Tinta Media: Bea Cukai
Tampilkan postingan dengan label Bea Cukai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bea Cukai. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Juni 2024

Bea Cukai dalam Sorotan, Sistem Islam Jadi Jawaban


Tinta Media - Tahun 2024 ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia menghadapi berbagai isu dan tantangan yang menjadi sorotan publik. Keluhan masyarakat terhadap layanan dan kebijakan Bea Cukai ditunjukkan oleh beberapa kasus yang viral di media sosial. Salah satu kasus yang mencuat adalah keluhan seorang pembeli sepatu bola seharga Rp10 juta yang dikenakan bea masuk sebesar Rp31 juta. Pihak Bea Cukai menjelaskan bahwa besaran ini termasuk denda administrasi akibat kesalahan penetapan nilai pabean oleh importir atau jasa kiriman.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang sejumlah masalah Bea Cukai yang menjadi perbincangan di media sosial, termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan importasi barang yang sangat diminati. Dalam upayanya memperbaiki situasi, Sri Mulyani menekankan pentingnya penyesuaian peraturan dan prosedur untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan Bea Cukai.

Dari segi kinerja keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menyumbang Rp22,9 triliun dari penerimaan negara hingga Februari 2024, meskipun terjadi penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada tantangan besar dalam mengatasi peningkatan jumlah pekerjaan dan perkembangan teknologi, kinerja ini menunjukkan tren positif dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Kompas.com, 27-02-2024)

Maraknya Kasus Suap di Lingkungan Bea Cukai

Ada beberapa kasus korupsi Bea Cukai di Indonesia pada tahun 2024. Salah satunya adalah kasus impor gula PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP). Mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Riau berinisial RR menjadi tersangka dalam kasus ini. RR diduga mencabut keputusan pembekuan izin kawasan berikat PT SNIP agar perusahaan tersebut dapat mengimpor gula dan menerima suap terkait kegiatan ini. 

Adapun kasus yang melibatkan Eko Darmanto selaku mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang ditahan oleh KPK adalah dugaan gratifikasi Rp18 miliar dari pengusaha impor dan jasa kepabeanan. (Kompas.com, 18-04-2024)

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan KPK sangat tidak efektif terhadap korupsi lembaga Bea Cukai, termasuk pengusutan dugaan gratifikasi dan manipulasi data importasi. Ada kasus baru dan hukuman yang tidak sesuai, bahkan banyak kasus yang belum selesai seolah-olah hilang begitu saja tanpa keputusan hukum yang adil untuk para koruptor. Belum lagi kebobrokan dalam perhitungan bea cukai, mekanisme, dan prosedur yang dianggap sangat merugikan bagi masyarakat, tetapi sangat menguntungkan bagi perusahaan asing. Ini terbukti dengan adanya pengecualian atau pembebasan bea cukai bagi negara asing. 

Memahami Usyur dalam Islam

Hak kaum muslimin yang berasal dari harta dan perdagangan ahlu dzimmah dan penduduk darul harbi yang melewati batas Negara Khilafah dikenal sebagai usyur. Orang yang bertugas memungutnya disebut 'Asyir. Namun demikian, beberapa hadis telah mengancam keras bea cukai. Seperti yang diriwayatkan Uqbah bin 'Amir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 

» لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ «

"Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai." (HR. Ahmad dan ad-Darami) 

Bea cukai adalah harta yang dipungut dari barang dagangan yang melintasi batas negara. Menurut Kariz bin Sulaiman, "Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada Abdullah bin Auf al-Qari agar ia mendatangi rumah yang berada di Rafhi; yang dimaksud adalah gedung bea cukai, dan supaya ia membongkar gedung tersebut, lalu membawanya ke laut dan ditenggelamkan." 

Umar bin Abdul Aziz juga pernah menulis surat kepada Uday bin Artha'ah untuk meminta masyarakat agar tidak membayar fidyah, ma'idah, dan cukai. 
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

"Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (TQS. Hud [11]: 85) 

Hadis dan atsar yang disebutkan di atas mencela bea cukai dan mengancam orang-orang yang memungutnya. Ini menunjukkan bahwa memungut bea cukai tidak dibolehkan. Menurut banyak hadis lain, usyur tidak pernah dipungut dari barang perdagangan antara kaum muslimin dan kafir zimi yang melintasi perbatasan negara. Usyur dipungut hanya dari perdagangan kafir harbi. 

Menurut riwayat Abdurrahman bin Ma'qal, Ziadah bin Hudair menjawab, "Kami tidak memungut usyur dari kaum muslimin maupun muahid." Kemudian aku bertanya lagi: "Dari siapa kalian memungut usyur?" Dia menjawab, "Dari perdagangan kafir harbi, karena mereka telah memungut usyur dari kami saat kami mendatangi mereka."

Menurut atsar lain, Umar bin Khaththab dan para Khalifah berikutnya, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, memungut usyur dari perdagangan di luar batas negara. Mereka memungut 1⁄4 usyur dari pedagang kaum muslim, 1⁄2 usyur dari pedagang kafir zimi, dan usyur dari pedagang kafir harbi. Jika atsar dan hadis yang berbicara tentang usyur diteliti secara mendalam, akan menjadi jelas bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. 

Sebenarnya, bea cukai yang dicela dan diancam keras bagi mereka yang memungutnya adalah harta yang diambil dari orang muslim tanpa hak, seperti mengambil usyur mereka atau lebih dari 1⁄4 usyur dari perdagangan mereka yang melintasi perbatasan negara. Ini karena seorang muslim tidak diwajibkan membayar usyur atau bea cukai atas barangnya kecuali membayar zakatnya 1⁄4 usyur. Ini tidak termasuk pajak atau usyur penuh. 

Komoditi yang Terkena Usyur dan Waktu Pungutannya 

Usyur dipungut atas seluruh jenis barang dagangan, seperti perhiasan, hewan, hasil pertanian atau buah-buahan. Usyur tidak diambil dari selain barang dagangan. Usyur tidak diambil dari pakaian, peralatan, atau kebutuhan sehari-hari seseorang, termasuk makanannya. 

Walaupun pedagang melewati perbatasan berkali-kali dengan barang dagangannya, usyur hanya dipungut satu kali setahun untuk satu jenis barang. Maka, 'asyir tidak boleh mengutip lebih dari satu kali. Jika mereka melewati perbatasan dan membawa barang dagangan baru yang berbeda dari barang dagangan sebelumnya, maka usyur diambil dari mereka setiap kali mereka melewati perbatasan.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan barang masuk dan keluar dari negara, yang berdampak pada stabilitas sosial dan politik serta ekonomi. Menurut perspektif Islam, keadilan, transparansi, dan kejujuran harus menjadi dasar pengelolaan usyur, yang sesuai dengan ajaran syariah. Semua hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam Kaffah melalui peran khalifah sebagai pengambil kebijakan negara. Wallahohu 'alam bisshawwab.

Oleh: Yeni Ariesa
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 Mei 2024

Bea Cukai, Denda Melebihi Harga


Tinta Media - Beberapa minggu ini berita mengenai Bea Cukai ramai diperbincangkan. Hal ini disebabkan Bea Cukai mengenakan biaya masuk (Bea Cukai) terhadap barang yang berasal dari negara lain (impor) dengan tarif yang melebihi harga dari barang itu sendiri. Kita bisa lihat dari tiga kasus yang viral. Pertama, kasus sepatu impor yang dibeli seharga Rp.10 juta dikenakan bea masuk sebesar Rp.31,8 juta. Kedua, Pengiriman barang mainan robot yang dikirim untuk konten review oleh Youtuber Medy Renaldy dikenakan bea masuk yang berbeda dengan harga yang sebenarnya. Dan yang ketiga, terdapat barang impor berupa keyboard sebanyak 20 buah yang sebelumnya diberitakan sebagai barang kiriman oleh Perusahaan Jasa Titipan (PJT) pada 18 Desember 2022. Adapun belakangan baru diketahui ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah. Setalah 2 tahun, baru lah diserahkan barang tersebut kepada sekolah SLB yang bersangkutan.

Kejadian ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menemui pimpinan Direktorat Jendral Bea Cukai Kementerian Keuangan di Kantor Bea cukai Soekarno Hatta pada Sabtu malam, 27 April 2024 untuk merespons keriuhan tiga kasus ini. Ia menginstruksikan Bea Cukai untuk proaktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kebijakan-kebijakan dari berbagai kementerian dan lembaga yang harus dilaksanakan oleh Bea cukai sesuai mandat Undang-undang. Ia mengatakan bahwa Bea Cukai adalah trade facilitator (fasilitator perdagangan), Industrial assistance (mendukung industri dalam negeri), community protector (menjaga masyarakat) dan revenue collector (menghimpun pendapatan dari bea masuk atau pajak). Keempat tugas ini dimandatkan dalam Undang-Undang.

Jika kita telaah dari tugas yang dimandatkan oleh Undang-undang untuk Bea Cukai maka kita dapat simpulkan bahwa Bea Cukai posisinya sama dengan pajak yakni sama-sama menjadi sumber pemasukan APBN. Hal ini wajar dalam sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis yang berdiri atas dasar materi (untung/rugi). Sehingga tak heran bea cukai pun menjadi lahan bisnis pengusaha terhadap rakyatnya. Istilah yang sering kita dengar untuk yang bekerja di bea cukai merupakan “lahan Basah”. Namun dengan viralnya kasus yang terjadi saat ini bea cukai pun disebut warganet dengan sebutan “tukang palak berseragam” atau “pemalak legal”.

Bea Cukai dalam Islam

Sistem Islam yang sempurna dan paripurna yang berasal dari sang Khaliq telah menetapkan segala aturan di semua lini kehidupan tak terkecuali dalam hal sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomi Islam bea cukai bukan sumber pemasukan dalam APBN. Dalam sistem ekonomi silam jalur pemasukan kas negara bisa dari zakat, ghanimah, fai, kharaj, usyr, jizyah, khumus, rikaz serta tambang.

Cukai (maks) adalah harta yang diambil dari komoditi yang melewati perbatasan negara, komoditi tersebut keluar masuk melewati perbatasan tersebut. Nah, inilah yang kita sebut perdagangan luar negeri (perdagangan internasional). Islam memiliki aturan yang rinci untuk hal ini. Dalam sistem perdagangan luar negeri ini Islam tidak melihat komoditinya tapi melihat pelakunya. Bagi sesama pedagang muslim dan ahlul dzimmah (orang kafir yang tinggal di Khilafah dan taat terhadap aturannya) hukumnya haram memungut cukai untuk komoditi mereka baik komoditi tersebut masuk ke wilayah khilafah maupun keluar dari khilafah dengan syarat komoditi tersebut tidak digunakan untuk melawan kaum muslim. Karena dalam Islam terdapat dua wilayah yakni dar Islam dan dar kufur maka komoditi tadi keluar masuk dari dar Islam (khilafah) ke dar kufur. Dar kufur ini adalah yang secara de jure (secara hukum) memerangi kaum muslim bukan dar kufur secara de facto (secara fakta) sebagaimana 15r431 sehingga dengan dar kufur ini haram untuk menjalin hubungan perdagangan dengannya.

Selanjutnya, jika pelaku bisnisnya kafir muwahid yang mana mereka memiliki perjanjian dengan khilafah maka cukai yang dikenakan pada mereka sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan untuk kafir harbi maka diperbolehkan untuk memungut cukai namun jumlahnya disesuaikan berdasarkan pungutan negaranya kepada pedagang muslim. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Mujliz lahiq bin Humaid yang mengatakan “Mereka bertanya kepada Umar ra., “Bagaimana kita harus memungut dari warga negara kufur jika memasuki (wilayah) kita? Umar ra menjawab, ‘Bagaimana mereka memungut dari kalian jika kalian memasuki (wilayah)  mereka?’, mereka menjawab, ‘mereka (kaum kufur) memungut tarif bea masuk sebesar 1/10.’ Umar ra berkata, kalau begitu, sebesar itu pula kalian mengambil dari mereka,’(Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni)

Hal ini hanya dapat terwujud dengan adanya khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menjadi perisai bagi umat dalam menjalankan syariat Islam yang telah ditetapkan sang Khaliq sehingga hidup menjadi sejahtera dan kita semua mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.

Penulis : Ria Nurvika Ginting, SH, MH

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab