Tinta Media: Bawang Merah
Tampilkan postingan dengan label Bawang Merah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bawang Merah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Mei 2024

Lonjakan Harga Bawang Merah: Apa Guna Pemerintahan?

Tinta Media - Lonjakan harga beberapa komoditi pangan selalu turut mewarnai usainya bulan suci Ramadan. Indonesia dijuluki sebagai negeri agraria ternyata tak menjamin negeri ini lepas dari persoalan pangan. Harga-harga melambung tinggi di tengah kian banyaknya permintaan.  

Saat ini, harga bawang merah terlihat beranjak naik. Bahkan, wilayah pasar di DKI Jakarta harganya menerobos angka Rp80.000 per kg. Menurut para pedagang di dua pasar, mengungkapkan bahwa harga bawang merah mulai melonjak secara berangsur dari 10 hari sebelum hari Idulfitri. (cnbcindonesia.com, 22/04/2024) 

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menuturkan biang keladi harga bawang merah yang mengejutkan tembus hingga Rp84.000 per kg. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengklaim para pedagang pasar belum kembali selepas mudik lebaran 2024. Karenanya itu, harga bawang merah, khususnya di pasar induk mendadak naik. (cnnindonesia.com, 21/04/2024) 

Tidak dapat dimungkiri, lonjakan harga kebutuhan pangan akan berimbas pada kehidupan rakyat, dan rumah tangga adalah bagian yang paling merasakan akibat dari kenaikan ini. Apabila harga naik, maka secara otomatis akan bertambah pula pengeluaran kebutuhan rumah tangga karena kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer, sehingga fokus pengeluaran rumah tangga untuk membeli kebutuhan pangan. 

Sumber Carut-marut Politik Pangan

Di dalam sistem kapitalis, kenaikan harga kebutuhan pangan dikarenakan kurangnya pasokan bahan pangan commodity tertentu. Kondisi seperti ini disebut sebagai problematika ekonomi, sebab keberadaan harga berdasarkan penawaran (supply) dan permintaan (demand) terhadap barang tersebut. Karenanya, apabila barang yang ditawarkan jumlahnya sangat banyak, sementara itu permintaannya sedikit, maka yang akan terjadi adalah harga turun. Apabila barang yang ditawarkan jumlahnya kurang, sementara permintaannya banyak, maka akan terjadi harga yang tinggi.  

Pemerintah salah urus dalam sektor pangan ini, terlihat pada rendahnya ketersediaan dalam negeri serta pemerintah tidak mampu dalam menjaga harga agar stabil. Sungguh kebijakan impor yang dilakukan pemerintah hanya berpihak pada mafia yang bermain di sektor ini, justru tidak pernah menguntungkan rakyat, bahkan berdampak buruk pada kesejahteraan rakyat terutama kalangan petani. Namun seribu sayang, slogan swasembada pangan di negeri ini hanyalah omong kosong.  

Problem continue kenaikan harga pangan, disebabkan adanya pihak mafia pangan dan ketidakselarasan antara data kementerian pertanian dengan kebijakan impor. Penyebabnya adalah sistem kapitalisme yang diterapkan oleh pemerintah, yang berorientasi pada perhitungan laba dan rugi, bukan pada kesejahteraan rakyat. 

Sistem Islam sebagai Satu-satunya Solusi

Islam sebagai satu-satunya agama yang sempurna dan menyeluruh, memiliki seperangkat aturan kehidupan, dan memberikan solusi terhadap seluruh masalah umat manusia, termasuk problem lonjakan harga kebutuhan pangan.  

Kenaikan harga pangan disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor “alami”, yaitu langkanya pasokan bahan pangan tertentu karena gagal panen, jadwal panen, serangan hama, dan lain-lain. Kedua, sebab ekonomi yang dianut menyimpang dari hukum-hukum Islam, seperti terjadinya monopoli harga (ghabn al fakhisy), penimbunan (ikhtikar), hingga liberalisasi yang membawa pada ‘penjajahan’ ekonomi.  

Dalam Islam, apabila suatu harga meroket karena faktor “alami” sebab kelangkaan barang, maka di samping itu umat harus bersabar. Islam juga mewajibkan negara untuk menuntaskan permasalahan kelangkaan dengan mencari supply dari wilayah lain. Apabila seluruh daerah dalam negeri kondisinya sama, maka dapat diatasi dengan kebijakan impor, dengan catatan tetap memperhatikan produk dalam negeri.  

Namun jika melonjaknya harga ini karena pelanggaran terhadap hukum syarak, maka pihak penguasa harus memastikan agar hal tersebut tidak terjadi. Rasul saw., sampai turun ke pasar untuk ‘inspeksi’ agar tidak terjadi penimbunan (ikhtikar), penipuan harga (ghabn) ataupun penipuan barang (tadlis). 

Di samping itu, pemerintah harus mengantisipasi dan mengoptimalkan upaya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, sehingga negara senantiasa memiliki riset dan penemuan baru pada aspek pangan. Sebab suatu negara akan terguncang apabila bidang pertanian dikuasai ataupun berpangku tangan pada negara lain. 

Pemerintah juga akan tegas pada pelaku-pelaku mafia rente yang melakukan tindakan gharar dan curang dalam perdagangan tanpa pandang bulu.  

Demikian solusi Islam dalam menuntaskan problem melonjaknya harga kebutuhan pangan. Hal ini berkorelasi erat dengan kebijakan lain, seperti perindustrian dan perdagangan, sehingga dalam penerapannya meliputi hukum secara menyeluruh. Keadaan seperti ini tidak akan pernah terwujud kecuali dalam sistem Islam di bawah naungan negara Islam. Wallahu A'lam Bish-Shawwab.

Oleh: Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta









































































Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab