Tinta Media: Banjir
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banjir. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Januari 2024

Banjir Melanda, Sistem Islam Solusinya



Tinta Media - Banjir besar  melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang Kabupaten Bandung. Sedikitnya dua ribu rumah terendam akibat banjir. Jumlah itu
kemungkinan masih bertambah karena sulit untuk mendapatkan data yang konkret di tengah kepungan banjir.

Suska Puji Utama,
selaku Kepala pelaksana harian BPBD Kabupaten Bandung mengatakan bahwa dari angka sebanyak itu, tidak semua korban banjir mengungsi. Sebagian masih bertahan di rumahnya karena dianggap masih aman.

Banjir yang melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat terjadi akibat tanggul sungai Cigede di Kampung Lumajang Peuntas, Desa Citeurep, Kecamatan Dayeuhkolot mengalami jebol. Tanggul jebol itulah yang membuat air sungai meluber sampai ke pemukiman warga. Akibat luapan itu, setidaknya ada ribuan rumah warga yang terkena banjir.

Sampai Jumat pagi, ketinggian di beberapa titik mulai menyusut. Namun, masyarakat tetap harus waspada mengingat hujan kerap turun saat sore hingga malam hari.

Melihat banjir besar saat ini dan kejadian bencana lainnya, seperti longsor dan angin puting beliung beberapa waktu lalu, pihak pemerintah daerah belum menentukan status tanggap darurat. BPBD bersama pihak terkait lainnya akan mengadakan rapat evaluasi berkaitan dengan bencana ini, apakah sudah memenuhi unsur tanggap darurat atau belum.

Sungguh, bencana banjir yang terus terjadi di negeri ini seharusnya menjadi peringatan keras bahwa ada yang salah dalam tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab, hujan diturunkan oleh Allah Swt. tentu sebagai anugerah bagi manusia untuk penghidupan, bukan sebagai musibah atau bencana. Meskipun di saat yang sama, orang beriman akan memandang musibah banjir sebagai bagian dari qadha Allah yang tidak bisa ditolak.

Kesabaran dan keridaan pun menjadi dua sikap yang harus dipilih dalam menghadapi musibah ini, sebab sikap demikian akan mengantarkan pada terhapusnya dosa. Selain itu, bagi orang beriman, musibah banjir tentu semakin menyadarkan mereka bahwa betapa lemah manusia di dunia ini, hingga tidak mampu menolak ketentuan-Nya dan betapa manusia butuh terhadap pertolongan Allah kapan pun dan di mana pun.

Tidak ada yang layak disombongkan manusia di dunia ini. Namun, sikap sabar dan rida harus dibarengi dengan tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik, termasuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.

Allah Swt. berfirman,

"Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)." (QS. Asy Syura: 30)

Hal itu terlihat jelas dalam kasus musibah banjir. Banjir disebabkan oleh naiknya neraca air permukaan. Neraca air ditentukan empat faktor, yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan ke luar.

Dari keempat hal itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh penguasa. 

Sebagaimana disampaikan oleh Walhi, kebijakan deforestasi yang boleh dilakukan pihak korporasi secara masif telah menjadi penyebab utama berkurangnya daerah resapan air hingga berdampak pada mudahnya terjadi banjir saat musim hujan. Kebijakan yang hanya menguntungkan pemilik modal dan merugikan rakyat tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler di negri ini.

Negara dalam sistim kapitalisme-sekularisme hanya bertindak sebagai regulator yang pro-oligarki, bukan pengurus dan pelindung rakyat.
Berbagai produk regulasi yang dihasilkan seperti UU Omnibus Law cipta kerja misalnya, nyata telah merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat.

Oleh karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah, termasuk banjir adalah dengan beralih dari ideologi sistem sekularisme-kapitalisme menuju ke sistem yang diridai oleh Allah, yakni sistem Islam. 

Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan hanya terwujud dalam institusi negara Islamiyah. Sistim Islam akan melakukan pengelolaan tanah, lahan SDA, dan lingkungan  hidup sesuai syariat Islam.

Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai junnah atau pelindung, oleh karena itu, sistim Islam, akan melakukan upaya preventif dalam mengatasi bencana banjir. Demikian pula dalam upaya kuratif dan rehabilitatif terbaik jika musibah banjir terjadi.

Dalam sistem Islam, upaya preventif dilakukan dengan menetapkan pembangunan yang ramah lingkungan. Sistem Islam akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana, seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi, atau penanaman kembali.

Dalam sistem Islam, pemanfaatan SDA tidak akan diserahkan kepada korporasi, tetapi di kelola negara untuk kemaslahatan umat manusia saja. Sistem Islam menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan baper atau biasa di sebut kawasan himma.

Kawasan himma tidak boleh dimanfaatkan oleh siapa pun. Dalam hal pengelolaan tanah dan lahan, Islam juga mendorong kaum muslimin untuk menghidupkan tanah mati. Hal ini akan menjadi baper lingkungan yang kokoh.

Islam akan memberlakukan sistem sanksi tegas pada siapa pun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan. Penerapan aturan Islam Kaffah adalah solusi terbaik mencegah terjadinya bencana banjir yang merupakan buah dari sistim kapitalisme-sekuler.
Wallahu'alam bishhawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Solusi Banjir Menurut Islam



Tinta Media - Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar 6.9 miliar dari APBD untuk menangani banjir di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah dari 2022 sampai 2023. Dari APBD 2022, alokasi anggaran sebesar Rp996 juta. Dana sebesar itu antara lain digunakan untuk peningkatan Jalan Andir-Katapang, penutupan permanen pintu air yang ada di Tanggul Sungai Cisangkuy, pembuatan saluran drainase permukiman, dan normalisasi saluran.  Sedangkan APBD 2023 sebesar 5.9 miliar digunakan untuk normalisasi dan pembuatan saluran drainase pemukiman di lokasi RW 1,2,3,7,9 kelurahan Andir. 

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengklaim bahwa genangan di Kelurahan Andir sudah berkurang 99 persen. Kalau pun masih ada genangan akibat banjir sekitar 30 sentimeter, itu cepat surut dalam waktu satu-dua jam.

Bupati Bandung mengungkapkan bahwa untuk mengatasi banjir akan dibuat saluran U-Ditch di beberapa RW Kelurahan Andir. Saluran U-Ditch adalah jenis drainase yang berbentuk melengkung dan menyerupai huruf “U”. Fungsinya adalah untuk mengalirkan air hujan atau permukaan dari satu area ke area lain, mencegah terjadinya genangan air yang dapat menimbulkan banjir atau kerusakan infrastruktur. Untuk merampungkan proyek tersebut dibutuhkan anggaran sebesar 10 miliyar. 

Mengapa Bandung kerap terjadi banjir? Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan bahwa karakteristik fisiografi Bandung yang berupa cekungan menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir di kota itu. 

Di sisi lain, pemukiman di kawasan Bandung terus berkembang, tetapi tidak disertai adanya resapan yang memadai, terutama saat terjadi curah hujan yang ekstrem, sehingga menambah risiko terjadinya banjir. Belum lagi tidak adanya progres yang bagus untuk memperbaiki kerusakan landskap di Bandung Utara. 

Banjir berulang di perkotaan menunjukkan gagalnya tata kelola ruang yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Sudah semestinya pemerintah memilih dan memilah pengelolaan lahan, mana yang bisa dipakai untuk industri, perumahan, termasuk mana area yang diperuntukan sebagai daerah resapan. Hal tersebut telah diatur dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. 

Namun, UU tersebut seolah tidak bergigi lagi pada saat pemerintah mengesahkan UU Ciptaker. Tampak dalam UU Ciptaker tersebut, pemerintah pusat lebih mengedepankan kepentingan investasi. Banyak pasal dalam UU Ciptaker yang menunjukkan ketidakharmonisan dengan UU Penataan Ruang, UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dan UU sektor lainnya. Dengan disahkannya UU cipta kerja, jelas bahwa pemerintah lebih berpihak pada penguasa-penguasa (oligarki) 

Kebijakan pro-oligarki ini sangat lumrah dalam sistem kapitalis ini. Kapitalisme berasas manfaat dan menghalalkan cara apa pun untuk menyejahterakan kepentingan pribadi, meskipun yang menjadi korban adalah rakyat kalangan menengah ke bawah. 

Banjir di beberapa daerah di Indonesia menjadi momok yang harus diwaspadai setiap tahun. Dampak dari bencana banjir sangat luas, mulai dari kerusakan fasilitas publik, lumpuhnya jalur transportasi yang mengakibatkan roda perekonomian tidak berjalan baik, dan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat. 

Kerusakan yang terjadi akibat banjir merupakan ulah tangan manusia. Sistem kapitalisme terbukti melahirkan manusia yang serakah dalam mengelola lahan dan mengantarkan berbagai kerusakan. 

Allah Taala berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

Meski demikian, perusahaan swasta masih tetap diberi wewenang dalam menguasai lahan. Konsep kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa yang sesungguhnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator kebijakan yang abai pada persoalan rakyat. 

Ini berbeda dengan manajemen tata wilayah dan lahan di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, yaitu daulah khilafah. Lalu bagaimana khilafah dalam mengatasi banjir? 

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik dari hujan, glester, rob dll., maka khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya. Salah satu contoh bendungan yang dibangun pada masa khilafah dan masih digunakan sampai saat ini adalah bendungan Mizan yang berada di Provinsi Khuzastan daerah Iran Selatan. 

Khilafah juga akan memeratakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat dari rob ataupun kapasitas serapan yang mini dan selanjutnya melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Jika ada dana yang cukup, khilafah akan membuat kanal-kanal baru agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan alirannya. 

Khilafah juga akan menjaga kelestarian lingkungan dengan mencegah pembalakan secara besar-besaran karena memahami bahwa hutan adalah satu kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. 

Khilafah tidak akan sembarangan memberi izin dalam pembalakan dan penjualan hutan, karena secara syar'i kepemilikan umum tidak bisa berpindah menjadi kepemilikan pribadi. Islam sangat tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara serampangan. 

Adapun daerah yang awalnya aman dari banjir dan genangan, tetapi karena faktor penurunan tanah sehingga terkena banjir dan genangan, maka khilafah akan semaksimal mungkin mengatasi genangan tersebut. Jika tidak memungkinkan, maka masyarakat akan dievakuasi ke daerah yang aman banjir dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi. 

Khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah juga menyediakan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. 

Khilafah juga dengan ketat akan mengawasi kebersihan sungai dan kanal, dengan memberikan sanksi bagi siapa yang mencemari sungai, kanal, dan danau. khilafah juga akan membangun sumur resapan yang bisa digunakan sebagai tempat cadangan air saat musim kemarau. 

Dalam pembangunan pemukiman baru, khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan. 

Penguasa dalam Islam bahkan memastikan bahwa pembangunan benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan umat. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menjadikan bencana yang terjadi di sekitar kita sebagai alat untuk bermuhasabah diri. 

Saat ini, banyak kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia, disebabkan sistem yang diterapkan bukanlah sistem yang datang dari Sang Pencipta, melainkan sistem buatan manusia. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang sahih, yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang aturannya datang langsung dari Allah Swt., yaitu sistem Khilafah Islamiyah. Wallahualam.


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta Media 





Selasa, 23 Mei 2023

Masalah Banjir Tak Kunjung Henti, Islam Hadir Membawa Solusi

Tinta Media - Banjir sudah menjadi hal biasa yang dirasakan sebagian masyarakat di Indonesia tatkala musim hujan tiba. Bahkan, seakan sudah menjadi keharusan untuk daerah tertentu mengalami bencana banjir.

Tentu sebagai seorang muslim kita harus mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini atas izin atau kehendak Allah Swt. Jika diberi musibah, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bersabar. 

Namun, musibah tersebut harus disikapi dengan menjadikannya sebagai momen untuk muhasabah tentang apa yang telah dilakukan, mengapa Allah menjadikan hujan saat ini sebagai sebuah bencana, yaitu banjir. Padahal, hujan itu diturunkan seharusnya menjadi rahmat yang dengannya bumi ini dihidupkan dari kekeringan.

Banjir tak hanya mengakibatkan kerugian harta dan benda, bahkan banjir pun sering kali menimbulkan korban jiwa. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga Kecamatan Dayeuhkolot tewas tersengat listrik di rumahnya sendiri yang pada waktu itu sedang terendam banjir. Diduga kejadian itu terjadi akibat dari kosleting listrik. 

Seorang saksi mata mengungkap bahwa kejadian itu berawal ketika korban didatangi tetangganya yang hendak memperbaiki sepeda motornya. Tetangganya tersebut meminjam alat yang bernama gurinda kepada korban untuk memperbaiki motor yang rusak. Diduga karena korsleting listrik, tetangga korban sekaligus saksi korban itu pun tersenngat listrik. Korban pun bersigap menolong tetangganya dengan cara melepas colokan listrik itu. Nahas, diduga karena tangan korban yang pada waktu itu sedang basah dan menyentuh colokkan listrik, membuat korban pun tersetrum dan terpental, sampai akhirnya meninggal dunia. (kompas.com)
       
Seharusnya, agar kejadian ini tidak terus berulang dan bencana banjir tidak terus menjadi langganan, perlu upaya serius dan sungguh-sungguh untuk menuntaskannya, baik peran dari masyarakat ataupun pemerintah. Namun, hingga hari ini, belum ada solusi yang jitu yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan banjir ini. Buktinya, banjir masih terus terjadi dan berulang di sebagian wilayah-wilayah tertentu di negeri ini. Sehingga, masyarakat pun dibuat bosan dan capek menghadapi langganan bencana banjir ini.
        
Penanganan saat ini dinilai hanya sekadar langkah normatif saja, seperti normalisasi sungai, pengoperasian mesin pompa air, dan peninggian jalan. Padahal, penyebab banjir bukan hanya sekadar pendangkalan sungai, atau tidak ada drainase yang cukup, tetapi lebih dari itu. Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan besar-besaran yang dilakukan pemerintah, serta mengabaikan kelestarian lingkungan dan area resapan air.
        
Bisa kita lihat bagaimana potret pembangunan yang terjadi hari ini sebagai akibat penerapan sistem rusak yang diterapkan saat ini. Inilah yang menjadi akar dari permasalahan kita dan merupakan manifestasi dari ideologi kapitalisme yang menghasilkan pembangunan yang juga kapitalistik. 

Perjanjian pembangunan dapat dengan mudah dibeli, sekalipun harus mengabaikan aspek yang berdampak pada lingkungan. Berapa banyak area pertanian dan hutan yang seharusnya menjadi resapan air, justru di eksploitasi dan di komersialisasi, hanya untuk memperoleh manfaat dan keuntungan materi dari para investor?

Hal ini terjadi karena asas dari sistem yang diterapkan adalah sebuah kedaulatan yang berada di tangan rakyat (manusia yang berkuasa). Sehingga, aturan dan hukum dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Maka wajar, jika melihat pembangunan yang terus-terusan dilakukan secara besar-besaran, dan "dilegalkan", sekalipun jelas sangat merusak tata kelola lingkungan. 

Padahal, Allah Swt. telah memperingatkan di dalam Al-Qur'an:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Ruum: 41).
   
Maka, solusi normatif saja tidak akan mampu menyelesaikan persoalan banjir di negeri ini, melainkan harus beralih pada solusi yang komprehensif, yakni pada sistem yang benar-benar mampu memberikan solusi yang hakiki, yaitu sistem Islam.

Berbeda dengan saat ini, sistem yang diterapkan menempatkan kedaulatan di tangan takyat (hak membuat hukum di tangan manusia). Padahal, Islam menempatkan kedaulatan itu berada di tangan Assyaari' (Allah Swt.) Maka, jelas aturan yang ada akan disesuaikan dengan Al-Qur'an dan dunnah Rasulullah saw.
         
Rasulullah telah mencontohkan penerapan seluruh hukum (syariat Islam) dalam seluruh aspek kehidupan dalam lingkup negara (daulah). Setelah beliau wafat, kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, dan khalifah-khalifah setelahnya. Sistem negaranya disebut dengan khilafah.
         
Islam sebagai agama yang sempurna pun mempunyai pengaturan terkait tata kelola lahan dan lingkungan. Di dalam Islam, air , hutan, termasuk sumber daya alam adalah ciptaan Allah Swt, yang diperuntukan bagi kesejahteraan manusia. Ini merupakan kepemilikan umum, bukan hanya milik segelintir orang atau korporasi. Manusia pun diperintahkan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya.
        
Maka, khalifah sebagai pemimpin negara dan pelaksana syariat, akan memberlakukan aturan sesuai dengan aturan Islam. Negara akan melakukan pengelolaan kepemilikan umum sepenuhnya untuk kemaslahatan umat seluruhnya. Diharamkan bagi negara untuk menyerahkannya kepada swasta, maupun kepada asing dan aseng, baik untuk dikelola, apalagi sampai dijuabelikan atau diprivatisasi.

Arah pembangunan pun akan diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaannya pun akan melibatkan para ahli agar dapat tetap menjaga dan melestarikan lingkungan. 

Dengan begitu, fungsi hutan dan perairan akan tetap terjaga seperti sebagaimana mestinya, serta pembangunan pun akan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah yang memprioritaskan kepentingan masyarakat. Tidak akan ada yang namanya alih fungsi lahan besar-besaran yang merusak tatanan lingkungan.
        
Hal tersebut pun akan disertai dengan adanya aspek ruhiyah yang selalu meliputi diri seorang khalifah, pegawai, serta masyarakat yang selalu dibina dan dijaga keimananya, agar senantiasa selalu melaksanakan ketaatan kepada Raabnya.

Demikianlah solusi untuk pemecahan semua persoalan yang terjadi, baik itu persoalan banjir, maupun persoalan-persoalan yang lainya, yang hanya dapat diselesaikan melalui penerapan syariat Islam, tidak ada yang lain.
WalLaahu a'lam ...

Oleh: Neng Tintin 
Sahabat Tinta Media, Bandung

Senin, 22 Mei 2023

Solusi Banjir Hanya dengan Sistem Islam

Tinta Media - Banjir masih merendam beberapa daerah di Kabupaten Bandung, seperti Dayeuhkolot, Baleendah, Margahayu, dan Bojongsoang jika hujan besar terjadi. Bupati Bandung, Dadang Supriatna, membenarkan hal itu. Namun menurutnya, banjir pada tahun lalu berbeda dengan sekarang, mulai dari luasnya daerah yang terdampak dan kecepatan surutnya, jika dibandingkan 5 tahun sebelumnya,  

Diakui bahwa kondisi banjir memang berkurang. Dari yang asalnya 4000 hektar yang terendam banjir, sekarang hanya sekitar 1000 hektara dari keseluruhan wilayah yang terdampak banjir.

Untuk menanggulangi banjir, Dadang mengusulkan 5 danau untuk dibangun di wilayah Tegalluar dan responnya sudah langsung ditangani secara khusus karena ini memang suatu kebutuhan. (TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG)

Masalah banjir bak santapan rutin bagi warga Kabupaten Bandung di daerah Bojongsoang, Margahayu, Dayeuhkolot dan Baleendah setiap tahunnya. Setiap hujan deras datang, pasti banjir akan merendam. Itu sudah menjadi hal biasa. 

Masyarakat pun sudah merasa tidak aneh lagi dengan banjir yang selalu melanda. Berbagai upaya pun telah dilakukan sejak dulu, mulai dari pembuatan danau resapan, pembersihan saluran air, dan sebagainya. Namun, faktanya tidak ada perubahan yang berarti, justru yang tadinya tidak terdampak, sekarang ikut terdampak. Itu menandakan bahwa masalah banjir adalah masalah yang harus diselesaikan dengan sistemik karena penyebab banjir juga akibat sistem sekuler liberal yang diterapkan hari ini. 

Apa sebenarnya akar masalah penyebab banjir yang tak kunjung usai?

Ketika ditelaah, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya banjir bukan semata karena adanya curah hujan yang tinggi ataupun faktor alam yang  biasa terjadi. Namun, ada andil dari manusia yang menjadi penyebab rusaknya lingkungan dan tata kelola lahan. 

Padahal, Allah telah berfirman, 
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." (QS. Al-A'raf: 85). 

Adalah sistem kapitalisme liberal yang menjadi akar permasalahan karena telah melahirkan paham liberalisasi yang mengakibatkan manusia bebas mengeksploitasi sumber daya alam secara brutal tanpa memikirkan akibatnya. 

Mereka hanya memikirkan manfaat dan keuntungan sebanyak-banyaknya. Para pengusaha konglomerat yang punya modal dengan bebas mengeruk hasil tambang dan juga  mengalihfungsikan lahan dengan  membangun kawasan industri, perumahan, perkantoran, dan lain- lain. Mereka bebas karena memiliki modal dan rakyat kecil yang sudah pasti terkena imbasnya. 

Mereka (pengusaha) hanya memikirkan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan akibatnya.  Kemudian juga penebangan hutan secara liar yang mengakibatkan hutan menjadi kurang daya serapnya. 

Semua itu berimbas pada keharmonisan lingkungan yang asri menjadi lingkungan yang rusak, ditambah lagi dengan penanganan limbah yang sembarangan. Minimnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan bahaya banjir menambah parah keadaan,  seperti membuang sampah seenaknya ke sungai-sungai. Itu salah satu penyebab yang menghantarkan pada bencana  seperti banjir dan lain-lain.  

Kita menyadari bahwasanya hujan itu nikmat dari Allah Swt. yang harus kita syukuri. Hanya saja, terjadinya banjir itu memang bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi, tetapi manusia punya andil besar sebagai penyebabnya. 

Ketika permasalahannya adalah akibat sistem, maka solusinya juga harus secara sistemik. Pembangunan 5 (lima) danau buatan atau sepuluh sekalipun  tak kan mampu menyelesaikan masalah banjir yang ada, dan bukan merupakan solusi yang mendasar, tapi justru menimbulkan masalah baru. Selama sistem yang diterapkan masih berlandaskan kapitalisme liberal, maka sungguh jauh panggang dari api. 

Seharusnya manusia sadar dengan teguran yang Allah berikan akibat ulah manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai aktivitas dan perbuatan yang menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya banjir. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengambil Islam  sebagai satu-satunya solusi permasalahan ini. 

Islam datang sebagai pengatur dan pemecah segala problematika kehidupan. Sudah pasti Islam mampu menyejahterakan dan memberi kemaslahatan bagi seluruh alam.
Aturan ini tidak ada dalam sistem kapitalisme. 

Islam juga mengatur kepemilikan sumber daya alam secara rinci sehingga tidak akan ada kebebasan eksploitasi sumber daya alam tersebut. Keharmonisan lingkungan selalu terjaga sehingga minim terjadi kerusakan lingkungan yang bisa mengakibatkan terjadinya banjir dan bencana lainnya.  

Islam akan mengelola lingkungan sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan dalam membangun lahan. Semua akan bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara yang bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah di setiap aspek kehidupan. Itulah sempurnanya sistem Islam yang sudah berabad-abad lamanya dan tercatat dalam tinta emas dan menguasai 1/3 dunia.
Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Minggu, 25 Desember 2022

Banjir Berlumpur Menerjang Setiap Tahun

Tinta Media - Terjangan banjir di wilayah Bandung Timur semakin meluas. Tak hanya Rancaekek, Cileunyi, dan Jatinangor, tetapi juga meluas ke Nagreg. Bahkan, di wilayah ini terjadi banjir lumpur yang menggenangi jalan raya Nagreg, Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.

Problematika banjir sudah sering kali terjadi setiap tahunnya, terutama ketika memasuki musim hujan dengan curah hujan tinggi dan terus mengguyur berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah wilayah Bandung Timur, seperti Rancaekek, Cileunyi, Jatinangor, perbatasan Bandung dan Sumedang. 

Luapan sungai Cikeruh yang berhulu di bukit Tunggal mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah pemukiman warga, serta ruas jalan nasional, seperti jalan raya Bandung-Garut, jalan raya Nagreg-Majalaya-Rancaekek. Untuk pertama kalinya banjir menerjang Nagreg. Banjir yang melanda sering kali bercampur antara air dan lumpur. Ketika air surut, maka lumpur akan tergenang di jalan-jalan. Banjir juga telah menyebabkan kemacetan di sepanjang jalan raya dan pemukiman penduduk yang terdampak banjir.

Banjir yang berulang kali terjadi ini tentu membawa dampak negatif bagi warga sekitar, bahkan orang yang melewati tempat tersebut, mulai dari kerugian material, sampai korban jiwa. 

Banjir adalah musibah yang datang dari Allah Swt. Ada beberapa faktor penyebab banjir yang terus berulang ini, yaitu:

Pertama, akibat faktor cuaca 
Inilah yang selalu dijadikan alasan penyebab banjir. 

Kedua, faktor dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, contohnya penggundulan hutan, pengekploitasian tanah pegunungan di kawasan Nagreg yang sudah tidak terkendali lagi, serta pengalihfungsian lahan.

Lahan yang harusnya ditumbuhi pepohonan malah dikeruk, diangkut ke tempat lain. Lahan sawah, kolam, kebun banyak dijadikan perindustrian dan perumahan elit, sehingga mengakibatkan kurangnya resapan air. 

Permukaan tanah makin turun akibat konsumsi air tanah berlebih, sebagai penunjang hunian-hunian elit, juga indutrialisasi. Akibatnya, ketika musim penghujan datang, air sungai meluap karena daya tampung air yang berlebih. 

Apalagi, daerah Bandung Timur merupakan wilayah industri. Di sana penduduknya padat karena banyak karyawan industri dari berbagai daerah yang menetap dan tinggal. Kemacetan terjadi setiap hari. Sungai pun semakin menyempit akibat melimpahnya sampah penduduk, bahkan industri. Sementara daya tampung dan fasilitas pembuangan sampah kurang sehingga sebagian warga yang tidak bertanggung jawab ada yang membuang ke sungai dan mengakibatkan tersumbatnya aliran air. 

Inilah faktor penyebab utama yang sebenarnya. Akan tetapi, antisipasi terhadap persoalan ini sangat lamban. Solusi yang diberikan pemerintah tidak tuntas, sehingga bencana banjir makin meluas. 

Semua ini dikarenakan sistem yang diterapkan sekarang, yaitu kapitalisme sekuler yang berdasarkan materi dan memisahkan aturan agama dari kehidupan. 

Dalam sistem kapitalisme, para penguasa meniscayakan untung rugi. Rakyat dan penguasa bagaikan pedagang dan pembeli yang meniscayakan untung rugi. Selain itu, rakyat dianggap sebagai beban, sehingga penguasa lebih mementingkan kepentingan para pengusaha daripada dampak yang ditimbulkan akibat ulah mereka. 

Bagi mereka, keuntungan materi adalah segalanya walaupun rakyat dan lingkungan yang jadi korban. Kebijakan pemerintah lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal. 

Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan investasi sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi dengan berbagai perjanjian, sehingga penguasa terikat oleh perjanjian tersebut. Akibatnya, solusi yang diberikan adalah solusi tambal sulam. Solusi tersebut tidak pernah menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. 

Karena itu, umat butuh solusi tuntas untuk mengatasi bencana banjir sampai ke akarnya, yaitu dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, Pencipta alam semesta, yang melahirkan keimanan dan ketakwaan pada individu.

Sistem Islam mengajarkan adab terhadap alam, karena memelihara dan menjaga alam adalah bagian dari iman. Siapa pun yang merusak keseimbangan alam dianggap sebagai pelaku kejahatan dan kemaksiatan. 

Penguasa dalam Islam adalah sebagai penjaga, pengurus umat yang menerapkan hukum Islam secara keseluruhan. Hukum Islam bila diterapkan di muka bumi akan menjadikan rahmat bagi seluruh alam. 

Islam menetapkan SDA adalah milik rakyat dan sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Penguasa dalam sistem Islam, yaitu Khalifah akan melarang eksplorasi dan eksploitasi secara serampangan, sebagaimana yang dilakukan oleh para kapitalis. 

Saat Islam tegak selama 14 abad yang lalu, tidak pernah terjadi bencana, selain faktor alam. Bencana tersebut dijadikan bentuk muhasabah dan ujian yang akan membuat umat lebih dekat kepada Allah Swt. 

Penguasa Islam akan mengerahkan segenap kemampuan untuk mencegah terjadinya bencana, dan mitigasi ketika bencana tak terhindarkan. Contohnya, Khalifah Umar bin Khattab sangat khawatir ketika ada kambing yang terperosok akibat jalan berlubang sedikit saja. 

Untuk itu, umat harus bertobat kepada Allah Swt. atas dosa dan kemaksiatan yang terus merajalela. Ini karena bencana alam banjir merupakan salah satu peringatan dari Allah Swt. 

Umat harus mendakwahkan Islam secara kaffah untuk membangun kesadaran masyarakat akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Karena itu, solusi dari semua bencana hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah oleh daulah khilafah Yang akan memberikan solusi tuntas dan mendatangkan tahmat bagi seluruh umat dan alam semesta.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Jumat, 23 Desember 2022

Islam Solusi Masalah Sampah dan Banjir

Tinta Media - Meningkatnya curah hujan yang mengguyur daerah Bandung Raya di awal bulan Desember menyebabkan terjadinya banjir  bandang dan ini  sudah menjadi cerita lama tak berkesudahan. 

Bicara hujan berarti bicara tentang banjir yang selama ini menimpa daerah perkotaan hingga pedesaan di Bandung Raya. Berbagai macam jenis sampah yang menumpuk di sungai pun menjadi persoalan yang pelik dan sulit diatasi. Macam-macam sampah seperti plastik, lumpur dan limbah industri , kayu gelondongan dan berbagai sampah lainya seakan menjadi pemandangan yang sudah biasa dilihat. Semua mengarungi DAS Citarum tanpa hambatan. (BandungBergerak.id)

Adapun Komunitas-komunitas pemerhati lingkungan di DAS Citarum juga melibatkan diri, bersinergi dengan Satgas Citarum Harum yang berlatar militer. Mereka antusias meng edukasi perilaku  masyarakat untuk mulai memilah dan mengolah sampah mereka sendiri, tidak membuang sampah ke sungai. Target Citarum Harum di tahun 2025 adalah mengusung konsep pentahelik yang melibatkan semua unsur masyarakat.

Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa masalah sampah dan banjir yang melanda kota Bandung selama ini begitu pelik dan belum bisa diatasi hingga kini. Terbukti dengan masih terus terjadi banjir ketika musim penghujan datang. Berbagai upaya terus dilakukan, tetapi ternyata nihil hasilnya. Tetap saja masih banyak warga terdampak akibat banjir yang melanda. 

Kalau kita lihat, faktanya memang demikian adanya.   Masalah banjir memang bukan masalah baru bagi warga kota Bandung, terutama daerah rawan banjir. 

Risiko sosial dan ekonomi yang ditimbulkan sudah tak terhitung lagi dan sudah menjadi langganan di setiap tahunnya. Masyarakat hanya disuguhi alasan bahwa semua yang terjadi atas mereka adalah karena faktor alam. 

Memang benar, hanya fenomena alam saja yang menjadi kambing hitam para pemimpin kekuasaan dengan hanya membeli solusi yang bersifat pragmatis seperti ajakan untuk tidak membuang sampah sembarang dan mengelola sampah agar mengurangi pencemaran lingkungan. Membersihkan saluran air dan sebagainya.

Padahal, ketika kita cermati, ada yang harus dievaluasi dalam kehidupan manusia hari ini.  Yaitu tentang individu masyarakat hari ini dan juga berkaitan dengan kebijakan terstruktur dalam pembangunan dan  penanggulangan bencana. 

Sebenarnya ada banyak perilaku manusia yang punya andil dalam masalah sampah dan banjir, tetapi mereka sendiri seolah tidak menyadari. Atau sebenarnya menyadari, tetapi karena sistem hari ini memang serba bebas sehingga hal-hal yang melanggar aturan pun dianggap  biasa. Perilaku tersebut misalnya penebangan hutan secara liar dan budaya konsumtif yang terjadi di masyarakat kita. 

Eksploitasi sumber daya alam (Tambang) yang mencengkeram saat ini adalah buah dari sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini sehingga alam menjadi rusak. Masyarakatlah yang terkena imbasnya. 

Lagi-lagi para penguasa seolah lalai akan hal itu dan tetap beranggapan bahwa penyebab terjadinya sampah menggunung dan banjir adalah akibat curah yang tinggi. Jadi, segala solusi yang ditawarkan tidak akan bisa memberi jalan keluar yang hakiki ketika masih terkungkung oleh sistem  kapitalisme sekuler. Masyarakat harus sadar bahwa semua yang terjadi adalah karena adanya struktur atau kebijakan yang salah sehingga berdampak kepada mereka sendiri. 

Padahal, Allah sudah memberi aturan dan solusi yang tepat untuk manusia yaitu, Islam.
Islam adalah sebuah aturan hidup yang menyeluruh. Islam adalah ideologi yang memiliki seperangkat aturan di dalamnya. Dijamin, Islam mampu menjadi solusi bagi semua problematika kehidupan karena datangnya dari Allah Swt. yang mahatau apa yang dibutuhkan manusia, termasuk dalam masalah sampah, limbah, serta perusakan hutan akibat eksploitasi tambang yang brutal.

Allah Swt. berfirman:
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan perbuatan manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

Jadi, bukan semata-mata karena sikap manusia yang selalu membuat rusak lingkungan, tetapi ada hal lain yang menjadi penyebab terjadinya bencana, yaitu berbagai kemaksiatan yang dilakukan sehingga Allah memberi peringatan dan teguran kepada manusia seluruhnya.

Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara detail dan sangat memperhatikan keharmonisan dan keseimbangan dalam mengatur kehidupan. Islam juga mengatur hak kepemilikan rakyat, individu, dan negara. Islam juga sangat memperhatikan tata ruang, sehingga semua tertata dengan baik sesuai aturan. Dengan adanya akhlak dan adab yang baik akan menunjang segala perbuatan agar sesuai dengan aturan Sang Pencipta. Itulah keimanan. 

Pemimpin dalam Islam (Khalifah)  betul-betul menjadi pengurus rakyat dan selalu menjaga umat agar taat aturan dan semua terkondisikan dengan baik. Khalifah selalu menjaga rakyat dari perkara yang diharamkan Allah Swt,  sehingga minim terjadi pelanggaran. Karena itu, wajar jika dalam naungan pemerintahan Islam, akan terciptalah sebuah masyarakat yang damai, sejahtera. 

Begitulah Allah memberi aturan dalam Islam yang sangat sempurna untuk manusia dan semua akan terwujud apabila sistem Islam tegak di muka bumi.

Jadi jelaslah bahwa semua solusi yang dilakukan hari dengan segala daya dan upayanya tetap tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, selain hanya dengan ISLAM.

Wallahu'alam a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Jumat, 11 November 2022

Berulangnya Banjir Tahunan, Adakah Upaya Pencegahan?


Tinta Media - Hujan lebat yang terjadi di berbagai wilayah menyebabkan banjir hingga menimbulkan korban jiwa.

Sebanyak tiga orang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19, Jakarta Selatan meninggal usai tembok sekolah mereka rubuh diterjang banjir. Banjir terjadi karena luapan air saluran penghubung Pinang Kalijati yang berada di belakang sekolah. Kejadian tersebut terjadi pada Kamis (6/10) pukul 14.50 WIB.

Berdasarkan kesimpulan BPBD DKI Jakarta, tembok rubuh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, lantaran tak bisa menahan volume air yang sudah meluap (Liputan6.com).

Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang selalu terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia. Terjadinya bencana banjir pun bukan hanya disebabkan oleh curah hujan saja, karena pada dasarnya hujan bukanlah musibah, tetapi anugerah dari Allah Subhanahu wa ta'ala.

Ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa hujan adalah anugerah, seperti dalam firman Allah: 

"Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu. Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir."(QS. An-Nahl 10-11).

Bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah disebabkan kurangnya daerah resapan, seperti daerah hijau atau hutan.
Adanya banjir tentu menimbulkan dampak kerugian bagi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan cara pengendalian pada wilayah aliran sungai agar tidak menimbulkan luapan air.

Sesungguhnya yang menjadi penyebab banjir adalah ulah tangan manusia yang melampaui batas. Keserakahan dan abainya pemerintah dalam pengurusan rakyat juga turut andil, sehingga wilayah-wilayah yang semestinya menjadi penyeimbang alam,
justru malah menjadi wilayah elit dan komersial, seperti gedung, perkantoran, tempat peristirahatan/villa, pemukiman, perkebunan, dan lain-lain.

Maka, rusaknya hutan yang merupakan wilayah resapan air tidak hanya menjadi penyebab bencana saat musim penghujan, tetapi bisa menyebabkan tanah longsor. Air hujan yang deras tidak mampu diserap tanah. Aliran sungai pun tidak mampu menampung air hujan.

Semua ini menunjukkan ketidakseriusan penguasa dalam mengurusi rakyat, khususnya dalam mitigasi bencana yang rutin terjadi.

Maski sudah berkali-kali berganti kepemimpinan, tetapi solusi banjir belum juga ditemukan. Sejatinya umat membutuhkan pemimpin yang  mengurus kebutuhan rakyat dengan amanah dan melindungi kepentingan mereka. 
Namun, nyatanya kepemimpinan saat ini tidaklah demikian. 

Kepemimpinan yang amanah adalah  kepemimpinan Islam. Sebab, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah saja, tetapi memerintahkan kita untuk menjaga kelestarian alam. Rasulullah saw. dengan tegas melarang menebang dan membumihanguskan pepohonan, meski itu dalam peperangan.

Rasulullah saw. bersabda:

"Perangilah di jalan Allah ,(dengan menyebut asma Allah), yaitu orang yang mengingkari Allah dan janganlah kalian melarikan diri, jangan memotong pohon kurma, pepohonan dan jangan pula menghancurkan rumah."

Terkait kelestarian alam, Islam juga memerintahkan umatnya untuk menanam pohon. Hal ini disampaikan Rasululllah dalam sabdanya : 

"Tak seorang pun menanam biji melainkan baginya sedekah." (H.R Muslim).

Islam mampu mengelola alam untuk mendapatkan manfaat dengan menjaga kelestarian alam dan hutan. Tuntunan wahyu Allah sebagai aturan hidup tidak akan menghantarkan sikap serakah. 

Ini jauh berbeda dengan sistem kapitalisme. Demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, manusia menjadikan alam dan hutan rusak, hingga berdampak pada terjadinya bencana alam.   

Wallahu'alam.

Oleh: Ummu Taqy 
Aktivis Dakwah

Minggu, 06 November 2022

Banjir Kembali Menggenang, Haruskah Terus Berulang?

Tinta Media - Cuaca beberapa hari ini sangat tidak menentu. Satu hari cuaca bisa cerah hingga malam, terkadang cerah dan panas di pagi hari, tetapi malamnya terjadi hujan deras disertai angin kencang. Bahkan, di beberapa wilayah seperti Desa Masangan Kulon, Sukodono, Sidoarjo, setiap pukul siang selalu turun hujan, padahal pagi harinya cuaca sangat panas sekali. 

Namun, meski hujan turun dengan deras, alhamdulillah di daerah itu tidak terjadi banjir. Kalaupun airnya menggenang, tidak berlangsung lama karena akan mengalir ke selokan jalan raya cor yang baru saja diperbaiki beberapa bulan lalu. 

Namun, hal tersebut tidak sama dengan kondisi kota-kota besar lainnya. Air yang menggenang itu, ternyata bervolume besar dan butuh waktu lama untuk menyusut ke pembuangan air. Bahkan atas kejadian tersebut, nyawa beberapa orang melayang, ada yang luka-luka dan mengungsi meninggalkan rumahnya.

Di Jakarta, banjir ini membawa duka mendalam di bidang pendidikan karena korban banjir di sana adalah 3 orang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19, Jakarta Selatan. Video tentang peristiwa ini telah tersebar di media-media sosial. Kejadian itu terjadi pada hari Kamis (6/10/2022) pukul 14.50 WIB saat hujan sedang turun dan beberapa siswa sekolah tersebut sedang beraktivitas di halaman sekolah, lalu tiba-tiba tembok sekolah rubuh diterjang banjir dan menimpa sejumlah siswa. Tiga siswa dinyatakan meninggal dan beberapa yang lain mengalami luka-luka.

Sedangkan dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI, sebanyak 270 warga di Jakarta Selatan terpaksa diungsikan ke tempat aman karena 41 rukun tetangga (RT) terendam banjir.

Timbul pertanyaan, apakah tidak ada informasi terkait perkiraan cuaca yang ekstrim ini ? 

Jika membahas cuaca, selain atas kehendak Allah, maka manusia memiliki ilmu untuk memperkirakan cuaca. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, kepada Liputan.com bahwa pihaknya sudah memprediksi hujan ekstrem yang terjadi tidak hanya di Jakarta, tetapi di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Dwikorita, prakiraan musim terhadap peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Akhirnya peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi. (Jum’at/7/10/2022)

Prakiraan yang dikeluarkan oleh BMKG ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder di pusat maupun daerah sebagai pedoman perencanaan kegiatan di berbagai sektor, seperti awal musim tanam, termasuk antisipasi potensi kebencanaan. Bahkan, prakiraan cuaca dapat menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir. Jika demikian, bukankah ini artinya pemerintah abai?

Namun, hal itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja, mengingat di wilayah inilah kepadatan penduduk setiap tahunnya selalu bertambah, tetapi juga terjadi di wilayah Indonesia yang lain. Salah satunya di Aceh, tepatnya Aceh Utara. Banjir melanda wilayah ini sejak Selasa (4/10/2022) dan terus meluas. Hal itu membuat sebanyak 18.160 warga terpaksa mengungsi.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara, Asnawi, meluasnya banjir selain dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, juga karena kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar kehilangan kemampuan menampung debit air yang meningkat, sehingga air dengan mudahnya mengalir di area pemukiman warga.

Banjir bukanlah sekadar air yang menggenang. Namun, ini adalah bencana alam yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengurusi urusan rakyat. Apalagi jika hal ini terus berulang dan semakin luas wilayah yang melandanya. Bukankah miris, jika tiap tahun rumah harus diterjang oleh banjir?

Keseriusan tidak hanya dibutuhkan pada saat pencegahan, tetapi juga saat kejadian telah terjadi. Upaya pencegahan tetap dimaksimalkan, tetapi jika Qadarullah banjir masih melanda, maka upaya maksimal beralih ke penanganan kepada warga yang mengungsi terkait kebutuhannya, serta gerak cepat untuk segera mencari solusi atas bencana ini.

Bukankah itu yang kita butuhkan? Gerak cepat tanggap negara saat rakyat membutuhkan bantuan. Akan tetapi ... Masih adakah harapan pada sistem ini ? Jelas, hal itu samar dan jauh dari harapan yang dibayangkan.

Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media

Minggu, 30 Oktober 2022

KLAIM BANJIR BERKURANG

Tinta Media - Banjir di kawasan Bandung Selatan diklaim berkurang. Banyak daerah yang terendam banjir semakin berkurang dibanding tiga sampai 10 tahun yang lalu. Hal ini berkat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah, mulai dari membangun kolam retensi dan proyek pengendali banjir lainnya.

Dengan dibangunnya kolam retensi Cieunteung dan andir dan terowongan Nanjung, ini sangat berpengaruh sehingga ritme untuk debit airnya bisa diatur. Tetapi banjir masih dirasakan oleh warga kampung muara kecamatan Baleendah, ini disebabkan belum adanya saluran menuju kolam retensi. Kedepannya pemerintah akan membangun danau lainnya didaerah yang masih rawan banjir.

Bencana banjir yang datang terus berulang setiap tahunnya. Ini menunjukan bahwa upaya untuk mengurangi risiko bencana banjir terkesan lamban, karena sudah terjadi puluhan tahun. Pemerintah baru mengadakan penanggulangan, itu pun belum merata. Sedangkan nyawa rakyat menjadi taruhannya setiap tahun dalam bencana alam, seperti banjir ini. 

Ada 2 faktor penyebab bencana banjir.

Pertama, bencana banjir yang datang adalah dari Allah Swt. Dengan curah hujan yang tinggi dan cuaca yang ekstrim, maka selayaknya kita berdo'a meminta pertolongan kepada Allah agar diberi kesabaran dalam menghadapi bencana ini.

Kedua, bencana banjir yang datang bisa disebabkan karena ulah tangan dan perbuatan manusia sehingga mengundang azab Allah, agar manusia sadar. 

Ini bisa dilihat dari perilaku manusia yang mengeluarkan kebijakan pembangunan bagi para korporasi yang mengeksploitasi. Kebijakan itu ternyata tidak memberikan daya dukung terhadap lingkungan. Banyak kolam, sawah, perkebunan, tanah-tanah resapan yang dijadikan hunian elit,  daerah industri. 

Permukaan tanah pun makin berkurang akibat konsumsi air tanah yang berlebih. Volume air makin menyempit akibat sampah hunian dan limbah indutri, sedangkan sarana untuk penampungan sampah tidak mencukupi. 

Akibatnya, banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai, atau ke kali, sehingga sampah menutup aliran air. Bahkan, sebagian besar terjadi secara legal atas nama pembangunan yang abai terhadap tata ruang dan tata wilayah.

Hal ini karena sistem yang mengatur manusia sekarang,  yaitu sistem kapitalisme sekuler mengukur segala sesuatu dengan materi. Penguasa yang katanya wakil rakyat, ternyata lebih mementingkan kepentingan para pengusaha dan mengabaikan kelestarian lingkungan. 

Upaya penanggulangan banjir hanya untuk menutupi sistem yang sudah terbukti tidak bisa memberikan solusi tuntas, justru malah merusak.

Allah Swt. berfirman: 

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Q.S Al-Araf 96)

Allah telah jelas mengatakan bahwa, jika manusia beriman,  Allah Swt. akan memberikan berkah dan rahmat. Akan tetapi, bencana yang terjadi disebabkan karena perbuatan manusia yang mendustakan ayat-ayat Al-Qur'an yang merupakan pedoman hidup bagi manusia. 

Untuk itu, saatnya kita kembali kepada Allah dengan menerapkan sistem Islam, dengan menerapkan aturan Allah secara kaffah melalui institusi khilafah. 

Khalifahlah yang akan meri'ayah dan melindungai rakyat dari bencana. Khalifah akan menjaga alam, mengurus dan menjaga umat. Khwlifah mengatur soal penggunaan tanah, memperhatikan pentingnya tata ruang dan wilayah, dan melarang pengekspploitasian tanah yang dilakukan oleh sistem kapitalis. Khalifah akan memberikan kewenangan pengelolaannya kepada negara sebagai pemelihara urusan rakyat. Jika hukum Islam sudah diterapkan secara sempurna, maka Allah Swt. akan memberikan keberkahan langit dan bumi .

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Rabu, 26 Oktober 2022

Peringatan BMKG Tak Dihiraukan, Banjir Terus Berulang

Tinta Media - Musim hujan telah tiba. Di Indonesia, ada satu peristiwa penting yang kerap terjadi di musim hujan ini, yaitu banjir. Banjir terjadi di berbagai wilayah Indonesia, baik di pulau Jawa, seperti yang terjadi di Jakarta, Semarang, dan Jawa Barat, maupun di luar pulau Jawa seperti di Kalimantan dan Sulawesi. 

Di Jakarta, sebanyak 25 RT terendam banjir. Banjir yang terjadi di Jakarta ini akibat luapan air Ciliwung. Ketinggian air banjir mulai 40 sentimeter hingga 2 meter (kompas.com). 

Banjir juga terjadi di Jawa Barat. Tercatat lebih dari 3.500 keluarga mengungsi akibat banjir yang melanda 17 kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Banjir dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dan luapan beberapa air sungai. 

Data BPBD setempat mencatat 17 kecamatan terdampak, yaitu di Kecamatan Cilamaya Wetan, Rengasdenglok, Telukjambe Barat, Karawang Barat, Kotabaru, Jatisari, Cikampek, Tirtamulya, Telukjambe Timur, Karawang Timur, Banyusari, Cilamaya Kulon, Batujaya, Cilebar, Pakisjaya, Pangkalan dan Klari. Dari sejumlah kecamatan tersebut, 12.650 KK atau 37.474 jiwa terdampak banjir. 

Akibat banjir ini, banyak warga yang mengungsi, yaitu sejumlah 3.625 KK atau 8.648 jiwa.  Selain berdampak pada pengungsian, banjir mengakibatkan kerugian material berupa 11.044 unit rumah terendam, sekita 450 hektar sawah terdampak, 2 unit rumah rusak berat, dan 9 unit rumah rusak sedang. (bnpb.go.id) Banjir juga menerjang dua kelurahan di Kota Semarang, yaitu di Wonosari Kecamatan Ngaliyan, dan Mangkang Wetan Kecamatan Tugu.

Selain itu banjir juga menimpa beberapa wilayah di luar pulau Jawa. Banjir setinggi 1,5 meter terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di Sulawesi Barat bahkan terjadi banjir bandang dan longsor. Peristiwa ini terjadi di dua lokasi itu, yakni di Desa Pammulukang dan Desa Sondoang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju (liputan6.com).

Peristiwa banjir ini bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Banjir kerap terjadi setiap tahun, bahkan wilayah yang mengalaminya cenderung di lokasi yang sama. Dalam banjir kali ini, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan. BMKG mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap hujan lebat yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir di sebagian wilayah di Indonesia. Tidak hanya banjir, BMKG juga memperingatkan akan terjadinya longsor, angin kencang, kilat, dan pohon tumbang di berbagai wilayah (antaranews.com).

Namun, peringatan ini tidak dihiraukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak menindaklanjuti peringatan dari BMKG ini. Pemerintah tidak melakukan upaya antisipasi dan upaya preventif untuk mencegah terjadinya bencana ini. Hal ini dikarenakan penguasa dalam sistem lapitalis ini bertindak sebagai regulator semata. 

Banjir adalah fenomena yang terus berulang di musim hujan. Maka, seharusnya pemerintah bisa melakukan antisipasi dan mitigasi sebelumnya. ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan pengurusan terhadap rakyat. Sistem kapitalisme ini menjadikan penguasa lebih berpihak pada pemilik modal, alih-alih melindungi rakyatnya.

Ini berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin dalam Islam menyadari bahwa mereka adalah pengatur segala urusan umat. Dialah yang akan bertanggung jawab kepada Allah Swt. atas rakyatnya. Rasulullah bersabda yang artinya:

“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya" (HR Bukhari).

Dari hadis ini nampak bahwa Allah Swt. telah menetapkan kewajiban bagi penguasa sebagai pelayan umat, memberikan pelayanan sepenuhnya kepada umat atas segala urusan mereka. Penguasa adalah pelindung umat yang akan melindungi umat dari berbagai marabahaya. 

Dalam upaya mengatasi potensi terjadinya bencana alam termasuk banjir, maka khilafah menetapkan dua kebijakan, yaitu kebijakan preventif (pencegahan) dan penanggulangan bencana. Kebijakan ini ditetapkan dengan landasan akidah dan dijalankan sesuai dengan syariat Allah Swt. Selain itu, dalam menetapkan kebijakan terkait bencana ini, khalifah juga harus memutuskan kebijakan dengan tujuan kemaslahatan rakyat kebanyakan, bukan segolongan orang saja.

Dalam upaya preventif, negara harus merancang tata kelola negara yang bisa memberikan kemudahan bagi rakyat tanpa memberikan dampak negatif bagi mereka, seperti banjir dan bencana alam lainnya. Negara Khilafah akan membuat kebijakan tentang master plan dengan memperhatikan bahwa pembukaan pemukiman baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, menyediakan daerah serapan air. 

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan penggunaan tanah berdasarkan karakteristiknya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir. Ini semua bisa dilakukan tentunya dengan support dari sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi ilmuwan yang memikirkan umat dan berpikir untuk menyelesaikan urusan umat, tidak semata berorientasi pada keuntungan dan perusahaan.

Dalam upaya penanggulangannya, negara akan memberlakukan kebijakan kuratif. Langkah ini dilakukan setelah terjadinya bencana, maka pemerintah harus dengan cepat melakukan proses evakuasi dan recovery bagi korban, sehingga mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di pengungsian. 

Selain itu, juga dilakukan memulihkan kondisi psikis dari korban bencana dengan mendatangkan alim ulama yang akan memberikan tausiyah dan mendudukan kesabaran dalam menghadapi bencana. Negara juga memberikan pemenuhan kebutuhan vital, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal yang memadai, obat-obatan, serta pelayanan medis lainnya.

Selain itu, pemerintah melakukan recovery terhadap lingkungan tempat tinggal mereka setelah terjadi bencana. Pemerintah juga menyediakan fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, pasar, rumah sakit, dsb. Bahkan, jika khalifah memandang bahwa lokasi tersebut tidak aman, maka khalifah akan melakukan relokasi ke tempat lain yang lebih aman dan kondusif. Ini semua dilakukan dengan landasan akidah demi kemaslahatan rakyat. Wallahu 'alam bish shawab.

Oleh: Desi Maulia 
Praktisi Pendidikan


Minggu, 23 Oktober 2022

Banjir Semakin Parah, Butuh Solusi Nyata

Tinta Media - Bencana banjir menjadi momok yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat ketika musim penghujan tiba. Setiap tahunnya banjir selalu terjadi pada daerah yang sama, bahkan semakin meluas. Walaupun pemerintah sudah mengupayakan pencegahan, tetapi banjir tetap terus berulang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa solusi yang bisa dilakukan?

Sejak Selasa (4/10/2022), banjir melanda Aceh Utara dan berdampak pada 22.535 jiwa di 12 kecamatan. Banjir disebabkan oleh curah hujan tinggi serta kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar yang kehilangan kemampuan menampung debit air yang meningkat. 

“Curah hujan masih tinggi, ditambah tanggul-tanggul sungai di sini rendah dan banyak yang jebol. Air kiriman juga datang dari hulu Takengon dan Bener Meriah,” ungkap Aswani, Kepala Pelaksana BPBD Aceh Utara. (katadata.co.id, 06/10/2022)

Selain menimpa daerah Aceh Utara, banjir juga menimpa daerah Jakarta dan sekitarnya. Jakarta merupakan salah satu kota yang menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Akibat banjir tersebut, 3 siswi MTSN 19 Jakarta Selatan dinyatakan meninggal dunia. 

Sebelum kejadian, BMKG beberapa hari sebelumnya sudah memprediksi akan adanya cuaca ekstrem di daerah Jakarta maupun daerah lainnya. Setiap dua hari, selalu diingatkan ulang.

"Prakiraan musim saat terjadi peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian, dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Dan akhirnya, peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi," ungkap Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG (liputan6.com, 07/10/22)

Dengan semakin canggihnya teknologi di masa sekarang, harusnya pemerintah bisa lebih mempersiapkan mitigasi bencana. Adanya BMKG tentu sangat membantu dalam kinerja pemerintah untuk melayani masyarakat dalam penanganan bencana. Namun, pada kenyataannya, setiap tahun kejadian terus berulang. Pemerintah kurang tanggap dalam persiapan untuk meminimalisir terjadinya bencana yang tiap tahunnya pasti terjadi. Seperti, normalisasi fungsi sungai yang dilakukan menjelang musim hujan, sehingga saat musim hujan kegiatan normalisasi belum selesai. Selain itu, penataan tata ruang kota yang tidak disesuaikan dengan kontur tanah di daerah tersebut.

Mengapa seperti itu? Keuntungan merupakan tujuan utama yang diinginkan pemerintah. Apa saja hal yang memberikan keuntungan atau kelebihan materi, maka semua bisa berjalan dengan mudah. Seperti contoh, pembangunan gedung pada kontur tanah rendah yang disetujui oleh pemerintah. Padahal, harusnya daerah yang memiliki kontur lebih rendah difungsikan ke wisma taman atau yang memiliki koefisien bangunan rendah. Seperti di daerah Kemang, Jakarta Selatan yang memiliki kontur tanah rendah malah dijadikan pemukiman. Tentu hal ini tidak sesuai dengan idealnya tata kota.

Tak perlu heran. Di sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan, materi/keuntungan dijadikan tolak ukur utama kebijakan yang akan diberikan oleh pemerintah. Kepentingan dan kesejahteraan rakyat pastinya akan dikesampingkan. Tidak ada keseriusan dalam penanganannya. Tak heran, masalah yang menimpa masyarakat setiap tahunnya pasti berulang. 

Apabila sistem ini tetap diterapkan, maka kita tidak bisa menaruh harapan besar bahwa masalah segera mendapat solusi yang tepat. Seperti soal bencana banjir ini, bukannya semakin berkurang wilayah yang terdampak, tetapi semakin meluas.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pemerintah yang menjadikan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuanna. Pemerintah harus benar-benar menjadi pengurus/periayah rakyat, bukan sebagai ajang mencari keuntungan. Karena pada dasarnya, pemerintah merupakan pengurus rakyat yang harusnya mendahulukan kepentingan umat. Pemerintahan seperti ini hanya bisa didapatkan apabila khilafah ditegakkan, yaitu sistem yang berdasarkan syariat Allah dan insyaallah segala permasalahan akan ada solusi tepat sasaran.

Seperti dalam persoalan banjir ini, mari kita jadikan bahan untuk instropeksi diri dan meningkatkan doa serta kesabaran sebagai hamba. Di samping hal tersebut, pemerintah akan melakukan mitigasi bencana seara kontinyu, sehingga insyaallah bencana tidak akan semakin parah setiap tahunnya.
Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Unix Yulia 
Komunitas Menulis Setajam Pena

Kamis, 20 Oktober 2022

Banjir di Tiga Kecamatan, Penyakit Kronis Kabupaten Bandung Akibat Sistem Kapitalis

Tinta Media - Tiga kecamatan di Kabupaten Bandung terendam banjir setelah diguyur hujan deras secara terus-menerus. Ketiga kecamatan yang rawan banjir tersebut yaitu, Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojong Soang. Daerah ini adalah daerah kawasan industri dan pusat perbelanjaan, sehingga banyak kegiatan ekonomi menumpuk di sana. 

Ketika banjir melanda, banyak rumah yang terendam air. Akibatnya, warga harus menerobos banjir dengan berjalan kaki ataupun naik perahu untuk melakukan aktivitas. Daerah ini juga merupakan jalur transportasi yang padat merayap. Bila banjir, lalu lintas macet di setiap jalan raya, apalagi pertigaan. Hal ini karena banyak kendaraan yang mengambil akses jalan yang tidak terkena banjir.

Banjir yang melanda kota Bandung di tiga kecamatan ini sudah tidak aneh lagi. Bila curah hujan tinggi, maka akan terjadi banjir. Ini sering terjadi di setiap tahun. 

Ini menjadi masalah yang dihadapi pemerintah Kabupaten Bandung setiap tahunnya. Padahal, pemerintah sudah melakukan pengendalian  pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai Citarum, dengan membangun sodetan Cisangkuy, kolam retensi Ciateul, Andir dan 4 folder di Kabupaten Bandung sebagai tambahan tampungan pengendali banjir untuk mengurangi resiko banjir. 
Akan tetapi, banjir tetap saja melanda kawasan tersebut.

Apa sebenarnya yang menjadi  penyebabnya? Dilihat dari segala aspek, daerah di tiga kecamatan ini adalah daerah kawasan industri, pasar, dan pusat perbelanjaan. Hal itu menyebabkan banyak limbah indutri dan menumpuknya sampah di mana-mana. Akan tetapi, sarana pembuangannya tidak memadai, sehingga sampah tersebut hanyut terbawa arus air dan menyumbat saluran air.

Faktor lainnya adalah kurangnya daya tampung tanah terhadap penyerapan air. Ini disebabkan karena banyaknya lahan, seperti sawah, perkebunan, kolam, dan pegunungan yang dikeruk dan dijadikan perumahan, sehingga daya serap air berkurang. Akibatnya, bila curah hujan tinggi, maka akan mudah terjadi banjir.  

Semua ini terjadi akibat sistem kapitalisme sekulerisme, yang menjadikan penguasa mengatur dan mematuhi keselarasan antara kepentingan rakyat dan pengusaha. Negara lebih mementingkan kepentingan pengusaha daripada rakyat. 

Penguasa telah menyerahkan kepentingan kepemilikan umum  pada  swasta dan asing, sehingga mereka bisa bebas membangun berbagai indutri, perumahan, dan infrastruktur lainnya tanpa ada upaya dan sarana  untuk  menanggulangi akibat dari pembangunan  tersebut, seperti limbah dan sampah.   

Penduduk sekitar hanya mendapat ampas dan getahnya saja, berupa banjir yang melanda Kabupaten Bandung di tiga kecamatan. Ini akibat kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan kepentingan para pengusaha dibanding rakyatnya. Dari ini terbukti bahwa sistem kapitalisme banyak menyebabkan kerusakan dan kesengsaraan bagi rakyat.

Allah Swt. berfirman: 

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S Ar-rum 41). 

Bencana banjir yang melanda pasti ada sebab dan akibatnya. Bisa jadi, ini disebabkan karena banyaknya maksiat dan dosa yang dilakukan manusia sehingga berimbas pada seluruh manusia, dan alam sekitar.   

Karena itu, solusi  tuntas untuk mengatasi problematika ini yaitu kembali kepada Allah Swt. dengan ditegakkannya sistem Islam melalui institusi khilafah. Khilafah akan sungguh-sungguh mengurus rakyat dan bertanggung jawab, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. 

Khilafah akan optimal mencegah penyebab banjir, sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir. Beberapa di antaranya yaitu dengan membangun bendungan, sarana penampungan, baik sampah, limbah, dan tempat tinggal penduduk dari daerah banjir ke tempat yang layak huni. 

Khilafah  akan melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai atau danau agar tidak terjadi pendangkalan, memetakan daerah yang rendah dan rawan banjir, serta membuat kebijakan agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, serta membuat pemukiman di daerah tersebut.

Khilafah tidak akan memberikan hak kepada swasta ataupun asing untuk memiliki harta  kepemiliman umum, yang akan merugikan masyarakat.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab