Tinta Media: Banjir
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 Juni 2024

Solusi Dadakan ala Kapitalisme Sebabkan Banjir Berulang

Tinta Media - Keberadaan Sungai Citarum yang sejatinya memberi berkah bagi kehidupan makhluk hidup faktanya kini Citarum berubah image menjadi pembawa musibah. Bagaimana tidak, banjir kerap datang karena meluapnya sungai Citarum.

Citarum tak mampu lagi membawa berkah. Lantas, apakah benar bencana banjir yang datang adalah akibat tingginya curah hujan, ataukah ada biang kerok di balik bencana banjir ini?

Bencana banjir yang diakibatkan karena curah hujan sehingga meluapkan air Sungai Citarum kerap dirasakan oleh warga KP. Bojong Citepus RW.09, Desa Cangkuang Wetan, Kab. Bandung.

Bapak Kades Asep Kusmiadi S.Pd.I.,M.Pdi. mengatakan bahwa upaya darurat untuk mencegah air Sungai Citarum yang meluap akibat intensitas hujan tinggi adalah dengan membuat tanggul dadakan. Kegiatan yang dilakukan secara gotong royong ini diharapkan mampu mencegah dan meminimalisir dampak bencana. Pembuatan tanggul dadakan ini juga merupakan bentuk tanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan warga.

Sungai Citarum yang dulu indah dan terjaga kebersihannya telah menjadi sumber kehidupan makhluk hidup. Namun, kini Sungai Citarum tak ubahnya seperti tempat pembuangan sampah raksasa, baik sampah yang berasal dari limbah rumah tangga, industri, ataupun rumah sakit.

Faktanya, Sungai Citarum terlihat kotor. Bukan hanya tercemar limbah cairan saja, tetapi juga tumpukan sampah ikut menghiasi wajah Sungai Citarum saat ini. Akhirnya, tumpukan sampah yang menghalangi aliran air sungai ikut andil menjadi penyebab terjadinya luapan air sungai dan banjir pun terjadi.

Selain itu, penyebab meluapnya air Sungai Citarum dikarenakan minimnya lahan serapan air hujan. Bisa akibat dari pembangunan yang serampangan, penggundulan hutan, dan minimnya drainase. Akhirnya, derasnya hujan yang sejatinya membawa berkah untuk penghuni bumi selalu dijadikan kambing hitam atas terjadinya bencana banjir.

Negara harusnya cepat tanggap ketika bencana banjir berulang menimpa warga. Bukankah keselamatan dan kesejahteraan rakyat adalah tangung jawab negara? Upaya keras harus dilakukan untuk mencari solusi, yaitu mengantisipasi dan mencegah bencana banjir.

Namun, sayangnya, 'jauh panggang daripada api', pemerintah tidak serius menangani persoalan banjir di DAS Citarum. Pembuatan tanggul dadakan pun dipilih menjadi solusi untuk mencegah luapan Sungai Citarum. Mungkin benar, untuk sementara, di daerah tersebut banjir bisa diatasi. Namun, banjir akan beralih ke daerah lain. Lantas, mampukah tanggul dadakan menjadi solusi banjir?

Salah satunya adalah tanggul dadakan yang dibuat di kp. Bojong Citepus Desa Cangkuang Wetan Kab. Bandung. Padahal, tanggul ini sudah beberapa kali mengalami kerusakan, tetapi kenapa bukan tanggul permanen yang dibangun.

Kecemasan akibat tanggul jebol kerap menggelayut di benak warga. Pasalnya, ketika sungai Citarum meluap, airnya keluar dari celah-celah tanggul yang bisa saja sewaktu-waktu jebol dan bencana banjir bandang pun bisa terjadi.

Inilah kerusakan yang diakibatkan oleh penerapan aturan yang salah. Ketidakbecusan sistem sekuler kapitalisme terpampang dari tidak terpecahkannya setiap problematika kehidupan. Salah satunya memecahkan persoalan banjir yang kerap terjadi.

Penguasa malah sibuk dengan megaproyek pembangunan yang sering kali membawa dampak buruk bagi keseimbangan alam. Pembangunan yang jor-joran tidak diiringi dengan tanggung jawab dari penguasa sebagai pemelihara alam. Penguasa dalam sistem sekuler kapitalisme menjadikan kekuasaannya sebagai ladang bisnis. Siapa pun yang punya modal besar boleh mengelola SDA negeri ini.

Selain itu, setiap proyek pembangunan hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya menumbuhkan semangat kebebasan (liberalisasi) atas penguasaan lahan di tangan oligarki. Lagi dan lagi, rakyat kecil yang jadi korban kerakusan mereka.

Sistem ini memandang bahwa pembangunan ekonomi lebih menguntungkan daripada pembangunan tanggul permanen Sungai Citarum. Semua diukur dari untung dan rugi. Alhasil, tanggul dadakan pun dibuat sebagai solusi bencana banjir. Itu pun biasanya dilakukan ketika ada desakan dari masyarakat dan terlanjur viral, barulah dilakukan, walaupun pengerjaannya sat-set dan asal-asalan.

Lain halnya dalam Islam, keselamatan dan kesejahteraan rakyat adalah prioritas utama negara. Seorang pemimpin negara/ khalifah adalah raa'in (pelindung/pemelihara). Maka dari itu, seluruh daya dan upaya akan dimaksimalkan untuk melindungi rakyat dari bencana.

Rasulullah bersabda,

"Imam/khalifah itu laksana penggembala dan hanya ia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya" (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam, pencegahan bencana banjir akan dilakukan secara maksimal, bukan serba dadakan seperti 'tahu bulat yang digoreng dadakan'. Selain memberikan edukasi teknis, negara juga memberikan edukasi ideologis, yakni memahamkan rakyat bahwa bencana yang terjadi adalah ketetapan Allah. Sekuat apa pun ikhtiar yang dilakukan manusia, Allah-lah yang berkehendak.

Kemudian, semua kebijakan pun akan kembali pada syariat sebagai pedoman kehidupan. Sekalipun dalam membangun tanggul yang permanen dan menyeluruh butuh biaya yang besar, khilafah akan membiayai semua pembangunan itu sebagai ikhtiar dalam mencegah dan mengantisipasi bencana banjir. Tentu tidak perlu mengemis kepada para investor yang ujung-ujungnya pasti minta jatah lahan sebagai bayarannya seperti dalam sistem kapitalisme.

Pembiayaan akan didanai oleh kas baitul mal yang bersumber dari harta fai, kharaj, dan harta kepemilikan umum. Jikalau dana di kas Baitul mal habis, maka setiap muslim akan dimintai kerelaannya untuk ikut membiayai. Namun, ini sifatnya sementara.

Ketegasan hukum pun akan ditegakkan untuk para pelaku yang tidak taat syariat yang akan ditentukan oleh hakim sesuai kadar kesalahannya.

Oleh karena itu, khilafah tidak memandang semua pembangunan dari aspek untung rugi, tetapi memandang bahwa pembangunan infrastruktur seperti tanggul permanen ini mampu memberi kemaslahatan bagi rakyat. Islam adalah rahmatan lil'alamin, maka jelas hanya kebijakan Islam yang mampu menjadi solusi hakiki.

Wallahualam.

Oleh: Neng Mae, Sahabat Tinta Media

Kamis, 30 Mei 2024

Banjir Terjadi Lagi, Hanya Islam sebagai Solusi

Banjir yang sering terjadi di daerah padat industri seperti di Baleendah dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung tak ayal membuat masyarakat tidak nyaman dan terganggu aktivitasnya. Untuk mengendalikan banjir yang senantiasa terjadi di musim penghujan di Bandung, Jawa Barat. Presiden Joko Widodo menggelontorkan dana sebanyak Rp 141 miliar untuk pembuatan kolam retensi. (ayobandung.com16/Mei/2024).

Pembangunan Kolam Retensi Andir yang berlokasi di Jalan Katapang Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, telah usai dan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Maret tahun 2023. Namun keberadaan kolam retensi tidak memberikan solusi yang efektif karena pada kenyataannya banjir masih saja terjadi.

Tingginya curah hujan tidak akan menjadi masalah serius jika hutan-hutan tidak digunduli, tanah resapan difunngsikan dengan semestinya, daerah aliran sungai dijaga kelestariannya dan diupayakan agar tidak mengalami abrasi, serta sistem drainase dibuat terintegrasi. Bukan seperti saat ini, keadaan permukaan tanah kian turun dari waktu ke waktu akibat konsumsi air tanah yang digunakan sebagai penunjang fasilitas industri dan komplek hunian mewah yang keberadaanya tak jarang menyerobot lahan walau tak sesuai peruntukan.

Kondisi miris terjadi juga pada sungai kita, semakin lama volume sungai semakin sempit akibat limpahan sampah dan limbah yang disumbang oleh bangunan di sekitar badan sungai. Jangan tanya soal risiko yang timbul akibat semua itu. Baik secara ekonomi maupun sosial, dampaknya tentu sangat besar. Sementara di sisi masyarakat yang terdampak, sampai saat ini mereka hanya bisa bersabar dan legowo ketika banjir menerpa dengan anggapan banjir memang alamiah terjadi. Penyebabnya hanya faktor alam semata. Padahal, penyebab banjir tidak semata faktor alam. Banyak hal harus dievaluasi dan dibenahi terutama dari sisi perilaku manusia, misalnya saja terkait budaya kehidupan masyarakat dan kebijakan yang bersifat struktural dari sisi negara dalam mengatur pembangunan, tata kota serta infrastruktur. Selain itu, untuk mencegah dan meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan banjir. Negara juga tidak boleh abai dan gagap soal mitigasi bencana. Karena ini menyangkut keamanan dan keselamatan masyarakat.

Dalam Islam, pengurusan kepentingan rakyat dan keamanannya merupakan tugas utama yang harus dilaksanakan oleh negara. Maka dari itu, negara dalam Islam akan melakukan segala upaya untuk melindungi masyarakatnya dari segala keburukan dan bahaya. Termasuk bahaya dari bencana alam seperti banjir. Negara akan melakukan penanganan banjir dengan melihat faktor- faktor penyebabnya dan menerapkan solusi efektif untuk mencegah datangnya bencana banjir.

Pertama, jika kasus banjir disebabkan keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, negara akan menempuh upaya-upaya seperti membangun bendungan- bendungan dengan berbagai tipe yang memiliki fungsi berbeda. Semisal bendungan yang dapat menampung debit air hujan, aliran air sungai, maupun bendungan yang diperuntukkan untuk sistem pengairan. 

Kedua, dalam hal perundang-undangan dan kebijakan yang diterapkan di sisi negara. Maka negara akan membuat kebijakan terkait pembukaan pemukiman baru yang harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni, menyertakan variabel-variabel drainase, menyediakan daerah serapan air, dan memanfaatkan tanah sesuai dengan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif untuk mencegah bencana banjir.

Ketiga, dalam menangani korban bencana alam. Negara akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Negara juga akan memastikan keberadaan para korban bencana banjir tertangani secara optimal dengan menyediakan sarana tinggal yang layak dengan sanitasi yang baik, tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan fasilitas pengobatan yang mumpuni agar mereka dapat tetap sehat secara jasmani. Tak usai sampai di situ, negara juga akan mengupayakan kondisi psikologis korban bencana tetap dalam keadaan tawakal kepada Allah dengan juga menghadirkan para ulama yang siap membimbing mereka.

Demikianlah kebijakan negara yang menerapkan Islam dalam mengatasi banjir. Negara dalam sistem Islam akan berupaya semaksimal mungkin dalam mengatasi bencana, karena pengurusan dan perlindungannya terhadap rakyat akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah di akhirat kelak. Wallahualam bissawab.

Oleh : Eva Lingga Jalal, Sahabat Tinta Media 

Selasa, 21 Mei 2024

Bencana Banjir Berulang, Butuh Solusi Komprehensif


Tinta Media - Curah hujan yang tinggi memang kerap menjadi faktor penyebab bencana banjir di berbagai wilayah di Tanah Air. Namun, berulangnya musibah banjir tidak akan terjadi dan dampak dari bencana pun dapat diminimalkan apabila mitigasi bencana berjalan baik dan optimal. Sayangnya, lemahnya sistem mitigasi bencana di negeri kita berdampak pada terus berulangnya bencana yang merugikan masyarakat dan tak jarang menelan korban jiwa.

Bencana banjir tak terelakkan lagi di Desa Sambandate, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dikarenakan luapan air setinggi dua meter meluap dari Sungai Lalindu. Peristiwa itu pun mengakibatkan jalan Trans Sulawesi tidak bisa dilalui dan lumpuh total. (cnnindonesia.com 11/05/2024)

Sumatra Barat pun tak luput dari banjir, di Kabupaten Agam dilaporkan setidaknya 15 orang warga meninggal dunia dan 7 orang mengalami luka- luka akibat bencana banjir bandang. Data Tim Reaksi Cepat BPBD memaparkan sekitar 90 unit bangunan yang terdiri dari rumah warga, fasilitas umum, dan tempat usaha terendam banjir. (cnnindonesia.com 12/05/2024)

Sementara itu, musibah banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra Barat turut mengungkap fakta kelam praktik deforestasi yang makin meluas di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pantauan dan analisis citra satelit LSM Walhi Sumbar yang terbaru periode Agustus hingga Oktober 2023 mengungkap adanya indikasi penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 50 hektare di Nagari Padang Air dingin, Kabupaten Solok Selatan. Tak hanya itu, penebangan liar dan pembukaan lahan seluas 16 hektare juga terjadi di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. (bbc.com 13/05/2024)

Bencana banjir yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia bisa terjadi karena faktor alam ataupun dikarenakan faktor kerusakan akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Berulangnya bencana banjir dengan memakan korban jiwa menunjukkan kepada kita bahwa upaya mitigasi belum dilakukan secara komprehensif. Tak dapat kita pungkiri, terjadinya bencana termasuk banjir dan longsor yang terjadi di negeri ini juga erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang diusung oleh negara. Negara yang bernaung dalam sistem kapitalis seperti saat ini menjadikan kebijakan yang diterapkan bersifat eksploitatif dan merusak.

Hal berbeda tentu akan kita temukan dalam negara yang berada dalam naungan ideologi Islam (khilafah). Kebijakan pembangunan dalam Islam tidak akan bersifat eksploitatif ataupun destruktif karena negara dalam Islam akan memperhatikan setiap kebijakannya dijalankan sesuai tuntunan syariat. Adapun mitigasi bencana secara komprehensif akan dilakukan oleh negara khilafah sebagai implementasi ri’ayah dan penjagaan negara kepada rakyatnya dalam rangka melestarikan alam dan lingkungan sekitar tempat masyarakat tinggal dan menjauhkan masyarakat dari bahaya dan kemudharatan. Negara khilafah akan benar- benar melaksanakan kedua fungsi tadi secara maksimal karena dorongan ketakwaan kepada Allah SWT. Wallahu ‘alam bishawab 

Oleh : Selly Amelia, Sahabat Tinta Media 

Rabu, 21 Februari 2024

Benarkah Hujan Lebat Penyebab Banjir?


Tinta Media - Siapa yang rajin membuka informasi tentang prakiraan cuaca di musim hujan ini? Berita tentang hujan, petir, curah hujan yang tinggi kini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Bukan hanya masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang tinggal di pedesaan pun khawatir dengan datangnya hujan deras karena menyebabkan banjir di wilayah mereka.

Terbukti di puncak musim hujan ini, hampir semua wilayah di nusantara mengalami banjir. Lampung, Demak, Sidoarjo,  dan wilayah lainnya mengalami banjir yang melumpuhkan aktivitas warga, menimbulkan kerugian materi dan mengancam jiwa. Pemerintah setempat dengan serempak menyatakan bahwa penyebab banjir adalah curah hujan yang tinggi, meskipun akhirnya mereka menambahkan penyebab yang lain seperti pendangkalan sungai dan  pengalihan lahan.

Bencana banjir kerap berulang terjadi, tetapi antisipasi selalu diabaikan. Pendangkalan sungai seharusnya ditangani sebelum bencana. Edukasi kepada masyarakat dilakukan secara rutin agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dan fungsi sungai.

Selain disebabkan faktor alam, pendangkalan sungai ekstrem yang menyebabkan banjir juga karena faktor aktivitas manusia. Sampah-sampah yang dibuang sengaja atau tidak sengaja menjadikan arus sungai terhambat total. Ketika volume air bertambah karena hujan deras, sungai tidak mampu menampung. Akhirnya air meluber membanjiri pemukiman, jalan, dan fasilitas umum lainnya. 

Selain karena sampah, pendangkalan sungai semakin parah terjadi karena tanah dan lumpur dari hutan yang telah digunduli ikut terkikis mengikuti arus air hujan, dan mengendap di dasar sungai.

Penanganan pasca banjir juga terkesan lambat, bahkan sering kali tanpa penanganan dari pihak berwenang, seolah-olah bencana banjir adalah hal yang biasa. Akhirnya, tidak ada rasa empati kepada korban banjir yang kehilangan harta, bahkan bertaruh dengan keselamatan jiwanya.

Sampai kapan ini terjadi? Sampai negeri ini memahami bahwa keberkahan hidup hanya bisa dinikmati ketika taat kepada Allah dan Rasulullah. Turunnya hujan pertanda turunnya rahmat dari Allah, bukan bencana. Hutan gundul dan sampah melimpah adalah hasil dari sistem kapitalis, sistem hidup yang memfasilitasi keserakahan. Sumber daya alam dieksploitasi tanpa ada upaya reservasi.

Dalam Islam, penguasa dan aparat tulus melayani rakyat. Bukan semata agar menjadi petahana, tetapi mereka sangat khawatir akan tanggung jawab di akhirat kelak. Mengurusi rakyat dengan penuh kasih sayang adalah kewajiban yang mereka jalani.

Jangankan banjir yang meluluhlantakkan kehidupan ribuan warga, terperosoknya kuda di jalanan berlubang pun menjadikan para pemimpin dalam Islam waspada. Mereka akan senantiasa menjaga keamanan dan kenyamanan rakyatnya.


Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum Siwalan Panji

Jumat, 02 Februari 2024

Bencana Banjir Akibat dari Sistem Pembangunan ala Kapitalis

Tinta Media - Seperti yang kita lihat di awal tahun 2024  tepatnya pada bulan Januari, di setiap musim penghujan datang  sudah pasti yang namanya bencana banjir, dan longsor datang berulang terjadi di setiap wilayah  di Indonesia .

Dampak dari akibat bencana banjir ini tentu banyak rumah-rumah warga yang terendam banjir. Akses jalan yang tidak bisa dilewati, fasilitas umum seperti mesjid, sekolah, akhirnya sekolah pun di liburkan  karena ruang kelas terendam banjir dan banyak lagi dampak lainnya seperti perusahaan yang terpaksa tutup. 

Bencana banjir bukan hanya membawa air yang keruh dan kotor, sampah dan lumpur tapi juga juga menimbulkan berbagai penyakit seperti  diare, gatal-gatal dan lain-lain. 

Banjir yang melanda tanah air bukan karena musim penghujan semata. Melainkan akibat pembangunan  wilayah yang tidak di rencanakan secara komprehensif. Di bagian wilayah yang  semestinya menjadi serapan air hujan, ternyata sudah penuh menjadi pemukiman. Pembangunan properti mengubah bentang alam ulu sehingga terjadi  degresi atau deforestasi kawasan hutan. Pembangunan wisata yang pesat juga  menyebabkan alih fungsi kawasan yang memiliki  konservasi.

Berbagai pembangunan  tersebut dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan demi mencari cuan maka pembangunan di lakukan  secara serampangan. Inilah model pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai terhadap dampak lingkungan dan tata kelola keseluruhan.  Akibatnya rakyat yang menjadi korban dan sengsara. 

Inilah yang namanya fasad pembangunan kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam dan hanya  menuruti hawa nafsu  untuk memperoleh keuntungan materi  sebanyak-banyaknya. Fasad ini telah Allah peringatkan di dalam Al-Qur'an :
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia. Allah SWT menghendaki agar mereka merasakan  bagian dari akibat  perbuatan  mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar ." (TQS Ar Rum ayat 41) 

Cara pandang pembangunan dalam Islam, sungguh jauh berbeda dengan kapitalisme.
Pembangunan dalam Islam bukan bertujuan untuk keuntungan materi semata. Kebijakan pembangunan sesuai dengan syariat Islam dan  terwujud untuk kemaslahatan rakyat. Dan akan memperhatikan  penjagaan terhadap lingkungan hingga alam tetap terjaga. Meski rencana sebuah pembangunan seolah menguntungkan seperti  pembangunan industri, pemukiman atau wisata, jika ternyata merusak alam dan merugikan  rakyat akan dilarang. 

Pembangunan dalam sistem Islam dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan ke kepentingan mereka. Karena penguasa yang mengurus dan menjalankan seluruh kebijakan pembangunan  berdasarkan aturan Allah  dan Rasul-Nya bukan berdasarkan kemampuan para investor. Negara akan turun tangan ke semua wilayah. Hingga pembangunan tidak semrawut dan tumpang tindih seperti kondisi saat ini. Negara yang akan menentukan fasilitas-fasilitas pemukiman, kawasan wisata dan industri. 

Pembangunan dalam Islam tidak hanya di tata dengan baik dan benar, tetapi berdasarkan syariat dan berorientasi  pada kemaslahatan rakyat ini telah diterapkan selama berabad abad oleh negara Islam, demi menjaga dan    melestarikan lingkungan. Dengan demikian  terwujudlah keamanan  bagi seluruh rakyat. 

Wallahu a'lam bish shawwab.

Sumber: MNews, Penulis Nida Al Khair

Oleh: Ummu Nizam 
Sahabat Tinta Media 

Dana Rp142 Miliar untuk Banjir atau Wisata?

Tinta Media - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun sebuah kolam retensi di Kabupaten Bandung.
Dana yang dikeluarkan dalam proses pembangunan kolam retensi ini  mencapai Rp142 miliar. 

Tujuan pemerintah membangun kolam retensi ini adalah untuk penampungan pengendali banjir di wilayah Bandung Selatan, seperti wilayah Dayeuhkolot dan Baleendah yang sering terkena musibah banjir. Kolam retensi ini telah diresmikan pada bulan Maret 2023 lalu dan dinamakan Kolam Retensi Andir.

Sebagai pengendali banjir, kolam retensi di Kabupaten Bandung ini justru menjadi tempat rekreasi. (Ayobandung.com, 19/01/2024) 

Luar biasa. Dana yang dikeluarkan pemerintah tidak main-main, mencapai angka miliaran yang katanya untuk mengendalikan banjir di wilayah Bandung Selatan, mencakupi area Dayeuhkolot, Baleendah. Nyatanya, kolam retensi ini kini dinikmati menjadi tempat wisata. 

Pemerintah tidak mau rugi. Dengan asas manfaat, dana  142M yang dikeluarkan itu jangan sampai rugi bandar, harus menghasilkan cuan di zaman yang serba kapitalis ini. Sehingga, pengelolaan Kolam Retensi Andir itu dibuat semenarik mungkin, membuat daya tarik warga sekitar. Kolam retensi Andir itu kini menjadi tempat wisata karena bisa digunakan untuk memancing, spot foto, tempat olah raga, dll. 

Sistem Kapitalisme sebagai Penyebab 

Apakah Kolam Retensi Andir ini berhasil mengendalikan banjir?

Nyatanya, banjir selalu terulang. Tepat bulan lalu, warga Dayeuhkolot mengalami bencana banjir sampai kedalaman 1 meter. Ini mengakibatkan aktivitas warga sekitar terganggu. 

Bencana banjir yang terus terulang ini seharusnya menjadi bahan muhasabah.
Muhasabah ini tidak bisa dilakukan oleh diri sendiri, tetapi harus bersama, antara masyarakat dan negara. 

Sesungguhnya, air hujan dari Allah adalah berkah dan anugerah, bukan bencana. Namun, ada salah dalam tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. 

Kebijakan-kebijakan para penguasa dalam menanggulangi permasalahan banjir ini harusnya berdasarkan syariat Islam. Hanya kebijakan atau aturan Islam yang diterapkan secara Kaffah yang mampu menangani permasalahan banjir.
Wallahualam bissawab.

Oleh: Ika Mustika Sari, Muslimah
Bojongsoang, Ciganitri 

Rabu, 31 Januari 2024

Hujan Awal Tahun 2024 Mendatangkan Bencana Banjir



Tinta Media - Musim penghujan telah tiba. Menurut analisis BMKG, curah hujan yang tinggi sejak awal Desember di beberapa kawasan Kabupaten Bandung berakibat genangan dan banjir. 

Badan  Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mendefinisikan bahwa banjir adalah peristiwa berlimpahnya air hingga meluap ke daratan yang biasanya kering akibat curah hujan yang tinggi atau masalah lain yang mengakibatkan air tidak dapat diserap cepat oleh tanah atau dialirkan oleh saluran air yang ada. Banjir bisa terjadi secara tiba-tiba atau bertahap.

Ada beberapa jenis banjir, yaitu:

Pertama, banjir luapan sungai, terjadi ketika debit sungai meluap melewati batas normalnya. 

Kedua, banjir luapan laut (rob), disebabkan naiknya permukaan laut, sering kali akibat badai, gelombang pasang, atau kerusakan ekosistem pesisir. 

Ketiga, banjir genangan, terjadi ketika air mengenai dataran rendah akibat hujan lebat. 

Keempat, banjir bandang, banjir yang sangat kuat dan mendadak, sering kali disertai longsor yang merusak segalanya di jalur alirnya.

Banjir menempati posisi tertinggi bencana di Indonesia, yakni 758 kejadian. Puncak musim hujan tahun 2023/2024 akan terjadi  pada bulan Januari-Februari di sebagian wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 385 ZOM (55,08%). 

Perkiraan BMKG ini terbukti. Hujan deras di awal Desember mengantar banjir di beberapa wilayah. Secara topografi, kawasan yang sering terendam banjir di Kabupaten Bandung adalah Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, dan Dayeuhkolot yang merupakan dataran rendah. 

Banjir ini berulang di setiap tahunnya. Pada banjir yang terjadi pada hari Jumat tgl 12/1/2024 lalu, sedikitnya dua ribu rumah terendam air setinggi satu meter, bahkan ada yang sampai atap rumah. Banjir besar yang melanda ketiga kecamatan tersebut merupakan banjir terburuk sepanjang 10 tahun ini.

Kepala pelaksana harian BPBD Kabupaten Bandung, Uka Suska Puji Utama menyebutkan bahwa dari ribuan korban banjir, tidak semua mengungsi. Sebagian masih bertahan di tingkat dua rumahnya karena dianggap masih aman. Akan tetapi, Uka berharap masyarakat harus tetap waspada mengingat hujan kerap turun saat sore hingga malam hari dan bencana lainnya, seperti longsor serta angin puting beliung. Dengan kejadian ini, Uka dan pihak BPBD Kabupaten Bandung belum menentukan tanggap darurat karena perlu analisis dan rapat mengenai hal tersebut.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi berulangnya banjir, di antaranya kebiasaan membuang sampah ke sungai oleh masyarakat sekitar bantaran sungai Citarum, Cisangkuy, dan Cikapundung sehingga menyebabkan gangguan pada jalan air.  

Sekertaris Camat Dayeuhkolot, Wawan Setiawan mengatakan bahwa sumber banjir di Bandung Selatan selain luapan Sungai Citarum, juga luapan air yang berasal dari anak-anak sungai Citarum, terutama sungai Cisangkuy (Pangalengan) dan Sungai Cikapundung yang membelah Kota Bandung. Posisi semacam ini merupakan salah satu faktor penyebab banjir di muara sungai yang berada di wilayah Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. 

Jadi, andaikan ketiga daerah itu tidak hujan, tetapi daerah Majalaya, Pangalengan, dan Kota Bandung hujan, maka di tiga kecamatan akan terjadi banjir sebagai limpahan air dari dataran tinggi yang mengalir deras dan tak dapat ditampung di dataran rendah.

Semua ini dikarenakan lemahnya penegakan hukum serta tetap pelaksanaan pembangunan di kawasan budidaya dan pengelolaan  konservasi dengan tujuan komersial di daerah Bandung Utara.

Pemerintah mengutamakan investasi bidang pariwisata. Hal ini tampak dengan disahkannya UU Ciptaker Omnibus Law yang tertuang dalam UU 26/2007. UU ini terdiri dari UU Penataan ruang, UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dan UU sektor lainnya.

Fakta dari deforestasi di Indonesia sangat masif dengan adanya kebebasan yang tertuang dalam perundang-undangan
alih fungsi hutan. Hampir 13 juta hektare dalam 5 tahun mengakibatkan bencana dan kesulitan hidup rakyat.

Sekian banyak permasalahan yang terjadi di masyarakat tidak akan terselesaikan dengan pengaturan sistem sekuler kapitalis karena sistem ini meniscayakan adanya kesenjangan dalam pembangunan, serta keuntungan menjadi tujuan yang sangat dominan. 

Sistem sekuler kapitalis berasaskan manfaat. Di sistem ini, negara hanya sebagai regulator dan pengusaha (oligarki) sebagai pemeran utama yang memegang kekuasaan karena memiliki modal besar untuk membiayai segala perangkat kebutuhan.  Contoh yang konkret adalah banyaknya alih fungsi hutan menjadi pemukiman mewah dan destinasi wisata untuk  kepentingan segelintir orang, tetapi menjadi  mudarat untuk masyarakat lainnya, seperti terjadinya banjir dan longsor saat musim penghujan dan langkanya air bersih saat kemarau.

Berbeda dengan sistem Islam.  Hutan adalah milik umum yang berarti negara wajib mengelola agar terjaga kelestariannya dan tetap membawa manfaat sebesar-besarnya untuk umat.

Pemanfaatan hasil hutan tidak melebihi batas dan disertai dengan penanaman kembali pepohonan. Hal ini karena penguasa dalam Islam mengelola hutan sesuai dengan tuntunan Allah Swt. dan Rasul-Nya. Penguasa menyadari akan adanya pertanggungjawaban atas semua amanah ini.
Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh:  Nunung Juariah
Sahabat Tinta Media

Senin, 29 Januari 2024

Banjir Hadir Kembali



Tinta Media - Hujan deras yang turun pada Kamis (14/1/2024) sore menyebabkan lima rukun tetangga (RT) dan enam ruas jalan di DKI Jakarta terendam banjir. Kepala pelaksanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, Isnawa Adji, menjelaskan bahwa terjadi peningkatan genangan dari tiga RT menjadi lima RT, mencakup 0,016 persen dari total 30.772 RT. Enam ruas jalan juga masih tergenang. Wilayah yang terdampak mencakup 5 RT, termasuk 3 RT di Kelurahan Duren Tiga (Jakarta Selatan) dengan ketinggian air mencapai 30 sentimeter (cm) akibat hujan deras dan luapan kali Mampang. Sementara itu, dua RT di Jakarta Timur mengalami genangan dengan ketinggian 30 cm, juga akibat curah hujan, kata Isnawa dikutip antara, kamis (11/1/2024) . (Beritasatu.com)

BPBD Riau mengatakan, sedikitnya 60.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi mengungsi akibat rumah, lahan, dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir. Mereka yang mengungsi berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan kota Dumai. Sedangkan warga dari Kabupaten dan kota lain yang terdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi, kata, kepala BPBD Ria. M. Edy Afrizal dalam keterangan di Pekanbaru, seperti di kutip Antara, Sabtu (13/1). 

Banjir yang merendam ribuan rumah warga kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada minggu (14/1/2024) pagi perlahan mulai surut. Banjir diakibatkan sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak sungai Cikapundung. Dari Pantauan.Com pada minggu (14/1/2024) pagi, sebagian warga yang rumahnya sudah tidak terendam banjir terlihat mulai bersih-bersih dengan alat seadanya. 

Meski demikian, masih ada ribuan rumah warga di 7 RW dari total 14 RW di Desa Dayeuhkolot yang masih terendam. Ketinggian air masih 70 sentimeter membuat aktivitas warga terganggu. Banjir mulai surut, yang terjadi berimbas pada 14 RW yang tergenang. sekarang 7 RW yang tergenang dengan ketinggian  air paling tinggi  di RW 4 sekitar 70 sentimeter, kata kepala Desa Dayeuhkolot Yayan Sesiana saat di temui di area kantor Desa, minggu (14/1/2024) 

Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan perilaku masyarakat  yang masih suka membuang sampah di sungai, tentu saja menyebabkan penyempitan terhadap ruang lingkup sungai, debit air yang terus berubah di pengaruhi oleh curah hujan, debit air yang terus berubah di pengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan tinggi atau hujan lebat yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, jelas dapat menyebabkan genangan air yang meninggi dan akhirnya banjir. Ada pula pembangunan tempat pemukiman yang dilakukan secara besar besaran tentu saja dapat menghilangkan daratan kosong tempat resapan air hujan, yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya banjir dan juga keberadaan hujan mulanya berfungsi sebagai tanah resapan air hujan, sekarang beralih menjadi tempat pemukiman penduduk. 

Harusnya kita membangun bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan. Juga negara akan memeratakan daerah rendah yang rawan terkena genangan air dan membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah wilayah yang terkena banjir. Dan juga negara membangun kanal, sungai buatan untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air, mengeruk lumpur di sungai atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan. 

Memang sudah saatnya kaum Muslim meninggalkan sistem sekuler yang hanya menyebabkan kesengsaraan. Hanyalah Islam satu satunya yang mempunyai solusi dalam mengatasi banjir dan Islam juga memiliki institusi politik, yaitu khilafah Islamiyyah yang memilih kebijakan yang efektif dan efisien, dengan kebijakan inikah insya Allah, masalah banjir bisa di tangani dengan tuntas kalau aturan Islam di tetapkan dengan sempurna. 

Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Upi Ainun
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 28 Januari 2024

Islam Solusi Masalah Banjir



Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna menyampaikan imbauan kepada masyarakat terkait kondisi cuaca ekstrem, Jumat (19/1/2024) di sela-sela Talkshow Ngabedaskeun di Rumah Dinas Bupati Bandung, 

Beliau mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi berbagai bencana yang akan melanda di saat kondisi cuaca ekstrem,a seperti banjir dan tanah longsor. (BeiNewsBandungRaya.id)  

Begitu juga kepada Dinas Lingkungan Hidup dan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dadang menginstruksikan untuk menyiapkan langkah antisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana. 

Pemkab Bandung mengambil beberapa langkah, yaitu pemetaan daerah rawan longsor dan banjir, penyuluhan dan edukasi tentang kebencanaan kepada masyarakat dan pelajar di sekolah agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana, menyiapkan personil di setiap titik daerah rawan bencana seperti di Sungai Citarum dan daerah rawan longsor. 

Langkah berikutnya yang dilakukan adalah menyiapkan logistik, peralatan evakuasi, dan berbagai kebutuhan lain terkait penanggulangan bencana. Di samping itu, anggaran tak terduga pasca bencana telah disiapkan sebesar Rp20 miliar, untuk kondisi tanggap darurat oleh Ketua DPC PKB Kabupaten Bandung. Masyarakat pun diimbau untuk tidak membuang sampah ke sungai dan saluran air agar tidak menyumbat aliran air. Diharapkan dengan adanya upaya ini, risiko terjadinya bencana di Kabupaten Bandung bisa berkurang. 

Sudah kita ketahui bersama bahwa banjir tahunan menjadi hal yang tak bisa dihindarkan untuk daerah rawan bencana seperti banjir dan tanah longsor ketika datang musim penghujan. Derasnya air hujan pun bisa saja sewaktu-waktu bisa membuat sungai meluap, tanggung jebol, dan sebagainya. 

Warga hanya bisa pasrah dengan semua ketentuan Allah atas apa yang menimpa mereka. Di samping sebagai makhluk kita harus yakin bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah, tetapi jika kita telaah secara mendalam, semua musibah yang terjadi juga ada andil dari perbuatan manusia itu sendiri. 

Bermula dari sistem pembangunan dan tata kelola lahan kapitalisme sekuler, itulah andil manusia dalam merusak keharmonisan lingkungan. Paradigma yang salah dalam penataan dan pembangunan yang kapitalistik menjadikan rusaknya lingkungan. 

Sebagai contoh, pembangunan jor-joran telah dilakukan oleh  pemerintah dan pihak swasta dengan dalih untuk kemajuan ekonomi tanpa memperhatikan akibatnya. Itulah hasil dari penerapan sistem yang salah, yaitu kapitalisme sekuler, sistem buatan manusia yang hanya mementingkan diri sendiri dan segelintir orang. 

Cara pandang kapitalisme tentang kemajuan adalah dengan megah dan banyaknya gedung-gedung pencakar langit, serta fasilitas umum, seperti jalan tol, jalan kereta api listrik, dan apartemen mewah. Lahan pertanian semakin menyusut, hutan semakin sedikit karena terus dijadikan sebagai bancakan para kapitalis. 

Hal ini karena yang mempunyai modal akan bebas untuk membeli lahan sebanyak-banyaknya. Ujung-ujungnya, banyak rakyat yang terdampak  banjir  ketika musim hujan tiba. 

Pembangunan dalam kapasitas hanya untuk mendapatkan keuntungan dan cuan tanpa memperhatikan akibat terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Berbagai langkah yang dilakukan oleh Pemkab Bandung seperti yang disebutkan di atas, beserta anggaran bantuan tak terduga (BTT) mungkin ada manfaatnya. Namun, itu bukan solusi hakiki sebagai pemecah persoalan. 

Permasalahan yang datang akibat dari sesuatu yang sistematis harus diselesaikan dengan solusi yang sistematik juga. Solusi ini tidak bisa hanya dengan berbagai upaya, tetapi masih ada dalam sistem yang rusak. Masyarakat tetap abai dalam masalah sampah karena belum ada kesadaran dari individu masing-masing. 

Jelaslah bahwa banjir berulang, tanah longsor, dan berbagai bencana di musim hujan adalah buah dari penerapan sistem buatan manusia yang justru akan merusak tatanan kehidupan. Begitu juga dengan pembangunan yang sangat pesat, tidak akan menjamin sebuah negara menjadi negara maju dan sejahtera ketika tidak diatur dengan sistem yang benar sesuai syariat. Pembangunan digalakkan tanpa peduli terhadap rusaknya keharmonisan lingkungan adalah sebuah kezaliman yang nyata. 

Ini berbeda dengan sistem Islam. Pembangunan dalam sistem Islam bertujuan untuk kesejahteraan rakyat tanpa merusak lingkungan. Semua dilakukan atas dasar iman, bukan manfaat. Kawasan atau lahan dengan segala isinya boleh dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang sesuai aturan Islam, tidak boleh sembarangan, dan akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan. Namun, ada juga kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung yang tidak boleh diambil hasilnya. 

Sudah terbukti semasa Islam diterapkan dulu, seorang khalifah berhasil menyejahterakan dan memberikan rasa nyaman kepada rakyat. Keharmonisan lingkungan tetap terjaga dengan baik ketika penataan ruang itu dilakukan sesuai syariat. Pembangunan sangat pesat tanpa merusak lingkungan di masa kekhalifahan dulu. Masa kegemilangan itu berawal dari tertancapnya keimanan pada individu dan masyarakat, serta sistem sahih yang diterapkan oleh sebuah negara, yaitu Daulah Islam. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 27 Januari 2024

Islam Atasi Banjir dan Longsor


Tinta Media - Hujan yang turun secara terus-menerus yang mengguyur wilayah Kecamatan Pangalengan sejak Minggu (7/1/2024) hingga Senin subuh membuat sungai Cisangkuy meluap dan menjadi penyebab bencana banjir bandang dan longsor. Kejadian itu mengakibatkan tembok (TPT) dengan panjang 15 meter di sekitar  kantor desa ambruk.

Akibat dari bencana tersebut, 19 rumah warga terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 30 sampai 50 sentimeter. Adapun saat ini, banjir telah surut dan warga sudah membersihkan rumah mereka. 

Suhendar Rahmani, Kapala Desa Margamulya mengatakan bahwa pihak desa telah berkoordinasi dengan DAS Cisangkuy dan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk segera memperbaiki drainase aliran sungai Cisangkuy.

Akan tetapi, belum ada tindak lanjut, meskipun ada sedikit (TPT bantaran) yang dibangun melalui program dana Desa Margamulya. (BANDUNG,KOMPAS.COM)

Bagi kaum mukmin, musibah harus dihadapi dengan kaimanan. Seorang muslim wajib mengimani bahwa tak ada satu pun musibah yang dia alami, melainkan atas kehendak Allah Swt. 

Allah Swt. berfirman,
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin (kehendak) Allah." [QS. Taghabun (64): 11]

Dengan kata lain, musibah yang terjadi adalah bagian dari qadha Allah Swt. Sikap kita sebagai seorang muslim adalah rida terhadap ketetapan-Nya. Karena merupakan qadha, musibah pun harus dihadapi dengan kesabaran dan tawakal.

Selain sabar dan tawakal, saat terkena musibah, seorang muslim juga diperintahkan untuk segera bertobat kepada Allah Swt. dan banyak melakukan muhasabah. Itu sebabnya, Allah Swt. mengingatkan bahwa beragam musibah (bencana) sering datang karena perbuatan (dosa) manusia itu sendiri.

Jika kita lihat fakta saat ini, ketika musim penghujan tiba, bencana banjir seolah sudah menjadi langganan. Bagi sebagian wilayah di negeri ini, semua itu pasti ada penyebabnya. 

Selain karena faktor curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi akibat faktor tangan manusia sendiri. Ini mulai dari banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, terutama ke sungai dan saluran-saluran air, yang akhirnya mengakibatkan sampah tersumbat dan menghalangi jalanya air.

Belum lagi minimnya resapan air  (drainase) di sebagian wilayah, sehingga ketika hujan turun, air hujan pun meluber  ke pemukiman. Belum lagi akibat dari alih fungsi lahan yang seharusnya menjadi resapan air, ini malah beralih menjadi hunian, perumahan, ataupun bangunan-bangunan lain. Sehingga, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah, terhalangi oleh material bangunan. Alih fungsi lahan ini biasanya dilakukan oleh para elite pengusaha demi meraup keuntungan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.

Belum lagi musibah tanah longsor yang juga kerap terjadi di musim penghujan. Dengan banyaknya penebangan pohon secara liar, ini jelas-jelas merugikan dan merusak lingkungan. Pohon yang seharusnya menjadi resapan air dan penyangga tanah, kini hilang akibat penebangan tersebut. Pantas saja musibah banjir dan longsor selalu datang tatkala musim penghujan tiba. Ini semua karena manusialah yang sudah membuat kerusakan di muka bumi.

Padahal, Allah Swt. telah memperingatkan di dalam 
Al-Qur'an, yang artinya:

"Telah tampak kerusakan  di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."  [QS. Ar-Rum (30): 41] 

Selain itu, sesungguhnya pangkal kemungkaran terbesar hari ini bukan hanya karena pribadi-pribadi yang bermaksiat pada Allah Swt., melainkan lebih dari itu, yaitu ketika hukum (syari'at) diabaikan dan tidak diterapkan. Justru sistem buatan manusialah yang dipakai dan diterapkan. Padahal, itu merupakan pangkal dari segala macam kerusakan.

Sudah kita ketahui bersama bahwa penerapan sistem kapitalis yang berasas manfaat inilah yang jelas-jelas adalah biang dari segala permasalahan. Nyaris kepentingan para kapitalis saja yang diprioritaskan, sedangkan rakyat yang menanggung penderitaan. 

Kerusakan-kerusakan ini hanya bisa terselesaikan saat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Maka, keberkahan dari langit dan bumi pun akan didapat dan dirasakan. 

Allah Swt. berfirman: 
"Andai penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka (mendustakan ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." [QS. Al-A'raf  (7): 96]

Saatnya umat kembali kepada aturan Islam, sebagai dasar keyakinan dan aturan kehidupan, karena hanya dengan aturan Islam, semua problematika kehidupan akan terselesaikan. Wallahu A'lam.

Oleh: Dedeh
Sahabat Tinta Media

Selasa, 23 Januari 2024

Banjir dan Tanah Longsor

Tinta Media - Ironis sekali banjir kembali terjadi tepatnya di kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. yang terdampak banjir kurang lebih 2000 warga, jumlah tersebut bisa terus bertambah karena masih banyak warga yang belum terdata secara akurat. 

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sungai Cikapundung tidak mampu menampung debit air yang tinggi, sehingga tanggul pembatas menjadi jebol. Luapan air menerjang rumah-rumah penduduk dan meluas ke ketiga kecamatan tersebut. Buruknya drainase juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. 

Selain itu di daerah dataran tinggi pun saat ini tidak luput dari banjir karena sudah tidak ada lagi lahan-lahan resapan air, banyak pohon-pohon ditebangi dan dibangun perumahan-perumahan elite sehingga memicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor. Pembebasan lahan yang begitu mudah hanya untuk kepentingan segelintir orang terus dilakukan tanpa memperhatikan akibat kedepannya yang akan dihadapi masyarakat secara luas. 

Bencana banjir yang berulang kali terjadi harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Pemerintah harus melakukan pembenahan tata kelola ruang, menyediakan daerah resapan air serta adanya kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak membuang sampah ke sungai, semua ini tidak akan terwujud ketika asas manfaat dijadikan standar kehidupan. Maka dari itu hanya dengan penerapan Islam secara kaffah yang mampu mewujudkan kehidupan yang damai, aman, adil dan sejahtera. Wallahua'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini 
IRT - Bojongsoang

Banjir dan Tanah Longsor

Tinta Media - Ironis sekali banjir kembali terjadi tepatnya di kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. yang terdampak banjir kurang lebih 2000 warga, jumlah tersebut bisa terus bertambah karena masih banyak warga yang belum terdata secara akurat. 

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sungai Cikapundung tidak mampu menampung debit air yang tinggi, sehingga tanggul pembatas menjadi jebol. Luapan air menerjang rumah-rumah penduduk dan meluas ke ketiga kecamatan tersebut. Buruknya drainase juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. 

Selain itu di daerah dataran tinggi pun saat ini tidak luput dari banjir karena sudah tidak ada lagi lahan-lahan resapan air, banyak pohon-pohon ditebangi dan dibangun perumahan-perumahan elite sehingga memicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor. Pembebasan lahan yang begitu mudah hanya untuk kepentingan segelintir orang terus dilakukan tanpa memperhatikan akibat kedepannya yang akan dihadapi masyarakat secara luas. 

Bencana banjir yang berulang kali terjadi harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Pemerintah harus melakukan pembenahan tata kelola ruang, menyediakan daerah resapan air serta adanya kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak membuang sampah ke sungai, semua ini tidak akan terwujud ketika asas manfaat dijadikan standar kehidupan. Maka dari itu hanya dengan penerapan Islam secara kaffah yang mampu mewujudkan kehidupan yang damai, aman, adil dan sejahtera. Wallahua'lam bishowab 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Oleh: Indun Triparmini 
IRT - Bojongsoang

Minggu, 21 Januari 2024

Banjir Melanda, Sistem Islam Solusinya



Tinta Media - Banjir besar  melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang Kabupaten Bandung. Sedikitnya dua ribu rumah terendam akibat banjir. Jumlah itu
kemungkinan masih bertambah karena sulit untuk mendapatkan data yang konkret di tengah kepungan banjir.

Suska Puji Utama,
selaku Kepala pelaksana harian BPBD Kabupaten Bandung mengatakan bahwa dari angka sebanyak itu, tidak semua korban banjir mengungsi. Sebagian masih bertahan di rumahnya karena dianggap masih aman.

Banjir yang melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat terjadi akibat tanggul sungai Cigede di Kampung Lumajang Peuntas, Desa Citeurep, Kecamatan Dayeuhkolot mengalami jebol. Tanggul jebol itulah yang membuat air sungai meluber sampai ke pemukiman warga. Akibat luapan itu, setidaknya ada ribuan rumah warga yang terkena banjir.

Sampai Jumat pagi, ketinggian di beberapa titik mulai menyusut. Namun, masyarakat tetap harus waspada mengingat hujan kerap turun saat sore hingga malam hari.

Melihat banjir besar saat ini dan kejadian bencana lainnya, seperti longsor dan angin puting beliung beberapa waktu lalu, pihak pemerintah daerah belum menentukan status tanggap darurat. BPBD bersama pihak terkait lainnya akan mengadakan rapat evaluasi berkaitan dengan bencana ini, apakah sudah memenuhi unsur tanggap darurat atau belum.

Sungguh, bencana banjir yang terus terjadi di negeri ini seharusnya menjadi peringatan keras bahwa ada yang salah dalam tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab, hujan diturunkan oleh Allah Swt. tentu sebagai anugerah bagi manusia untuk penghidupan, bukan sebagai musibah atau bencana. Meskipun di saat yang sama, orang beriman akan memandang musibah banjir sebagai bagian dari qadha Allah yang tidak bisa ditolak.

Kesabaran dan keridaan pun menjadi dua sikap yang harus dipilih dalam menghadapi musibah ini, sebab sikap demikian akan mengantarkan pada terhapusnya dosa. Selain itu, bagi orang beriman, musibah banjir tentu semakin menyadarkan mereka bahwa betapa lemah manusia di dunia ini, hingga tidak mampu menolak ketentuan-Nya dan betapa manusia butuh terhadap pertolongan Allah kapan pun dan di mana pun.

Tidak ada yang layak disombongkan manusia di dunia ini. Namun, sikap sabar dan rida harus dibarengi dengan tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik, termasuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.

Allah Swt. berfirman,

"Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)." (QS. Asy Syura: 30)

Hal itu terlihat jelas dalam kasus musibah banjir. Banjir disebabkan oleh naiknya neraca air permukaan. Neraca air ditentukan empat faktor, yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan ke luar.

Dari keempat hal itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh penguasa. 

Sebagaimana disampaikan oleh Walhi, kebijakan deforestasi yang boleh dilakukan pihak korporasi secara masif telah menjadi penyebab utama berkurangnya daerah resapan air hingga berdampak pada mudahnya terjadi banjir saat musim hujan. Kebijakan yang hanya menguntungkan pemilik modal dan merugikan rakyat tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler di negri ini.

Negara dalam sistim kapitalisme-sekularisme hanya bertindak sebagai regulator yang pro-oligarki, bukan pengurus dan pelindung rakyat.
Berbagai produk regulasi yang dihasilkan seperti UU Omnibus Law cipta kerja misalnya, nyata telah merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat.

Oleh karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah, termasuk banjir adalah dengan beralih dari ideologi sistem sekularisme-kapitalisme menuju ke sistem yang diridai oleh Allah, yakni sistem Islam. 

Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan hanya terwujud dalam institusi negara Islamiyah. Sistim Islam akan melakukan pengelolaan tanah, lahan SDA, dan lingkungan  hidup sesuai syariat Islam.

Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai junnah atau pelindung, oleh karena itu, sistim Islam, akan melakukan upaya preventif dalam mengatasi bencana banjir. Demikian pula dalam upaya kuratif dan rehabilitatif terbaik jika musibah banjir terjadi.

Dalam sistem Islam, upaya preventif dilakukan dengan menetapkan pembangunan yang ramah lingkungan. Sistem Islam akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana, seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi, atau penanaman kembali.

Dalam sistem Islam, pemanfaatan SDA tidak akan diserahkan kepada korporasi, tetapi di kelola negara untuk kemaslahatan umat manusia saja. Sistem Islam menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan baper atau biasa di sebut kawasan himma.

Kawasan himma tidak boleh dimanfaatkan oleh siapa pun. Dalam hal pengelolaan tanah dan lahan, Islam juga mendorong kaum muslimin untuk menghidupkan tanah mati. Hal ini akan menjadi baper lingkungan yang kokoh.

Islam akan memberlakukan sistem sanksi tegas pada siapa pun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan. Penerapan aturan Islam Kaffah adalah solusi terbaik mencegah terjadinya bencana banjir yang merupakan buah dari sistim kapitalisme-sekuler.
Wallahu'alam bishhawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Solusi Banjir Menurut Islam



Tinta Media - Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar 6.9 miliar dari APBD untuk menangani banjir di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah dari 2022 sampai 2023. Dari APBD 2022, alokasi anggaran sebesar Rp996 juta. Dana sebesar itu antara lain digunakan untuk peningkatan Jalan Andir-Katapang, penutupan permanen pintu air yang ada di Tanggul Sungai Cisangkuy, pembuatan saluran drainase permukiman, dan normalisasi saluran.  Sedangkan APBD 2023 sebesar 5.9 miliar digunakan untuk normalisasi dan pembuatan saluran drainase pemukiman di lokasi RW 1,2,3,7,9 kelurahan Andir. 

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengklaim bahwa genangan di Kelurahan Andir sudah berkurang 99 persen. Kalau pun masih ada genangan akibat banjir sekitar 30 sentimeter, itu cepat surut dalam waktu satu-dua jam.

Bupati Bandung mengungkapkan bahwa untuk mengatasi banjir akan dibuat saluran U-Ditch di beberapa RW Kelurahan Andir. Saluran U-Ditch adalah jenis drainase yang berbentuk melengkung dan menyerupai huruf “U”. Fungsinya adalah untuk mengalirkan air hujan atau permukaan dari satu area ke area lain, mencegah terjadinya genangan air yang dapat menimbulkan banjir atau kerusakan infrastruktur. Untuk merampungkan proyek tersebut dibutuhkan anggaran sebesar 10 miliyar. 

Mengapa Bandung kerap terjadi banjir? Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan bahwa karakteristik fisiografi Bandung yang berupa cekungan menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir di kota itu. 

Di sisi lain, pemukiman di kawasan Bandung terus berkembang, tetapi tidak disertai adanya resapan yang memadai, terutama saat terjadi curah hujan yang ekstrem, sehingga menambah risiko terjadinya banjir. Belum lagi tidak adanya progres yang bagus untuk memperbaiki kerusakan landskap di Bandung Utara. 

Banjir berulang di perkotaan menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Sudah semestinya pemerintah memilih dan memilah pengelolaan lahan, mana yang bisa dipakai untuk industri, perumahan, termasuk mana area yang diperuntukan sebagai daerah resapan. Hal tersebut telah diatur dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. 

Namun, UU tersebut seolah tidak bergigi lagi pada saat pemerintah mengesahkan UU Ciptaker. Tampak dalam UU Ciptaker tersebut, pemerintah pusat lebih mengedepankan kepentingan investasi. Banyak pasal dalam UU Ciptaker yang menunjukkan ketidakharmonisan dengan UU Penataan Ruang, UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dan UU sektor lainnya. Dengan disahkannya UU cipta kerja, jelas bahwa pemerintah lebih berpihak pada penguasa-penguasa (oligarki) 

Kebijakan pro-oligarki ini sangat lumrah dalam sistem kapitalis ini. Kapitalisme berasas manfaat dan menghalalkan cara apa pun untuk menyejahterakan kepentingan pribadi, meskipun yang menjadi korban adalah rakyat kalangan menengah ke bawah. 

Banjir di beberapa daerah di Indonesia menjadi momok yang harus diwaspadai setiap tahun. Dampak dari bencana banjir sangat luas, mulai dari kerusakan fasilitas publik, lumpuhnya jalur transportasi yang mengakibatkan roda perekonomian tidak berjalan baik, dan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat. 

Kerusakan yang terjadi akibat banjir merupakan ulah tangan manusia. Sistem kapitalisme terbukti melahirkan manusia yang serakah dalam mengelola lahan dan mengantarkan berbagai kerusakan. 

Allah Taala berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

Meski demikian, perusahaan swasta masih tetap diberi wewenang dalam menguasai lahan. Konsep kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa yang sesungguhnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator kebijakan yang abai pada persoalan rakyat. 

Ini berbeda dengan manajemen tata wilayah dan lahan di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, yaitu daulah khilafah. Lalu bagaimana khilafah dalam mengatasi banjir? 

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan, glester, rob dll., maka khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Salah satu contoh bendungan yang dibangun pada masa khilafah dan masih digunakan sampai saat ini adalah bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan. 

Khilafah juga akan memeratakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat dari rob ataupun kapasitas serapan yang mini dan selanjutnya melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Jika ada dana yang cukup, khilafah akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya. 

Khilafah juga akan menjaga kelestarian lingkungan dengan mencegah pembalakan secara besar-besaran karena memahami bahwa hutan adalah satu kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Khilafah tidak akan sembarangan memberi izin dalam pembalakan dan penjualan hutan, karena secara syar'i kepemilikan umum tidak bisa berpindah menjadi kepemilikan pribadi. Islam sangat tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara serampangan. 

Adapun daerah yang awalnya aman dari banjir dan genangan, tetapi karena faktor penurunan tanah sehingga terkena banjir dan genangan, maka khilafah akan semaksimal mungkin mengatasi genangan tersebut. Jika tidak memungkinkan, maka masyarakat akan dievakuasi ke daerah yang aman banjir dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi. 

Khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. 

Khilafah juga dengan ketat akan mengawasi kebersihan sungai dan kanal, dengan memberikan sanksi bagi siapa yang mencemari sungai, kanal, dan danau. khilafah juga akan membangun sumur resapan yang bisa digunakan sebagai tempat cadangan air saat musim kemarau. 

Dalam pembangunan pemukiman baru, khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan. 

Penguasa dalam Islam bahkan memastikan bahwa pembangunan benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menjadikan bencana yang terjadi di sekitar kita sebagai alat untuk bermuhasabah diri. 

Saat ini, banyak kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia, disebabkan sistem yang diterapkan bukanlah sistem yang datang dari Sang Pencipta, melainkan sistem buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang sahih, yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang aturannya datang langsung dari Allah Swt., yaitu sistem Khilafah Islamiyah. Wallahualam.


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta Media 





Selasa, 23 Mei 2023

Masalah Banjir Tak Kunjung Henti, Islam Hadir Membawa Solusi

Tinta Media - Banjir sudah menjadi hal biasa yang dirasakan sebagian masyarakat di Indonesia tatkala musim hujan tiba. Bahkan, seakan sudah menjadi keharusan untuk daerah tertentu mengalami bencana banjir.

Tentu sebagai seorang muslim kita harus mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini atas izin atau kehendak Allah Swt. Jika diberi musibah, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bersabar. 

Namun, musibah tersebut harus disikapi dengan menjadikannya sebagai momen untuk muhasabah tentang apa yang telah dilakukan, mengapa Allah menjadikan hujan saat ini sebagai sebuah bencana, yaitu banjir. Padahal, hujan itu diturunkan seharusnya menjadi rahmat yang dengannya bumi ini dihidupkan dari kekeringan.

Banjir tak hanya mengakibatkan kerugian harta dan benda, bahkan banjir pun sering kali menimbulkan korban jiwa. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga Kecamatan Dayeuhkolot tewas tersengat listrik di rumahnya sendiri yang pada waktu itu sedang terendam banjir. Diduga kejadian itu terjadi akibat dari kosleting listrik. 

Seorang saksi mata mengungkap bahwa kejadian itu berawal ketika korban didatangi tetangganya yang hendak memperbaiki sepeda motornya. Tetangganya tersebut meminjam alat yang bernama gurinda kepada korban untuk memperbaiki motor yang rusak. Diduga karena korsleting listrik, tetangga korban sekaligus saksi korban itu pun tersenngat listrik. Korban pun bersigap menolong tetangganya dengan cara melepas colokan listrik itu. Nahas, diduga karena tangan korban yang pada waktu itu sedang basah dan menyentuh colokkan listrik, membuat korban pun tersetrum dan terpental, sampai akhirnya meninggal dunia. (kompas.com)
       
Seharusnya, agar kejadian ini tidak terus berulang dan bencana banjir tidak terus menjadi langganan, perlu upaya serius dan sungguh-sungguh untuk menuntaskannya, baik peran dari masyarakat ataupun pemerintah. Namun, hingga hari ini, belum ada solusi yang jitu yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan banjir ini. Buktinya, banjir masih terus terjadi dan berulang di sebagian wilayah-wilayah tertentu di negeri ini. Sehingga, masyarakat pun dibuat bosan dan capek menghadapi langganan bencana banjir ini.
        
Penanganan saat ini dinilai hanya sekadar langkah normatif saja, seperti normalisasi sungai, pengoperasian mesin pompa air, dan peninggian jalan. Padahal, penyebab banjir bukan hanya sekadar pendangkalan sungai, atau tidak ada drainase yang cukup, tetapi lebih dari itu. Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan besar-besaran yang dilakukan pemerintah, serta mengabaikan kelestarian lingkungan dan area resapan air.
        
Bisa kita lihat bagaimana potret pembangunan yang terjadi hari ini sebagai akibat penerapan sistem rusak yang diterapkan saat ini. Inilah yang menjadi akar dari permasalahan kita dan merupakan manifestasi dari ideologi kapitalisme yang menghasilkan pembangunan yang juga kapitalistik. 

Perjanjian pembangunan dapat dengan mudah dibeli, sekalipun harus mengabaikan aspek yang berdampak pada lingkungan. Berapa banyak area pertanian dan hutan yang seharusnya menjadi resapan air, justru di eksploitasi dan di komersialisasi, hanya untuk memperoleh manfaat dan keuntungan materi dari para investor?

Hal ini terjadi karena asas dari sistem yang diterapkan adalah sebuah kedaulatan yang berada di tangan rakyat (manusia yang berkuasa). Sehingga, aturan dan hukum dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Maka wajar, jika melihat pembangunan yang terus-terusan dilakukan secara besar-besaran, dan "dilegalkan", sekalipun jelas sangat merusak tata kelola lingkungan. 

Padahal, Allah Swt. telah memperingatkan di dalam Al-Qur'an:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Ruum: 41).
   
Maka, solusi normatif saja tidak akan mampu menyelesaikan persoalan banjir di negeri ini, melainkan harus beralih pada solusi yang komprehensif, yakni pada sistem yang benar-benar mampu memberikan solusi yang hakiki, yaitu sistem Islam.

Berbeda dengan saat ini, sistem yang diterapkan menempatkan kedaulatan di tangan takyat (hak membuat hukum di tangan manusia). Padahal, Islam menempatkan kedaulatan itu berada di tangan Assyaari' (Allah Swt.) Maka, jelas aturan yang ada akan disesuaikan dengan Al-Qur'an dan dunnah Rasulullah saw.
         
Rasulullah telah mencontohkan penerapan seluruh hukum (syariat Islam) dalam seluruh aspek kehidupan dalam lingkup negara (daulah). Setelah beliau wafat, kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, dan khalifah-khalifah setelahnya. Sistem negaranya disebut dengan khilafah.
         
Islam sebagai agama yang sempurna pun mempunyai pengaturan terkait tata kelola lahan dan lingkungan. Di dalam Islam, air , hutan, termasuk sumber daya alam adalah ciptaan Allah Swt, yang diperuntukan bagi kesejahteraan manusia. Ini merupakan kepemilikan umum, bukan hanya milik segelintir orang atau korporasi. Manusia pun diperintahkan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya.
        
Maka, khalifah sebagai pemimpin negara dan pelaksana syariat, akan memberlakukan aturan sesuai dengan aturan Islam. Negara akan melakukan pengelolaan kepemilikan umum sepenuhnya untuk kemaslahatan umat seluruhnya. Diharamkan bagi negara untuk menyerahkannya kepada swasta, maupun kepada asing dan aseng, baik untuk dikelola, apalagi sampai dijuabelikan atau diprivatisasi.

Arah pembangunan pun akan diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaannya pun akan melibatkan para ahli agar dapat tetap menjaga dan melestarikan lingkungan. 

Dengan begitu, fungsi hutan dan perairan akan tetap terjaga seperti sebagaimana mestinya, serta pembangunan pun akan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah yang memprioritaskan kepentingan masyarakat. Tidak akan ada yang namanya alih fungsi lahan besar-besaran yang merusak tatanan lingkungan.
        
Hal tersebut pun akan disertai dengan adanya aspek ruhiyah yang selalu meliputi diri seorang khalifah, pegawai, serta masyarakat yang selalu dibina dan dijaga keimananya, agar senantiasa selalu melaksanakan ketaatan kepada Raabnya.

Demikianlah solusi untuk pemecahan semua persoalan yang terjadi, baik itu persoalan banjir, maupun persoalan-persoalan yang lainya, yang hanya dapat diselesaikan melalui penerapan syariat Islam, tidak ada yang lain.
WalLaahu a'lam ...

Oleh: Neng Tintin 
Sahabat Tinta Media, Bandung

Senin, 22 Mei 2023

Solusi Banjir Hanya dengan Sistem Islam

Tinta Media - Banjir masih merendam beberapa daerah di Kabupaten Bandung, seperti Dayeuhkolot, Baleendah, Margahayu, dan Bojongsoang jika hujan besar terjadi. Bupati Bandung, Dadang Supriatna, membenarkan hal itu. Namun menurutnya, banjir pada tahun lalu berbeda dengan sekarang, mulai dari luasnya daerah yang terdampak dan kecepatan surutnya, jika dibandingkan 5 tahun sebelumnya,  

Diakui bahwa kondisi banjir memang berkurang. Dari yang asalnya 4000 hektar yang terendam banjir, sekarang hanya sekitar 1000 hektara dari keseluruhan wilayah yang terdampak banjir.

Untuk menanggulangi banjir, Dadang mengusulkan 5 danau untuk dibangun di wilayah Tegalluar dan responnya sudah langsung ditangani secara khusus karena ini memang suatu kebutuhan. (TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG)

Masalah banjir bak santapan rutin bagi warga Kabupaten Bandung di daerah Bojongsoang, Margahayu, Dayeuhkolot dan Baleendah setiap tahunnya. Setiap hujan deras datang, pasti banjir akan merendam. Itu sudah menjadi hal biasa. 

Masyarakat pun sudah merasa tidak aneh lagi dengan banjir yang selalu melanda. Berbagai upaya pun telah dilakukan sejak dulu, mulai dari pembuatan danau resapan, pembersihan saluran air, dan sebagainya. Namun, faktanya tidak ada perubahan yang berarti, justru yang tadinya tidak terdampak, sekarang ikut terdampak. Itu menandakan bahwa masalah banjir adalah masalah yang harus diselesaikan dengan sistemik karena penyebab banjir juga akibat sistem sekuler liberal yang diterapkan hari ini. 

Apa sebenarnya akar masalah penyebab banjir yang tak kunjung usai?

Ketika ditelaah, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya banjir bukan semata karena adanya curah hujan yang tinggi ataupun faktor alam yang  biasa terjadi. Namun, ada andil dari manusia yang menjadi penyebab rusaknya lingkungan dan tata kelola lahan. 

Padahal, Allah telah berfirman, 
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." (QS. Al-A'raf: 85). 

Adalah sistem kapitalisme liberal yang menjadi akar permasalahan karena telah melahirkan paham liberalisasi yang mengakibatkan manusia bebas mengeksploitasi sumber daya alam secara brutal tanpa memikirkan akibatnya. 

Mereka hanya memikirkan manfaat dan keuntungan sebanyak-banyaknya. Para pengusaha konglomerat yang punya modal dengan bebas mengeruk hasil tambang dan juga  mengalihfungsikan lahan dengan  membangun kawasan industri, perumahan, perkantoran, dan lain- lain. Mereka bebas karena memiliki modal dan rakyat kecil yang sudah pasti terkena imbasnya. 

Mereka (pengusaha) hanya memikirkan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan akibatnya.  Kemudian juga penebangan hutan secara liar yang mengakibatkan hutan menjadi kurang daya serapnya. 

Semua itu berimbas pada keharmonisan lingkungan yang asri menjadi lingkungan yang rusak, ditambah lagi dengan penanganan limbah yang sembarangan. Minimnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan bahaya banjir menambah parah keadaan,  seperti membuang sampah seenaknya ke sungai-sungai. Itu salah satu penyebab yang menghantarkan pada bencana  seperti banjir dan lain-lain.  

Kita menyadari bahwasanya hujan itu nikmat dari Allah Swt. yang harus kita syukuri. Hanya saja, terjadinya banjir itu memang bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi, tetapi manusia punya andil besar sebagai penyebabnya. 

Ketika permasalahannya adalah akibat sistem, maka solusinya juga harus secara sistemik. Pembangunan 5 (lima) danau buatan atau sepuluh sekalipun  tak kan mampu menyelesaikan masalah banjir yang ada, dan bukan merupakan solusi yang mendasar, tapi justru menimbulkan masalah baru. Selama sistem yang diterapkan masih berlandaskan kapitalisme liberal, maka sungguh jauh panggang dari api. 

Seharusnya manusia sadar dengan teguran yang Allah berikan akibat ulah manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai aktivitas dan perbuatan yang menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya banjir. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengambil Islam  sebagai satu-satunya solusi permasalahan ini. 

Islam datang sebagai pengatur dan pemecah segala problematika kehidupan. Sudah pasti Islam mampu menyejahterakan dan memberi kemaslahatan bagi seluruh alam.
Aturan ini tidak ada dalam sistem kapitalisme. 

Islam juga mengatur kepemilikan sumber daya alam secara rinci sehingga tidak akan ada kebebasan eksploitasi sumber daya alam tersebut. Keharmonisan lingkungan selalu terjaga sehingga minim terjadi kerusakan lingkungan yang bisa mengakibatkan terjadinya banjir dan bencana lainnya.  

Islam akan mengelola lingkungan sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan dalam membangun lahan. Semua akan bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara yang bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah di setiap aspek kehidupan. Itulah sempurnanya sistem Islam yang sudah berabad-abad lamanya dan tercatat dalam tinta emas dan menguasai 1/3 dunia.
Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab