Tinta Media: Bekerja
Tampilkan postingan dengan label Bekerja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bekerja. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 November 2023

Serius Bekerja, Semangat Berdakwah



Tinta Media - Sebagian orang bilang harta kan tak dibawa mati, sebagai alasan malas bekerja. Seorang muslim harus semangat berkerja dan serius berdakwah. Tidak boleh mempertentangkan dua kewajiban mulia ini. 

Hidup membutuhkan harta. Menafkahi diri dan keluarga membutuhkan harta. Bahkan dakwah pun membutuhkan harta. Maka sudah selayaknya seorang pengemban dakwah juga semangat bekerja selain harus serius berdakwah. Dakwah dan perjuangan tetap fokus hidup. Sementara bekerja merupakan bagian dari penyokong kehidupan yang sangat penting.

Islam mengajarkan agar kita semangat bekerja mencari rezeki. Meskipun rezeki sudah ditentukan Allah. Namun bekerja mencari rezeki mendapatkan pahala besar. Harta kekayaan yang banyak ditangan hamba yang sholih akan sangat berguna untuk perjuangan dan kejayaan Islam wal muslimin. Bukan untuk menumpuk kekayaan yang berakhir pada kesombongan ala qorun.

Harta yang bersih dan halal sangat berpengaruh positif pada gaya hidup dan perilaku manusia, bahkan menentukan diterimanya ibadah dan terkabulnya doa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya) : “Wahai, manusia! Sesungguhnya Allah Maha Bersih, tidak menerima kecuali yang bersih. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti memerintahkan kepada para utusanNya, maka Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik, yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah“. [Al Baqarah/2 : 172].

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kisah seseorang yang sedang bepergian sangat jauh, berpakaian compang-camping, berambut kusut, mengangkat tangan ke atas langit tinggi-tinggi dan berdoa: “Ya, Rabbi! Ya, Rabbi!” sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan darah dagingnya tumbuh dari yang haram; maka bagaimana terkabul doanya?[HR Muslim dalam Kitab Zakat]

Berlomba secara sehat dalam mengais rezeki tidak tercela, asalkan dengan menempuh cara yang benar dan usaha yang halal. Bahkan beribadah sambil berusaha pun diperbolehkan, Allah berfirman :

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ

“Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb-mu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang -orang yang sesat“. [Al Baqarah/2 : 198].

Abu Umar Ibnu Abdul Bar berkata: “Setiap harta yang tidak menopang ibadah kepada Allah, dan dikonsumsi untuk kepentingan maksiat serta mendatangkan murka Allah, tidak dimanfaatkan untuk menunaikan hak Allah dan kewajiban agama, maka harta tersebut tercela. Adapun harta yang diperoleh lewat usaha yang benar sementara hak-hak harta ditunaikan secara sempurna, dibelanjakan di jalan kebaikan untuk meraih ridha Allah, maka harta tersebut sangat terpuji”[Jami’ul Bayanul Ilmi wa Fadhlih, Ibnu Abdul Bar, Juz 2, hlm. 26].

Allah berfirman :

وَلَقَدْ مَكَّنّٰكُمْ فِى الْاَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ

“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. ” [Al A’raaf/7:10].

Ibnu Katsir berkata: “Allah mengingatkan kepada seluruh umat manusia tentang karuniaNya (yang) berupa kehidupan yang mapan di muka bumi, dilengkapi dengan gunung-gunung yang terpancang kokoh, sungai-sungai yang mengalir indah, dan tanah yang siap didirikan tempat tinggal dan rumah hunian, serta Allah menurunkan air hujan berasal dari awan.

Dan Allah juga memudahkan kepada mereka untuk mengais rezeki dan membuka peluang maisyah (penghidupan) dengan berbagai macam usaha, bisnis dan niaga; namun sedikit sekali mereka yang mau bersyukur”[Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hlm. 282].

Allah berfirman:

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [Al Jumu’ah/62 : 10].

Tentang makna firman Allah “maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” Imam Al Qurthubi menjelaskan : “Apabila kalian telah menunaikan shalat Jum’at, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk berdagang, berusaha dan memenuhi berbagai kebutuhan hidupmu”[Tafsir Al Qurthubi, Juz 9, hlm. 71].

Nabi juga pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqas: “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam kekurangan menjadi beban orang lain”[HR Bukhari (2742), Muslim (1628)]

Dari Ayyub, bahwa Abu Qilabah berkata: “Dunia tidak akan merusakmu selagi kamu masih tetap bersyukur kepada Allah,” maka Ayyub berkata bahwa Abu Qilabah berkata kepadaku: “Wahai, Ayyub! Perhatikan urusan pasarmu dengan baik, karena hidup berkecukupan termasuk bagian dari sehat wal afiat”[Diriwayatkan Abu Nuaim dalam Al Hilyah (2/286)]

Yusuf bin Asbath berkata, bahwa Sufyan Ats Tsauri berkata kepadaku: “Aku meninggalkan harta kekayaan sepuluh ribu dirham yang nanti dihisab oleh Allah, lebih aku cintai daripada aku hidup meminta-minta dan menjadi beban orang lain.[Jami’ul Bayanul Ilmi wa Fadhlih, Ibnu Abdil Barr, Juz 2, hlm. 33]

Beberapa atsar (riwayat) dari para ulama mulia di atas, menepis anggapan bahwa mencari nafkah dengan cara yang benar agar hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain merupakan cinta dunia yang menodai sikap kezuhudan. Padahal tidaklah demikian. Abu Darda’ berkata: “Termasuk tanda kefahaman seseorang terhadap agamanya, adanya kemauan untuk mengurusi nafkah rumah tangganya”[Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Ishlahul Mal, hlm. 223]

Jadi ga ada ajaran Islam itu berupa malas bekerja dengan alasan qonaah padahal di sisi lain dia minta-minta pada manusia. Hidup sederhana memang pilihan. Tapi tetap berupaya mencari maisyah dengan tujuan menegakkan Islam. Apalagi berjuang itu dituntut oleh Allah dengan harta dan jiwa. 

Demikianlah bekerja dan dakwah dua kewajiban mulia. Bekerja dan dakwah dua duanya merupakan faktor kemuliaan Islam wal muslimin. Namun jangan sampai sibuk bekerja jadi alasan untuk tidak optimal berdakwah. Atau sebaliknya nya sibuk dakwah jadi alasan malas bekerja. Tetap semangat bekerja dan serius berdakwah.

Jadi, selamat bekerja Sobat, moga Allah tegakkan agama ini dengan harta dan jiwa kita. Allaahu Akbar![]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Selasa, 20 Juni 2023

Bekerjalah dengan Cinta Kepada-Nya

Tinta Media - Sobat. Berjanjilah pada dirimu setiap pagi untuk menyelesaikan pekerjaan kecil dengan baik. Cukup langkah kecil yang baik ke depan. Tuntaskan pekerjaan-pekerjaan kecil setiap hari. Lakukan langkah-langkah kecil untuk mengubah apa yang dapat kau ubah. Kerjakan segala hal, sekalipun kecil, asal jangan berhenti bekerja. Lakukan segala hal secara disiplin, telaten, dan kontinyu. 

Sobat. Tidaklah penting kita melakukan hal-hal besar dalam hidup kita; kita cukup melakukan hal-hal kecil, tetapi dengan cinta yang besar. Kerahkan seluruh cintamu untuk mengerjakan hal-hal yang dasar, dan belajarlah mengerjakan segala hal yang kuat dan kukuh.

Sobat. Ingatlah jika kau tidakmenyibukkan dirimu dengan kebenaran maka kau akan disibukkan oleh kebatilan. Agar lentera tetap menyala, ia harus selalu diisi minyak.

Sobat. Kalau kita melakukan sesuatu karena cinta kepada-Nya membuat Allah memberikan tiga nikmat yang paling besar. Sebagaimana penjelasan Ibnu Athaillah, “Jika Dia memberimu tiga hal, berarti Dia memberimu nikmat yang paling besar: Menjaga batas-batas-Nya. Setia memenuhi janji kepada-Nya. Dan tenggelam dalam penyaksian kepada-Nya.”

Sebagaimana Allah SWT Berfirman:

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl (16) : 97)

Sobat. Allah swt dalam ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda:
Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang hati atas pemberian Allah. (Riwayat Ahmad)

Sobat. Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.

Sobat. Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Sobat. Nikmat Pertama adalah menjaga batas-batas Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda, “ Allah telah menetapkan berbagai kewajiban, jangan kalian abaikan. Dia melarang berbagai hal, jangan kalian langgar. Dia menentukan sejumlah batas, jangan kalian terobos. Dia juga mendiamkan sejumlah hal sebagai rahmat, bukan karena lupa. Maka, jangan kalian car-cari hukumnya.” ( HR. al-Daruqutni )

Allah SWT berfirman :
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut (29) : 69 )

Sobat. Ayat ini menerangkan janji yang mulia dari Allah kepada orang-orang mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan hartanya serta menanggung siksaan dan rintangan. Oleh karena itu, Allah akan memberi mereka petunjuk, membantu mereka membulatkan tekad, dan memberikan bantuan, sehingga mereka memperoleh kemenangan di dunia serta kebahagiaan dan kemuliaan di akhirat kelak.

Allah berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah." Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa. (al-hajj/22: 40)

Makna jihad dalam ayat 69 ini ialah melakukan segala macam usaha untuk menegakkan agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, termasuk juga memerangi orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Menurut Abu Sulaiman ad-Darani, jihad di sini bukan berarti memerangi orang-orang kafir saja, melainkan juga berarti mempertahankan agama, dan memberantas kezaliman. Adapun yang utama ialah menganjurkan perbuatan makruf, melarang dari perbuatan yang mungkar, dan memerangi hawa nafsu dalam rangka menaati perintah Allah.

Mereka yang berjihad itu dijanjikan Allah jalan yang lapang. Janji ini pasti akan terlaksana, sebagaimana firman-Nya:
Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman. (ar-Rum/30: 47)

Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang-orang yang berjihad di jalan Allah itu adalah orang-orang yang berbuat baik (muhsin). Hal ini berarti bahwa segala macam perbuatan, sesuai dengan yang digariskan Allah dalam berjihad itu, adalah perbuatan baik. Dinamakan demikian karena orang-orang yang berjihad itu selalu berjalan di jalan Allah. Orang-orang yang tidak mau berjihad adalah orang yang tidak baik, sebab ia telah membangkang terhadap perintah Allah untuk melakukan jihad. Orang itu adalah orang yang sesat, karena tidak mau meniti jalan lurus yang telah dibentangkan-Nya.

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Allah selalu beserta orang-orang yang berperang di jalan-Nya, memerangi hawa nafsu, mengusir semua bisikan setan dari hatinya, dan tidak pernah menyia-nyiakan ajaran agama-Nya. Pernyataan ini dapat menenteramkan hati orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir dan membangkitkan semangat mereka berjuang di jalan-Nya.

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Allah, pasti akan ditunjukkan kepada mereka jalan-Nya. Dari ayat ini dipahami bahwa lapangan jihad yang luas bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, berupa perkataan, tulisan, dan pada situasi tertentu dapat dilakukan dengan senjata. Karena luas dan banyaknya lapangan jihad berarti banyak sekali jalan-jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk sampai kepada keridaan Allah, asal semua jalan itu diniatkan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kebaikan.

Sobat. Nikmat kedua adalah setia memenuhi janji kepada Allah. Kita telah berjanji kepada Allah untuk beribadah kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Di sisi lain, Allah berjanji memberikan kepemimpinan, keteguhan agama, dan rasa aman kepada mereka yang beriman dan beramal sholeh. Sebagaimana janji Allah SWT dalam QS. Annur (24) ayat 55.

Sobat. Nikmat yang ketiga adalah tenggelam dalam penyaksian kepada-Nya. Ini merupakan tingkatan ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “ Engkau menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Jika kau tidak melihat-Nya, Dia sungguh melihatmu.” (HR. Bukhari-Muslim)

Artinya , kau berikut seluruh perasaanmu tertarik dari dunia dan seluruh keadaannya sehingga lenyap secara total yang tersisa hanya perasaan bahwa kau berada di hadapan Allah seraya bermunajat melalui bacaan Al-Quran, zikir, dan doa seakan-akan kau melihat-Nya.

Sobat. Cara terbaik mengungkapkan syukur kepada Allah yang menciptakan kita dengan menjadi orang yang baik yaitu dengan bersikap kasih sayang dan lembut pada orang lain. Syukur adalah kata paling indah yang dicintai Allah, ketika berulangkali diucapkan oleh lisan manusia.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab