Tinta Media: Bansos
Tampilkan postingan dengan label Bansos. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bansos. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 April 2024

Bantuan Sosial Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Melanggar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial

Tinta Media - Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial Beras sampai Juni 2024, dan Bantuan Langsung Tunai untuk November dan Desember 2023. Keputusan diambil dalam rapat kabinet / rapat terbatas 6 November 2023, dengan alasan ada ancaman El Nino.

Pemberian Bantuan Sosial Beras (sebelumnya dinamakan Bantuan Sosial Pangan) tersebut dikoordinasikan oleh Bapanas (Badan Pangan Nasional) dan dilaksanakan atau disalurkan oleh Perum Bulog (Badan Urusan Logistik).

Dalam penyaluran Bantuan Sosial Pangan (Beras) ini, Bapanas dan Bulog secara nyata melanggar UU tentang Kesejahteraan Sosial. Karena, pelaksanaan pemberian Bantuan Sosial Pangan (Beras) merupakan tugas dan fungsi Kementerian Sosial.

Alasannya sebagai berikut.

Pertama, Bantuan (Sosial) Langsung dalam bentuk Pangan maupun Tunai merupakan bagian dari Bantuan Sosial, yang pada gilirannya merupakan bagian dari Perlindungan Sosial, seperti diatur di Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Kedua, penyelenggaraan Perlindungan Sosial diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2012 (PP 39/2012) tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

Bab V tentang Perlindungan Sosial, Pasal 28 sampai Pasal 36, menyatakan, bahwa:

• Bantuan Sosial merupakan bagian dari pelaksanaan Perlindungan Sosial: Pasal 28 ayat (3) huruf a;

• Bantuan Sosial dapat diberikan secara langsung (Bantuan Langsung): Pasal 29 ayat (2) huruf a;

• Jenis Bantuan (Sosial) Langsung dapat berupa antara lain sandang, pangan, dan papan: Pasal 30 huruf a, atau uang tunai: Pasal 30 huruf e;

Ketiga, menurut Peraturan Presiden No 110 Tahun 2021 tentang Kementerian Sosial, Perlindungan Sosial merupakan salah satu tugas dan fungsi Kementerian Sosial.

Pasal 4 berbunyi: Kementerian Sosial mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Pasal 5 berbunyi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4, Kementerian Sosial menyelenggarakan fungsi:

a.              perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial;

Kedua Pasal ini menegaskan bahwa Kementerian Sosial juga mengemban fungsi sebagai pelaksana kebijakan perlindungan sosial, termasuk penyaluran Bantuan Sosial Pangan (Beras).

Untuk itu, Kementerian Sosial dilengkapi dengan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, pemberian Bantuan Sosial Pangan (Beras) maupun Bantuan (Sosial) Langsung Tunai merupakan bagian dari Perlindungan Sosial, yang merupakan tugas dan fungsi dari Kementerian Sosial.

Artinya, Bapanas dan Bulog tidak berwenang melaksanakan atau menyalurkan Bantuan Sosial Pangan (Beras).

Dengan kata lain, penyaluran Bantuan Sosial Pangan (Beras) dari Bapanas dan Bulog melanggar UU tentang Kesejahteraan Sosial, melanggar tugas dan fungsi Kementerian Sosial, dan karena itu dapat didakwa penyimpangan kebijakan APBN dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.

Selain itu, keempat, dasar pembentukan Badan Pangan Nasional merupakan perintah Bab XII, Pasal 126 sampai Pasal 129, UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahwa: Badan Pangan Nasional adalah Lembaga Pemerintah yang menangani bidang pangan. Sekali lagi, menangani bidang pangan, bukan bidang sosial, atau bantuan sosial.

Pasal 126 berbunyi, tugas Lembaga Pemerintah di bidang Pangan, untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan Nasional.

Pasal 127 menegaskan, Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.

Pasal 128 mengatur wewenang Lembaga Pemerintah bidang pangan tersebut: yaitu antara lain dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Artinya, Pasal 128 menegaskan Lembaga Pemerintah bidang Pangan (yang kemudian bernama Badan Pangan Nasional) tidak bisa menugaskan Bulog untuk melaksanakan atau menyalurkan Bantuan Sosial Pangan.

Pasal 129 kemudian memberi payung hukum pembentukan Lembaga Pemerintah bidang pangan melalui Peraturan Presiden, dan lahirlah Peraturan Presiden No 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional atau Bapanas.

Dalam butir menimbang huruf a Perpres 66/2021 secara eksplisit menyebut: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan.

Oleh karena itu, tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional wajib taat pada ketentuan UU tentang Pangan khususnya Pasal 126 sampai Pasal 128.

Dalam hal ini, penyaluran bantuan pangan oleh Badan Pangan Nasional melanggar UU tentang Pangan dan juga melanggar UU tentang Kesejahteraan Sosial.

Dengan demikian, perpanjangan Bantuan Sosial dengan alasan El Nino, yang diputus secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo, tanpa persetujuan DPR, tanpa ditetapkan dengan UU, disalurkan melalui Bapanas dan Bulog, beserta Presiden, Menteri Zulkifli Hasan dan Menko Airlangga Hartarto, secara nyata melanggar Konstitusi, UU Keuangan Negara, UU APBN, UU Kesejahteraan Sosial, UU Pangan.

Apakah sejumlah pelanggaran berat tersebut akan dibiarkan terjadi tanpa ada konsekuensi hukum, dan menandakan Indonesia menjadi negara tirani, atau ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk mewujudkan perintah Pasal 1 ayat (3) UUD, bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Semoga Mahkamah Konstitusi dapat benar-benar menjaga Konstitusi Indonesia, dan memutus perkara seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku.

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

—- 000 —-

Minggu, 18 Februari 2024

Politisasi Bansos demi Pemilu 2024?


Tinta Media - Pemberian bansos (bantuan sosial) memang rentan diselewengkan dan disalahgunakan. Diduga bahwa bansos yang diberikan oleh Presiden Jokowi merupakan upaya untuk mendulang simpati dan empati rakyat dalam mencari suara. Sudah diketahui, beberapa waktu yang lalu, Presiden Jokowi dan para menteri telah tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang amat masif menggunakan bansos sebagai alat untuk kampanye. 

Dikutip dari BBC Indonesia (30/01/2024), bansos yang diberikan Presiden Jokowi pada rakyat berupa 10 kg beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp200 ribu per bulan. Total sejumlah alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 sebesar Rp433 triliun. Jumlah tersebut bahkan lebih tinggi dari pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).

Alasan utama presiden Jokowi memberikan sederet bansos bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan. Meroketnya harga pangan juga diakui terjadi di berbagai negara bukan hanya di Indonesia.

Dugaan bahwa program bansos tersebut merupakan alat kampanye dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya: 

Pertama, pada tanggal 9 Januari 2024, saat sidang kabinet bertempat di Istana Negara, Presiden Jokowi mengumumkan perluasan program bansos. Bantuan beras dan BLT EL Nino diperpanjang penyalurannya hingga bulan Juni 2024. 

Kedua, pada 29 Januari 2024, pemerintah mengumumkan skema BLT baru dari BLT EL Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Hal ini dilakukan karena BLT EL Nino mendapatkan kritikan tajam jika diperpanjang, mengingat saat ini sudah masuk musim penghujan dan pada bulan Maret petani mulai panen. BLT Mitigasi Risiko Pangan akan diberikan untuk periode tiga bulan sebesar Rp600.000 dan langsung disalurkan pada bulan Februari. Bulan tersebut merupakan momen bulan pelaksanaan pemilu.

Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Totok Hariyono telah memberikan imbauan agar kepala negara, termasuk pejabat negara tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan menguntungkan/merugikan peserta pemilu. Namun, penilaian politisasi bansos dibantah oleh presiden Joko Widodo. 

Politik pencitraan ala demokrasi sekarang ini wajar dilakukan dengan berbagai cara dan tipu muslihat untuk melanggengkan kekuasaan. Sistem demokrasi mengabaikan aturan agama dalam kehidupan sehingga meniscayakan kebebasan berperilaku atau liberal. 

Politik demokrasi telah menampakkan wajah suram. Manusia yang rakus akan kekuasaan dipelihara di sistem saat ini. Oleh karena itu, setiap peluang mereka manfaatkan, walaupun dengan menyalahgunakan jabatan dan uang negara.

Kesadaran politik masyarakat juga amat rendah sehingga mudah sekali diiming-iming 
materi. Hal ini menunjukkan buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang sangat mengimpit kehidupan masyarakat. Pada akhirnya, warga mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan untuk kepentingan para politisi. Karena itu, bansos yang bersifat sementara ini tidak menjadi solusi atas permasalahan kemiskinan di Indonesia.

Kebijakan sistem kapitalisme tentang pengelolaan sumber daya alam pun tidak berpihak pada rakyat. Saat ini kekayaan alam berupa tambang, hutan, laut, dan lainnya dikuasai oleh segelintir elite kapitalis. Masyarakat hanya merasakan limbah dan kerusakan alam saja. Kehidupan rakyat semakin pelik menghadapi kemiskinan. 

Hanya dengan penerapan sistem Islam kemiskinan akan diberantas sampai akarnya. Sistem Islam melahirkan para pemimpin negara yang akan bertanggung jawab mengurusi rakyat. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik umum untuk memenuhi kebutuhan  pokok dan kebutuhan dasar publik masyarakat akan terjamin oleh negara.

Hasil pengelolaan SDA dikembalikan lagi pada rakyat. Negara juga menyediakan lapangan pekerjaan, mengurusi masalah sandang, pangan, papan masyarakat agar dapat tercukupi dengan layak. Begitu juga dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua bisa diakses dengan mudah, bahkan gratis sehingga masyarakat tak perlu bingung lagi. 

Sayangnya, saat ini masyarakat belum memahami bagaimana cara memilih seorang pemimpin (khalifah) yang sahih sesuai syariat Islam, yaitu dengan metode pemilihan dan pengangkatan khalifah. Metode ini dilangsungkan melalui tiga tahapan, yaitu pembatasan calon (formatur), memilih, dan membaiat. 

Dalam hal ini ada tiga bentuk teknis pelaksanaannya, di antaranya.:

Pertama, calon pemimpin (khalifah) dibatasi oleh ahlul halli wal ’aqdi atau majelis syura. Hal itu dilakukan dengan cara menyeleksi orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat in’iqad. 

Kedua, pemilihan dilakukan oleh sebagian masyarakat terhadap seorang calon untuk menempati jabatan presiden/kepala negara, sebagaimana yang pernah dilakukan Abdurrahman bin Auf setelah terbunuhnya Umar bin Khaththab. 

Ketiga, pembaiatan atau sumpah terhadap orang yang mendapat suara terbanyak menjadi khalifah, untuk menjalankan kitabullah dan sunah rasul.

Dalam Islam, kekuasaan digunakan untuk menerapkan hukum syariat. Para penguasa dan pegawainya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam. Mereka memenuhi kriteria sebagai pemimpin sehingga amanah dan jujur dalam jabatan. Mereka tidak menyelewengkan kekuasaan demi kepentingan pribadi, keluarga, atau partainya, tidak sibuk dengan bansos dan pencitraan. Wallahu’alam bissawab


Oleh: Ani Yunita 
(Pemerhati Generasi) 

Bansos, Bukti Kemiskinan Ekstrem Menggurita



Tinta Media - Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Purworejo menyalurkan bantuan pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) berupa beras bulog 10 kg dengan target 72.568 KK di 16 kecamatan untuk periode bulan Januari sampai Juni tahun 2024 untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, mengendalikan inflasi, dan mengurangi stunting. (sorot.co, 26/1/2024).

Selain itu, ada anggaran sebesar Rp505.300.000 untuk bantuan CSR Bank Jateng, dialokasikan untuk pembuatan jamban, penanganan stunting, rehabilitasi rumah tidak layak huni, dan pemasangan listrik dengan target penerima sebanyak 247 orang.

Kebijakan Tambal Sulam

Kebijakan ini seperti mengobati penyakit kanker, tetapi obat yang dikonsumsi hanya pereda nyeri. Alhasil, hanya obat tersebut hanya mengobati sementara, tidak menyembuhkan. Inilah realitas dalam pemberian bansos, apalagi realitasnya sering terjadi ketidakadilan. 

Pertama, bansos kerap kali tidak tepat sasaran. Yang mendapatkan biasanya orang yang memiliki relasi baik dengan pegawai desa. Hal ini bukan rahasia lagi. 

Kedua, ada monopoli bansos sehingga bantuan tidak sampai pada penerima sesuai anggaran.

Di sisi lain, Kabupaten Purworejo berkomitmen untuk menurunkan di persentase stunting menjadi 8% pada tahun 1024. Sejauh ini, negara belum serius menangani kasus ini. Mereka fokus untuk menekan persentase, bukan memberantas tuntas. 

Solusi yang diberikan, hanya sebatas edukasi, pemberian PMT, bantuan tunai, pemberian parsel susu formula, dsb. Padahal, sejatinya akar persoalannya ada pada perekonomian keluarga yang jauh dari taraf sejahtera.

Problema kemiskinan di negeri ini semakin menggurita, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapat kesejahteraan karena memang standarnya asas laba-rugi. Padahal, banyak pergerakan kemanusiaan dari berbagai komunitas, donatur dari kalangan atas, sampai kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi ketimpangan ini. Namun, fakta hari ini menunjukkan bahwa kemiskinan semakin merajalela.

Kemiskinan ini seperti problem horizontal, merambah ke mana-mana. Kemiskinan satu keluarga bisa menyebabkan stunting karena kebutuhan nutrisi tidak dipenuhi, bahkan menyebabkan kualitas SDM menurun, tingkat kriminalitas tinggi, masa depan suram karena biaya pendidikan tidak bisa  terakses, dsb. 

Polemik ini merupakan tugas negara karena mencakup kesejahteraan hidup orang banyak. Kita hidup di sistem demokrasi, yaitu kebijakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat , dan untuk rakyat. Mirisnya, itu hanya retorika belaka. Faktanya, rakyat tidak dilibatkan dalam setiap kebijakan yang ada. Tentu kesejahteraan hanyalah jargon untuk pengambil kebijakan dan oligarki.


Pemberian bantuan ini menunjukkan bahwa negara menempati posisi sebagai regulator kebijakan saja. Dengan bansos, rakyat seolah-olah dibantu, padahal sejatinya mereka dididik hidup mandiri. Alhasil, negara lepas tangan dalam tugas utama menjamin kesejahteraan rakyat. Hal ini terjadi karena ideologi yang diterapkan adalah sekularisme. Ideologi ini memisahkan negara dari agama sehingga aktivitas kehidupan diatur dengan konstitusi undang-undang buatan manusia.

Sudah bisa dipastikan bahwa kebijakan yang dibuat hanya tambal sulam, karena memang akal manusia terbatas. Fenomena ini berbanding terbalik dengan kehidupan di dalam negara Islam.

Kesejahteraan di Dalam Negara Islam

Semua kalangan membutuhkan kesejahteraan, baik aspek sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, tidak pandang muslim atau nonmuslim. Ini merupakan kebutuhan dasar yang harus dicukupi oleh negara. 

Di dalam khilafah (negara dengan ideologi islam), posisi negara sebagai ra'in, yaitu mengatur umat sehingga mendapatkan perlindungan, keamanan, dan kesejahteraan.

Indikator sebuah negara dikatakan berdaya dan adidaya adalah ketika bisa mencukupi kebutuhan dasar ini. Di dalam khilafah, taraf kesejahteraan akan terealisasi dengan sistem dan mekanisme Islam. Semua diimplementasi oleh individu, masyarakat, dan negara secara konsisten sehingga kemakmuran yang dicita-citakan terwujud. Ini telah ditetapkan oleh Islam sebagai kebijakan ekonomi negara khilafah, baik dalam bentuk mekanisme ekonomi maupun non-ekonomi. 

Pertama, negara mewajibkan setiap laki-laki baligh, berakal, dan mampu untuk bekerja. Jika dia telah bekerja, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia harus tetap berusaha melipatgandakan usahanya hingga kebutuhan dasarnya itu bisa terpenuhi.

Kedua, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya. Jika dia termasuk orang yang wajib bekerja dan mampu, bisa dengan diberi sebidang tanah pertanian untuk bertani. Bagi yang tidak mempunyai tanah, bisa dengan diberi modal pertanian. Namun, bagi yang mempunyai tanah tetapi tidak mempunyai modal, bisa juga diberi modal usaha. Bagi yang mempunyai kemampuan tetapi tidak mempunyai modal, bisa juga diberi pelatihan dan pembinaan sehingga bisa mengelola hart dengan benar dan memenuhi kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik. Pelatihan yang diberikan meliputi keterampilan dan skill yang dibutuhkan baik di dunia industri bisnis jasa maupun perdagangan.

Ketiga, jika faktor pertama dan kedua di atas tidak berjalan, maka negara khilafah bisa menempuh mekanisme non-ekonomi, khususnya bagi anak-anak terlantar, orang cacat, orang tua renta, atau perempuan yang tidak mempunyai keluarga.

Terhadap mereka, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan dengan mereka untuk membantu, bisa melalui skema sedekah, zakat, dan infaq. Jika ini tidak ada, maka negara akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan sehingga mereka bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan sekundernya dengan baik.

Keempat, mekanisme non-ekonomi yang tidak kalah penting adalah hukuman bagi tiap laki-laki baligh, berakal, dan mampu bekerja, tetapi tidak bekerja atau bekerja dengan bermalas-malasan, maka negara akan menjatuhkan sanksi dalam bentuk ta'zir. Demikian juga bagi setiap individu yang berkewajiban menanggung keluarga, tetapi tidak melakukan tanggung jawab tersebut dengan baik dan benar, maka negara pun akan menjatuhkan sanksi.

Sama halnya ketika ada orang kaya yang berkewajiban untuk membantu tetangganya, tetapi abai terhadap kewajiban tersebut, maka negara bisa memberikan peringatan kepada mereka, termasuk ketika negara sendiri lalai dalam mengurus kebutuhan rakyat, maka para pemangku negara harus diingatkan.

Mekanisme ekonomi dan non-ekonomi di atas tentu belum cukup untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu, Islam menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan tersebut. Sistem ekonomi ini tercermin pada tiga aspek.

Pertama, kepemilikan terdiri dari kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariah sehingga bisa dimanfaatkan. Contohnya lahan pertanian. Sebagai milik pribadi, lahan tersebut tidak bisa dimiliki oleh negara karena masing-masing telah diatur dan ditetapkan kepemilikannya oleh syariah.

Kedua, pemanfaatan kepemilikan, baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut karena hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Sebagai contoh, harta pribadi bisa digunakan untuk pemiliknya, tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka.

Ketiga, distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari masalah ekonomi. Apabila distribusi kekayaan tersebut berhenti, pasti akan timbul masalah ekonomi, sebaliknya ketika distribusi kekayaan ini lancar, maka dengan sendirinya akan sampai ke tangan individu per individu 

Masalah ekonomi ini pun teratasi. Karena itu, Islam melarang dengan tegas menimbun harta emas perak dan mata uang. Hal itu tidak lain agar harta tersebut berputar di tengah-tengah masyarakat dan bisa menggerakkan roda perekonomian sistem ini kemudian ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal.


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. 
(Pegiat Literasi)

Jumat, 16 Februari 2024

Maraknya Bansos dan Amanah Kepemimpinan



Tinta Media - Kebebasan perilaku menjadi satu kondisi yang wajar terjadi dalam sistem demokrasi. Maka tak heran, apa pun akan dilakukan untuk meraih tujuan yang diinginkan. Sebagaimana dugaan politisasi bansos yang saat ini gencar dilakukan, alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).

Menurut Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, memang ada indikasi tingkat politisasi bansos yang semakin masif di 2024. Walaupun diklaim itu bukan politisasi bansos, tetapi program tersebut memang sudah dianggarkan dan berjalan.

Titi juga menyatakan bahwa Presiden Jokowi dan para menterinya seharusnya bisa memisahkan kerja-kerja pelayanan publik dengan kampanye. Cara paling mudah, menurutnya, adalah dengan mengambil cuti.

Di sisi lain, Bawaslu telah mengimbau langsung kepada Presiden Jokowi agar tetap berada di koridor yang semestinya. Hal ini disampaikan oleh Totok Hariyono, anggota Bawaslu.

Totok juga mengatakan, walaupun secara spesifik tidak menyebutkan bansos, tetapi Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, juga termasuk pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. (BBC News Indonesia, 29/01/2924).

Berpikir Pragmatis

Tak dimungkiri bahwa berpikir pragmatis masih menjadi pola pikir yang mendominasi sebagian masyarakat di negeri ini. Dibalut dengan kesadaran politik dan pendidikan yang masih rendah serta problem kemiskinan yang belum tuntas sampai ke akarnya, pola pikir pragmatis ini menjadi faktor penyebab sebagian masyarakat "mudah dimanfaatkan" untuk kepentingan tertentu.

Dalam sistem demokrasi, meraih kekuasaan dengan segala cara wajar terjadi, karena memang sistem ini mengabaikan aturan agama Islam dalam kehidupan. Nah, bagaimana pandangan Islam tentang maraknya bansos dan persaingan untuk meraih kekuasaan ini?

Amanah Kepemimpinan

Dalam pandangan Islam, pemimpin mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan sebagaimana hadis berikut ini. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al - Bukhari)

Problem kemiskinan yang sudah kronis di negeri ini, urgen membutuhkan solusi tuntas dari akarnya. Tidak hanya berupa peningkatan jumlah bansos setiap jelang pemilu, tetapi rakyat perlu jaminan kebutuhan dasar per masing-masing individu secara terus menerus. 

Maka, di sinilah penting bagi seorang pemimpin mengambil solusi dari Islam kaffah yang terbukti mempunyai aturan lengkap terkait jaminan kesejahteraan masyarakat, di antaranya:

Pertama, negara membuka lapangan pekerjaan yang luas dan memberi kesempatan yang sama pada setiap laki-laki. 

Kedua, adanya jaminan dari negara tentang harga pokok di pasar sehingga bisa dijangkau masyarakat. 

Ketiga, kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan sebagainya bisa diakses semua warga dengan gratis. 

Dari mana anggarkan? Islam sudah punya mekanisme yang sempurna, yaitu diambilkan dari anggaran kepemilikan umum dan baitul mal.

Maka tak heran jika dalam peradaban Islam, kepemimpinan bukanlah sebuah kontestasi. Namun, kepemimpinan adalah sebuah amanah yang kelak akan dihisab. Teringat akan sebuah peristiwa ketika seorang sahabat Rasul ada yang meminta jabatan.

Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)? Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)." (HR. Muslim).

Salah satu karakter pemimpin yang baik adalah bisa bersikap amanah, dalam arti mampu menerapkan syariat sehingga kepribadian Islam menjadi ciri khas seorang pemimpin. Maka, masyarakat juga harus diedukasi agar paham apa saja kriteria dalam memilih seorang pemimpin. Di sisi lain, pemimpin yang baik tidak perlu melakukan pencitraan agar disukai banyak orang. Demikian Islam memandang soal kepemimpinan, semoga makin banyak yang tercerdaskan hingga bisa menentukan pemimpin yang baik. Wa ma tawfiqi illa billah wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.

Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi


Tinta Media - Bantuan sosial alias Bansos adalah salah satu hal yang mengemuka menjelang pemilu 2024. Program Bansos sebagai alat kampanye pendongkrak suara, makin masif di kampanyekan oleh Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden dan wakilnya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Bansos diberikan Jokowi kepada rakyat berupa 10kg beras dan bantuan langsung tunai (BLT) Rp200 ribu rupiah per bulannya.
Berdasarkan data BBC Indonesia (30-01-2024), total alokasi perlindungan sosial 2024 mencapai 496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2023, yaitu sebesar 433 triliun. Bahkan, jumlah tersebut lebih tinggi daripada masa pandemi Covid-19 2019, yaitu 468,2 triliun (2021) dan 470.6 triliun (2022).

Alasan Jokowi memberikan bansos adalah untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Menurutnya, penguatan daya beli perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan.

Akan tetapi, politisasi bansos amat kental. Beberapa faktor yang menguatkan aroma politisasi bansos adalah:

Pertama, Jokowi akan mengumumkan penambahan jumlah keluarga penerima bantuan beras pada 2024 dari 21,3 juta menjadi 22 juta pada 15 Januari 2023 di Pekalongan, Jawa Tengah.

Kedua, Jokowi mengumumkan akan memperpanjang periode bantuan beras hingga Maret 2024 pada 22 November 2023, di Biak Numfor, Papua.

Ketiga, Jokowi mengumumkan perluasan program Bansos, bantuan beras. BLT El Nino diperpanjang penyalurannya hingga Juni 2024 saat sidang kabinet di istana negara pada tanggal 9 Januari 2024.

Keempat, pada tanggal 29 Januari 2024, pemerintah mengumumkan skema BLT baru dari BLT El Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Hal ini dilakukan karena BLT El Nino mendapat kritikan tajam jika diperpanjang, mengingat saat ini sudah masuk musim hujan dan pada bulan Maret, petani akan panen. BLT Mitigasi Risiko Pangan akan diberikan untuk  periode tiga bulan sebesar Rp600.000 dan langsung disalurkan semuanya pada Februari, yaitu bulan pelaksanaan pemilu.

Sebetulnya tidak hanya Jokowi , beberapa menteri yang sekaligus petinggi partai juga menggunakan bansos untuk meraih dukungan rakyat. Mereka berdalih bahwa bansos bukanlah untuk kampanye, melainkan program pemerintah.

Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, termasuk kepada pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan, bahkan merugikan peserta pemilu, ujar anggota Bawaslu, Totok Hariyono.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaanlah yang akan selalu diperjuangkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala macam cara. Oleh karena itu, setiap ada peluang, pasti akan mereka manfaatkan untuk memenangkannya, meski dengan menyalahgunakan uang negara dan jabatan.

Hal seperti itu wajar terjadi, karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku. Kebebasan berperilaku merupakan salah satu pilar demokrasi. Karena asas demokrasi adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam politik.

Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap politik menyebabkan masyarakat mudah sekali ditipu dengan iming-imingi materi. Ini juga bisa jadi merupakan dampak dari buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang mengimpit kehidupan mereka.

Kemiskinan menjadi problem negara saat ini. Negara seharusnya menuntaskan kemiskinan dengan cara komprehensif, mulai dari akarnya, bukan hanya sekadar bantuan sosial yang terus diulang, dan meningkat saat musim pemilu tiba 

Islam juga menetapkan bahwa kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sehingga para penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara.
Islam juga mewujudkan Sumber Daya Manusia/SDM yang berkepribadian Islam, jujur, dan amanah.

Negara juga akan mengedukasi masyarakat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih seorang pemimpin, sehingga umat mempunyai kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seorang muslim yang akan menjadi pemimpin pun jelas harus berkualitas karena iman dan ketakwaannya kepada Allah Swt. serta memiliki kompetensi. Tentunya tidak butuh pencitraan agar disukai oleh rakyatnya. Wallahu 'alam

Oleh: Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat

Senin, 12 Februari 2024

Bansos: Alat Politik untuk Memenangkan Suara atau Solusi untuk Kemiskinan?



Tinta Media - Presiden Jokowi telah memberikan berbagai bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun lalu, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kg, BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, dan BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Menurutnya, bansos tersebut bertujuan untuk menguatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, di tengah kenaikan harga pangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
(detik.com 2/2/2024) 

Kendati Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian bansos sama sekali tidak berkaitan dengan keuntungan politik bagi paslon tertentu dalam Pemilu 2024 dan sudah melalui persetujuan mekanisme dari DPR dan dana APBN. Namun, penyaluran bansos tersebut dianggap sebagai alat politik untuk memenangkan suara dalam Pemilu. 

Hal itu bisa di katakan wajar terjadi, akibat sebagian orang beranggapan bahwa pemberian bansos merupakan cara untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Oleh karena telah banyak pihak-pihak yang mencoba memanipulasi penyaluran bansos dengan memprioritaskan penerima bansos yang akan memberikan dukungannya pada calon tertentu dalam pemilihan. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam era demokrasi, kekuasaan dianggap sebagai sumber tujuan yang harus diperoleh dengan segala cara. Sebagai sistem politik yang menganut kebebasan, segala peluang akan dimanfaatkan. Namun, pada kenyataannya sistem ini jelas-jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. 

Kemiskinan merupakan masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar permasalahan. Mereka harus memahami bahwa memberikan bantuan sosial (bansos) saja sepanjang waktu tidak akan memberikan perubahan besar. Terlebih lagi, semakin banyak bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum, semakin meresahkan masyarakat karena bantuan tersebut cenderung disalahgunakan oleh sejumlah orang. 

Di sisi lain, kesadaran politik yang rendah, rendahnya pendidikan, dan kemiskinan yang menimpa, membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan pasti lebih membutuhkan bantuan dan saat bantuan tersebut diberikan, maka mereka akan cenderung menaruh harapan dan akan tergantung pada pemberi bantuan tersebut. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pemilih yang mudah dipengaruhi atau bahkan dibeli dengan pemberian bantuan sosial. 

Maka jika kita bertanya, mungkinkah kesejahteraan bisa didapatkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini? Tentu saja tidak. Karena demokrasi cenderung mendukung kekuatan kapitalis yang mempromosikan liberalisasi pasar dan perdagangan bebas, sehingga mengabaikan kelompok yang lebih lemah. Itulah mengapa kemiskinan masih tinggi secara relatif dan sulit untuk diatasi, sebab negara selalu tunduk pada kekuatan pasar. 

Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan paradigma Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat satu per satu. Selain itu, pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus urusan umat sehingga harus aktif mencampuri kehidupan rakyatnya, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan. Melalui berbagai mekanisme yang sejalan dengan metode Islam untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melalui sistem ekonomi Islam. 

Keunggulan sistem ekonomi Islam terlihat  dari pengaturan dan pemisahan kepemilikan harta secara jelas, pengelolaan harta dengan mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, dan mubah, distribusi kekayaan secara adil tanpa penimbunan, memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif, menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil tanpa intervensi harga dan memberikan sanksi ta'zir pada pemanfaatan harta haram, dan menerapkan mata uang berbasis emas dan perak sebagai alat tukar internasional yang universal. Semua ini bertujuan mencapai kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. 

Islam pun mengajarkan bahwa segala bentuk kekuasaan adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dalam artian, penguasa wajib mengurus rakyat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara juga harus mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini bertujuan agar rakyat memiliki kesadaran atas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang menjalankan amanah dan jujur, jelas akan lebih berkualitas, karena keimanannya dan takwa kepada Allah SWT, serta memiliki kompetensi sebagai bekal dalam memimpin tanpa perlu pencitraan agar disukai rakyat. 

Oleh karena itu, dalam rangka mengentaskan kemiskinan, negara perlu memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab salah satu faktor rendahnya kesadaran politik adalah kurangnya pendidikan dan informasi yang benar. Dengan pendidikan yang layak dan berkualitas, masyarakat akan lebih mudah memahami situasi politik dan lingkungannya. Ini akan meningkatkan kesadaran politik mereka dan membuat mereka lebih mudah untuk memilih calon pemimpin yang kompeten dan berkualitas. 

Dalam kesimpulannya, keberhasilan sebuah negara tidak hanya dinilai dari kekuatannya dalam perekonomian saja, namun juga dinilai dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami situasi politik dan berbagai persoalan yang tengah di hadapi bangsa, salah satunya kemiskinan. Sedangkan sebagai seorang pemimpin, penting untuk memiliki kepekaan sosial dan menjalankan amanah dengan kejujuran serta mengutamakan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan serta berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. 

Dan sebagai umat muslim, penting untuk kita mengutamakan nilai-nilai ini dalam berpolitik dan mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, maka kita akan menjadi generasi yang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia. 

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Sabtu, 10 Februari 2024

Bansos Kian Masif, untuk Siapa?




Tinta Media - Politisasi bansos di tahun politik menjadi keniscayaan bagi sistem demokrasi. Bansos atau bantuan sosial sering kali digunakan oleh pihak tertentu untuk meraih simpati rakyat. Para pejabat mengambil kesempatan emas demi memuluskan kepentingan mereka. Bahkan penguasa tidak malu mengatakan bansos atas nama pribadi. 

Pemerintah berdalih bahwa bansos program yang sudah ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tahun ini 2024, alokasi dana bansos naik Rp 20 triliun dibandingkan tahun 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK, mengatakan tahun ini 2024 bansos di dalam APBN sebesar Rp 496 triliun jadi beda Rp 20 triliun. (CNBC Indonesia.com) 

Hal ini tentu menuai kritik dari berbagai pakar Ekonom. Mengutip dari tempo.co (6/2/24) salah satunya, Faisal Basri mengkritik dan mempersoalkan bansos yang belum dijadikan mekanisme terpadu di dalam pengelolaan ekonomi menjadi jaring pengaman sosial. Selain itu, peningkatan anggaran bansos terbukti tidak meningkatkan angka harapan hidup manusia di Indonesia. Seharusnya, bansos itu tidak temporer, bukan hanya saat pemilu saja. 

Sementara itu, ada masalah yang jauh lebih penting. Masyarakat terjepit dan menjerit akibat harga pangan terus melejit. Salah satunya harga beras yang melonjak drastis. Secara rata-rata nasional harga beras medium Rp 13.620 per kilogram (kg) dan premium Rp 15.500/kg (detikfinance.com 5/2/24). Dipastikan akibat kenaikan harga beras akan terjadi inflasi dan angka kemiskinan semakin meningkat. Sedangkan bansos yang terus disalurkan tidak mampu menyelesaikan masalah ini. 

Melihat fenomena ini, akankah masyarakat tetap diam? Di saat masyarakat terhimpit dengan kemiskinan, pejabat malah mencari muka. Jelas, bansos tidak lebih sekadar alat penguasa mempertahankan kekuasaannya. 

Mengutamakan citra daripada kerja hal biasa dalam sistem demokrasi. Maka tak heran, demi merasa paling empati terhadap rakyat, bansos cara jitu menarik simpati. Agar terkesan berjasa, pasang foto atau nama pribadi biar seolah dari kantong pribadi. Tidak ada transparan dana yang pakai berasal dari mana atau besaran jumlahnya, justru menurunkan kepercayaan masyarakat.  

Deras aliran dana bansos tidak disertai solusi harga pangan yang meroket, menandakan ketidakpekaan pemerintah terhadap kondisi rakyat. Padahal, menjamin terpenuhi kebutuhan adalah tugas negara. Tanpa harus diminta-minta. Kini semakin jelas, rakyat hanya jembatan meraih kekuasaan. Penderitaannya hanya alat untuk mencari panggung politik. Inilah alasan mengapa rakyat harus meninggalkan sistem demokrasi. Sebab, demokrasi berdiri untuk kepentingan korporasi. 

Pemimpin yang memperhatikan kebutuhan rakyat, tidak lahir dari sistem berasaskan manfaat. Tetapi lahir dari sistem shahih yaitu Islam. Sistem Islam akan mendahulukan kemaslahatan umat. Pemimpin yang menjalankan seluruh aturan Allah SWT. Menjadikan jabatan sebagai amanah yang kelak dimintai pertanggungjawaban. 

Dalam sistem ekonomi Islam, pemimpin wajib menjamin dan memenuhi kebutuhan umat. Oleh karenanya, dalam menyelesaikan kemiskinan tidak cukup diberi bansos. Namun dibuka pintu bagi rakyat untuk mendapatkan kebutuhan secara murah dan gratis. Untuk itu, negara turun langsung mengelola SDA dan melarang SDA diprivatisasi segelintir oligarki. Sistem Islam melarang keras kepemilikan umum dikuasai individu. 

Mewujudkan kesejahteraan rakyat merupakan kewajiban negara. Maka, rakyat miskin yang perlu bantuan akan di data secara tepat. Bantuan yang diberikan sesuai kebutuhan rakyat. Seperti membuka lapangan pekerjaan bagi laki-laki agar mandiri menafkahi keluarganya. Sedangkan lansia, orang yang tidak punya wali, orang cacat yang tidak bisa bekerja akan ditanggung oleh negara. 

Islam memiliki aturan komprehensif dalam mengatasi kemiskinan. Mulai dari mekanisme memenuhi kebutuhan hingga mengelola SDA. Jika, mekanisme ini diterapkan negara tidak perlu lagi mengeluarkan bansos. Sebuah keniscayaan masalah kemiskinan akan teratasi dalam sistem Islam. Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuktikan selama masa kepemimpinannya tidak ada lagi rakyat yang berhak menerima zakat dari negara. Sungguh luar biasa bila sistem Islam diterapkan, kesejahteraan bukan hanya khayalan semata. Waallahu a'lam bis shawwab.

Oleh : Eri,
Pemerhati Masyarakat 

Memanfaatkan Bansos Untuk Pansos



Tinta Media - Dalam laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menunjukkan realisasi anggaran belanja jenis bantuan sosial (bansos), belanja fungsi pendidikan dan kesehatan dalam anggaran berfluktuasi 10 tahun terakhir. Di antara ketiganya realisasi dan alokasi anggaran fungsi kesehatan menjadi yang terkecil. Realisasi pos ini cenderung di bawah Rp. 100 triliun per tahun, hanya pada tahun tertentu saja anggarannya cukup banyak diserap. 

Peningkatan kualitas dan distribusi tenaga kesehatan, penguatan teknologi kesehatan dan kemandirian farmasi dalam negeri, serta penguatan program Jaminan Kesehatan  Nasional (JKN), realisasi dan alokasi belanja fungsi kesehatannya pada 2020 - 2024 lebih rendah dari belanja bansos. 

Sebenarnya bansos terlihat meningkat sejak 2019 yang sudah melebihi 100 triliun angkanya, kemudian meroket pada 2020 atau pada saat covid 19 mewabah. Pada tahun 2024 anggaran bansos akan digunakan untuk berbagai program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Pangan Pokok, sampai Program Rehabilitasi Sosial untuk kelompok masyarakat rentan. Tahun ini pemerintah juga  menargetkan perbaikan mekanisme penyaluran bansos non tunai untuk memudahkan penerima manfaat dan meningkatkan inkulasi keuangan. 

Kendati melebihi anggaran kesehatan belanja, bansos rupanya masih di bawah kucuran pendidikan (Katadata.co.id  01/ 02/ 2024.  17 :31 WIB)

Pada sistem demokrasi saat ini segala usaha dilakukan guna mencapai tujuan yaitu kekuasaan. Salah satunya dengan memanfaatkan bansos sebagai iming-iming kepada masyarakat dengan tidak memikirkan apa pun dampak bagi masyarakat dan juga negara. Sangat jelas banyaknya bansos yang diberikan tentunya akan merugikan negara namun juga tidak bisa menjadi solusi bagi rakyat. 

Inilah potret demokrasi saat ini, para pejabat mempergunakan jabatan dan wewenangnya sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Guna mencapai kekuasaan untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Karena dalam sistem kapitalis sekularisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menganggap kebahagiaan adalah terpenuhinya kebutuhan jasmani saja. Maka mereka pun berlomba untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan hidupnya yaitu materi dunia dengan menghalalkan segala cara karena jelas sekali dalam sistem ini manusia hidup sesuai dengan aturan yang dibuatnya sendiri dan itu pasti akan mengikuti hawa nafsunya saja. 

Saat ini kita bisa melihat para pejabat, para pemilik modal berlomba- lomba untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan dengan melegalkan apa pun. Dengan dalih ingin menyejahterakan rakyat, namun pada kenyataannya mereka hanya mementingkan kepentingannya sendiri tanpa memedulikan nasib rakyat yang betul-betul membutuhkan dan menderita karena himpitan ekonomi karena sulitnya mencari pekerjaan. 

Ketika pun bansos diberlakukan maka ini bukanlah solusi serta bukan akar masalah untuk bisa mengentaskan masalah kemiskinan. Pada faktanya bansos ini tidak bisa merata dan bahkan terkadang salah sasaran. Malah yang ada mengakibatkan kerugian bagi negara dan rakyat pun jauh dari kata sejahtera. Para pejabat dalam sistem ini hanya memikirkan bagaimana melanggengkan kekuasaan, tanpa memikirkan apa pun akibatnya bagi rakyat ataupun negara. Mereka berlomba ingin mempunyai jabatan inilah bukti rusaknya sistem demokrasi dan para penguasanya. 

Dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan, aturan yang dipakai dalam sistem berasal dari kejeniusan manusia yang tentunya akan membuat pertentangan dan perselisihan dan akan berubah sesuai dengan kebutuhan para pemilik modal. Dalam sistem demokrasi negara menjamin kebebasan perilaku, inilah yang menjadikan terbukanya peluang penyalahgunaan jabatan, sehingga berpeluang juga membuka banyaknya korupsi.

Juga pada sistem ini kurangnya kesadaran pengetahuan politik masyarakat yang rendah, menjadikan masyarakat berpikir praktis dengan adanya bansos seakan merasa diberikan pertolongan untuk menyejahterakan rakyat. Walaupun pemberian bansos ini harus ditukar dengan memberikan suara kepada pejabat tertentu. Gambaran nyata minimnya pengetahuan pada masyarakat serta masyarakat tidak memahami bagaimana peran negara dan kriteria seorang pemimpin untuk bisa menyejahterakan rakyat. Semua ini adalah dampak buruknya pendidikan pada sistem kapitalis sekularisme sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Bansos ini bukan solusi yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan namun harus benar-benar dicari apa akar masalah dari kemiskinan yang terjadi, Sejatinya kemiskinan yang terjadi saat ini bukanlah takdir semata namun sudah terstruktur sedemikian rupa karena sistem. Paradigma dari sistem saat ini yang berkuasa adalah yang memiliki modal, ditambah dengan adanya kepemilikan umum dikelola oleh individu maka semakin menambah daftar kemiskinan bagi rakyat. Sulitnya mencari pekerjaan ditengah-tengah harga kebutuhan yang semakin meningkat. Belum lagi rakyat hanya menjadi buruh maka jauh sekali rakyat dari kata sejahtera 

Sedangkan dalam sistem Islam, negara akan memberikan jaminan keamanan dan juga pemenuhan kebutuhan pokok rakyat sehingga negara mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan berbagai mekanisme dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan Syariat Islam. Dalam sistem Islam segala bentuk kekuasaan itu adalah amanah. Dan amanah ini tentunya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah  SWT.

Begitu pun dengan seorang pemimpin, dalam Islam harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan syariat Islam. Seorang pemimpin dalam Islam haruslah berkepribadian Islami. Sehingga akan takut untuk menyalahgunakan wewenangnya karena takut ketaatannya kepada Allah SWT. Penguasa dalam sistem Islam akan melindungi serta mengurus rakyatnya dan memberikan jaminan kesejahteraan karena negara dalam sistem Islam adalah pelayan bagi rakyatnya 

Negara pun tentunya akan memberikan pendidikan dan edukasi kepada rakyat berdasarkan syariat Islam. Agar supaya rakyat mengetahui dan mempunyai kesadaran bagaimana kriteria seorang pemimpin dalam Islam, apa hak dan kewajibannya. Seorang pemimpin dalam sistem Islam sangat jelas terjamin kualitas keimanan dan ketakwaannya pada Allah SWT.

Seorang pemimpin dalam Islam tentunya akan amanah dan adil. Tidak perlu lagi membangun pencitraan agar dicintai rakyat. Akan tetapi  rakyat yang akan secara sadar mencintai dan memilihnya dengan sendirinya karena melihat dan merasakan ketakwaan dan keimanan para calon pemimpinnya. 

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media 

Pansos di Balik Bansos


Tinta Media - Presiden Joko Widodo (Jokowi)  telah memberikan sederet bantuan sosial (Bansos) sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10kg BLT El NiNo hingga mitigasi risiko pangan sebesar Rp. 200.000 per bulan dengan alasan untuk memperkuat daya beli masyarakat khususnya masyarakat kelas bawah.

Papar Jokowi usai menghadiri kongres XVI Gerakan Pemuda (GP) Ansor, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024). Setiap menjelang pemilu bukan hal yang aneh lagi bagi para pasangan Wapres dan Cawapres mereka akan gencar membagikan bansos berupa sembako maupun berupa uang untuk menarik perhatian rakyat, di tengah-tengah kesulitan yang di alami saat ini, belum lagi harga-harga pangan yang  melambung tinggi terutama harga beras yang kian meroket. 

Dalam sistem kapitalis, kekuasaan menjadi tujuan, dengan berbagai macam cara dan memanfaatkan berbagai peluang untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal seperti itu wajar karena dalam naungan kapitalis, individu bebas melakukan adapun dengan mengabaikan aturan agama dalam kehidupan.

Di sisi lain, rendahnya taraf berpikir yang pragmatis di kalangan masyarakat yang di sebabkan oleh rendahnya pendidikan dan kesadaran akan politik maka keadaan tersebut banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Kemiskinan yang menjadi problem kronis di negeri ini seharusnya pemerintah mengentaskan dengan cara komprehensif hingga ke akarnya, bukan hanya sekedar bansos menjelang pemilu saja. 

Dalam Islam, jabatan seorang pemimpin merupakan amanah  yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sehingga penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum Islam. Islam juga mewujudkan SDM yang berkepribadian Islam yakni amanah dan jujur. Sehingga seorang Muslim yang menjadi pemimpin pun jelas kualitas iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT, tidak perlu pencitraan agar di sukai rakyat. 

Berdasarkan fakta di atas, jelas sekali mana yang haq mana yang batil, mana yang mengurus rakyat dan mana yang mengabaikan rakyat. Kita sebagai rakyat harus pintar memilih pemimpin jangan asal memilih, karena segala sesuatu perbuatan kita akan di pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. 

Maka dari itu Islam merupakan solusi untuk segala permasalahan di negeri ini baik itu masalah pendidikan, ekonomi, politik semuanya di atur secara sistematis dan komprehensif berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, bukan berdasarkan pemikiran manusia yang hanya mengejar keuntungan semata. 

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 17 Januari 2024

IJM: Bansos Disalahgunakan untuk Kepentingan Pemilu?



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengkhawatirkan penggunaan bansos yang diberikan pemerintah untuk kepentingan peserta pemilu.

"Bansos yang diberikan pemerintah dikhawatirkan disalahgunakan dan didompleng untuk kepentingan peserta pemilu baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden,” tuturnya pada video: Bansos Jadi Alat Politik? Di kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (10/01/24).

Agung menilai, walaupun pemerintah membantah, tapi masyarakat melihat fakta yang berbeda. "Pemerintah sudah pasti membantah, penyaluran bansos jelas disebutkan tidak berkaitan dengan pemilu termasuk pilpres. Bansos merupakan hak rakyat sebagai perlindungan sosialterutama saat harga kebutuhan merangkak naik. Namun publik disuguhi kenyataan yang lain. Misalnya menteri perdagangan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan saat berkampanye di Kendal Jawa Tengah, Bansos dan bantuan langsung tunai (BLT) itu berasal dari Jokowi. bukan dari negara," Jelasnya. 

Tidak Mengurangi Kemiskinan

Menurut Agung,  bansos ini belum tentu dampaknya langsung menurunkan angka kemiskinan, karena masalahnya bukan dari jumlah anggaran yang diberikan melainkan dari paradigma program yang dibuat dan juga penyalurannya. 

“Masalah dari bansos ini terletak pada kesalahan pengurusan APBN dengan mengandalkan pemasukan dari pajak dan utang. Sedangkan sumber daya alam yang melimpah justru dikelola oleh swasta. Bahkan pajak dari rakyat pun mengharuskan rakyat membayar utang bunga tiap tahun dengan jumlah yang tidak sedikit,” bebernya. 

Model pengelolaan APBN saat ini, kritiknya, tidak akan bisa menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi. 
“Sistem keuangan kapitalisme yang bersandar pada riba dan pajak jadi penyebab karut marut kesulitan yang dialami rakyat,” imbuhnya. Penerapan sistem keuangan kapitalisme yang bersandar pada riba dan pajak membuat negara tidak mampu berkutik karena beban utang yang terus berbunga," ulasnya.

Bahkan parahnya lagi, ia melanjutkan,  kapitalisme membolehkan privatisasi pengelolaan sumber daya alam. Akibatnya, ucapnya, negara hanya mendapat secuil dari hasil pengelolaan sumber daya alam. 

"Kapitalisme juga membebaskan kepemilikan individu. Akibatnya sumber daya alam boleh di privatisasi," imbuhnya. 

Agung juga mengingatkan kapitalisme meniscayakan uang dapat membeli semuanya. Termasuk membeli undang -undang dan orang- orang yang akan mengelola negeri ini. 

"Negara bisa dengan mudah mengatur pengelolaan sumber daya alam ke tangan swasta karena pemegang kekuasaannya sudah dibeli oleh para oligarki," pungkasnya.[] Teti Rostika

Jumat, 12 Januari 2024

IJM: Bansos dan BLT dari Uang Rakyat bukan dari Jokowi!



Tinta Media - Menyikapi pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan yang menyebut bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan pemberian dari Presiden Joko Widodo, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, bansos dan BLT dari uang rakyat. 

“Sejumlah pihak menuding Zulhas berbohong kepada rakyat sekaligus mengingatkan Zulhas dan meluruskan bahwa bansos dan BLT itu bukan dari Jokowi. Bansos dan BLT itu program negara pakai uang rakyat, uang kita semua bukan dari Pak Jokowi,” tuturnya, dalam video: Bansos dan BLT dari Jokowi? Di kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (2/1/2024). 

Persoalan bansos, lanjutnya, tidak bisa terlepas dari APBN sistem ekonomi kapitalisme yang selalu disetting defisit. 

“Banyak pakar menyatakan bahwa polemik bansos berawal dari anggarannya yang sedikit, sedangkan jumlah rakyat miskin makin bertambah. Andai saja kas negara tidak defisit negara bisa memberikan bantuan kepada seluruh rakyat tanpa pilah-pilih,” bebernya. 

Menurutnya, ini faktor krusial yang mengakibatkan APBN selalu defisit, bantuan sosial pemerintah dalam sistem kapitalisme untuk orang-orang yang termasuk kategori miskin bersifat ala kadarnya. 

“Jumlahnya kurang dari kebutuhan dan tidak berkelanjutan. Karena itu wajar jika banyak orang yang masih kesulitan hidup malah dikategorikan tidak miskin,” kritiknya. 

Pajak dan Utang 

Dalam penilaian Agung, selain hal di atas, sebab utamanya adalah menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama pemasukan negara. 

“Padahal ada sumber yang jauh lebih besar yaitu pengelolaan sumber daya alam. Sayangnya liberalisasi dan privatisasi menjadikan sumber daya alam dicaplok asing. Alhasil negara kehilangan sumber APBN yang melimpah, rakyat pun makin terhalangi untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam yang ada,” ulasnya. 

Terakhir Agung berharap, sudah waktunya mendudukkan proses yang benar, sistem yang benar untuk menggantikan sistem kapitalisme. 

“Sistem yang benar itu tidak lain adalah Islam yang membangun tentu bukan dengan utang bukan dengan investasi. Dan pajak adalah bagian paling akhir untuk membereskan,” pungkasnya. [] Muhammad Nur.

Sabtu, 06 Januari 2024

Pakar: Bansos Dimanfaatkan Rezim untuk Meningkatkan Elektabilitas?


 
Tinta Media - Terkait adanya bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim menduga bansos cenderung dimanfaatkan rezim untuk meningkatkan elektabilitas.
 
"Saya melihat bansos ini, itu memang diduga kuat cenderung  akan dimanfaatkan oleh rezim ini, untuk meningkatkan elektabilitasnya," ujarnya di Kabar Petang: Bansos dan BLT Duitnya Jokowi? Rabu (3/1/24) di kanal Youtube Khilafah News.
 
Terlebih lagi, kata Arim, dengan kesadaran politik masyarakat yang masih rendah tidak memahami secara hak dan kewajiban, seolah-olah bantuan ini adalah kebaikan rezim.
 
"Yang sebenarnya kalau dilihat itu cara yang dilakukan rezim ini untuk memanipulasi atau untuk menutupi kebijakan-kebijakan terutama dibidang ekonomi yang tidak pro kepada rakyat," tuturnya.
 
Di antara kebijakan yang tidak pro rakyat itu, jelas Arim, adalah terkait Sumber Daya Alam (SDA) yang ada dinegeri ini, yang sebenarnya adalah hak rakyat tapi diserahkan kepada para kapitalis asing.
 
"Maka ketika pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk bantuan sosial atau dalam istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT), ini maka dianggap pemerintah baik hati," bebernya.
 
Padahal lanjutnya itu hanyalah upaya rezim untuk menutupi keburukannya, kejahatannya, dalam kebijakan dibidang  politik dan ekonomi.
 
"Apalagi memang rezim ini memanfaatkan itu untuk meningkatkan elektabilitas dengan kekuasaan yang dimilikinya, sarana yang dimilikinya untuk memenangkan calon yang kemudian dia dukung di Pemilu 2024," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
 
 
 

Jumat, 05 Januari 2024

Mendag Sebut Dana Bansos dan BLT Uangnya Jokowi? Pakar: Bohong!

Tinta Media - Merespon pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) yang menyebut  dana bansos dan BLT berasal dari uangnya Jokowi, Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim menilai bahwa pernyataan tersebut dipastikan bohong. 

"Saya pastikan pernyataan itu bohong,  jika menyatakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) itu diambil dari dana pribadi," ujarnya di Kabar Petang: Bansos dan BLT Duitnya Jokowi? Rabu (3/1/24) di kanal Youtube Khilafah News. 

Menurut  Arim, ini sangat aneh karena anggaran terkait BLT itu jelas dari  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"Jadi kalau ini (BLT) kemudian diambil dana pribadi, itu sudah diduga kuat indikasinya ke mana? Yang terkait bantuan-bantuan sosial itu, kalau menggunakan dana pribadi," tegasnya. 

Seolah-olah lanjutnya, ada praktik korupsi yang  di BLT, karena di APBN sudah sangat jelas ada anggaran untuk bantuan sosial. 

Arim juga mempertanyakan, jika bantuan sosial itu diklaim dari dana pribadi, lantas dari pengeluaran APBN dikemanakan? 

"Jadi intinya saya melihat itu adalah sebuah kebohongan, juga informasi-informasi yang memang seolah-olah tertutup, seolah-olah masyarakat bisa dibohongi," tuturnya. 

Karena lanjutnya, mempercayai apa yang dinyatakan Zulhas bahwa BLT itu dari dana pribadi, itu adalah upaya untuk menghalalkan segala cara agar masyarakat mengira bahwa rezim ini sangat baik. 

"Sehingga masyarakat harus mendukung kembali apa yang didukung rezim ini, padahal kenyataannya kalau kita lihat pelayanan-pelayanan ekonomi, politiknya, bahkan juga di bidang hukum pun itu nyaris semuanya berada dititik mengkhawatirkan," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Minggu, 12 November 2023

Angka Kemiskinan Meninggi, Bansos Malah Dikurangi

Tinta Media - Bantuan sosial (bansos) berupa bantuan beras dan bahan pokok lainnya adalah hal yang sangat dinanti oleh masyarakat, meskipun sampai hari ini belum seluruh masyarakat miskin mendapatkan bantuan tersebut, namun beberapa penerima akan terbantu sebab mendapat beras gratis setiap bulannya. Anehnya saat semakin bertambahnya jumlah masyarakat miskin, bansos berupa beras justru dikurangi oleh pemerintah, bagaimana bisa demikian?

Dari Cnnindonesia.com (30/20/2023), pemerintah mengurangi bantuan beras 10 kg per bulan sebanyak 690 ribu keluarga, dari 21,35 juta penerima menjadi 20,66 juta penerima. Pengurangan bantuan ini dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini dilakukan sebab penerima bantuan sebelumnya telah meninggal dunia, telah pindah lokasi tempat tinggal, dan dianggap telah dalam kategori mampu.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan Presiden Jokowi memperpanjang bansos beras sampai Desember 2023, dengan tambahan anggaran Rp. 2,67 triliyun. Bahkan Presiden Jokowi menjanjikan bansos beras 10 kg per bulan akan diperpanjang pada Januari - Maret 2024 asalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih bisa mencukupi.

Dampak Sistem Kapitalisme

Terbatasnya lapangan kerja saat ini menimbulkan banyak pengangguran, yang akan kesulitan memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, juga akibat sulitnya perekonomian sehingga mengharuskan perusahaan mengadakan PHK massal terhadap karyawan dan buruh, hal ini tentu akan berdampak pada naiknya angka kemiskinan dan kriminalitas pada masyarakat.

Mahalnya harga bahan-bahan pokok juga menjadi penyebab sulitnya pemenuhan gizi pada anak sehingga banyak anak-anak yang terkena stunting dan wabah kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk hingga kematian. Hal ini juga berdampak pada maraknya pencurian, perampokan, atau pembunuhan dengan alasan memerlukan uang untuk makan, dan untuk pemenuhan kebutuhan.

Saat berderetnya kasus yang berawal dari masalah ekonomi ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi bantuan berupa beras, sungguh tidak masuk akal jika alasannya adalah sang penerima meninggal, sebab masih ada keluarganya yang lain yang juga membutuhkan, atau karena penerima telah pindah tempat tinggal, sebab selama pindahnya masih diwilayah Indonesia tentu masih berhak mendapat bantuan.

Dan alasan penerimanya telah mampu lebih tak dapat diterima, karena di saat zaman serba mahal ini penerima bansos tiba-tiba dikatakan mampu, tentu timbul pertanyaan, dengan pendapatan berapa yang dihasilkan per bulannya sehingga dikatakan mampu, dan berapa keluarga yang harus dihidupi, jika pendapatan satu juta setiap bulan dengan tanggungan istri, dan anak lebih dari satu, apalagi anak yang sudah sekolah tentu uang satu juta tidaklah cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Pemerintah seperti tak mampu dalam mengelola keuangan negara, APBN didapat hanya dari pajak dan hutang, sementara SDA yang melimpah justru dikuasai dan dikelola oleh asing dan keuntungan terbesar didapatkan oleh mereka. Masyarakat diwajibkan untuk membayar pajak setiap tahunnya, seluruh hal dikenai pajak. Ironisnya pengeluaran negara bak air keran yang mengalir deras, seperti pembiayaan proyek kereta cepat, pembangunan IKN, biaya sebagai tuan rumah olahraga internasional, dan lainnya, yang tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Sistem Kapitalis saat ini menjadikan kekuasaan tertinggi ditangan pemilik modal, sistem ini juga melegalkan SDA menjadi milik individu, padahal negara hanya mendapatkan sedikit keuntungan dan sisanya mengalir pada kelompok tertentu. Padahal dalam Islam SDA tidak boleh dimiliki baik individu maupun negara, negara hanya bertugas mengelola saja dan mengambil sedikit keuntungan untuk pembiayaan produksi, dan sisanya digunakan untuk membiayai segala kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Kembali kepada Sistem Islam

Negara Islam yang berlandaskan aturan Islam secara menyeluruh, akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Imam atau kepala negara wajib memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan, seperti dalam kisah Khalifah Umar bin Khattab yang meninjau langsung keadaan rakyatnya, juga memikul sekarung gandum untuk diberikan pada keluarga yang tidak memiliki makanan.

Pengelolaan sistem ekonomi negara yang didasari aturan Islam tidak akan menzalimi masyarakatnya, sebab seluruh pemasukan negara akan didistribusikan kembali kepada rakyat berupa pelayanan kesehatan gratis, biaya pendidikan gratis, bantuan makanan, rumah, hingga lapangan pekerjaan, serta bantuan edukasi dan keuangan untuk setiap rakyat yang membutuhkan.

Khatimah

Terbukti sistem buatan manusia tak mampu melindungi dan mengayomi masyarakatnya, mari kita ganti dengan syariat Islam yang berasal dari penciptanya manusia, tentu akan menimbulkan kestabilan dan ketenteraman dalam kehidupan bernegara, sebab diterapkannya syariat secara kaffah akan membawa maslahat dan Rahmatan Lil Alamiin. Wallahu Alam Bissawab.

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah

Sabtu, 23 September 2023

Bansos dan Ilusi Kesejahteraan Rakyat




Tinta Media - Bansos meluncur, disambut bahagia oleh jutaan masyarakat. Di tengah kesulitan yang kian menghimpit, bantuan menjadi harapan walau hanya sedikit.

Bansos yang akan dicairkan pada bulan September ini berupa 10 kg beras. Pencairan bansos dijadwalkan lebih cepat dari rencana semula, yaitu pada bulan Oktober 2023.

Presiden Jokowi menyampaikan dalam pidatonya saat membuka Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2023 di Istana Negara, Kamis (31/08). Awal September ini akan mulai didistribusikan bantuan pangan beras. Satu keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan 10 kg beras.
Bantuan tersebut akan diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat sebanyak 21,353 juta untuk 3 bulan ke depan.

Presiden juga menyatakan bahwa bansos akan mengamankan pasokan beras rakyat miskin di saat harga beras melonjak seperti saat ini.

Selain itu, ada juga bantuan untuk stunting berupa daging ayam, telur, dan juga beras selama 3 bulan, mulai bulan September. Bantuan tersebut akan didistribusikan kepada 7 sampai 8 provinsi untuk 1,4 juta keluarga rentan stunting.

Bansos Meningkatkan Kesejahteraan?

Bantuan sosial merupakan tugas negara karena negara adalah pengurus rakyat. Negara harus memastikan bahwa setiap individu rakyat tercukupi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikannya. Bansos juga menjamin terpenuhinya gizi rakyat agar pemberdayaan sumber daya manusia bisa optimal.

Namun, bansos yang bersifat sementara tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup rakyat miskin, apalagi berharap kemiskinan menurun, tentu jauh dari harapan. Ibarat obat, bansos hanya pereda nyeri yang sifatnya sementara, bukan penghilang penyakit.

Sulitnya lapangan kerja, penghasilan yang kurang dari UMR, ditambah mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, menjadikan rakyat semakin menderita.

Ilusi kesejahteraan dalam sistem kapitalisme, menjadi keniscayaan. Negara kapitalisme mengadopsi pasar bebas. Negara hanya sebagai fasilitator, sementara swasta bebas bersaing tanpa proteksi negara. 

Usaha kecil tidak mampu bersaing dengan para pebisnis asing yang bermodal besar. Akibatnya, rakyat kecil hanya jadi buruh yang terkadang juga harus di-PHK akibat krisis. 

Sumber daya alam pun diserahkan dan dikelola asing. Alhasil, kas negara semakin kurang, belum lagi utang yang terus menumpuk. Bahkan, kebutuhan dasar masyarakat semuanya dikapitalisasi, termasuk layanan pendidikan dan kesehatan. Upaya pemerintah hanya bisa memberi bansos yang sifatnya sementara untuk mengatasi kemiskinan. 

Islam Menjamin Kesejahteraan

Dalam peradaban Islam, negara berperan sebagai pengurus rakyat. Imam atau khalifah bertanggung jawab memastikan setiap individu rakyat sejahtera. Artinya, rakyat tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan, juga kesehatan. 

Penanggung nafkah, yaitu laki-laki diberi lapangan pekerjaan, bahkan modal yang bisa dipinjam tanpa riba. Sumber daya alam yang ada dikelola oleh negara dan sepenuhnya diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat. 

Harta milik umum, seperti sumber air, hutan, sumber energi, jalan, tidak boleh diswastanisasi sebab harta tersebut adalah hak bersama seluruh rakyat.

Selain itu, harta milik negara yang ada di baitul mal juga terdapat pos zakat. Zakat hanya diberikan untuk 8 asnaf yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an. Mekanisme tersebut akan membantu menyejahterakan rakyat. 

Setiap individu yang kaya dalam Islam mempunyai tanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan. Secara teknis, hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 

Pertama, secara langsung orang-orang kaya membantu rakyat miskin. 

Kedua, skema dharibah atau pungutan kepada laki-laki muslim yang kaya.

Mekanisme tersebut sesuai dengan Allah Swt. dalam surat Az Dzariyat ayat 19, yang artinya:

"Dan pada harta-harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian."

Skema tersebut akan dihentikan negara ketika seluruh rakyat sudah terpenuhi kebutuhannya.

Masyhur kisah Khalifah Umar bin Khattab, sosok pemimpin Islam yang amanah mengemban tanggung jawab melayani rakyat.
 
Khalifah Umar sering turun ke bawah, berkeliling melihat rumah warga untuk memastikan secara langsung bahwa rakyatnya sudah terpenuhi kebutuhannya. Beliau hanya berpakaian sederhana layaknya orang biasa sehingga tak heran jika rakyat tak mengenali sang Amirul mukminin.

Suatu malam ketika beliau sedang berkeliling, terdengar suara tangisan anak kecil yang kelaparan. Umar pun terkejut dan sedih melihat hal itu. Maka, ia pun langsung mengambil sekarung gandum untuk mereka.

Umar menyadari, masih banyak umat Islam yang kesulitan dan terjerat kemiskinan. Oleh sebab itu, beliau memikirkan inovasi pengelolaan zakat agar dapat mengatasi kemiskinan.

Demikian mekanisme pengelolaan harta dalam sistem Islam yang meniscayakan kesejahteraan. Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Hikma Mutaqina 
(Aktivis Muslimah)

Selasa, 29 Agustus 2023

Bansos Rawan Korupsi, MMC: Bukti Bobroknya Kapitalisme

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengungkapkan, program bantuan sosial yang menjadi area rawan korupsi adalah bukti kebobrokan dan kenistaan dalam kehidupan kapitalisme yang diterapkan saat ini. 
 
"Program bansos menjadi area rawan korupsi karena dilakukan pada situasi-situasi darurat sehingga ada kelonggaran dalam pelaksanaannya. Fakta ini semakin menunjukkan kebobrokan dan kenistaan dalam kehidupan saat ini," tuturnya dalam Serba-Serbi: Bansos Jadi Area Rawan Korupsi, Sistem Demokrasi Mencetak Penguasa Tidak Amanah, di kanal YouTube MMC, Ahad (27/8/2023).
 
Hal tersebut, ucapnya, keniscayaan dari ideologi batil bernama kapitalisme. "Asas ideologi kapitalisme adalah mengejar kekayaan materi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan halal-haram," imbuhnya.
 
Bahkan lanjutnya, kondisi tersebut didukung oleh sistem politik demokrasi yang meniscayakan manusia bisa membuat aturan.
 
"Akhirnya, pejabat yang ada memiliki kualitas buruk dan nista, yakni hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan. Mereka akan menggunakan semua kesempatan untuk menghasilkan uang sekalipun dalam kondisi sempit seperti pandemi Covid-19," bebernya.
 
Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi dalam distribusi beras bansos di kementerian sosial (Kemensos) bukan dugaan kasus korupsi Bansos pertama yang melibatkan program Kemensos.
 
“Kasus dugaan korupsi bansos di kemensos ini disebut merugikan negara sampai 127,5 miliar rupiah dan telah ditetapkan enam orang sebagai tersangka, tiga diantaranya telah ditahan pada Rabu, 23 Agustus 2023,” terangnya.

Sebelumnya, mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara, jelasnya, juga telah dinyatakan bersalah dalam korupsi bansos.
 
*Islam*
 
Narator kemudian menjelaskan, ini sangat berbeda dengan ideologi Islam ketika mengatur urusan rakyat. Perbedaan mendasarnya, ideologi Islam akan membuat para pemeluknya baik individu, masyarakat dan negara, senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah Swt. dan sikap muraqabah atau selalu merasa diawasi Allah Swt.
 
"Mereka akan selalu beramal sesuai dengan tupoksi masing-masing dengan penuh tanggung jawab. Setiap individu akan berusaha menjadikan diri mereka memiliki syakshiyah (karakter/kepribadian) Islam karena dorongan keimanan, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam. Mereka akan tenang ketika terikat syariat Islam dan sangat risau ketika melakukan kemaksiatan,” paparnya.
 
Ketika individu tersebut menduduki kursi jabatan, yakinnya, naik ke level gubernur, menteri hingga khalifah, akan menjadi pribadi yang amanah terhadap tugasnya.
 
"Mereka akan melakukan tugas-tugasnya seoptimal mungkin sehingga dengan sendirinya mereka tidak akan berani melakukan korupsi ketika mereka menjabat," tandasnya.
 
Hanya saja, menurut Narator, kebaikan individu seperti itu membutuhkan support system berupa institusi negara, sebab negara memiliki semua perangkat yang mampu membuat bahkan memaksa rakyat yang ada di bawah kekuasaannya untuk taat pada Allah Swt.
 
"Negara dalam Islam yang disebut sebagai Khilafah, akan menciptakan suasana keimanan dalam setiap lini masyarakat, termasuk para pejabatnya," pungkasnya.[] Muhar
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab