Tinta Media - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) mengungkap praktik jual-beli anak melalui media sosial (medsos) yang dilakukan oleh Yayasan Ayah Sejuta Anak. Seorang pelaku berinisial SH (32 tahun) warga Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor telah diamankan. Pelaku memperjual-belikan bayi dari beberapa ibu hamil yang ia himpun, yang telah dibantu persalinannya di rumah sakit. Bayi-bayi yang dilahirkan tersebut akan diserahkan kepada orang yang ingin mengadopsi. (29/9/2022)
Pelaku menggunakan modus Yayasan Ayah Sejuta Anak untuk melakukan proses adopsi yang ternyata dilakukan secara ilegal. Bagi yang mengadopsi bayi tersebut, mereka dimintai uang sebesar Rp15 juta dari setiap anak, dengan alasan sebagai pengganti biaya operasi sesar, padahal biaya persalinannya menggunakan BPJS.
Sementara itu, masih ada lima orang ibu hamil yang sedang menunggu kelahiran di tempat penampungan, yang sudah ditangani oleh instansi terkait. Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 83 juncto Pasal 76 huruf F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda minimal Rp60 juta, maksimal Rp3 miliar.
Adanya kasus semacam ini menyadarkan kita semua, bahwa kehidupan yang materialistis telah menempatkan materi sebagai tujuan hidup yang ingin diraih, walaupun harus menghalalkan segala macam cara. Berkedok yayasan sosial yang memberikan bantuan kepada para ibu hamil yang tidak menginginkan anaknya, seolah menjadi solusi bagi mereka.
Kebanyakan para wanita ini mungkin dalam kondisi ekonomi yang sulit atau hamil akibat perilaku seks bebas, sehingga tidak menginginkan bayinya, atau tidak mampu membiayai persalinan bayinya serta kelangsungan hidupnya. Kehadiran yayasan bayi ini dipandang sebagai penolong, sehingga para wanita tersebut rela menyerahkan kepengurusan bayinya terhadap yayasan tersebut, walaupun ternyata hanya kedok dari penjualan bayi.
Sama-sama mendapatkan kemanfaatan dari relasi antara para ibu hamil dan yayasan bayi tersebut, menjadikan hubungan ini simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Di antara mereka mungkin ada yang menyadari bahwa yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Namun, karena tergiur dengan keuntungan yang akan diperoleh, mereka tetap melakukannya.
Lemahnya aspek keimanan akibat tergerus oleh paham sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan), yang melahirkan paham liberalisme dan hedonisme, menjadikan tujuan hidup hanyalah kenikmatan dunia semata. Kurangnya pemahaman tentang Islam mengakibatkan masyarakat sangat lemah dari sisi akidah sehingga rentan tergelincir ke jurang kemaksiatan, seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan berbagai macam kerusakan.
Di antaranya, terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan dari hasil hubungan terlarang. Atau kondisi ekonomi yang lemah, sehingga memandang anak sebagai beban hidup, dan kelahirannya tidak diinginkan, dengan mudahnya menyerahkan anaknya kepada pihak lain. Inilah gambaran rendahnya moral masyarakat.
Kondisi tersebut wajar, karena penerapan sistem sekularisme-liberalisme telah menjauhkan manusia, dalam hal ini kaum muslimin, dari agama mereka. Mereka hidup berdasarkan keinginan hawa nafsu untuk mencapai kebahagiaan dunia yang fana. Keberadaan negara yang menerapkan aturan, tampak tidak serius dalam menyelesaikan masalah seperti ini. Hal tersebut karena faktor yang diselesaikan adalah faktor akibat, yaitu penjualan bayi, bukan menyelesaikan pada faktor penyebab, yaitu mengapa banyak kehamilan yang tidak diinginkan.
Aspek akidah sebagai hal yang paling asasi dalam diri manusia untuk menjalani kehidupannya, hanya dipandang sebagai wilayah privat, sehingga tidak boleh memengaruhi kehidupan umum. Kehidupan pun akhirnya diatur oleh aturan manusia yang hanya mengikuti hawa nafsu saja, bebas dalam bertingkah laku dalam hal apa pun.
Parahnya lagi, negara yang menerapkan sekularisme-liberalisme-demokrasi, menjunjung kebebasan ini. Padahal, semuanya berbuah kerusakan. Salah satunya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (baik karena hasil dari seks bebas, ataupun karena faktor ekonomi).
Sistem yang rusak akan melahirkan manusia-manusia yang rusak juga. Kuatnya pengaruh sistem kapitalis liberal menjadikan masyarakat semakin jauh dari pemahaman Islam yang benar, yang menimbulkan krisis akidah dan kepribadian, mudah tergiur dan terjerumus ke dalam tidak kemaksiatan.
Walhasil, keadaan tersebut dijadikan peluang oleh segelintir orang untuk dijadikan bisnis yang menguntungkan dengan mengatasnamakan sebuah yayasan, padahal penuh dengan penipuan, bahkan mengarah kepada praktik penjualan bayi.
Begitulah karut-marutnya kehidupan dalam sistem sekulerisme-liberalisme, tidak sesuai dengan fitrah dan kemanusiaan. Sudah saatnya kita membutuhkan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia dalam mengatur kehidupan kita, yakni sistem Islam.
Islam diturunkan oleh Allah Swt. sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Islam datang sebagai aturan dan kabar gembira bagi orang yang beriman. Dalam sistem Islam, khalifah sebagai kepala negara, betul-betul akan mengurusi rakyatnya. Penerapan Islam mengandung tujuan, di antaranya sebagai penjaga nashab (garis keturunan) dan kehormatan.
Maka, penerapan Islam yang komprehensif, termasuk sistem pergaulan, bersifat preventif agar nashab umat terjaga. Hukum tentang keharaman zina dan sanksi keras bagi para pelakunya, juga tentang keharaman khalwat, kewajiban menutup aurat bagi laki-laki maupun perempuan, serta aturan pergaulan lainnya, telah mampu menjaga kebersihan masyarakat. Di sisi yang lain, Islam mendorong umatnya untuk banyak keturunan dalam ikatan pernikahan.
Di topang oleh kekuatan sistem ekonomi Islam, penyediaan lapangan pekerjaan oleh negara akan menjamin para laki-laki mampu untuk menafkahi keluarganya, sehingga tidak ada kehamilan yang tidak diinginkan hanya karena masalah kemiskinan.
Inilah gambaran pengaturan rakyat dalam Islam. Seorang kepala negara (Khalifah) bertanggung jawab penuh atas segala kebutuhan rakyatnya, dari mulai keperluan sandang, pangan, dan papan, serta pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal ini karena seorang pemimpin adalah perisai (pelindung) bagi rakyatnya. Ia paham bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga seorang khalifah akan bersungguh-sungguh dan amanah dalam mengemban tugasnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah raa'in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Semua itu akan terwujud dengan berdirinya sebuah negara yang mandiri dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam daulah khilafah. Waktunya kembali ke aturan Islam dan berjuang memahamkan umat akan pentingnya mengkaji Islam secara kaffah, sehingga kesejahteraan akan menyebar ke seluruh alam. Begitulah indahnya kehidupan dalam naungan Islam yang harus sama-sama kita perjuangkan sebagai bentuk ketaatan kita dalam menggapai rida Allah, agar semua itu bisa segera terwujud dengan ijin Allah Swt.
Wallahu a'lam