Tinta Media: Banjir
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Desember 2022

Banjir Berlumpur Menerjang Setiap Tahun

Tinta Media - Terjangan banjir di wilayah Bandung Timur semakin meluas. Tak hanya Rancaekek, Cileunyi, dan Jatinangor, tetapi juga meluas ke Nagreg. Bahkan, di wilayah ini terjadi banjir lumpur yang menggenangi jalan raya Nagreg, Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.

Problematika banjir sudah sering kali terjadi setiap tahunnya, terutama ketika memasuki musim hujan dengan curah hujan tinggi dan terus mengguyur berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah wilayah Bandung Timur, seperti Rancaekek, Cileunyi, Jatinangor, perbatasan Bandung dan Sumedang. 

Luapan sungai Cikeruh yang berhulu di bukit Tunggal mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah pemukiman warga, serta ruas jalan nasional, seperti jalan raya Bandung-Garut, jalan raya Nagreg-Majalaya-Rancaekek. Untuk pertama kalinya banjir menerjang Nagreg. Banjir yang melanda sering kali bercampur antara air dan lumpur. Ketika air surut, maka lumpur akan tergenang di jalan-jalan. Banjir juga telah menyebabkan kemacetan di sepanjang jalan raya dan pemukiman penduduk yang terdampak banjir.

Banjir yang berulang kali terjadi ini tentu membawa dampak negatif bagi warga sekitar, bahkan orang yang melewati tempat tersebut, mulai dari kerugian material, sampai korban jiwa. 

Banjir adalah musibah yang datang dari Allah Swt. Ada beberapa faktor penyebab banjir yang terus berulang ini, yaitu:

Pertama, akibat faktor cuaca 
Inilah yang selalu dijadikan alasan penyebab banjir. 

Kedua, faktor dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, contohnya penggundulan hutan, pengekploitasian tanah pegunungan di kawasan Nagreg yang sudah tidak terkendali lagi, serta pengalihfungsian lahan.

Lahan yang harusnya ditumbuhi pepohonan malah dikeruk, diangkut ke tempat lain. Lahan sawah, kolam, kebun banyak dijadikan perindustrian dan perumahan elit, sehingga mengakibatkan kurangnya resapan air. 

Permukaan tanah makin turun akibat konsumsi air tanah berlebih, sebagai penunjang hunian-hunian elit, juga indutrialisasi. Akibatnya, ketika musim penghujan datang, air sungai meluap karena daya tampung air yang berlebih. 

Apalagi, daerah Bandung Timur merupakan wilayah industri. Di sana penduduknya padat karena banyak karyawan industri dari berbagai daerah yang menetap dan tinggal. Kemacetan terjadi setiap hari. Sungai pun semakin menyempit akibat melimpahnya sampah penduduk, bahkan industri. Sementara daya tampung dan fasilitas pembuangan sampah kurang sehingga sebagian warga yang tidak bertanggung jawab ada yang membuang ke sungai dan mengakibatkan tersumbatnya aliran air. 

Inilah faktor penyebab utama yang sebenarnya. Akan tetapi, antisipasi terhadap persoalan ini sangat lamban. Solusi yang diberikan pemerintah tidak tuntas, sehingga bencana banjir makin meluas. 

Semua ini dikarenakan sistem yang diterapkan sekarang, yaitu kapitalisme sekuler yang berdasarkan materi dan memisahkan aturan agama dari kehidupan. 

Dalam sistem kapitalisme, para penguasa meniscayakan untung rugi. Rakyat dan penguasa bagaikan pedagang dan pembeli yang meniscayakan untung rugi. Selain itu, rakyat dianggap sebagai beban, sehingga penguasa lebih mementingkan kepentingan para pengusaha daripada dampak yang ditimbulkan akibat ulah mereka. 

Bagi mereka, keuntungan materi adalah segalanya walaupun rakyat dan lingkungan yang jadi korban. Kebijakan pemerintah lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal. 

Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan investasi sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi dengan berbagai perjanjian, sehingga penguasa terikat oleh perjanjian tersebut. Akibatnya, solusi yang diberikan adalah solusi tambal sulam. Solusi tersebut tidak pernah menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. 

Karena itu, umat butuh solusi tuntas untuk mengatasi bencana banjir sampai ke akarnya, yaitu dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, Pencipta alam semesta, yang melahirkan keimanan dan ketakwaan pada individu.

Sistem Islam mengajarkan adab terhadap alam, karena memelihara dan menjaga alam adalah bagian dari iman. Siapa pun yang merusak keseimbangan alam dianggap sebagai pelaku kejahatan dan kemaksiatan. 

Penguasa dalam Islam adalah sebagai penjaga, pengurus umat yang menerapkan hukum Islam secara keseluruhan. Hukum Islam bila diterapkan di muka bumi akan menjadikan rahmat bagi seluruh alam. 

Islam menetapkan SDA adalah milik rakyat dan sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Penguasa dalam sistem Islam, yaitu Khalifah akan melarang eksplorasi dan eksploitasi secara serampangan, sebagaimana yang dilakukan oleh para kapitalis. 

Saat Islam tegak selama 14 abad yang lalu, tidak pernah terjadi bencana, selain faktor alam. Bencana tersebut dijadikan bentuk muhasabah dan ujian yang akan membuat umat lebih dekat kepada Allah Swt. 

Penguasa Islam akan mengerahkan segenap kemampuan untuk mencegah terjadinya bencana, dan mitigasi ketika bencana tak terhindarkan. Contohnya, Khalifah Umar bin Khattab sangat khawatir ketika ada kambing yang terperosok akibat jalan berlubang sedikit saja. 

Untuk itu, umat harus bertobat kepada Allah Swt. atas dosa dan kemaksiatan yang terus merajalela. Ini karena bencana alam banjir merupakan salah satu peringatan dari Allah Swt. 

Umat harus mendakwahkan Islam secara kaffah untuk membangun kesadaran masyarakat akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Karena itu, solusi dari semua bencana hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah oleh daulah khilafah Yang akan memberikan solusi tuntas dan mendatangkan tahmat bagi seluruh umat dan alam semesta.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Jumat, 23 Desember 2022

Islam Solusi Masalah Sampah dan Banjir

Tinta Media - Meningkatnya curah hujan yang mengguyur daerah Bandung Raya di awal bulan Desember menyebabkan terjadinya banjir  bandang dan ini  sudah menjadi cerita lama tak berkesudahan. 

Bicara hujan berarti bicara tentang banjir yang selama ini menimpa daerah perkotaan hingga pedesaan di Bandung Raya. Berbagai macam jenis sampah yang menumpuk di sungai pun menjadi persoalan yang pelik dan sulit diatasi. Macam-macam sampah seperti plastik, lumpur dan limbah industri , kayu gelondongan dan berbagai sampah lainya seakan menjadi pemandangan yang sudah biasa dilihat. Semua mengarungi DAS Citarum tanpa hambatan. (BandungBergerak.id)

Adapun Komunitas-komunitas pemerhati lingkungan di DAS Citarum juga melibatkan diri, bersinergi dengan Satgas Citarum Harum yang berlatar militer. Mereka antusias meng edukasi perilaku  masyarakat untuk mulai memilah dan mengolah sampah mereka sendiri, tidak membuang sampah ke sungai. Target Citarum Harum di tahun 2025 adalah mengusung konsep pentahelik yang melibatkan semua unsur masyarakat.

Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa masalah sampah dan banjir yang melanda kota Bandung selama ini begitu pelik dan belum bisa diatasi hingga kini. Terbukti dengan masih terus terjadi banjir ketika musim penghujan datang. Berbagai upaya terus dilakukan, tetapi ternyata nihil hasilnya. Tetap saja masih banyak warga terdampak akibat banjir yang melanda. 

Kalau kita lihat, faktanya memang demikian adanya.   Masalah banjir memang bukan masalah baru bagi warga kota Bandung, terutama daerah rawan banjir. 

Risiko sosial dan ekonomi yang ditimbulkan sudah tak terhitung lagi dan sudah menjadi langganan di setiap tahunnya. Masyarakat hanya disuguhi alasan bahwa semua yang terjadi atas mereka adalah karena faktor alam. 

Memang benar, hanya fenomena alam saja yang menjadi kambing hitam para pemimpin kekuasaan dengan hanya membeli solusi yang bersifat pragmatis seperti ajakan untuk tidak membuang sampah sembarang dan mengelola sampah agar mengurangi pencemaran lingkungan. Membersihkan saluran air dan sebagainya.

Padahal, ketika kita cermati, ada yang harus dievaluasi dalam kehidupan manusia hari ini.  Yaitu tentang individu masyarakat hari ini dan juga berkaitan dengan kebijakan terstruktur dalam pembangunan dan  penanggulangan bencana. 

Sebenarnya ada banyak perilaku manusia yang punya andil dalam masalah sampah dan banjir, tetapi mereka sendiri seolah tidak menyadari. Atau sebenarnya menyadari, tetapi karena sistem hari ini memang serba bebas sehingga hal-hal yang melanggar aturan pun dianggap  biasa. Perilaku tersebut misalnya penebangan hutan secara liar dan budaya konsumtif yang terjadi di masyarakat kita. 

Eksploitasi sumber daya alam (Tambang) yang mencengkeram saat ini adalah buah dari sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini sehingga alam menjadi rusak. Masyarakatlah yang terkena imbasnya. 

Lagi-lagi para penguasa seolah lalai akan hal itu dan tetap beranggapan bahwa penyebab terjadinya sampah menggunung dan banjir adalah akibat curah yang tinggi. Jadi, segala solusi yang ditawarkan tidak akan bisa memberi jalan keluar yang hakiki ketika masih terkungkung oleh sistem  kapitalisme sekuler. Masyarakat harus sadar bahwa semua yang terjadi adalah karena adanya struktur atau kebijakan yang salah sehingga berdampak kepada mereka sendiri. 

Padahal, Allah sudah memberi aturan dan solusi yang tepat untuk manusia yaitu, Islam.
Islam adalah sebuah aturan hidup yang menyeluruh. Islam adalah ideologi yang memiliki seperangkat aturan di dalamnya. Dijamin, Islam mampu menjadi solusi bagi semua problematika kehidupan karena datangnya dari Allah Swt. yang mahatau apa yang dibutuhkan manusia, termasuk dalam masalah sampah, limbah, serta perusakan hutan akibat eksploitasi tambang yang brutal.

Allah Swt. berfirman:
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan perbuatan manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

Jadi, bukan semata-mata karena sikap manusia yang selalu membuat rusak lingkungan, tetapi ada hal lain yang menjadi penyebab terjadinya bencana, yaitu berbagai kemaksiatan yang dilakukan sehingga Allah memberi peringatan dan teguran kepada manusia seluruhnya.

Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara detail dan sangat memperhatikan keharmonisan dan keseimbangan dalam mengatur kehidupan. Islam juga mengatur hak kepemilikan rakyat, individu, dan negara. Islam juga sangat memperhatikan tata ruang, sehingga semua tertata dengan baik sesuai aturan. Dengan adanya akhlak dan adab yang baik akan menunjang segala perbuatan agar sesuai dengan aturan Sang Pencipta. Itulah keimanan. 

Pemimpin dalam Islam (Khalifah)  betul-betul menjadi pengurus rakyat dan selalu menjaga umat agar taat aturan dan semua terkondisikan dengan baik. Khalifah selalu menjaga rakyat dari perkara yang diharamkan Allah Swt,  sehingga minim terjadi pelanggaran. Karena itu, wajar jika dalam naungan pemerintahan Islam, akan terciptalah sebuah masyarakat yang damai, sejahtera. 

Begitulah Allah memberi aturan dalam Islam yang sangat sempurna untuk manusia dan semua akan terwujud apabila sistem Islam tegak di muka bumi.

Jadi jelaslah bahwa semua solusi yang dilakukan hari dengan segala daya dan upayanya tetap tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, selain hanya dengan ISLAM.

Wallahu'alam a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 11 November 2022

Berulangnya Banjir Tahunan, Adakah Upaya Pencegahan?


Tinta Media - Hujan lebat yang terjadi di berbagai wilayah menyebabkan banjir hingga menimbulkan korban jiwa.

Sebanyak tiga orang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19, Jakarta Selatan meninggal usai tembok sekolah mereka rubuh diterjang banjir. Banjir terjadi karena luapan air saluran penghubung Pinang Kalijati yang berada di belakang sekolah. Kejadian tersebut terjadi pada Kamis (6/10) pukul 14.50 WIB.

Berdasarkan kesimpulan BPBD DKI Jakarta, tembok rubuh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, lantaran tak bisa menahan volume air yang sudah meluap (Liputan6.com).

Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang selalu terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia. Terjadinya bencana banjir pun bukan hanya disebabkan oleh curah hujan saja, karena pada dasarnya hujan bukanlah musibah, tetapi anugerah dari Allah Subhanahu wa ta'ala.

Ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa hujan adalah anugerah, seperti dalam firman Allah: 

"Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu. Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir."(QS. An-Nahl 10-11).

Bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah disebabkan kurangnya daerah resapan, seperti daerah hijau atau hutan.
Adanya banjir tentu menimbulkan dampak kerugian bagi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan cara pengendalian pada wilayah aliran sungai agar tidak menimbulkan luapan air.

Sesungguhnya yang menjadi penyebab banjir adalah ulah tangan manusia yang melampaui batas. Keserakahan dan abainya pemerintah dalam pengurusan rakyat juga turut andil, sehingga wilayah-wilayah yang semestinya menjadi penyeimbang alam,
justru malah menjadi wilayah elit dan komersial, seperti gedung, perkantoran, tempat peristirahatan/villa, pemukiman, perkebunan, dan lain-lain.

Maka, rusaknya hutan yang merupakan wilayah resapan air tidak hanya menjadi penyebab bencana saat musim penghujan, tetapi bisa menyebabkan tanah longsor. Air hujan yang deras tidak mampu diserap tanah. Aliran sungai pun tidak mampu menampung air hujan.

Semua ini menunjukkan ketidakseriusan penguasa dalam mengurusi rakyat, khususnya dalam mitigasi bencana yang rutin terjadi.

Maski sudah berkali-kali berganti kepemimpinan, tetapi solusi banjir belum juga ditemukan. Sejatinya umat membutuhkan pemimpin yang  mengurus kebutuhan rakyat dengan amanah dan melindungi kepentingan mereka. 
Namun, nyatanya kepemimpinan saat ini tidaklah demikian. 

Kepemimpinan yang amanah adalah  kepemimpinan Islam. Sebab, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah saja, tetapi memerintahkan kita untuk menjaga kelestarian alam. Rasulullah saw. dengan tegas melarang menebang dan membumihanguskan pepohonan, meski itu dalam peperangan.

Rasulullah saw. bersabda:

"Perangilah di jalan Allah ,(dengan menyebut asma Allah), yaitu orang yang mengingkari Allah dan janganlah kalian melarikan diri, jangan memotong pohon kurma, pepohonan dan jangan pula menghancurkan rumah."

Terkait kelestarian alam, Islam juga memerintahkan umatnya untuk menanam pohon. Hal ini disampaikan Rasululllah dalam sabdanya : 

"Tak seorang pun menanam biji melainkan baginya sedekah." (H.R Muslim).

Islam mampu mengelola alam untuk mendapatkan manfaat dengan menjaga kelestarian alam dan hutan. Tuntunan wahyu Allah sebagai aturan hidup tidak akan menghantarkan sikap serakah. 

Ini jauh berbeda dengan sistem kapitalisme. Demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, manusia menjadikan alam dan hutan rusak, hingga berdampak pada terjadinya bencana alam.   

Wallahu'alam.

Oleh: Ummu Taqy 
Aktivis Dakwah

Minggu, 06 November 2022

Banjir Kembali Menggenang, Haruskah Terus Berulang?

Tinta Media - Cuaca beberapa hari ini sangat tidak menentu. Satu hari cuaca bisa cerah hingga malam, terkadang cerah dan panas di pagi hari, tetapi malamnya terjadi hujan deras disertai angin kencang. Bahkan, di beberapa wilayah seperti Desa Masangan Kulon, Sukodono, Sidoarjo, setiap pukul siang selalu turun hujan, padahal pagi harinya cuaca sangat panas sekali. 

Namun, meski hujan turun dengan deras, alhamdulillah di daerah itu tidak terjadi banjir. Kalaupun airnya menggenang, tidak berlangsung lama karena akan mengalir ke selokan jalan raya cor yang baru saja diperbaiki beberapa bulan lalu. 

Namun, hal tersebut tidak sama dengan kondisi kota-kota besar lainnya. Air yang menggenang itu, ternyata bervolume besar dan butuh waktu lama untuk menyusut ke pembuangan air. Bahkan atas kejadian tersebut, nyawa beberapa orang melayang, ada yang luka-luka dan mengungsi meninggalkan rumahnya.

Di Jakarta, banjir ini membawa duka mendalam di bidang pendidikan karena korban banjir di sana adalah 3 orang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19, Jakarta Selatan. Video tentang peristiwa ini telah tersebar di media-media sosial. Kejadian itu terjadi pada hari Kamis (6/10/2022) pukul 14.50 WIB saat hujan sedang turun dan beberapa siswa sekolah tersebut sedang beraktivitas di halaman sekolah, lalu tiba-tiba tembok sekolah rubuh diterjang banjir dan menimpa sejumlah siswa. Tiga siswa dinyatakan meninggal dan beberapa yang lain mengalami luka-luka.

Sedangkan dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI, sebanyak 270 warga di Jakarta Selatan terpaksa diungsikan ke tempat aman karena 41 rukun tetangga (RT) terendam banjir.

Timbul pertanyaan, apakah tidak ada informasi terkait perkiraan cuaca yang ekstrim ini ? 

Jika membahas cuaca, selain atas kehendak Allah, maka manusia memiliki ilmu untuk memperkirakan cuaca. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, kepada Liputan.com bahwa pihaknya sudah memprediksi hujan ekstrem yang terjadi tidak hanya di Jakarta, tetapi di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Dwikorita, prakiraan musim terhadap peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Akhirnya peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi. (Jum’at/7/10/2022)

Prakiraan yang dikeluarkan oleh BMKG ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder di pusat maupun daerah sebagai pedoman perencanaan kegiatan di berbagai sektor, seperti awal musim tanam, termasuk antisipasi potensi kebencanaan. Bahkan, prakiraan cuaca dapat menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir. Jika demikian, bukankah ini artinya pemerintah abai?

Namun, hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja, mengingat di wilayah inilah kepadatan penduduk setiap tahunnya selalu bertambah, tetapi juga terjadi di wilayah Indonesia yang lain. Salah satunya di Aceh, tepatnya Aceh Utara. Banjir melanda wilayah ini sejak Selasa (4/10/2022) dan terus meluas. Hal itu membuat sebanyak 18.160 warga terpaksa mengungsi.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara, Asnawi, meluasnya banjir selain dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, juga karena kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar kehilangan kemampuan menampung debit air yang meningkat, sehingga air dengan mudahnya mengalir di area pemukiman warga.

Banjir bukanlah sekadar air yang menggenang. Namun, ini adalah bencana alam yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengurusi urusan rakyat. Apalagi jika hal ini terus berulang dan semakin luas wilayah yang melandanya. Bukankah miris, jika tiap tahun rumah harus diterjang oleh banjir?

Keseriusan tidak hanya dibutuhkan pada saat pencegahan, tetapi juga saat kejadian telah terjadi. Upaya pencegahan tetap dimaksimalkan, tetapi jika Qadarullah banjir masih melanda, maka upaya maksimal beralih ke penanganan kepada warga yang mengungsi terkait kebutuhannya, serta gerak cepat untuk segera mencari solusi atas bencana ini.

Bukankah itu yang kita butuhkan? Gerak cepat tanggap negara saat rakyat membutuhkan bantuan. Akan tetapi ... Masih adakah harapan pada sistem ini ? Jelas, hal itu samar dan jauh dari harapan yang dibayangkan.

Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media

Minggu, 30 Oktober 2022

KLAIM BANJIR BERKURANG

Tinta Media - Banjir di kawasan Bandung Selatan diklaim berkurang. Banyak daerah yang terendam banjir semakin berkurang dibanding tiga sampai 10 tahun yang lalu. Hal ini berkat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah, mulai dari membangun kolam retensi dan proyek pengendali banjir lainnya.

Dengan dibangunnya kolam retensi Cieunteung dan andir dan terowongan Nanjung, ini sangat berpengaruh sehingga ritme untuk debit airnya bisa diatur. Tetapi banjir masih dirasakan oleh warga kampung muara kecamatan Baleendah, ini disebabkan belum adanya saluran menuju kolam retensi. Kedepannya pemerintah akan membangun danau lainnya didaerah yang masih rawan banjir.

Bencana banjir yang datang terus berulang setiap tahunnya. Ini menunjukan bahwa upaya untuk mengurangi risiko bencana banjir terkesan lamban, karena sudah terjadi puluhan tahun. Pemerintah baru mengadakan penanggulangan, itu pun belum merata. Sedangkan nyawa rakyat menjadi taruhannya setiap tahun dalam bencana alam, seperti banjir ini. 

Ada 2 faktor penyebab bencana banjir.

Pertama, bencana banjir yang datang adalah dari Allah Swt. Dengan curah hujan yang tinggi dan cuaca yang ekstrim, maka selayaknya kita berdo'a meminta pertolongan kepada Allah agar diberi kesabaran dalam menghadapi bencana ini.

Kedua, bencana banjir yang datang bisa disebabkan karena ulah tangan dan perbuatan manusia sehingga mengundang azab Allah, agar manusia sadar. 

Ini bisa dilihat dari perilaku manusia yang mengeluarkan kebijakan pembangunan bagi para korporasi yang mengeksploitasi. Kebijakan itu ternyata tidak memberikan daya dukung terhadap lingkungan. Banyak kolam, sawah, perkebunan, tanah-tanah resapan yang dijadikan hunian elit,  daerah industri. 

Permukaan tanah pun makin berkurang akibat konsumsi air tanah yang berlebih. Volume air makin menyempit akibat sampah hunian dan limbah indutri, sedangkan sarana untuk penampungan sampah tidak mencukupi. 

Akibatnya, banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai, atau ke kali, sehingga sampah menutup aliran air. Bahkan, sebagian besar terjadi secara legal atas nama pembangunan yang abai terhadap tata ruang dan tata wilayah.

Hal ini karena sistem yang mengatur manusia sekarang,  yaitu sistem kapitalisme sekuler mengukur segala sesuatu dengan materi. Penguasa yang katanya wakil rakyat, ternyata lebih mementingkan kepentingan para pengusaha dan mengabaikan kelestarian lingkungan. 

Upaya penanggulangan banjir hanya untuk menutupi sistem yang sudah terbukti tidak bisa memberikan solusi tuntas, justru malah merusak.

Allah Swt. berfirman: 

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Q.S Al-Araf 96)

Allah telah jelas mengatakan bahwa, jika manusia beriman,  Allah Swt. akan memberikan berkah dan rahmat. Akan tetapi, bencana yang terjadi disebabkan karena perbuatan manusia yang mendustakan ayat-ayat Al-Qur'an yang merupakan pedoman hidup bagi manusia. 

Untuk itu, saatnya kita kembali kepada Allah dengan menerapkan sistem Islam, dengan menerapkan aturan Allah secara kaffah melalui institusi khilafah. 

Khalifahlah yang akan meri'ayah dan melindungai rakyat dari bencana. Khalifah akan menjaga alam, mengurus dan menjaga umat. Khwlifah mengatur soal penggunaan tanah, memperhatikan pentingnya tata ruang dan wilayah, dan melarang pengekspploitasian tanah yang dilakukan oleh sistem kapitalis. Khalifah akan memberikan kewenangan pengelolaannya kepada negara sebagai pemelihara urusan rakyat. Jika hukum Islam sudah diterapkan secara sempurna, maka Allah Swt. akan memberikan keberkahan langit dan bumi .

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Rabu, 26 Oktober 2022

Peringatan BMKG Tak Dihiraukan, Banjir Terus Berulang

Tinta Media - Musim hujan telah tiba. Di Indonesia, ada satu peristiwa penting yang kerap terjadi di musim hujan ini, yaitu banjir. Banjir terjadi di berbagai wilayah Indonesia, baik di pulau Jawa, seperti yang terjadi di Jakarta, Semarang, dan Jawa Barat, maupun di luar pulau Jawa seperti di Kalimantan dan Sulawesi. 

Di Jakarta, sebanyak 25 RT terendam banjir. Banjir yang terjadi di Jakarta ini akibat luapan air Ciliwung. Ketinggian air banjir mulai 40 sentimeter hingga 2 meter (kompas.com). 

Banjir juga terjadi di Jawa Barat. Tercatat lebih dari 3.500 keluarga mengungsi akibat banjir yang melanda 17 kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Banjir dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dan luapan beberapa air sungai. 

Data BPBD setempat mencatat 17 kecamatan terdampak, yaitu di Kecamatan Cilamaya Wetan, Rengasdenglok, Telukjambe Barat, Karawang Barat, Kotabaru, Jatisari, Cikampek, Tirtamulya, Telukjambe Timur, Karawang Timur, Banyusari, Cilamaya Kulon, Batujaya, Cilebar, Pakisjaya, Pangkalan dan Klari. Dari sejumlah kecamatan tersebut, 12.650 KK atau 37.474 jiwa terdampak banjir. 

Akibat banjir ini, banyak warga yang mengungsi, yaitu sejumlah 3.625 KK atau 8.648 jiwa.  Selain berdampak pada pengungsian, banjir mengakibatkan kerugian material berupa 11.044 unit rumah terendam, sekita 450 hektar sawah terdampak, 2 unit rumah rusak berat, dan 9 unit rumah rusak sedang. (bnpb.go.id) Banjir juga menerjang dua kelurahan di Kota Semarang, yaitu di Wonosari Kecamatan Ngaliyan, dan Mangkang Wetan Kecamatan Tugu.

Selain itu banjir juga menimpa beberapa wilayah di luar pulau Jawa. Banjir setinggi 1,5 meter terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di Sulawesi Barat bahkan terjadi banjir bandang dan longsor. Peristiwa ini terjadi di dua lokasi itu, yakni di Desa Pammulukang dan Desa Sondoang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju (liputan6.com).

Peristiwa banjir ini bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Banjir kerap terjadi setiap tahun, bahkan wilayah yang mengalaminya cenderung di lokasi yang sama. Dalam banjir kali ini, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan. BMKG mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap hujan lebat yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir di sebagian wilayah di Indonesia. Tidak hanya banjir, BMKG juga memperingatkan akan terjadinya longsor, angin kencang, kilat, dan pohon tumbang di berbagai wilayah (antaranews.com).

Namun, peringatan ini tidak dihiraukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak menindaklanjuti peringatan dari BMKG ini. Pemerintah tidak melakukan upaya antisipasi dan upaya preventif untuk mencegah terjadinya bencana ini. Hal ini dikarenakan penguasa dalam sistem lapitalis ini bertindak sebagai regulator semata. 

Banjir adalah fenomena yang terus berulang di musim hujan. Maka, seharusnya pemerintah bisa melakukan antisipasi dan mitigasi sebelumnya. ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan pengurusan terhadap rakyat. Sistem kapitalisme ini menjadikan penguasa lebih berpihak pada pemilik modal, alih-alih melindungi rakyatnya.

Ini berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin dalam Islam menyadari bahwa mereka adalah pengatur segala urusan umat. Dialah yang akan bertanggung jawab kepada Allah Swt. atas rakyatnya. Rasulullah bersabda yang artinya:

“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya" (HR Bukhari).

Dari hadis ini nampak bahwa Allah Swt. telah menetapkan kewajiban bagi penguasa sebagai pelayan umat, memberikan pelayanan sepenuhnya kepada umat atas segala urusan mereka. Penguasa adalah pelindung umat yang akan melindungi umat dari berbagai marabahaya. 

Dalam upaya mengatasi potensi terjadinya bencana alam termasuk banjir, maka khilafah menetapkan dua kebijakan, yaitu kebijakan preventif (pencegahan) dan penanggulangan bencana. Kebijakan ini ditetapkan dengan landasan akidah dan dijalankan sesuai dengan syariat Allah Swt. Selain itu, dalam menetapkan kebijakan terkait bencana ini, khalifah juga harus memutuskan kebijakan dengan tujuan kemaslahatan rakyat kebanyakan, bukan segolongan orang saja.

Dalam upaya preventif, negara harus merancang tata kelola negara yang bisa memberikan kemudahan bagi rakyat tanpa memberikan dampak negatif bagi mereka, seperti banjir dan bencana alam lainnya. Negara Khilafah akan membuat kebijakan tentang master plan dengan memperhatikan bahwa pembukaan pemukiman baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, menyediakan daerah serapan air. 

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan penggunaan tanah berdasarkan karakteristiknya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir. Ini semua bisa dilakukan tentunya dengan support dari sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi ilmuwan yang memikirkan umat dan berpikir untuk menyelesaikan urusan umat, tidak semata berorientasi pada keuntungan dan perusahaan.

Dalam upaya penanggulangannya, negara akan memberlakukan kebijakan kuratif. Langkah ini dilakukan setelah terjadinya bencana, maka pemerintah harus dengan cepat melakukan proses evakuasi dan recovery bagi korban, sehingga mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di pengungsian. 

Selain itu, juga dilakukan memulihkan kondisi psikis dari korban bencana dengan mendatangkan alim ulama yang akan memberikan tausiyah dan mendudukan kesabaran dalam menghadapi bencana. Negara juga memberikan pemenuhan kebutuhan vital, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal yang memadai, obat-obatan, serta pelayanan medis lainnya.

Selain itu, pemerintah melakukan recovery terhadap lingkungan tempat tinggal mereka setelah terjadi bencana. Pemerintah juga menyediakan fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, pasar, rumah sakit, dsb. Bahkan, jika khalifah memandang bahwa lokasi tersebut tidak aman, maka khalifah akan melakukan relokasi ke tempat lain yang lebih aman dan kondusif. Ini semua dilakukan dengan landasan akidah demi kemaslahatan rakyat. Wallahu 'alam bish shawab.

Oleh: Desi Maulia 
Praktisi Pendidikan


Minggu, 23 Oktober 2022

Banjir Semakin Parah, Butuh Solusi Nyata

Tinta Media - Bencana banjir menjadi momok yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat ketika musim penghujan tiba. Setiap tahunnya banjir selalu terjadi pada daerah yang sama, bahkan semakin meluas. Walaupun pemerintah sudah mengupayakan pencegahan, tetapi banjir tetap terus berulang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa solusi yang bisa dilakukan?

Sejak Selasa (4/10/2022), banjir melanda Aceh Utara dan berdampak pada 22.535 jiwa di 12 kecamatan. Banjir disebabkan oleh curah hujan tinggi serta kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar yang kehilangan kemampuan menampung debit air yang meningkat. 

“Curah hujan masih tinggi, ditambah tanggul-tanggul sungai di sini rendah dan banyak yang jebol. Air kiriman juga datang dari hulu Takengon dan Bener Meriah,” ungkap Aswani, Kepala Pelaksana BPBD Aceh Utara. (katadata.co.id, 06/10/2022)

Selain menimpa daerah Aceh Utara, banjir juga menimpa daerah Jakarta dan sekitarnya. Jakarta merupakan salah satu kota yang menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Akibat banjir tersebut, 3 siswi MTSN 19 Jakarta Selatan dinyatakan meninggal dunia. 

Sebelum kejadian, BMKG beberapa hari sebelumnya sudah memprediksi akan adanya cuaca ekstrem di daerah Jakarta maupun daerah lainnya. Setiap dua hari, selalu diingatkan ulang.

"Prakiraan musim saat terjadi peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian, dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Dan akhirnya, peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi," ungkap Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG (liputan6.com, 07/10/22)

Dengan semakin canggihnya teknologi di masa sekarang, harusnya pemerintah bisa lebih mempersiapkan mitigasi bencana. Adanya BMKG tentu sangat membantu dalam kinerja pemerintah untuk melayani masyarakat dalam penanganan bencana. Namun, pada kenyataannya, setiap tahun kejadian terus berulang. Pemerintah kurang tanggap dalam persiapan untuk meminimalisir terjadinya bencana yang tiap tahunnya pasti terjadi. Seperti, normalisasi fungsi sungai yang dilakukan menjelang musim hujan, sehingga saat musim hujan kegiatan normalisasi belum selesai. Selain itu, penataan tata ruang kota yang tidak disesuaikan dengan kontur tanah di daerah tersebut.

Mengapa seperti itu? Keuntungan merupakan tujuan utama yang diinginkan pemerintah. Apa saja hal yang memberikan keuntungan atau kelebihan materi, maka semua bisa berjalan dengan mudah. Seperti contoh, pembangunan gedung pada kontur tanah rendah yang disetujui oleh pemerintah. Padahal, harusnya daerah yang memiliki kontur lebih rendah difungsikan ke wisma taman atau yang memiliki koefisien bangunan rendah. Seperti di daerah Kemang, Jakarta Selatan yang memiliki kontur tanah rendah malah dijadikan pemukiman. Tentu hal ini tidak sesuai dengan idealnya tata kota.

Tak perlu heran. Di sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan, materi/keuntungan dijadikan tolak ukur utama kebijakan yang akan diberikan oleh pemerintah. Kepentingan dan kesejahteraan rakyat pastinya akan dikesampingkan. Tidak ada keseriusan dalam penanganannya. Tak heran, masalah yang menimpa masyarakat setiap tahunnya pasti berulang. 

Apabila sistem ini tetap diterapkan, maka kita tidak bisa menaruh harapan besar bahwa masalah segera mendapat solusi yang tepat. Seperti soal bencana banjir ini, bukannya semakin berkurang wilayah yang terdampak, tetapi semakin meluas.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pemerintah yang menjadikan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuanna. Pemerintah harus benar-benar menjadi pengurus/periayah rakyat, bukan sebagai ajang mencari keuntungan. Karena pada dasarnya, pemerintah merupakan pengurus rakyat yang harusnya mendahulukan kepentingan umat. Pemerintahan seperti ini hanya bisa didapatkan apabila khilafah ditegakkan, yaitu sistem yang berdasarkan syariat Allah dan insyaallah segala permasalahan akan ada solusi tepat sasaran.

Seperti dalam persoalan banjir ini, mari kita jadikan bahan untuk instropeksi diri dan meningkatkan doa serta kesabaran sebagai hamba. Di samping hal tersebut, pemerintah akan melakukan mitigasi bencana seara kontinyu, sehingga insyaallah bencana tidak akan semakin parah setiap tahunnya.
Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Unix Yulia 
Komunitas Menulis Setajam Pena

Kamis, 20 Oktober 2022

Banjir di Tiga Kecamatan, Penyakit Kronis Kabupaten Bandung Akibat Sistem Kapitalis

Tinta Media - Tiga kecamatan di Kabupaten Bandung terendam banjir setelah diguyur hujan deras secara terus-menerus. Ketiga kecamatan yang rawan banjir tersebut yaitu, Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojong Soang. Daerah ini adalah daerah kawasan industri dan pusat perbelanjaan, sehingga banyak kegiatan ekonomi menumpuk di sana. 

Ketika banjir melanda, banyak rumah yang terendam air. Akibatnya, warga harus menerobos banjir dengan berjalan kaki ataupun naik perahu untuk melakukan aktivitas. Daerah ini juga merupakan jalur transportasi yang padat merayap. Bila banjir, lalu lintas macet di setiap jalan raya, apalagi pertigaan. Hal ini karena banyak kendaraan yang mengambil akses jalan yang tidak terkena banjir.

Banjir yang melanda kota Bandung di tiga kecamatan ini sudah tidak aneh lagi. Bila curah hujan tinggi, maka akan terjadi banjir. Ini sering terjadi di setiap tahun. 

Ini menjadi masalah yang dihadapi pemerintah Kabupaten Bandung setiap tahunnya. Padahal, pemerintah sudah melakukan pengendalian  pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai Citarum, dengan membangun sodetan Cisangkuy, kolam retensi Ciateul, Andir dan 4 folder di Kabupaten Bandung sebagai tambahan tampungan pengendali banjir untuk mengurangi resiko banjir. 
Akan tetapi, banjir tetap saja melanda kawasan tersebut.

Apa sebenarnya yang menjadi  penyebabnya? Dilihat dari segala aspek, daerah di tiga kecamatan ini adalah daerah kawasan industri, pasar, dan pusat perbelanjaan. Hal itu menyebabkan banyak limbah indutri dan menumpuknya sampah di mana-mana. Akan tetapi, sarana pembuangannya tidak memadai, sehingga sampah tersebut hanyut terbawa arus air dan menyumbat saluran air.

Faktor lainnya adalah kurangnya daya tampung tanah terhadap penyerapan air. Ini disebabkan karena banyaknya lahan, seperti sawah, perkebunan, kolam, dan pegunungan yang dikeruk dan dijadikan perumahan, sehingga daya serap air berkurang. Akibatnya, bila curah hujan tinggi, maka akan mudah terjadi banjir.  

Semua ini terjadi akibat sistem kapitalisme sekulerisme, yang menjadikan penguasa mengatur dan mematuhi keselarasan antara kepentingan rakyat dan pengusaha. Negara lebih mementingkan kepentingan pengusaha daripada rakyat. 

Penguasa telah menyerahkan kepentingan kepemilikan umum  pada  swasta dan asing, sehingga mereka bisa bebas membangun berbagai indutri, perumahan, dan infrastruktur lainnya tanpa ada upaya dan sarana  untuk  menanggulangi akibat dari pembangunan  tersebut, seperti limbah dan sampah.   

Penduduk sekitar hanya mendapat ampas dan getahnya saja, berupa banjir yang melanda Kabupaten Bandung di tiga kecamatan. Ini akibat kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan kepentingan para pengusaha dibanding rakyatnya. Dari ini terbukti bahwa sistem kapitalisme banyak menyebabkan kerusakan dan kesengsaraan bagi rakyat.

Allah Swt. berfirman: 

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S Ar-rum 41). 

Bencana banjir yang melanda pasti ada sebab dan akibatnya. Bisa jadi, ini disebabkan karena banyaknya maksiat dan dosa yang dilakukan manusia sehingga berimbas pada seluruh manusia, dan alam sekitar.   

Karena itu, solusi  tuntas untuk mengatasi problematika ini yaitu kembali kepada Allah Swt. dengan ditegakkannya sistem Islam melalui institusi khilafah. Khilafah akan sungguh-sungguh mengurus rakyat dan bertanggung jawab, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. 

Khilafah akan optimal mencegah penyebab banjir, sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir. Beberapa di antaranya yaitu dengan membangun bendungan, sarana penampungan, baik sampah, limbah, dan tempat tinggal penduduk dari daerah banjir ke tempat yang layak huni. 

Khilafah  akan melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai atau danau agar tidak terjadi pendangkalan, memetakan daerah yang rendah dan rawan banjir, serta membuat kebijakan agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, serta membuat pemukiman di daerah tersebut.

Khilafah tidak akan memberikan hak kepada swasta ataupun asing untuk memiliki harta  kepemiliman umum, yang akan merugikan masyarakat.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Selasa, 18 Oktober 2022

Inilah Penyebab Bencana Banjir Selalu Melanda

Tinta Media - Bencana banjir merupakan fenomena yang selalu terjadi tiap tahun di negara Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.048 bencana banjir yang melanda hingga 4 Oktober 2022. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah tahun lalu. Sepanjang tahun 2021, tercatat banjir ada 1.005 kejadian. Meski masyarakat telah terbiasa mengalami banjir, tetapi meningkatnya jumlah banjir tiap tahun patut dijadikan evaluasi. Mengapa banjir tak pernah usai?

Memang, banjir merupakan salah satu musibah yang harus disikapi dengan kesabaran khususnya bagi seorang muslim. Ini karena bersikap sabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian dari perintah Allah Swt. 

Allah Swt. berfirman, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (TQS. Al Baqarah: 155).

Namun, perlu dipahami bahwa di balik musibah yang terjadi, seharusnya ada perenungan yang dilakukan oleh setiap muslim. Mengapa musibah itu terjadi? Adakah hal yang belum dilakukan oleh manusia?

Terkait dengan banjir, sejatinya bencana ini tidak hanya terjadi karena faktor alam saja. Namun, dipengaruhi juga oleh ulah tangan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar Rum: 41).

Jika dilihat lebih dalam, banjir terjadi karena beberapa hal. Pertama, curah hujan yang tinggi. Kedua, daya serap air yang rendah. Ketiga, kurang efektifnya daerah sliran sungai (DAS). Keempat, adanya penggundulan hutan. Kelima, alih fungsi lahan menjadi bangunan dalam jumlah besar. Keenam, tata kelola huni masyarakat. Ketujuh, kesadaran untuk menjaga lingkungan di kalangan masyarakat yang masih rendah. 

Selain ketujuh penyebab di atas, masih memungkinkan terjadinya penyebab lain dari bencana banjir. Sehingga, butuh solusi yang sistematis agar banjir dapat tertangani. Solusi ini butuh penanggung jawab dari pemerintah sebagai pihak yang mengurusi segala urusan rakyat.

Bagi negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, nampaknya mustahil mampu menyelesaikan permasalahan banjir secara tuntas. Hal ini karena kapitalisme selalu menjadikan para pemilik modal sebagai prioritas yang kepentingannya harus selalu diutamakan.

Walhasil, kapitalisme tidak akan pernah berpihak kepada kepentingan rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang bersistem kapitalisme memberikan jalan kepada para kapitalis untuk merusak ekologi. Hal ini dilakukan hanya untuk membangun pabrik demi meraih keuntungan semata. 

Solusi nyata atas masalah banjir hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, sistem ini berjalan berdasarkan syariat Islam. Islam mewajibkan negara menjadi pengurus yang baik bagi semua urusan rakyatnya. Dalam masalah banjir, negara wajib memberikan bantuan dan memenuhi kebutuhan para warga yang terdampak banjir.

Negara Islam juga harus menyelidiki penyebab terjadinya banjir dari ulah perbuatan manusia. Negara Islam juga tidak boleh memberikan kebijakan yang dapat menyebabkan rusaknya lingkungan dan ekosistem. Pemberian edukasi terhadap wajibnya menjaga lingkungan juga harus diberikan negara Islam kepada masyarakat.

Negara Islam juga akan memberikan sanksi bagi para pelanggar peraturan, termasuk yang sengaja merusak lingkungan atau alam sesuai dengan jenis pelanggarannya. Semua itu hanya dapat terlaksana ketika negara Islam menerapkan semua peraturan hidup dalam Islam, sebagaimana yang telah diterapkan sebelumnya selama lebih dari 13 abad. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Firda Umayah
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab