Tinta Media: Barat
Tampilkan postingan dengan label Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Barat. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Februari 2024

Barat Tuding Pembela H4m45 dan Tolak Z10ni5 sebagai Teroris dan Antisemit, UIY: Bagian dari Politik Labeling dan Framing



Tinta Media - Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menganggap bahwa politik labeling dan framing yang dilakukan oleh Barat terhadap individu atau kelompok Islam yang membela H4m45 dan menolak Z10ni5 Yahudi sebagai bentuk hipokrisi besar. 

“Tudingan yang sangat tendensius, lebih merupakan sebagai usaha tak terpisahkan dari politik labeling dan framing yang dilakukan oleh Barat terhadap individu atau kelompok Islam sebagai bentuk hipokrisi besar,” ujarnya dalam program Focus to The Point: Gegara Bela H4m45 dan Tolak Z10ni5, Gerakan Lurus ini Disebut Teroris! Selasa (30/1/2024) melalui kanal Youtube UIY Official. 

UIY mengungkapkan setidaknya ada dua hal yang patut dicermati terkait tudingan sebagai teroris dan antisemit, yang dialamatkan Barat terhadap individu atau kelompok Islam, sebagai politik labeling dan framing. 

Pertama, melalui politik labeling dan framing, Barat merasa akan mendapatkan legitimasi dari publik, “Bahwa yang mereka lakukan adalah memerangi teroris, karena itu dia harus disematkan dulu sebagai kelompok teroris, jika kemudian mereka menangkap atau menyerang kelompok ini atau membubarkan, dalam rangka untuk mengambil tindakan terhadap kelompok teroris,” jelasnya. 

Kedua, untuk mendapat dukungan publik. “Bukan hanya publik domestik di mana negara itu mengambil tindakan, tapi juga publik internasional atau publik dunia, biasanya publik dunia itu, dia sudah tidak lagi ingat apakah betul dia teroris atau tidak, yang dia ingat adalah bahwa ini negara sedang memerangi kelompok teroris. Nah, di situlah bahayanya labeling dan framing,” bebernya. 

Ia menjelaskan, jika kembali kepada definisi bahwa teroris itu diartikan sebagai orang atau kelompok bahkan negara yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan, mestinya Amerika dan sekutu-sekutunya dianggap sebagai teroris. 

“Orang-orang yang kembali kepada definisi bahwa teroris itu diartikan sebagai orang atau kelompok bahkan negara yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan.  Mestinya Amerika dan sekutu-sekutunya dianggap sebagai teroris, karena faktanya banyak sekali melakukan kekerasan dan komisi HAM internasional, menyebut Amerika sebagai negara yang paling banyak menggunakan kekerasan dalam meraih tujuannya.  Seperti invasi Amerika ke Irak, Afghanistan, Vietnam dan sebagainya,” tuturnya. 

Ia mengatakan bahwa Hamas dan Syekh Ahmad Yasin Rahimahullah bukan teroris. “Hamas dan Syekh Ahmad Yasin Rahimahullah itu dianggap sebagai teroris, wong dia itu sedang berjuang untuk meraih kembali haknya membebaskan tanah Palestina dari penjajahan. Bagaimana, orang yang berjuang untuk merebut haknya membebaskan tanah Palestina, tanah yang diberkati, tanah khorojiah dari penjajahan disebut sebagai teroris. Sementara yang menjajah tidak disebut teroris,” ulasnya.

Menurutnya, kelompok-kelompok dakwah Islam itu bukan antisemit, “Sebab Islam memperlakukan Yahudi dengan sangat baik, sejarah panjang membuktikan bahwa Spanyol 700 tahun hidup damai di bawah Islam. Orang Yahudi dan Nasrani menyebut ‘Espanyol in three religion’, Spanyol dalam tiga agama, Karen Armstrong sampai mengatakan the Jewish enjoy their golden age under Islam in Andalusia,” pungkasnya.[] Evi

Sabtu, 22 April 2023

FDMPB: Islamofobia adalah Kejahatan Politik Barat

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan bahwa Islamofobia adalah kejahatan politik barat. 

"Islamofobia bisa dikatakan sebagai kejahatan politik Barat dikarenakan permusuhan kepada islam," ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (19/4/2023). 

Ia mengungkapkan berbagai tindakan barat yang anti islam terus dilakukan melalui berbagai strategi. "Narasi moderasi Islam justru dibuat sebagai pertanda bahwa Barat anti Islam. Program moderasi beragama disetting Barat sebagai upaya untuk menghadang kebangkitan islam," ungkapnya. 

Menurutnya, Islamofobia  itu lahir dari ideologi sekularisme. "Negara yang menerapkan sistem sekularisme  selalu menempatkan Islam sebagai halangan dan ancaman yang diwujudkan dengan berbagai kebijakan anti islam sebagaimana marak terjadi di Perancis dan negara lainnya," tuturnya. 

Ia mengutip teori Psikoanalisa Freud yang menjelaskan bahwa phobia adalah pertahanan kecemasan yang disebabkan oleh impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke objek atau situasi yang memiliki koneksi dengannya. Inilah alur munculnya islamopobia di dunia saat ini. 

Dengan demikian, lanjutnya, Islamofobia telah menjadikan islam sebagai objek untuk menakut-nakuti masyarakat. "Islam  yang justru merupakan ajaran mulia dikonstruksi sedemikian rupa seolah sesuatu yang menyeramkan terus ditanamkan melalui impuls id masyarakat tanpa memberikan kesempatan kepada pikiran rasional untuk mengkajinya, maka lahirlah kondisi kejiwaan yang abnormal berupa Islamofobia," bebernya. 

Ia mengatakan, dalam konteks penyakit kejiwaan, maka yang salah bukanlah Islam, namun ketakutan dan kecemasan yang berlebihan inilah yang menjadi masalah dan harus disembuhkan. "Sebab phobia adalah penyakit kejiwaan yang harus disembuhkan dihilangkan oleh umat Islam," tuturnya. 

Menurutnya, ini adalah tantangan kesadaran bagi umat Islam dan dunia bahwa Islamofobia adalah proyek Barat untuk menghadang kebangkitan ideologi Islam di seluruh dunia. "Maka umat Islam harus tetap berjuang menegakkan Islam, tanpa ada takut sama sekali, dan melakukan berbagai dakwah penyadaran kepada umat Islam yang salah paham dan pahamnya salah atas Islam," pungkasnya. [] Robby Vidiansyah Prasetio

Kamis, 29 Desember 2022

Dr. Fika Komara: K-Pop, Alat Penjajahan Barat Berkedok Wajah Ketimuran

Tinta Media - Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara menilai K-Pop sebagai alat penjajahan Barat (soft power) yang berkedok wajah ketimuran.

“K-Pop sebagai alat penjajahan Barat yang berkedok wajah ketimuran, menjadi kekuatan soft power berbentuk industri hiburan yang sangat terorganisir,” ungkapnya dalam acara Rubrik Muslimah Negarawan: Sisi Gelap Budaya K-Pop bagi Pemuda Muslim melalui kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (26/12/2022). 

Dalam konteks politik luar negeri, katanya, Korea Selatan yang berhubungan dekat dengan Amerika  atau influence-nya Amerika di Asia Timur menjadikan industri hiburan untuk mendapatkan posisi global sejak awal 2000-an sampai tahun 2020-an.

“K-Pop merupakan kekuatan soft power seperti yang ditulis oleh majalah The Diplomat.  Industri Hiburan terorganisir sebagai kekuatan mesin pertumbuhan ekonomi bagi Korea Selatan, akhirnya melejit karena menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang sifatnya lebih terbuka,” tuturnya.

Dr. Fika menjelaskan bahaya k-pop sebagai soft power itu adalah racun nilai dan gaya hidup, memasarkan nilai-nilai liberal, sekulerisme, hedonis, konsumeris dan pemujaan idola ala Barat dengan kemasan budaya Korea yang ketimuran, menjauhkan generasi muslim dari agamanya dengan memuja berhala-berhala baru yaitu artis-artis korea.

“K-Pop sebenarnya memang memasarkan nilai-nilai liberal hedonis dan menjauhkan generasi muslim dari agamanya melalui pemujaan idola ala barat dengan kemasan budaya Korea yang ketimuran, yang dipasarkan sama-sama liberal sama-sama hedonis yang merupakan bagian dari peradaban Barat,” jelasnya.

"Para pemuda muslim yang dikenal sebagai fandom-fandom K-Pop menjadi halu, mereka memberikan loyalitas yang sifatnya patologis sangat jauh dari Islam," tambahnya. 

Ia melihat banyak fandom-fandom K-Pop yang pada halu-halu, seperti punya pacar online, suami online, sampai dalam level memberikan loyalitas yang sifatnya patologis, tidak sehat dan berpenyakit.  "Dan sedihnya sikap-sikap atau karakter fandom ini sudah sangat jauh dari Islam,” tegasnya.

Dr. Fika Komara menggambarkan eksploitasi pasar yang dilakukan, membentuk budaya konsumtif para penggemar K-Pop terhadap berbagai produk yang diperjualbelikan.

“Sekitar 2,85 juta orang menghadiri konser-konser global tour K-Pop di luar negeri sampai memunculkan fenomena tiket wars dengan harga tiket yang sangat mahal. Penjualan merchandise kayak piyama, bantal dengan harga yang tidak masuk akal sampai jutaan rupiah. Lampu-lampu untuk konser itu, ada yang kw atau ori itu juga diperjualbelikan. Memang bisnis ini menjadi mesin uang yang sangat besar," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa para penggemar K-Pop juga sudah terkena virus hedonis, sehingga kebanggaan atau prestise mereka untuk bisa menyerupai para artis K-Pop dalam berpakaian, makanan dan sebagainya.

“Mereka bisa menonton konser-konser sebagai prestise di mata teman-temannya, makanannya sudah terbius dengan makanan-makanan dari Korea,” tambahnya.

Selain eksploitasi finansial,  yang sebenarnya lebih mengerikan itu adalah perusakan dan pelemahan generasi muslim sehingga menjadi generasi Iemah. "Generasi yang dicela oleh Rasulullah saw adalah generasi pembebek dan labil yang mengikuti arus ikut-ikutan, gaya hidup hedonis, tergila-gila pada trend, tidak punya prinsip identitas, sebagai bentuk eksploitasi perilaku dan kepribadian. Itu sebenarnya bisa disebut sebagai sebuah penjajahan,” tegasnya.

Menurutnya,  kapitalisme telah menjadikan sektor entertainment atau hiburan itu menjadi industri raksasa yang merupakan bagian dari peradaban dan efektif menjadi alat penjajahan.

Solusi

Dr. Fika Komara mengatakan, tantangan umat Islam sebenarnya adalah bagaimana menjadikan generasi Islam siap mengemban syiar Islam sebagai trend baru dengan kekuatan Iman, ilmu dan amal.

“Pemuda Muslim itu harus memiliki kualitas respon yang terbaik berlandaskan proses berpikir dan idealisme Islam," ujarnya. 

Oleh sebab itu, katanya, penting bagi pemuda Muslim untuk mengkaji Islam sebagai sebuah ideologi, tidak hanya ritual saja sehingga memiliki kesadaran politik Islam agar bisa mendeteksi berbagai bentuk topeng penjajahan yang masuk ke dunia Islam. 

Mengemas dakwah dengan kreatif dan menarik melalui teknik-teknik visual dan teknik-teknik audio. "Memahamkan mereka dengan Islam supaya bisa membedakan hak batil, halal haram, menjadi generasi Izzah yang punya pendirian dan kehormatan generasi serta punya agenda perubahan," tuturnya. 

"Peradaban Islam hanya akan kembali oleh mereka yang memiliki kekuatan iman, ilmu dan amal,” pungkasnya. [] Evi

Sabtu, 20 Agustus 2022

Barat Dukung Penista Agama Islam

Tinta Media - "Pemerintah Barat memberi sokongan kepada penista agama Islam bahkan memberikan dorongan agar bisa mengkampanyekan kesesatannya," ungkap narator dalam Serba-Serbi MMC: Insiden Salman Rushdie, Cukupkah dengan Menghukum Penista Agama, Jumat (19/8/2022) melalui kanal YouTube Muslimah Media Center.

Barat pun tidak segan-segan melindungi para penista agama, lanjut narator, jika kontroversi yang dia buat mendapatkan kecaman atas nama kebebasan berpendapat, barat membenarkan dan mengapresiasi orang-orang yang berani menyimpang dari kebenaran Islam, menghina bahkan menghujat ajaran Islam.

"Padahal apa yang disampaikan para penista itu tidak lebih dari kesesatan pemikiran atau pendapatnya yang sangat dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Sebuah kesesatan yang memberi dampak buruk dan membahayakan akidah umat Islam," tutur Narator.

Umat Islam harus cerdas ketika barat memberi perlindungan maupun apresiasi kepada para penista agama, lanjut narator, yang dibalut atas nama kebebasan berpendapat, hasil karya seni, dan sebagainya, tidak lain untuk semakin menguatkan arus sekularisme dan gaya hidup liberal kepada kaum muslimin.

"Ide ini akan menjauhkan kaum muslimin dari hakikat kehidupan yang sebenarnya sehingga tidak ada lagi di benak kaum muslimin untuk melindungi dan memuliakan agama Islam," lanjutnya.

Narator menyampaikan bahwa tuntutan yang diajukan bukan hanya sebatas menghukum penista agama sebab hukuman yang diberikan hanya sebatas penjara, tidak akan memberi efek jera bahkan pelaku bisa meminta swadaya ke negara lain. Maka kaum muslimin seharusnya menghentikan hegemoni sekularisme dan sistem liberal yang memfasilitasi dan memelihara para penista agama.

"Cara untuk menghentikan hegemoni ini tidak lain adalah dengan mengembalikan kehidupan Islam yang terwujud dalam sebuah institusi negara yang disebut khilafah. Sebab daulah khilafah adalah sumber kekuasaan kaum muslimin menghadapi para penista agama," lanjut narator lagi. 

Akidah umat Islam akan terjaga, bukan hanya karena individu yang bertakwa namun juga negara yang berperan menjaga aqiqah masyarakatnya, terang narator, begitupun dengan kemuliaan dan wibawa Islam tidak akan terinjak-injak di bawah para tokoh sekuler negara-negara barat karena khilafah akan menindak secara tegas perbuatan mereka. 

"Jika pelaku penista agama adalah individu atau kelompok maka khilafah akan mengenakan sanksi ta'zir kepada mereka sebab perbuatan mereka termasuk kategori penyebaran ideologi kufur dan mencela akidah Islam."

Narator menyebutkan bahwa adapun sanksi ta'zir bisa berupa hukuman mati, jilid, penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, melenyapkan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat, pencabutan hak maliyah, pencelaan atau publikasi pelaku kejahatan pada masyarakat.

Pelaku ta'zir akan dihukum berdasarkan tingkat kemaksiatannya untuk menista agama, lanjutnya, semisal mengolok-olok Rasulullah hukuman yang diberikan adalah dibunuh sebagaimana yang pernah terjadi di masa Rasulullah ketika kisah seorang sahabat buta yang memiliki budak wanita yang setiap hari menghina Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dalam HR. Abu Daud, suatu malam dia menghina Nabi kembali sehingga sahabat buta itu membunuhnya, dan keesokan harinya Nabi mendengar kabar tersebut dan membenarkan sahabat buta itu.

"Namun jika mereka bertobat dan tidak mengulanginya lagi, hukuman yang diberikan Khalifah misalnya 80 jilid. Sementara jika pelaku penista agama adalah sebuah negara, semisal negara barat, maka Khalifah akan menyerukan jihad kepada mereka. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Sultan Hamid II memberi ultimatum kepada Prancis dan Inggris untuk menghentikan opera yang menistakan Rasulullah. Maka dari itu, Islam sangat membutuhkan khilafah sebagai perisai kemuliaan Islam dan kaum muslimin," pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin

Kamis, 18 Agustus 2022

FIWS: Kecaman Barat atas Penikaman Salman Rushdie Tunjukkan Ketidakadilan

Tinta Media - Para pemimpin barat semisal Joe Biden atau Emmanuel Macron yang mengecam penikaman Salman Rushdie seraya memuji Salman Rushdie sebagai pejuang kebebasan, direspon Direktur Forum in Isamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi.
 
“Ini menunjukkan pada kita suatu ketidakadilan yang nyata sedang  terjadi di dunia saat ini,” ungkapnya dalam acara Dialogika Peradaban: Salman Rushdie Diserang Ada Apa? Di kanal Youtube Peradaban Islam, Senin (15/8/2022).
 
Pasalnya menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  ketika Palestina dibombardir Israel, terdapat anak-anak yang  meninggal dunia, tapi kita tidak pernah mendengar kecaman yang sama dari para pemimpin dunia tadi.
 
Siapa Salman Rushdie?
 
Farid menjelaskan, Rushdie adalah penulis novel the satanic verses. “Novel  ini disebut terinspirasi oleh kehidupan Rasulullah SAW. Buku ini isinya menghina Rasulullah dan para istri beliau,” jelas Farid.
 
Akibatnya, lanjut Farid,  Rushdie  mendapat kecaman kaum Muslim sedunia.  “Bukunya juga dilarang di berbagai negara, bahkan pada 1989 pemimpin Iran pada waktu itu  mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk Rushdie  dan menawarkan imbalan 3 juta US$  bagi siapa pun yang membunuh Rushdie,” ungkap Farid.
 
Menurutnya, kecaman terhadap Rushdie tidak hanya muncul dari umat Islam, tapi juga muncul dari beberapa penulis barat yang cukup obyektif.
 
Bahaya Besar
 
Berkenaan dengan buku the satanic verses ini Farid menuturkan kisah Aktivis Dakwah asal Inggris Dr. Abdul Wahid.
 
“Dalam sebuah tulisannya,  Dr. Abdul Wahid  menceritakan saat masih kuliah di Inggris. Pada September 1988 ia bertemu langsung dengan Rushdie, membeli novelnya, serta menyatakan kekagumannya pada Rushdie,” tutur Farid mengutip tulisan Dr. Abdul Wahid.
 
Setelah membaca buku itu, kisah Farid selanjutnya, dia menyebut  dari cara Salman Rushdie menjelaskan  tentang istri-istri Rasulullah SAW.  maka dia mengerti bagaimana novel ini menimbulkan begitu banyak kekesalan.
 
“Karakter dalam buku ini sangat menghina, sebagai Muslim yang pemahaman Islamnya saat itu  masih sangat minimal, saya merasa malu dengan isi buku ini dan saya  ikut melakukan protes di Inggris. Saya sangat  jijik membaca buku ini,” ucap Farid menirukan kata-kata Dr. Abdul Wahid.

Dr. Abdul Wahid lanjut Farid,  mengatakan,  Salman Rushdie  dan novelnya telah diambil oleh barat dan media arus utama untuk agenda besar mereka menyerang Islam, sehingga  bahaya buku ayat-ayat  setan ini jauh lebih besar dari pada  penulisnya.
 
Tak Layak Diadopsi
 
Farid mengatakan, ini menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana sistem kapitalisme barat ini bukan sistem yang layak untuk diadopsi atau diperjuangkan.
 
“Peradaban barat seolah mulia dengan menghargai kebebasan berpendapat, kebebasan  berkarya, bahkan melindunginya. Di sisi lain barat melakukan serangan terhadap pihak-pihak  yang mengancam Salman Rushdie ini dengan mengatakan barbar, dipenuhi narasi kebencian. Narasi-narasi seperti  itu mirip dengan narasi-narasi hari ini, ideologi kekerasan, kebencian” ungkap Farid.
 
Salman Rushdie dengan novelnya, kata Farid,  dia bukan sekedar Salman Rushdie, tapi telah diadopsi barat sebagai alat untuk kampanye agenda besar serangan mereka terhadap ajaran Islam.
 
“Jadi Salman Rushdie  dan novelnya itu dimainkan oleh barat sampai saat ini. Barat memang memelihara orang-orang  seperti Salman Rushdie ini. Itu ditunjukkan, misalnya dengan penghargaan ratu  Elizabeth dari Inggris yang   memberikan gelar  bangsawan  “Sir” pada Rushdie,”  beber Farid.
 
Seolah olah, kata  Farid, mereka ingin menunjukkan ketinggian peradaban barat, padahal ini menunjukkan kebusukan peradaban barat.
 
“Ini cerminan kegagalan peradaban barat, tidak bisa memisahkan kebolehan seseorang itu bicara dengan penghinaan. Mereka mencampuradukkan antara kebebasan, dengan penghinaan,” simpulnya.
 
Berbeda
 
Menurut Farid, ini sangat berbeda dengan  Islam yang tidak mengenal kebebasan berbicara, karena dalam Islam setiap kata akan ada pertanggungjawaban.
 
“Islam sejak awal mengatakan bahwa setiap perbuatan manusia terikat pada hukum syarak, termasuk omongan, tulisan, cuitan di twiter, semua akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Makanya isinya tidak boleh menghina, hoax, bohong,” tandas Farid.
 
Dalam Islam tegas Farid, Rasulullah saw.  itu orang yang sangat mulia, maka kita diperintahkan untuk mencintai Rasulullah, sebagaimana termaktub dalam hadis, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh umat manusia.”
 
“Mencintai Rasul adalah suatu kewajiban, maka menghina Rasul  dosa besar sebagaimana termaktub dalam  al-Quran surat at-Taubah ayat 61 dan al-Ahzab  ayat 57,” tegasnya.
 
Farid menegaskan, para ulama sepakat untuk para penghina Nabi  hukumannya wajib hukuman mati.
 
“Ini menunjukkan pada kita bahwa Islam itu begitu memuliakan Rasulullah saw. Oleh karena itu pantas kalau umat Islam marah ketika Rasulnya dihina, karena Rasul memerintahkan kita seperti itu. Ini yang harus difahami umat Islam,” ulasnya.
 
Kekuatan Seimbang
 
Farid menegaskan untuk bisa menghentikan kebijakan barat yang  menyerang Islam secara sistematis, harus ada kekuatan seimbang. “Harus ada kekuatan negara global yang bisa berhadapan dengan negara-negara barat yang memusuhi umat Islam, yang dalam istilah fikih Islam negara global itu disebut negara khilafah,” tandasnya.
 
Farid lalu menyontohkan Sultan Abdul Hamid II yang bisa menghentikan  Inggris dan Perancis untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah.
 
“Ketika umat Islam masih memiliki institusi Khilafah suara umat Islam itu masih didengar, karena seruan Khalifah akan menggerakkan umat Islam seluruh dunia, bukan hanya menggerakkan tentara-tentara  kaum muslimin. Ini yang ditakuti Inggris saat itu. Khilafah ini yang tidak ada lagi saat ini, dan  kita tidak boleh tinggal diam harus mewujudkannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
 

Kamis, 28 April 2022

Akidah Barat yang Rusak Perlu Diluruskan


Tinta Media - Tulisan Seorang tokoh Barat, Jasqueline Ross dalam kamus filsafatnya yang berjudul  'De Philosophie' mengatakan, "... dari sisi moralitas, keyakinan rasional, meski tidak mungkin dibuktikan, iman berkaitan dengan keberadaan Tuhan, keabadian ruh dan kebebasan... Dari sisi keagamaan, iman adalah orientasi spiritual (ruhiyah) menuju kebenaran yang diwahyukan dan dogmatis (bukan argumentatif dan tidak tunduk pada penalaran)" dinilai rusak dan perlu diluruskan.

"Akidah menurut mereka juga berarti penerimaan akal atas suatu kebenaran yang memiliki tabiat superior atau apa yang di balik tabir tanpa bukti dan argumentasi. Karena itu, sebelum menjelaskan tentang kerusakan akidah Barat perlu ada pelurusan kerusakan pandangan pikiran Barat tentang konsepsi akidah itu sendiri," demikian tertulis di dalam Kitab 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: ldeologi, Peradaban, dan Tsaqofah' yang diterbitkan pustaka Thariqul Izzah, Januari 2021.

Kitab ini menjelaskan, akidah dari sisi faktanya pada seluruh manusia adalah pembenaran yang pasti yang membentuk pemikiran mendasar. Pembenaran ini kadang berkaitan dengan agama, yakni berkaitan dengan iman kepada Sang Pencipta dan hari kebangkitan, dan kadang tidak berkaitan.

"Orang komunis meyakini, yakni membenarkan secara pasti tidak adanya Tuhan dan bahwa alam semesta adalah materi. Sedangkan seorang muslim meyakini, yakni membenarkan secara pasti terhadap eksistensi Tuhan dan bahwa alam adalah makhluk ciptaan Sang Pencipta," jelas kitab tersebut.

Karena itu, pembenaran pasti merupakan asas dalam pertimbangan akidah. "Hal itu terlepas dari objek pembenaran itu sendiri, apakah memiliki konten keagamaan atau non-agama," bebernya.

Kitab ini menganggap kepastian itu tidak ada kecuali dengan bukti pada orang yang membenarkan. "Karena itu akidah adalah pembenaran yang pasti berdasarkan dalil (bukti), terlepas tabiat dalil (bukti) yang dijadikan sandaran orang yang membenarkan," pungkasnya.[] Wafi 

Rabu, 27 April 2022

Kebangkitan Barat Adalah Kebangkitan yang Salah



Tinta Media  - Buku 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: ldeologi, peradaban, dan tsaqofah'   menilai kebangkitan Barat  bukanlah kebangkitan yang benar.

"Kebangkitan Barat bukanlah kebangkitan yang benar. Kebangkitan Barat tidak tegak di atas kaedah berpikir yang cemerlang dan asas ruhiyah yang kuat," demikian yang tertulis dalam kitab Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: ldeologi, peradaban, dan tsaqofah' yang diterbitkan oleh Pustaka Fikrul Mustanir, Januari 2021.

Melainkan, lanjutnya, kebangkitan Barat tegak atas campuran beragam pemikiran, falsafah, kecenderungan, dan konsepsi manusia, yang terbentuk setelah pergolakan berabad-abad, tarik menarik, konflik, perang, pengawasan, dan penyaringan.

"Dari semua itu terbentuklah pandangan peradaban dan tsaqafah tertentu yang tujuannya, menurut klaim pengusungnya, adalah untuk membahagiakan dan membebaskan manusia Barat," paparnya

Namun, menurut kitab tersebut, kebangkitan Barat dalam kenyataannya  berubah menjadi sumber penderitaan dan belenggu yang membelenggu. "Bahkan menjadi sumber penderitaan dunia seluruhnya," pungkasnya.[]Wafi

Selasa, 26 April 2022

Cara Mengkritik Ideologi Kapitalis


Tinta Media- Buku 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: ldeologi, Peradaban, dan Tsaqofah' mengajarkan pada pembacanya bagaimana cara mengkritik idiologi kapitalis, peradaban, dan tsaqafahnya.

"Adapun yang dimaksud dengan mengkritiknya adalah menghancurkan bangunan pemikirannya, membatalkan hukum-hukum dan solusinya, dan membatalkan hujah-hujahnya. Semua itu dengan jalan menjelaskan kebatilannyadan menampakkan kerusakannya sebagai proses berfikir dan hasilnya," demikian yang tertuang dalam buku 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: ldeologi, Peradaban, dan Tsaqofah' yang diterbitkan Pustaka Thariqul Izzah, Januari 2021.

Selain itu, mengkritik Ideologi kapitalis juga dilakukan dengan menjelaskan kebatilan dan kerusakan pengetahuan, _manhaj,_ ideologi, peradaban, dan tsaqafahnya.

"Mengkritik pemikiran Barat adalah dengan mengkritik asa-asas yang menjadi pondasinya, tanpa harus mengkritik semua pemikiran cabang berupa pemikiran-pemikiran atau konsepsi-konsepsi sekundernya," jelas kitab tersebut.

Sebab, ideologi, peradaban, dan tsaqafah kapitalis tegak di atas pilar-pilar, tiang-tiang, dan asas-asas yang khusus berkaitan dengannya.

"Darinya dihasilkan solusi-solusi. Darinya dihasilkan hukum-hukum. Di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran cabang dan terbentuk pengetahuan-pengetahuan," tulisnya.[] Wafi

Sabtu, 23 April 2022

Konsep Negara-Bangsa Bukan Solusi untuk Menghindari Perang


Tinta Media - Buku 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: Ideologi, Peradaban, dan Tsaqofah' membantah klaim orang-orang Barat bahwa batas-batas yang tetap dalam konsep negara-bangsa adalah cara terbaik untuk menghindari perang.

"Orang-orang Barat mengatakan bahwa batas-batas yang tetap merupakan metode terbaik untuk menghindari perang. Tetapi konsep ini, selain didasarkan pada manfaat materi sebagai tolak ukur yang mengontrol individu dan negara, juga telah menyebabkan hal yang berlawanan dengan klaim mereka," demikian tertulis dalam kitab 'Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis: Ideologi, Peradaban, dan Tsaqofah' yang diterbitkan oleh Pustaka Fikrul Mustanir, Januari 2021.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa konsep negara bangsa justru menyebabkan memuncaknya kebutuhan untuk ekspansi penjajahan. Negara-negara berkembang di Eropa telah mendapati dirinya tidak mampu melakukan ekspansi secara regional, mereka mengarah pada ekspansi kolonial.

"Begitulah, ekspansi kolonial muncul dalam sifatnya sebagai metode ideologi Barat untuk menyebarkan dirinya," tulisnya.

Menurutnya, kecenderungan kolonialisme imperialisme tetap ada selama kebangkitan Barat. Baik secara terbuka ataupun terselubung.

Hal ini terjadi hari ini dengan kekuatan, bahkan mungkin mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Yang lebih besar dan lebih dalam dari era sebelumnya dalam sejarah Barat.[] Wafi 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab