Tinta Media: Bangsa
Tampilkan postingan dengan label Bangsa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bangsa. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 September 2024

Ketahanan Pangan dan Harga Diri Bangsa


Tinta Media - Ketahanan pangan erat kaitannya dengan harga diri suatu bangsa. Negara yang memiliki ketahanan pangan kuat tidak akan bergantung pada negara lain. Oleh karena itu, ketahanan pangan merupakan salah satu indikator kekuatan suatu bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut, FAO menyebutkan bahwa ketahanan pangan memiliki 4 komponen, yakni kecukupan ketersediaan bahan pangan, stabilitas ketersediaan bahan pangan, aksesibilitas terhadap bahan pangan, dan kualitas bahan pangan yang digunakan (babelprov.go.id).

Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah memiliki berbagai macam potensi, seperti hutan, laut, tambang, dan lain-lain. Selain itu, kondisi tanah yang subur menjadi berkah tersendiri, khususnya dalam bidang pertanian dan perkebunan. 

Berikut adalah hasil pertanian dan perkebunan di Indonesia, mulai dari beras, jagung, sagu, kentang, ubi jalar, kina, kopi, cengkeh, kakao, kacang-kacangan, bawang merah, kayu manis, kelapa sawit, karet, dan lain-lain. Dengan demikian, seharusnya Indonesia tidak perlu risau dengan masalah ketahanan pangan. 

Ironisnya, dalam beberapa dekade terakhir pemerintah justru menerapkan kebijakan impor bahan pangan dengan dalih untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri. Kebijakan impor bahan pangan berdampak sangat serius bagi masa depan negara, seperti ketergantungan terhadap negara lain, pelemahan produksi lokal, ketidakstabilan harga pangan, dan dampak yang sangat serius bagi kehidupan petani lokal.

Hal ini mengakibatkan persaingan yang tidak seimbang, penurunan pendapatan petani, dan keberlanjutan usaha pertanian menjadi terancam. Dengan demikian, kebijakan impor pangan yang dilakukan oleh pemerintah justru memiliki dampak yang kompleks terhadap ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan sektor pertanian lokal (djpb.kemenkeu.go.id, 14/08/2024).

Kondisi tersebut tidak lain karena sistem negara yang diterapkan berbasis pada kapitalisme. Tidak heran jika sumber daya alam yang dimiliki negeri ini hanya dijadikan sebagai alat tukar kekuasaan. 

Sebagai negara agraris, sudah sepatutnya Indonesia memiliki kedaulatan pangan sendiri sehingga tidak lagi khawatir terhadap masalah ketahanan pangan. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, harus ada tindakan nyata yang dilakukan. Islam sebagai agama sekaligus ideologi memiliki solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam sistem ekonomi Islam, ada ketentuan khusus yang mengatur kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan kepemilikan, serta distribusi kekayaan. Pada aspek kepemilikan, Islam membaginya kedalam tiga kategori, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. 

Adapun sesuatu yang boleh dimiliki oleh individu adalah barang-barang yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti air, padang rumput, dan api merupakan kepemilikan umum. Demikian halnya dengan kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak negara.

Mengenai pengelolaan dan pemanfaatan hak milik, Islam membolehkan pengembangan harta melalui jual beli, sewa-menyewa, usaha pertanian, syirkah, atau mendirikan suatu industri. Namun, pengembangan harta dengan cara judi, riba, dan penipuan dalam bentuk apa pun adalah cara-cara yang diharamkan dalam Islam.

Selain itu, Islam memiliki metode tersendiri dalam mendistribusikan kekayaan, yakni melalui pewajiban zakat dan pembagiannya kepada orang-orang yang berhak. Selain itu, negara memberi hak kepada seluruh masyarakat untuk memanfaatkan harta milik umum (padang rumput, air, dan api). Negara juga akan memberikan harta kepada seseorang melalui baitul mal. 

Selain itu, seseorang bisa mendapatkan harta melalui jalan waris. Islam akan mengawal proses pendistribusian kekayaan dengan cara mengharamkan penimbunan barang, penimbunan uang dan emas, serta mencela sifat kikir dan bakhil.

Dengan demikian, apabila hukum Islam diterapkan, maka Indonesia dengan segenap sumber daya alam yang dimiliki akan mampu menjaga ketahanan pangan nasional. Kedaulatan pangan yang dimiliki akan menjadikan Indonesia sebagai negara super power.





Oleh: Ade Farkah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 10 Februari 2024

Lawan Propaganda demi Selamatkan Bangsa



Tinta Media - Moral remaja saat ini kian rusak. Tak heran, saat ini marak kasus-kasus yang membuat kita geram. Hal ini membuat orang tua khawatir kalau-kalau kerusakan remaja tersebut menular ke anak-anak lain yang rusakan.

Banyak kasus remaja beredar di media sosial, seperti hamil di luar nikah. Dari kasus ini saja tercatat 15 ribu siswi hamil pada 2 Februari 2023 lalu. Tidak hanya itu, kasus judi online tidak kalah mengkhawatirkan dan menjadi perbincangan masyarakat. Bagaimana tidak mengkhawatirkan, jumlah yang terlibat judi online saja terbilang sangat banyak
     
PPATK telah menemukan 3,2 juta orang terlibat judi online dengan total deposit 150 juta selama setahun terakhir. Bahkan, sepanjang 2017-2022, menurut PPATK terdapat sekitar 157 juta transaksi judi online dengan total perputaran 150 triliun.
     
Parahnya lagi, masih banyak kasus kerusakan moral remaja yang lain, seperti konsumsi narkoba, LGBT, tawuran, dan lain sebagainya. Mereka menganggap bahwa semua itu merupakan suatu hal yang wajar atau lumrah, bahkan sampai dijadikan tren remaja.

Rusaknya moral remaja saat ini disebabkan oleh pola pikir mereka yang telah dikuasai pemikiran sekularisme dan liberalisme. Sekularisme telah berhasil membuat remaja menganggap bahwa agama hanya sebatas penentram hati. Itu pun kebanyakan tidak melaksanakan kewajiban, meskipun sekadar salat Jumat.
    
Demikian pula dengan liberalisme, pemikiran ini berhasil membuat remaja enggan peduli dengan syariat (hukum Islam). Cara berpakaian, bagaimana bersosialisasi, bahkan apa yang mereka makan serta minum tidak mengikuti syariat dan los dengan keharaman yang ada. 

Lebih parah lagi, dari dua pemikiran tersebut, sekularis dan liberalis dapat menyeret pemikiran remaja ke jalan yang menyimpang dari yang benar, bahkan sampai mengeluarkan mereka dari agama yang haq (benar).

Perang Pemikiran
     
Banyak yang mengatakan bahwa saat ini kita telah damai, tidak ada peperangan, padahal tidak. Saat ini kita justru sedang dalam medan perang. Mau tidak mau, kita akan masuk dalam perang ini, yaitu ghazwul fikr (perang pemikiran).
     
Musuh-musuh Islam telah melontarkan berbagai propaganda guna memperlemah akidah umat Islam, khususnya para pemuda yang selalu disebut sebagai penerus generasi. Mereka terus-menerus melontarkan pemikiran produk mereka, seperti sekularisme-liberalisme untuk menjaga agar eksistensi khilafah tidak bangkit kembali.
     
Dengan demikian, kita harus melawan propaganda musuh-musuh Islam dengan dakwah, mengungkap kebatilan, serta menyeru pada kebenaran. Ini karena berdakwah menyeru pada kebaikan dan melarang kemungkaran adalah kewajiban yang dibebankan kepada umat terbaik, yaitu umat Islam.
     
Telah banyak metode berdakwah yang telah dilakukan oleh para da'i, salah satunya menulis. Menulis adalah sarana berdakwah yang paling ampuh dalam melawan propaganda serta pemikiran yang dikirim oleh musuh-musuh Islam.
     
Oleh karena itu, dakwah tidak ada kata tidak bisa. Semuanya pasti bisa karena dakwah adalah kewajiban bagi umat terbaik, yakni umat Islam. Jika tidak bisa dengan menulis, maka serulah pada masyarakat. Jika tidak bisa berbicara di depan publik, maka biarkan penamu menari di atas kertas. Namun, jika tidak bisa keduanya, maka harus bisa salah satunya.
     
Maka dari itu, berdakwahlah untuk menyelamatkan ideologi para pemuda. Berdakwahlah untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah lama tiada. Sesungguhnya, kebangkitan suatu bangsa terletak pada ideologi yang dianut para pemuda.

Oleh: Aizar
Sahabat Tinta Media

Selasa, 27 September 2022

MMC Ungkap Empat Hal Mendasar Proses Integrasi Bangsa Terwujud dalam Naungan Khilafah

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menerangkan tentang empat hal mendasar dari proses integrasi berbagai bangsa yang terwujud dalam naungan khilafah.

“Di balik kesuksesan bangsa-bangsa menjadi umat Islam itu, ada empat hal mendasar yang membuat proses integrasi berbagai bangsa dengan latar belakang yang sangat kompleks berhasil diwujudkan dalam naungan khilafah,” tuturnya dalam Program All About Khilafah: Integrasi Bangsa Di Bawah Naungan Khilafah, Kamis (23/9/2022) di kanal Youtube MMC Lovers.

Ia mengungkapkan ke empat hal mendasar tersebut, yakni pertama, perintah Islam.
Kedua, pembauran kaum muslim sebagai penakluk dengan bangsa-bangsa taklukan di tempat tinggal mereka,” ucapnya.

Ketiga adalah masuknya penduduk negeri taklukan ke dalam Islam, dan ia pun melanjutkan poin ke empat. “Keempat yaitu orang-orang yang memeluk Islam di ubah secara total dan beralih dari satu keadaan menjadi keadaan yang baru (Islam),” ungkapnya.

Faktor Sukses 

Ia menjelaskan faktor terbesar yang membawa kesuksesan dalam integrasi itu adalah pembauran kaum muslim dengan bangsa dan masyarakat setempat.

“Mereka tinggal dengan penduduk asli di rumah-rumah, saling mengikat hubungan ketetanggaan sehingga pemukiman penduduk, penakluk, dan bangsa taklukan berkumpul menjadi satu, mereka bekerja sama dalam semua urusan kehidupan dan secara keseluruhan mereka semua menjadi penduduk satu negara yang diikat dengan hukum yang sama,” jelasnya.

Islam telah menjadikan kehidupan memiliki makna yang hakiki dalam pandangan mereka. Ia mengungkapkan kebahagiaan hakiki yang harus mereka peroleh adalah rida Allah. Bukan lagi kebahagiaan berupa kenikmatan dan syahwat semata. Dengan begitu Islam telah mengarahkan pandangan bangsa dan umat yang memeluk Islam.

“Kebahagiaan adalah ketenteraman abadi yang dimiliki manusia, dan hanya diperoleh dengan mendapatkan rida Allah, Rabb semesta alam,” ungkapnya.

Menurutnya, Khilafah telah berhasil mengintegrasikan berbagai heterogenitas dan kemajemukan bangsa-bangsa taklukan agar melebur menjadi satu dalam persatuan dan kesatuan, yakni Islam.  

“Kehidupan rakyat di bawah naungan khilafah sangat heterogen dan majemuk tetapi mereka dilebur dalam satu wadah masyarakat dan negara Islam. Heterogenitas dan kemajemukan mereka tidak menghalangi persatuan dan kesatuan mereka,” bebernya.

Narator menegaskan hal ini disebabkan negara Khilafah adalah negara yang dibangun berdasarkan akidah Islam. Sekaligus akidah Islam ini menjadi dasar negara, sumber hukum pemikiran dan peradaban.

“Akidah Islam juga menjadi kaidah dan standar berpikir bagi umat Islam pada saat yang sama akidah juga menjadi kepemimpinan berpikir bangsa-bangsa yang hidup di bawah naungan Khilafah,” tegasnya.

Perombakan total yang diciptakan Islam dalam diri para pemeluknya dilakukan dengan mengangkat kesamaan akal mereka dan menanamkan akidah Islam di atas kaidah berpikir di tengah mereka. Ia menyatakan bahwa semua pemikiran mereka di bangun baik buruknya dengan standar tersebut.

“Mereka mengalami transformasi akidah dan ritual dari keimanan yang emosional menjadi keimanan yang rasional, dan dari menyembah berhala api, trinitas, dan bentuk penyembahan lainnya yang irasional menjadi menyembah Allah,” tuturnya.

Visi Islam menjadi rahmat bagi semesta alam, sehingga mengharuskan Islam diemban kepada bangsa dan umat lain. Maka Islam mewajibkan dakwah dan jihad tidak saja diemban oleh negara tetapi juga individu. Ia mengatakan, dakwah dan jihad juga dijadikan sebagai metode untuk mengubah masyarakat, bangsa dan umat lain. “Sehingga mereka bersedia hidup di bawah naungan Islam meski tidak ada paksaan bagi bangsa dan umat lain untuk memeluk Islam,” katanya.

Dalam naungan Khilafah, perbedaan antara muslim dan non muslim tidak menjadi masalah dalam interaksi sosial. Non muslim berhak dilindungi agama, harta dan kehormatannya jika mereka bersedia tunduk kepada Islam meskipun tidak menjadi muslim. Mereka dilihat sebagai individu yang menjadi satu kesatuan dalam masyarakat.
“Dengan begitu mereka bisa menjadi warga negara Islam yang hak-haknya dijamin oleh Islam. Ketundukannya terhadap Islam menjadikan mereka pun dikenakan sanksi yang sama dengan Islam,” ujarnya.

Masuknya bangsa dan umat lain yang dibebaskan ke dalam Islam telah mengubah identitas mereka sehingga menjadi satu umat yakni umat Islam.

“Islam jelas telah memberi pengaruh yang sangat kuat, mereka diharuskan menerapkan Islam dalam kehidupan,” ucapnya.

Ia menilai bahwa Islam telah mengubah tingkatan tatanan nilai, lalu meninggikan yang satu dan merendahkan yang lain.

“Sebelumnya ideologi bagi bangsa dan umat lain tidak ada nilainya di mata mereka, setelah memeluk Islam maka Islam adalah ideologi bagi mereka,” bebernya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa Ideologi bagi mereka mempunyai kedudukan yang luar biasa. Islam pun mampu mengubah pemeluknya menjadi orang yang rela mengorbankan hidupnya untuk Islam.

“Karena nilai Islam lebih tinggi daripada kehidupan itu sendiri,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab