingga, melakukan pengrusakan terhadap ketiga hal tersebut merupakan bentuk kezaliman, sehingga harus diberi sanksi.

Kesadaran negara atas  potensi kekayaan alam mengharuskan  pengaturannya sesuai degan ketentuan Allah, selaras dengan keberadaan kekayaan alam itu sendiri, apakah dikelola individu atau negara, sehingga rakyat mendapatkan manfaat yang optimal dan mampu menyejahterakan rakyat. Tiga pilar tegaknya aturan akan menjamin pengelolaan yang baik dan tanggung jawab ataas berbagai hal terkait, seperti jaminan keselamatan dan sebagainya.

Hal ini takkan mampu dirasakan selama kita masih bergelut dengan sistem kapitalisme. Sistem ini terbukti semakin menjauhkan kita dari solusi mendasar, menjadikan kita tamak dan rakus dengan berbagai hal dalam kehidupan.

Padahal, Islam sudah menggambarkan dengan jelas bahwa manusia sudah ditentukan potensi dasarnya, serta cara menyalurkan agar sejalan dengan Islam. Dari bangun tidur hingga mengelola negara, Islam mempunyai cara. Maka, apa yang diragukan darinya sedangkan Allah sendiri yang menjamin kebenaran Islam? Wallahua'lam.


Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd
Sahabat Tinta Media

Selasa, 08 Oktober 2024

Cara Islam Menanggulangi Bencana Gempa Bumi


Tinta Media - Pasca gempa berkekuatan 5,0 magnitudo yang mengguncang Desa Cihawuk, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, sejumlah rumah warga mengalami kerusakan. 
Bakal Calon Wakil Gubernur Jawa Barat, Ilham Akbar Habibie, mengungkapkan bahwa Kertasari merupakan salah satu wilayah yang sangat rawan gempa, sehingga penting adanya regulasi untuk membangun rumah yang tahan gempa.
Adapun di desa ini terdapat 388 rumah yang rusak akibat gempa, dengan rincian 82 bangunan rusak berat, 150 rumah rusak sedang, dan 156 rumah rusak ringan.

Musibah gempa Kertasari berdampak begitu besar. Ratusan korban mengalami luka-luka dan kehilangan tempat tinggal sehingga terpaksa mengungsi.
Tidak optimalnya pemerintah dalam mengurusi korban gempa sangat terlihat, apalagi persoalan utama adalah rumah tinggal. Seharusnya pemerintah bergerak cepat untuk menyelesaikannya, mengingat Kertasari adalah sesar gempa. Sebab, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan segala sesuatu yang berbahaya bagi masyarakat.

Sistem kehidupan sekuler yang diterapkan negara hanya mencetak pemerintah yang terbiasa melakukan kelalaian. Karakter buruk ini tidak dapat dipisahkan dari cacat bawaan sistem yang diterapkan. Karakter sistem politik demokrasi dengan sistem kehidupan sekuler ibarat dua sisi pada mata uang, tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya saling mendukung sebagai pelaksana kebatilan.

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Penanganan bencana alam mengharuskan adanya manajemen agama yang jitu. Merujuk pada manajemen bencana dalam sistem Khilafah Islamiyah, ditemukan tiga kondisi penanganan, yaitu penanganan prabencana, saat terjadi bencana, dan sesudah bencana. 

Ilustrasi sederhana penanganan bencana yang dilakukan Khilafah Islamiyah dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ketika menangani masa paceklik yang menimpa jazirah Arab. Khalifah benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat.

Khilafah akan mengerahkan segala potensi untuk mengurus rakyat yang terkena bencana. Oleh karena itu, di dalam anggaran dan pendapatan belanja negara terdapat pos pengeluaran yang dikhususkan untuk penanganan bencana yang mencakup pembiayaan segala bencana yang menimpa rakyat, seperti gempa, kelaparan, dan sebagainya.

Sumber dananya berasal dari pos fa'i, kharaj, dan pos kepemilikan umum. Jika anggaran tersebut tidak mencukupi alias negara mengalami devisit, kekurangan diambil dari kaum muslimin melalui pungutan pajak. Hal ini diperbolehkan sebab syariah telah memerintahkan kaum muslimin untuk memberi makan orang yang kelaparan, menolong orang yang kesulitan, dan menyelamatkan orang dari bahaya.

Bencana membutuhkan penanganan yang cepat, sehingga negara dituntut untuk mengumpulkan dana dengan segera. Namun, jika dikhawatirkan terjadi dampak buruk karena harus menunggu penarikan pajak tadi, maka terlebih dahulu negara dapat mencari pinjaman. Setelah itu, utang tersebut dilunasi dari pajak yang dipungut dari kaum muslimin. Demikianlah cara pemimpin Islam dalam menanggulangi bencana gempa. Wallahua'alam bishshswab.




Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Jumat, 27 September 2024

Bencana Berulang Akibat Keserakahan Penguasa Curang



Tinta Media - Bencana gempa bumi di awal bulan September (5/9/2024) mengagetkan warga Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Gempa pertama berskala 2,8 magnitudo terjadi pada pukul 14.16 WIB dan gempa susulan berskala 3,1 magnitudo terjadi pada pukul 14.20 WIB. Sampai saat ini, belum ada laporan kerusakan bangunan akibat bencana tersebut. 

Menurut Hartanto, Kepala BMKG Wilayah II Tanggerang, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi ini merupakan gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar aktif wilayah setempat. Masyarakat pun diminta untuk waspada, tetap tenang, dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Bencana yang bisa datang dengan tiba-tiba membuat masyarakat was-was, karena tidak sedikit nyawa dan harta yang hilang akibat bencana. Salah satunya gempa bumi. Tentu yang paling bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan rakyat adalah penguasa. Maka dari itu, penguasa harus serius melakukan mitigasi bencana, agar dampaknya bisa diminimalisir. 

Secara geografis, negeri ini berada di kawasan ring of fire (cincin api) Pasifik, yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negeri rawan bencana, seperti gempa bumi, gunung meletus, ombak besar, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, tidak menjadi alasan bagi penguasa untuk berpangku tangan menerima kenyataan tanpa berusaha keras meminimalisir dampak bencana yang terjadi. Walaupun benar bahwa bencana yang terjadi adalah ketentuan Allah Swt., tetapi harus kita sadari bahwa bencana yang datang bisa jadi sebagai peringatan atau sinyal bagi manusia, seolah bumi berkata 'aku sedang tidak baik-baik saja'.

Jika melihat fakta, kerusakan bumi sudah terlihat jelas di depan mata. Banyak aktivitas manusia yang membuat bumi yang sudah tua ini rusak, seperti aktivitas pertambangan, pengerukan pasir, penggundulan hutan, pembangunan yang serampangan, aktivitas industri, dan banyak lagi yang lainnya. Tentunya aktivitas ini tidak dilakukan oleh individu masyarakat, melainkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang sudah mendapatkan izin dari penguasa.

Dalam sistem liberal kapitalisme, banyak sumber daya alam dikelola oleh swasta dan asing tanpa memperhatikan dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi dan merugikan masyarakat. Sistem ini, memberikan keleluasaan pada para pemilik modal besar untuk berinvestasi dan mengeksploitasi SDA. Alhasil, keuntungannya masuk ke kantong-kantong para oligarki. Lagi-lagi rakyat yang jadi korban keserakahan mereka, menyisakan lingkungan rusak yang bisa mengundang bencana alam.

Adapun usaha yang dilakukan oleh penguasa tidak lepas dari hitung-hitungan anggaran. Seharusnya penguasa menjauhkan dan membantu rakyat dari ancaman bencana alam. Berapa pun anggaranya, harus disediakan. Hal ini karena keamanan masyarakat menjadi salah satu dari tiga kebutuhan kolektif umat yang wajib disediakan penguasa. 

Kelalaian penguasa menangani bencana akan berbuah murka Allah Swt. Meski ajal adalah  rahasia Allah, tetapi menjaga jiwa, harta, dan darah rakyat adalah kewajiban negara dan tidak boleh terabaikan. Tidak cukup hanya memberikan imbauan-imbauan saja, masyarakat butuh jaminan keselamatan dari penguasa. Inilah bukti bahwa musibah ini datang karena keserakahan penguasa curang.

Berbeda dalam sistem Islam, upaya antisipasi dan mitigasi bencana adalah tanggung jawab penguasa, karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai ra'in dan junnah bagi rakyat yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Maka dari itu, khalifah akan serius mengupayakan agar dampak bencana bisa diminimalisir, di antaranya adalah:

Pertama, khalifah akan membuat kebijakan mengenai pengelolaan SDA yang sudah diatur oleh syariat Islam. SDA haram dikelola oleh individu, swasta ataupun asing. SDA adalah harta kepemilikan umum yang hanya boleh dikelola oleh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk jaminan kebutuhan pokok publik karena jika dieksploitasi oleh swasta dan asing, dengan seenaknya mereka merusak lingkungan.

Kedua, khalifah akan memberikan edukasi teknis dan dan edukasi ideologis. Edukasi teknis adalah upaya melindungi diri dari bencana, seperti berlindung di tempat yang aman dan tidak boleh panik saat terjadi bencana. Edukasi ideologis adalah adanya kesadaran bahwa musibah ini adalah qadha dari Sang Khalik sebagai peringatan bagi manusia atas dosa-dosa yang telah dilakukan, ketika segala sesuatu sudah diupayakan  sedangkan bencana tetap terjadi dan tidak bisa kita halangi. 

Ketiga, ketika terjadi bencana, khalifah akan dengan sigap untuk mengevakuasi masyarakat. Semaksimal mungkin upaya akan dilakukan untuk memberikan rasa aman dan menjamin segala kebutuhan pengungsi, mulai dari makanan, fasilitas kesehatan, pakaian, dan lain sebagainya.

Berapa pun anggaran yang dibutuhkan, akan disediakan oleh negara. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan menjadikan negara mampu memenuhi segala kebutuhan rakyat, tanpa tergantung kepada negara lain. Baitul mal adalah pengelola keuangan yang diperoleh dari pengelolaan SDA, zakat, fa'i, kharaj dan lain sebagainya. 

Maka dari itu, hanya sistem Islam yang mampu menghadirkan solusi yang menyentuh akar permasalahan, bukan solusi tambal sulam seperti dalam sistem kapitalisme. Seandainya umat manusia mau diatur oleh sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, mereka tidak akan was-was lagi menghadapi musibah yang datang. Andaikan umat manusia mau bermuhasabah atas musibah yang terjadi akibat ketidaktaatan kepada Sang Khalik dan memohon ampun kepada Allah Swt., maka Allah akan menurunkan rahmat-Nya dan memberikan keberkahan pada kita semua. Yakinlah, Dia adalah Sang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Wallahu'alam bishawab.




Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 21 Mei 2024

Bencana Banjir Berulang, Butuh Solusi Komprehensif


Tinta Media - Curah hujan yang tinggi memang kerap menjadi faktor penyebab bencana banjir di berbagai wilayah di Tanah Air. Namun, berulangnya musibah banjir tidak akan terjadi dan dampak dari bencana pun dapat diminimalkan apabila mitigasi bencana berjalan baik dan optimal. Sayangnya, lemahnya sistem mitigasi bencana di negeri kita berdampak pada terus berulangnya bencana yang merugikan masyarakat dan tak jarang menelan korban jiwa.

Bencana banjir tak terelakkan lagi di Desa Sambandate, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dikarenakan luapan air setinggi dua meter meluap dari Sungai Lalindu. Peristiwa itu pun mengakibatkan jalan Trans Sulawesi tidak bisa dilalui dan lumpuh total. (cnnindonesia.com 11/05/2024)

Sumatra Barat pun tak luput dari banjir, di Kabupaten Agam dilaporkan setidaknya 15 orang warga meninggal dunia dan 7 orang mengalami luka- luka akibat bencana banjir bandang. Data Tim Reaksi Cepat BPBD memaparkan sekitar 90 unit bangunan yang terdiri dari rumah warga, fasilitas umum, dan tempat usaha terendam banjir. (cnnindonesia.com 12/05/2024)

Sementara itu, musibah banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra Barat turut mengungkap fakta kelam praktik deforestasi yang makin meluas di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pantauan dan analisis citra satelit LSM Walhi Sumbar yang terbaru periode Agustus hingga Oktober 2023 mengungkap adanya indikasi penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 50 hektare di Nagari Padang Air dingin, Kabupaten Solok Selatan. Tak hanya itu, penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 16 hektare juga terjadi di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. (bbc.com 13/05/2024)

Bencana banjir yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia bisa terjadi karena faktor alam ataupun dikarenakan faktor kerusakan akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Berulangnya bencana banjir dengan memakan korban jiwa menunjukkan kepada kita bahwa upaya mitigasi belum dilakukan secara komprehensif. Tak dapat kita pungkiri, terjadinya bencana termasuk banjir dan longsor yang terjadi di negeri ini juga erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang diusung oleh negara. Negara yang bernaung dalam sistem kapitalis seperti saat ini menjadikan kebijakan yang diterapkan bersifat eksploitatif dan merusak.

Hal berbeda tentu akan kita temukan dalam negara yang berada dalam naungan ideologi Islam (khilafah). Kebijakan pembangunan dalam Islam tidak akan bersifat eksploitatif ataupun destruktif karena negara dalam Islam akan memperhatikan setiap kebijakannya dijalankan sesuai tuntunan syariat. Adapun mitigasi bencana secara komprehensif akan dilakukan oleh negara khilafah sebagai implementasi ri’ayah dan penjagaan negara kepada rakyatnya dalam rangka melestarikan alam dan lingkungan sekitar tempat masyarakat tinggal dan menjauhkan masyarakat dari bahaya dan kemudharatan. Negara khilafah akan benar- benar melaksanakan kedua fungsi tadi secara maksimal karena dorongan ketakwaan kepada Allah SWT. Wallahu ‘alam bishawab 

Oleh : Selly Amelia, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 19 Mei 2024

Bencana Bertubi-tubi Akibat Salah Sistem


Tinta Media - Telah terjadi banjir bandang dan lahar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Tim penolong bergerak mencari korban yang dilaporkan hilang.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)  mengevakuasi ratusan warga di tiga daerah di Sumatra Barat yang terdampak banjir ke sejumlah posko pengungsian, Senin (13/05). 

Menurut laporan  dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kota Padang, korban meninggal dunia akibat banjir lahar dingin gunung Merapi dan banjir bandang dari tiga wilayah provinsi Sumatera Barat mencapai 52 orang, Selasa (13/05) pukul 15.00 WIB.

Kepala SAR Kota Padang, Abdul Malik mengatakan bahwa tim pencarian hingga saat ini masih mencari keberadaan warga yang dilaporkan hilang yang diduga terseret arus banjir bandang. Pencarian dilakukan dari kota Padang panjang hingga aliran sungai Anai.

Adapun rincian korban yang meninggal adalah 22 orang dari Kabupaten Agam, 24 orang dari Kabupaten Tanah Datar, dua orang dari Kota Padang Panjang dan dua orang lagi dari Kabupaten Padang Pariaman serta dua orang di Padang, (BBC News Indonesia).

Basarnas mengatakan, ada tiga orang yang belum teridentifikasi dari jumlah tersebut, hingga total yang meninggal 52 orang. Banjir bandang ini juga mengakibatkan  kerusakan 193 rumah warga di Kabupaten Agam. Di Tanah Datar, sebanyak 84 rumah mengalami kerusakan berat dan ringan. Jalur lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok mengalami lumpuh total.

Miris, bencana alam terus berulang dan memakan banyak korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mitigasi bencana sehingga pencegahan dapat optimal, demikian pula upaya menyelamatkan masyarakat.

Banyaknya kerugian yang dirasakan warga akibat terjadinya bencana menambah penderitaan. Rakyat semakin memprihatinkan di tengah kondisi sulit seperti saat ini.

Sebetulnya, apa faktor penyebab terjadinya banyak bencana alam?  Di samping qadha Allah, tentu saja kita tidak bisa membuat pernyataan bahwasanya bencana banjir bandang dan lahar itu semata-mata hanya karena faktor alam. Sebuah persoalan harus dilihat dan dirunut secara detail pada aspek hulu, bukan hanya dilihat dari aspek hilir saja, sehingga penyelesaian atau solusi preventif yang efektif bisa didapatkan.

Ini karena di samping faktor alam, juga terdapat andil besar perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sehingga, perlu ditinjau dan dipahami lebih mendalam untuk mencari akar permasalahannya. Dari sini, kita bisa menemukan solusi yang hakiki dalam menyelesaikan persoalan bencana.

Jika ditelaah, bencana bertubi-tubi yang terjadi disebabkan oleh kebijakan dari negara. Semua berkaitan dengan sistem aturan negeri ini yang sekuler kapitalistik.

Semua kebijakan dibuat hanya demi meraup keuntungan segelintir orang tanpa peduli akibat yang dirasakan oleh rakyat banyak. Kebijakan pembangunan yang ugal-ugalan dengan dalih investasi telah membuat rakyat kecil menderita. Sementara, yang punya uang dan modal besar akan semakin kaya raya.

Tidak bisa dimungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan kelapa sawit, juga penambangan emas adalah pemicu rusaknya lingkungan. Belum lagi barang tambang yang lainnya. Semua bebas menjadi 'bancakan: para elite politik global.

Begitulah, pembangunan ala kapitalis yang berlandaskan manfaat dan keuntungan, pasti akan merugikan rakyat. Akibat dari kebijakan pembangunan yang eksploitatif, tentunya akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Hingga akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya bencana alam.

Dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler, hal ini wajar terjadi. Itu menjadi bukti rusaknya sistem hari ini.

Sebuah kezaliman terpampang  jelas di depan mata, dan rakyat pun menjadi korban. Begitulah bobroknya sistem sekuler demokrasi, aturan yang tidak memihak rakyat sama sekali.

Karena itu, perlu adanya sistem komprehensif sebagai solusi masalah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Islam datang sebagai solusi dari Allah Swt. untuk semua problematika kehidupan. Kebijakan pembangunan dalam Islam ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestarian alam.

Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat tanpa harus merusak lingkungan. Islam sangat menjaga keharmonisan lingkungan agar tetap seimbang.

Seorang Khalifah melakukan perbuatan dilandaskan pada keimanan pada Allah Swt, bukan karena manfaat dan keuntungan. Sehingga, pembangunan dalam Islam juga tidak eksploitatif ataupun destruktif. Semua pengelolaan dan kebijakan pembangunan diatur sesuai syariat Allah.

Dalam Islam, negara tidak akan menyerahkan sumber daya alam dikelola oleh pihak asing. Tata cara pengelolaan sumber daya alam dikelola sesuai dengan hak kepemilikan, tidak bebas dikelola oleh individu jika itu memang milik umum, sehingga tidak menimbulkan kerusakan.

Mitigasi yang komprehensif akan dilakukan oleh Khalifah untuk mencegah jatuhnya banyak korban bencana. Adapun yang dilakukan oleh negara Islam adalah mengambil hasil hutan yang tidak berlebihan agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dengan baik.

Pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang akan meminimalisir terjadinya penebangan hutan secara liar. Pemerintah juga melakukan penghijauan setelah penebangan.

Sanksi tegas dalam Islam juga akan mampu membuat orang tidak mudah melakukan kejahatan dan pelanggaran. Sekalipun ada yang melakukannya, pasti akan dihukum dengan tegas, tidak pandang bulu. Dengan demikian, hal itu pasti akan membuat orang lain menjadi takut untuk melakukannya.

Begitulah Islam dengan aturan yang menyeluruh akan mampu menyejahterakan dan melindungi rakyat dari bencana. Islam menjaga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan terjaga dari kerusakan.

Sudah saatnya negeri ini berpaling dari aturan manusia menuju aturan yang datang dari Allah Swt., yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah agar terwujud kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Selasa, 30 April 2024

Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil


Tinta Media - Bulan Syawal tahun ini selain ditandai dengan membludaknya arus mudik kaum muslimin, juga banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (20/4/24), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang mencatat bahwa ada 4 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya debit air sungai, 4 kecamatan terdampak banjir lahar gunung Semeru, serta 1 kecamatan terdampak banjir dan longsor.  Tiga korban jiwa meninggal dalam bencana ini.

TribunPalu.com  (19/4/24) mengabarkan bahwa telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang mengakibatkan 173 rumah terendam air bercampur lumpur dan 419 kepala keluarga terdampak bencana. Fasilitas umum berupa sekolah, rumah adat, dan jembatan rusak.

Banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu (16/4/2024). Sebanyak 24 desa di 7 kecamatan terdampak banjir menyebabkan 162 rumah rusak dan 741 jiwa mengungsi.  Banjir juga merusak infrastruktur dan lahan pertanian  (Antara Bengkulu.com, 19/4/24).

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada saat musim hujan, banjir terjadi di mana-mana karena curah hujan tinggi. Banjir terjadi setiap tahun dengan kerugian yang tidak sedikit. Banjir dan longsor seakan-akan jadi langganan. Rakyat pun pasrah dengan berulangnya banjir di tempat mereka, bahkan pasrah saat terjadi banjir,  Bantuan yang mereka terima hanya mie instan dan bantuan ala kadarnya dari pemerintah setempat. Bahkan pembersihan jalan serta perbaikan rumah pun ditanggung sendiri.

Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyiapkan mitigasi banjir yang kuat sehingga wilayah dan warga yang terdampak dapat berkurang. Faktanya, wilayah terdampak semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak pernah banjir, sekarang jadi banjir. Hal ini menunjukkan lemahnya mitigasi bencana dari pemerintah.

Mitigasi bencana banjir adalah segala upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Mitigasi dilakukan oleh pihak pemerintah. Mitigasi terbagi atas Mitigasi sebelum bencana, Saat bencana dan Sesudah bencana.

Mitigasi sebelum banjir merupakan usaha pencegahan berupa perbaikan saluran air, pengerukan sungai atau aturan dilarangnya membangun pemukiman di daerah rawan banjir dan di daerah hijau, tempat kantung-kantung air alami.

Mitigasi saat banjir berupa penyiapan tempat pengungsian serta evakuasi korban terdampak dilakukan secara cepat sehingga terhindar dari jatuhnya korban. Selain itu, kebutuhan para korban dipenuhi oleh pemerintah, bukan mengandalkan swadaya masyarakat.

Begitu juga dengan mitigasi setelah banjir berupa pembersihan sarana umum seperti jalan, perbaikan rumah warga, dan infrastruktur yang rusak segera dilaku. Semua itu untuk menghindari warga terdampak terlalu lama tinggal di pengungsian yang bisa berakibat terkena sakit.

Rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemerintah yang menerapkan sistem batil seperti sekarang karena tidak ada konsep mengurus dan melayani rakyat. Bagi mereka, rakyat adalah beban, tidak ada dana yang cukup untuk mitigasi.

Akan berbeda dengan pemerintah yang menerapkan Sistem Islam. Pemerintah Islam (Khalifah) adalah raa'in, yaitu pengurus segala urusan rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Negara Khilafah tidak akan kekurangan dana seperti negeri ini dengan APBNnya. Banyak sumber keuangan yang dikelola dan dikumpulkan oleh Baitul maal, seperti dari pengelolaan sumber daya alam, ghanimah, fa'i, wakaf, kharaj, dan lainnya. Dengan sumber dana yang cukup dan pemerintah yang amanah, maka tidak mustahil mitigasi bencana dapat terselenggara dengan optimal dan dapat meminimalisir dampaknya.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media


Sabtu, 03 Februari 2024

Penanggulangan Bencana ala Islam, Optimal dan Maksimal



Tinta Media - Berbagai bencana alam yang saat ini kerap menimpa sejumlah wilayah Indonesia, terjadi bukan tanpa sebab. Selain sudah kehendak Allah Swt. bencana ini juga terjadi karena kerusakan alam yang disebabkan ulah tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, peran negara untuk mencegah dan menanggulangi bencana harus dilakukan dengan upaya keras, agar dampak bencana bisa diminimalisir.

Terkait hal itu, Pemkab Bandung mempersiapkan logistik, peralatan evakuasi dan kebutuhan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, serta meminta pemerintah kecamatan hingga desa dan kelurahan untuk waspada dan responsif terhadap bencana. Pemkab juga sudah menyiapkan anggaran BTT (Belanja Tidak Terduga) sebesar Rp20 miliar untuk penanganan pasca bencana. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama antara masyarakat, BPBD, TNI, dan POLRI dalam penanggulangan bencana.

Bencana alam yang datang silih berganti tidak bisa dianggap hal yang biasa. Selain merusak infrastruktur, juga membahayakan nyawa manusia. Oleh karena itu, sebagai motor sebuah negara, pemerintah betul-betul harus serius menangani persoalan bencana ini dalam upaya penanggulangannya.

Walaupun segala kebutuhan penanggulangan bencana sudah disiapkan, termasuk anggaran BTT yang tidak sedikit, tetapi yang menjadi kekhawatiran adalah apakah anggaran sebesar itu betul-betul digunakan untuk penanggulangan bencana?

Jika melihat fakta di lapangan saat bencana terjadi, biasanya logistik yang sudah ada dalam anggaran hanya disiapkan ala
kadarnya, tidak sesuai dengan BTT yang diajukan. Akhirnya, anggaran yang disiapkan seperti menghilang dan mitigasi yang dilakukan tidak mampu menyentuh pada akar permasalahan yang sesungguhnya.

Inilah kenyataan yang kita hadapi ketika sistem sekuler kapitalisme diterapkan dalam mengatur aspek kehidupan. Salah satunya penanggulangan bencana. Sistem yang berorientasi pada asas manfaat dan materi ini menjadikan penguasa materialistis, sehingga abai terhadap kehidupan rakyat dan pelestarian lingkungan.

Sistem yang rusak ini membuat penguasa tunduk pada pemilik modal. Salah satunya dengan pengesahan UU Cipta kerja yang sarat kepentingan pemilik modal. UU ini tidak ada keberpihakan pada rakyat kecil dan juga kelestarian lingkungan. Akhirnya, para pemilik modal bebas mengeksploitasi SDA dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memikirkan dampak buruk yang akan terjadi bagi alam dan masyarakat.

Selain itu, berdasarkan catatan Republika.co.id, dana penanggulangan bencana kerap disalahgunakan oleh para pemangku kepentingan, mulai dari oknum pejabat pemerintah, legislatif, hingga pihak swasta. 

Seperti kasus korupsi pada proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di daerah terdampak tsunami di Palu, dana penanganan gempa tsunami di Nias, dana penanganan tanah longsor di Majalengka, korupsi logistik bencana Kudus, proyek dana renovasi gedung pendidikan terdampak gempa di NTB, dan masih banyak lagi kasus korupsi lainnya.

Banyaknya kasus korupsi pada anggaran bencana ini, menjadi bukti bahwa sistem sekuler kapitalisme adalah sumber masalah dari ketidakmampuan pemerintah dalam menanggulangi bencana alam. Alhasil, anggaran tersebut disalahgunakan, dijadikan ladang bagi tikus berdasi untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Jadi, seberapa pun besar anggarannya, kalau penguasanya tidak amanah, maka penanganan pasca bencana tetap ala kadarnya.

Kasus korupsi yang semakin marak di negeri ini, selain karena kurang pengawasan dari pemerintah dan penegak hukum dalam pencairan dana dan pendistribusian logistik penanganan bencana, juga tidak ada hukuman yang maksimal, yang mampu membuat efek jera untuk pelaku korupsi. Bagaimana rakyat bisa tertangani dengan baik jika masih banyak tangan-tangan usil yang mencuri hak rakyat?

Karena itu, dibutuhkan sistem aturan yang mempunyai anggaran tetap untuk masalah tanggap darurat dalam berbagai bencana, dengan tanggung jawab penuh terhadap keselamatan dan pemulihan mental masyarakat serta lingkungan pasca bencana. Sistem itu adalah sistem Islam.

Pemerintah harus belajar dari sistem Islam (khilafah). Dalam sistem ini, rakyat selalu menjadi prioritas. Negara wajib meriayah (mengurusi) rakyat, dalam kondisi apa pun, termasuk saat bencana terjadi. 

Pemahaman bahwa manusia dan alam tidak bisa dipisahkan, betul-betul harus dipahami oleh umat Islam. Maka dari itu, Allah Swt. menurunkan Islam bukan hanya sebagai agama ritual saja, tetapi sebagai sebuah ideologi yang mampu memecahkan problematika kehidupan.

Termasuk pencegahan dan penanganan pasca bencana, Islam memiliki mekanisme sebagai berikut:

Pertama, adanya pemimpin yang memiliki mafhum ra'awiyah atau pemahaman mengurus. Pemahaman ini menjadikan penguasa sadar betul bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Pemimpin seperti ini akan berpikir keras dan bekerja optimal agar kebijakannya tidak membahayakan lingkungan dan manusia. 

Ini termasuk juga amanah dalam menggunakan anggaran penanggulangan pasca bencana. Anggaran tersebut akan sepenuhnya dialokasikan untuk kebutuhan rakyat. Pemimpin sepenuhnya sadar bahwa ada Allah Ta'ala terus mengawasinya. Maka dari itu, dia tidak akan meninggalkan celah sedikit pun untuk tangan-tangan usil perampok hak rakyat seperti dalam sistem sekuler kapitalisme. 

Sistem Islam mempunyai sanksi berat bagi pelaku pencuri uang rakyat (koruptor), yaitu hukuman potong tangan, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain.

Kedua, semua pihak harus menyadari bahwa Allahlah pemilik alam semesta. Sehingga, penguasa dan masyarakat tahu bagaimana  pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan, dengan tidak merusaknya, tidak boleh berlebihan, dan tidak boleh zalim. Maka, jika manusia masih nekat berbuat zalim terhadap alam, maka Allah dengan kekuasaan-Nya, akan memberi peringatan kepada manusia melalui bencana alam. 

Selain itu, pemanfaatan SDA wajib terikat syari'at, harus dilakukan dengan berserikat karena merupakan harta kepemilikan umum. Harta ini tidak boleh dikuasai oleh pihak asing, swasta, pemilik modal, oligarki, dan teman-temannya. 

Rasulullah bersabda, "Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, yakni air, rumput, api, harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah). 

Penguasa bertindak sebagai pengawas, agar dalam pemanfaatan SDA tidak menimbulkan bahaya (dharar).

Oleh karena itu, jangan pernah menaruh harapan hidup sejahtera pada sistem sekuler kapitalisme. Hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, pencegahan dan penanganan pasca bencana dapat dilakukan dengan optimal dengan anggaran yang maksimal. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media


Senin, 29 Januari 2024

Bencana Datang Berganti Akibat Hutan Di Alih Fungsi



Tinta Media - Indonesia di sebut sebagai paru-paru dunia, dengan berbagai keragaman flora dan fauna yang hidup dan tumbuh dengan baik di dalam hutan. Banyaknya jumlah hutan lindung dan beriklim tropis menjadi nilai lebih Indonesia dari negara lain. Namun sayangnya jumlah hutan di Indonesia kini semakin berkurang, lahan yang awalnya berisikan pepohonan dan berbagai macam tanaman kini beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, bahkan di jadikan objek wisata.

Dalam laman CNN Indonesia (12/01/2024) - Catatan Akhir Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Region Sumatera menunjukkan Riau mengalami deforestasi hutan sebanyak 20.698 hektare selama tahun 2023. Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring, mengatakan bahwa angka ini lebih luas dibandingkan dengan kondisi 5 tahun terakhir.

Pada tahun 2023 hutan di Riau hanya tersisa 1.377.884 ha, sebab kurang lebih 57% daratan di Riau telah di jadikan Investasi. Tercatat pemerintah memberikan perizinan kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 hutan tanaman industri, 2 hak pengusahaan hutan, dan 19 pertambangan. Walhi juga mencatat luas kebun kelapa sawit di Riau yang berada dalam kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar. Boy menilai bahwa perizinan ini di dukung dan di fasilitasi oleh UU nomor 6 tentang Cipta kerja, sehingga bisa menjadikan kawasan hutan sebagai lahan perkebunan.

Sistem Kapitalis Yang Mengutamakan Keuntungan 

Hilangnya hutan tentu akan menimbulkan sejumlah bencana yang akan berulang, selama hutan belum berfungsi sebagai mana semestinya maka, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya akan terus terjadi, hal ini pasti akan menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat, terutama kawasan yang sudah menjadi langganan bencana. Masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa, pembelajaran sekolah di liburkan, serta rentan terkena penyakit.

Penguasa yang sudah berulang kali menghadapi problematika ini harusnya tahu bahwa tidak ada solusi lain kecuali mengembalikan fungsi hutan seperti sedia kala. Namun mereka seakan menutup mata dengan kesulitan dan kerugian yang dialami masyarakat. Beginilah wajah asli kapitalisme yang tamak dan rakus, alih fungsi lahan seperti ini tentu menghasilkan keuntungan yang besar, bahkan demi kepentingan, mereka bisa membuat kebijakan yang juga bernilai cuan walaupun di tentang banyak orang. Ini merupakan hasil dari penerapan sistem demokrasi, yang mengutamakan kepentingan dan keuntungan dari para pemilik modal.

Islam Mengelola Lahan dan Hutan

Negara Islam menggunakan syariat Islam sebagai sumber hukum. Sebab Allah Swt sebagai pencipta tentu lebih mengerti tentang ciptaannya. Hukum buatan manusia sudah jelas dan terbukti hanya menimbulkan kerugian dan kesengsaraan, sebab hukum di buat berdasarkan kepentingan, dan keuntungan sehingga bisa berubah sesuai dengan keinginan pembuatnya. Berbeda dengan hukum Islam yang adil dan tidak merugikan manusia.

Pemimpin dalam Islam disebut Khalifah, yang bertugas sebagai pelayan umat, yang melindungi, menjamin dan memastikan segala macam kebutuhan umat terpenuhi. Khalifah tidak mengutamakan kepentingan dirinya atas masyarakat dan tidak pula membuat kebijakan yang akan memberikan dirinya banyak keuntungan.

Dalam Islam terdapat 3 sistem kepemilikan lahan, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memperbolehkan individu memiliki dan mengolah lahan, baik untuk pertanian, perkebunan maupun perikanan. Sedangkan kepemilikan umum merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas, maka negara akan bertugas sebagai pengelola, dan keuntungannya akan di gunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Negara tidak akan memberikan izin untuk individu maupun swasta menguasai sumber daya alam ini.

Untuk kepemilikan negara, merupakan tanah tanpa pemilik atau yang tidak di urusi dan di olah selama 3 tahun, maka negara akan mengambil alih untuk di kelola dan di manfaatkan, hak kepemilikan juga akan hilang sebab di biarkan selama 3 tahun. Negara juga bisa memberikan lahan ini kepada orang yang membutuhkan dengan syarat harus di kelola dan di manfaatkan dengan benar.

Negara juga akan memberikan sanksi tegas terhadap pihak yang melanggar aturan, seperti penebangan hutan secara liar, membakar hutan untuk membuka lahan, atau segala hal yang akan menimbulkan kerugian pada masyarakat, maka akan di adili sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian kehidupan masyarakat menjadi lebih terjamin, hutan dan ekosistem alam juga tetap terjaga.

Khatimah

Syariat Islam sangat mengutamakan kemaslahatan umat, menjaga keseimbangan alam tanpa merusak atau merugikan pihak mana pun. Berbeda dengan sistem Kapitalis yang rela melakukan berbagai cara demi meraih kepentingan dan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa peduli kerugian yang akan di alami masyarakat. Mari kembali pada sistem Islam menuju peradaban yang mulia dan gemilang.
Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audin Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)

Sabtu, 27 Januari 2024

Bencana Berulang, Saatnya Muhasabah Massal


Tinta Media - Indonesia dengan keindahan alam yang luar biasa nyatanya dinobatkan menjadi salah satu negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencananya paling tinggi. Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022. 

Kepala BNPB Letjen Suharyanto menyampaikan, kejadian bencana alam didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, serta cuaca ekstrem. Ia merinci bahwa ada 1.802 karhutla, 1.170 bencana banjir, 1.155 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi. (CNNIndonesia.com/12/01/24)) 

Dari banyaknya bencana di atas, ratusan orang meninggal dunia, puluhan orang hilang, ribuan orang luka-luka, jutaan orang yang menderita dan harus mengungsi. Bencana alam pada periode 2023 lalu juga mengakibatkan kerugian yang luar biasa. Di antaranya banyak rumah penduduk dan fasilitas masyarakat yang rusak parah. 

Terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global menjadikan cuaca ekstrem terjadi di Indonesia. Bulan Januari ini Indonesia tengah berada di musim penghujan. Tak ayal, hujan pun sering turun di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun, hujan yang mestinya membawa berkah nyatanya justru membawa musibah. Banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Kerinci-Jambi, Riau, dan beberapa wilayah lain baru-baru ini masih menjadi masalah dan PR bagi pemerintah (baik daerah maupun pusat) terkait mitigasi yang dilakukan, mengingat musibah ini kerap berulang kali terjadi. 

Kapitalisme-Sekuler Lahirkan Kerusakan Alam

Nyatanya, semua bencana termasuk banjir sangat erat kaitannya dengan kerakusan manusia saat ini. Adanya tata kelola ruang yang asal-asalan, atau pembangunan wilayah atas kepentingan oligarki dan swasta yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam tentu akan membawa dampak buruk pada alam sekitar. Ini akan terus terjadi selama sistem kehidupan manusia masih menggunakan sistem kapitalisme-liberal yang dibangun atas asas pemisahan agama dari kehidupan. 

Negara yang seharusnya menjadi instrumen utama dalam tata kelola pembangunan justru abai. Negara dengan sistem kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan dan cenderung lalai atas dampak terhadap lingkungan, termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata, dan sebagainya.

Kerusakan terjadi di mana-mana, menimpa siapa pun, termasuk alam. Alam pun seolah enggan dikelola berdasarkan sistem batil kapitalisme-sekuler ini. Jangan salahkan alam yang murka, karena kerusakan alam ini tersebab ulah tangan manusia. Alhasil, datang bencana yang membuat rakyat menderita. 

Upaya negara dalam mitigasi bencana juga terkesan lamban, sehingga rakyat yang menjadi korban bencana alam ada dalam kondisi terlunta-lunta dan menderita. Belum lagi minimnya pasokan makanan dan kebutuhan layanan kesehatan yang seharusnya dijamin negara. Ini menambah permasalahan rakyat di tengah bencana yang terjadi. 

Islam Rahmat bagi Seluruh Alam

Bencana merupakan sebuah peringatan dari Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, ketika manusia tak lagi mau taat terhadap hukum-hukum Allah. Kondisi ini bisa menjadi muhasabah bagi setiap muslim, khususnya bagi negara Indonesia yang notabene mayoritas muslim terbesar di dunia. Terlebih, ketika kita sadar bahwa saat ini Indonesia tidak menerapkan hukum Islam secara kaffah. 

Teringat kisah ketika terjadi bencana alam berupa gempa pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Umar berkata kepada rakyatnya, "Wahai, Manusia, apa ini? Apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, Aku tak akan bersama kalian lagi!" 

Saat itu, Umar mengingatkan kaum muslimin untuk menjauhi maksiat dan segera bertobat kepada Allah. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat dan penguasa saat ini melakukan muhasabah massal dan kembali kepada hukum-hukum Allah yang diterapkan secara sempurna dalam sistem Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. 

Dengan tegaknya Khilafah, akan lahir individu yang memiliki ketakwaan yang tinggi dan masyarakat yang Islami. Dengan begitu, tidak akan ada individu yang rakus dan mengedepankan kepentingan pribadi atau sekelompok golongan untuk menguasai lahan, karena Khilafah akan mengatur sistem kepemilikan berdasarkan Islam. 

Masyarakatnya pun akan menjadi masyarakat yang peduli dan saling mengingatkan satu sama lain, misal ketika ada individu yang sengaja membuang sampah di sungai atau melakukan penebangan hutan secara ilegal maka masyarakat lain harus menegur dengan cara yang ahsan, dengan begitu konsep amar makruf nahi mungkar akan terlaksana dengan baik. Selain itu, negara Khilafah akan menerapkan seluruh hukum Syariat Islam tanpa terkecuali, membuat aturan dan kebijakannya berdasarkan syariat Islam.

Begitu pun dengan pengelolaan SDA, tata kelola pembangunan, pemungsian lahan, pariwisata, dll, akan dikelola untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat, serta yang terpenting adalah menjaga dan tidak membuat kerusakan pada alam dan lingkungan sekitar. 

Upaya mitigasi bencana akan dilakukan pemerintah dengan dua cara yaitu saat pra bencana yang merupakan upaya untuk mencegah penduduk dari bencana. Misalnya memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi rawan bencana, pembangunan bendungan, kanal, tanggul, pemecah ombak, membangun bangunan tahan gempa, melakukan reboisasi, pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, tata kota dengan drainase yang baik dan sesuai amdal. 

Khilafah juga akan membentuk Tim SAR (search and rescue) yang cakap dan handal serta melengkapinya dengan peralatan yang canggih. Selain itu posko kesehatan, dapur umum dan pengungsian juga akan tersedia dengan segera tanpa menunggu waktu lama. Khalifah akan menjamin para pengungsi atau korban bencana mendapatkan pasukan makanan dan kesehatan yang memadai. 

Mental recovery juga akan diberikan kepada para korban bencana melalui penguatan iman dan takwa. Terakhir negara Khilafah juga akan memperbaiki wilayah atau lingkungan yang terdampak bencana alam. Demikianlah mekanisme negara Khilafah dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga bencana alam tidak terus berulang. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media)


Minggu, 21 Januari 2024

Bencana Berulang Akibat Kebijakan Pembangunan Kapitalisme




Tinta Media - Bencana yang terjadi di dalam negeri kita bagaikan momok yang tidak bisa di atasi. Karena setiap tahunnya terus saja terjadi. Mirisnya bencana yang terjadi bukan hanya muncul karena faktor alamiah, namun ternyata banyak diakibatkan karena pembangunan yang dilakukan secara serampangan. 

Seperti di kuti dari media CNN Indonesia – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir. Banjir menggenangi ribuan rumah dan fasilitas umum seperti jalan, masjid dan sekolah. Sebanyak 29 SMA di Riau meliburkan siswa mereka karena ruang kelas terendam, begitu juga untuk sekolah dasar (SD). BPBD Riau sudah melakukan evakuasi warga, mendistribusikan bantuan logistik seperti beras, gula, sarden, kain sarung, dan juga air mineral. Kemudian mendirikan dapur umum dan posko pengungsian. 

BPBD juga mencatat bencana Karhutla sepanjang tahun 2023 paling banyak. Terjadi sebanyak 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun 2022. Indonesia sendiri merupakan negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencana paling tinggi. 1.802 karhutla. 1.170 bencana banjir. 1.115 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi. Dalam ribuan bencana itu terdapat 267 orang meninggal dunia, 33 orang hilang, 5.785 mengalami luka-luka, serta ada 9.002.975 orang menderita dan mengungsi. Sementara ada 34.832 rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana alam pada periode 2023. Kemudian 426 fasilitas pendidikan rusak, 380 fasilitas peribadatan rusak, dan 71 fasilitas Kesehatan rusak. Kerusakan juga turut terjadi pada 127 kantor dan 249 jembatan. 

Belum lagi soalan banjir. Banjir terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Semuanya erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Inilah model pembangunan yang di bangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan termasuk tata Kelola secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan sebagainya. Seperti di kota yang seharusnya menjadi daerah serapan, namun ternyata sudah rentan dengan adanya pemukiman. Hutan dan tumbuhan yang seharusnya menjadi penyelamat manusia dengan serapan airnya, kini berubah menjadi pemukiman, fasilitas umum seperti jalan, sekolah dll. 

Tentu karena sangat pesatnya pembangunan yang dilakukan, baik oleh pemerintah setempat maupun perusahaan-perusahaan yang ada, yang mana kebanyakan tujuan mereka adalah untuk investasi. Berbagai pembangunan tersebut dilakukan sering kali tidak memperhatikan dampak yang akan terjadi ke depan, demi mengejar materi. Inilah ciri pembangunan ala kapitalisme yang membuka mata untuk kepentingan dan keuntungan, sedangkan menutup mata terhadap dampak lingkungan dan tata Kelola secara keseluruhan. 

Allah dengan tegas mengatakan dalam firmannya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhanmu memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman (QS.Al-A’raf : 85).” 

Namun nyatanya dalam sistem kapitalisme sekarang ini, dalil maupun hadits tidak lagi menjadi acuan. Mereka dengan pongah membuat aturan sendiri, dan merusak lingkungan tanpa henti. Allah juga menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa sifat manusia memang terbukti suka membuat kerusakan seperti dalam QS. Al-Baqarah : 205 yang artinya “ Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” 

Tentu yang menjadi korban adalah masyarakat dari ulah tangan mereka yang sudah Allah jelaskan, khususnya masyarakat kecil. Bukan hanya soalan kehilangan barang atau perabotan rumah, namun tak sedikit yang meregang nyawa akibat bencana yang terjadi. Belum lagi ada penyakit-penyakit yang muncul pasca bencana, seperti diare dll. 

Jelas fasad akibat pembangunan ala kapitalisme yang mengakibatkan aturan hanya mengedepankan dan memprioritaskan hawa nafsu mereka semata. Fasad ini telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). 

Kebijakan pembangunan dalam Islam mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap baik dan asri. Jelas sangatlah berbeda dengan pembangunan di dalam Islam. Islam tidak hanya mengatur perkara ibadah ritual saja, namun Islam adalah agama yang paling kompleks dalam mengatur tata kehidupan (sempurna), termasuk mengatur tata kelola pembangunan. Dalam Islam aspek materi bukanlah tujuan, acuan dalam pembangunan Islam adalah kesesuaian dengan syariat Islam dan kemaslahatan umat. Pemerintah akan menganalisis dan memikirkan matang-matang terkait proyek yang akan di bangun, berdampak baik atau justru berdampak buruk bagi masyarakat ke depan. 

Apalagi Islam sangat peduli terhadap lingkungan, bukan hanya terhadap manusia saja, namun kepada semuanya. Termasuk hewan dan tumbuhan sehingga alam yang kita pijak ini tetap aman dan bersih. Tujuan pembangunan dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan umat, bukan yang lain. 

Jika kita melihat banyaknya musibah yang terjadi, tentu tidak lepas dari peran seorang khalifah atau penguasa. Penguasa sebagai pengurus rakyat harus menjalankan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan kemauan hawa nafsu, apalagi kemauan investor. Pembangunan fasilitas publik seperti sekolah, masjid, pasar, dll. Akan diatur dengan memperhatikan lokasi pemukiman sehingga masyarakat dengan mudah mengakses fasilitas tersebut, tanpa merusak lingkungan yang ada. Seperti misalnya hasil hutan boleh saja dimanfaatkan, baik berupa kayu maupun daunnya, tetapi harus benar-benar dikaji sehingga tidak menimbulkan dampak buruk ke depan. 

Khalifah atau penguasa menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga pembangunan yang dilakukan berdasarkan syariat Islam. Tidak hanya tertata dengan baik sehingga menghasilkan kenyamanan bagi masyarakat, namun juga tata kelolanya bahkan menjadi peradaban Islam. Sebagaimana pembangunan dalam Islam menjadi pusat politik, ekonomi, pemerintahan, dan tak kalah penting adalah sebagai pusat studi agama.
 Wallahu a’lam bi-asshawab.

Oleh : Rahma Al- Tafunnisa
Sahabat Tinta Media 
 

Selasa, 28 November 2023

Bencana Berulang, Bukti Kegagalan Mitigasi Ala Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menggelar apel siaga mengenai antisipasi dan mitigasi bencana. Acara ini diikuti oleh berbagai instansi dan dipimpin oleh PLT Gubernur Jabar, Bey Machmudin. Apel digelar terkait potensi bencana banjir, longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Bandung yang wilayahnya terdapat dataran rendah, seperti Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, Majalaya dan pegunungan cukup tinggi seperti Ciwidey, Pangalengan, Cimenyan dan Kertasari.

Cakra mengatakan bahwa kita harus siap menghadapi musim penghujan dan harus mewaspadai adanya bahaya bencana. Oleh karena itu, pihaknya mengonsolidasikan di internal lingkup Pemda Bandung dengan jajaran Forkopimda dan jajaran dari Provinsi di bawah kordinasi dan arahan dari BPBD Provinsi. Sehingga, masyarakat siap melaksanakan, baik mitigasi maupun penaggulangan bencana saat musim hujan.

Musim hujan yang selama ini dinanti akhirnya datang juga. Sudah beberapa bulan hujan tak turun, sekali turun malah membuat banjir. Akan tetapi, di negeri ini, terjadinya banjir saat hujan datang sudah lumrah mm. Apalagi jika intensitas hujan yang tinggi bisa menyebabkan daerah aliran air, seperti sungai tidak lagi dapat menahan curah air hujan, akhirnya bisa beresiko banjir bandang dan tanah longsor di daerah yang rawan bencana.

Bencana banjir dan tanah longsor di negeri ini menjadi permasalahan yang belum bisa diatasi dengan maksimal. Lagi dan lagi, curah hujan selalu dikambinghitamkan ketika bencana ini datang. Padahal, hujan adalah berkah dari langit yang Allah Swt. turunkan untuk makhluk di muka bumi.

Namun, saat ini musim hujan menjadi momok yang menakutkan karena bisa mengakibatkan banjir yang kemudian bisa berdampak buruk karena banyak pemukiman yang terendam, memicu masalah kesehatan, fasilitas umum terganggu, kegiatan ekonomi tersendat, dan bahkan bisa merenggut nyawa.

Sebetulnya banjir dan tanah longsor bisa disebabkan oleh beberapa faktor. 

Pertama, faktor alam, seperti curah hujan yang tinggi, erosi tanah, kapasitas tanah serapan air rendah, posisi daratan yang rendah, dan kenaikan permukaan air laut. 

Kedua, faktor manusia, seperti terjadinya penyumbatan saluran air karena penumpukan sampah, penebangan pohon ilegal, dan pemakaian lahan serapan air.

Bencana yang terjadi karena faktor alam adalah sudah menjadi ketentuan dari Allah Swt. dan manusia tidak mampu mengendalikan. Akan tetapi, bencana akibat faktor manusia harusnya bisa dicegah  dan ditanggulangi agar banjir dan tanah longsor tidak terus terjadi.

Banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di negeri ini membuktikan bahwa pemerintah kurang serius melaksanakan antisipasi dan mitigasi bencana, terutama di daerah-daerah rawan bencana. Harus diakui bahwa budaya nyampah di negeri ini sulit diubah. 

Selain itu, alih fungsi lahan akibat pembangunan yang jor-joran di kawasan penyangga air terbilang tinggi. Banyak lahan pesawahan berubah menjadi industri dan perumahan-perumahan. Reklamasi besar-besaran dan penambangan pasir terus terjadi. Aktivitas tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi daya dukung lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada bencana ekologis secara berulang dan meluas. 

Inilah kenyataan ketika pemerintahan dikelola dengan sistem kapitalisme. Penguasa telah berhasil melegalkan asing ataupun aseng untuk mengintervensi undang-undang, membuat pengambilalihan fungsi lahan sebagai pengatur keseimbangan. 

Dalam sistem ini, pemerintah hanya sebagai pembuat regulasi saja dan lebih mementingkan kepentingan korporasi, bukan rakyatnya. Sistem kapitalisme ini mempunyai prinsip kebebasan berekonomi sehingga pemerintah membebaskan para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, mereka punya andil besar terhadap kerusakan alam yang terjadi di negeri ini.

Sistem pemerintahan Islam tentu saja memiliki kebijakan yang canggih dan efisien. Islam mempunyai seperangkat aturan yang sempurna karena berasaskan Al-Qur'an dan as.Sunnah dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah soal antisipasi dan mitigasi bencana banjir dan tanah longsor. 

Pertama, jika banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air hujan, maka khalifah akan membangun bendungan-bendungan berbagai tipe.

Kedua, khilafah akan membuat kebijakan  untuk pembangunan-pembangunan, menyediakan lahan serapan air atau drainase yang memadai. Jika ada yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan khalifah, maka akan dikenakan sanksi berat karena telah melanggar hak rakyat dan menimbulkan kemudaratan.

Ketiga, jika ada korban akibat bencana, maka khilafah akan dengan sigap menangani para korban untuk segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman dengan menyediakan segala kebutuhan, seperti makanan, pakaian, tenda, dan kebutuhan medis.

Khilafah akan terus mengupayakan agar rakyatnya merasa aman dan nyaman, termasuk dalam hal antisipasi dan mitigasi bencana. Khilafah tidak akan membiarkan banjir dan tanah longsor atau bencana lainya terus terjadi tanpa solusi yang pasti. Oleh karena itu, khilafah akan sangat berhati-hati terhadap pembangunan infrastuktur yang sejatinya dibangun untuk kebutuhan rakyat. Jangan sampai malah merusak kondisi alam sehingga menjadi malapetaka di masa yang akan datang.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR.Bukhari). 

Atas dasar itulah, seorang khalifah akan selalu terikat dengan syariah Islam dalam kepemimpinannya. Baginya tanggung jawabnya bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga pada Sang Pemilik Alam Semesta. Maka dari itu, khalifah akan tercegah dari konflik kepentingan dalam kebijakan-kebijakannya.

Sungguh, hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, keberkahan dari langit dan bumi akan didapatkan. Sudah saatnya kaum muslimin berbenah diri, sebelum datang isyarat langit yang lebih dahsyat. Khilafahlah yang mampu menjauhkan manusia dari bencana di dunia dan di akhirat. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
(ibu rumah tangga)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab