Tinta Media: Bandung
Tampilkan postingan dengan label Bandung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bandung. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 November 2023

Bandung Masih Darurat Sampah, Hanya Islam Solusinya



Tinta Media - Kendati status darurat sampah telah dicabut Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak akhir September lalu, namun masalah sampah di Jabar ternyata belum terselesaikan. 

Pemerintah Kota Bandung masih menyatakan Darurat Sampah hingga 26 Desember 2023 mendatang merujuk pada Keputusan Wali Kota Bandung nomor 658.1/Kep.2523-DLH/2023 mengenai Penetapan Situasi Darurat Pengelolaan Sampah.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudi Prayudi. Jika mengacu pada Perda Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, Kota Bandung masih memenuhi kriteria darurat sampah.

Karenanya Kota Bandung masih memerlukan waktu yang lama guna memproses penanganan sampah ini. Kendati demikian, Dudy menyatakan bahwa sudah mengantongi beberapa rencana pengolahan organik, sehingga di bulan Desember mendatang Bandung dapat mengelola sampah lebih optimal. 

Terpantau hingga Rabu, 1/11/2023 masih ada 24 dari 135 TPS berstatus overload dikarenakan pembatasan ritase ke TPA Sari Mukti yang hari ini hanya bisa menampung 50% jumlah sampah dari jumlah sebelumnya. Akibatnya 37.000 ton sampah masih tertahan di Kota Bandung, kondisi ini pun semakin diperparah dengan tindakan masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan dan membuang sampah di tepi- tepi jalan Kota Bandung. Melihat fakta tersebut DLH Kota Bandung tengah mempersiapkan langkah penanganan sampah skala lingkup RT beserta sarana prasarananya. “Butuh waktu, perilaku harus diubah menjadi kumpul, pilah, dan olah sampah” ujar Dudy. (detikjabar 1 november 2023)

Butuh Solusi Sistemik

Permasalahan sampah yang kini terjadi di tengah masyarakat tidak cukup hanya menyelesaikan masalah di tataran teknis semata. Karena sejatinya masalah sampah tidak hanya sekedar salah pengelolaan namun lebih jauh dari itu, masalah sampah ini juga berkaitan dengan pandangan hidup seseorang atau ideologi yang menaungi suatu bangsa. 

Ideologi Kapitalis- sekuler yang menaungi umat hari ini mencetak masyarakat yang berperilaku konsumtif dan ingin serba praktis. Gaya hidup semacam ini memicu peningkatan sampah. Mainset masyarakat kapitalistik yang mengukur rasa bahagia dari seberapa banyak keinginan yang dicapai dan seberapa banyak barang atau materi yang dimiliki memicu dahaga “haus belanja”, “lapar mata” jauh dari rasa puas mereka terus membeli barang- barang baru tanpa melihat apakah itu kebutuhan atau hanya sekedar keinginan. 

Hal ini juga diperparah dengan tabiat masyarakat kapitalis yang individualistis, tidak peduli sesama, hingga acuh tak acuh dengan kondisi lingkungan sekitar. 
Tak berbeda jauh dari kondisi masyarakatnya, sikap pemerintah sebagai pengurus kepentingan dan keamanan rakyat cenderung setengah hati dalam menuntaskan permasalahan masyarakat termasuk dalam hal pengelolaan sampah.

 Masalah sampah lebih sering dianggap sebagai permasalahan individu, maka penyelesaiannya pun seakan menjadi tanggung jawab individu masyarakat itu sendiri. Padahal sejatinya masyarakat tentu tidak bisa dibiarkan sendiri mengatasi setiap permasalahan yang terjadi apalagi jika permasalahannya telah meluas dan menjadi masalah bersama seperti halnya masalah pengelolaan sampah.

Sebagai periayah (pengurus) kemaslahatan umat, pemerintah seharusnya meneliti apakah masalah sampah ini betul hanya dari ketidakdisiplinan masyarakat karena kurangnya sosialisasi atau edukasi atau bahkan karena minimnya sarana pengolahan sampah yang disediakan pemerintah setempat sehingga mereka sulit untuk mengelola sampah. 

Solusi Islam

Islam memiliki aturan yang komprehensif dan menyeluruh untuk memecahkan permasalahan manusia, termasuk masalah pengelolaan sampah. Dalam Islam kebersihan merupakan sebagian dari keimanan. Penanggulangan sampah dalam Islam adalah tanggung jawab semua pihak yang ada dalam negeri baik individu, masyarakat dan pemerintah. 

Ketiga pihak ini memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga lingkungan dan tempat tinggal mereka sebagai bagian rasa keimanan dan ketaatan pada perintah Allah SWT yang tentunya apabila semua pihak taat dan menjalankan perintah itu akan diganjar pahala tak terbatas serta nilai plus lainnya lingkungan mereka asri, sehat, dan terjaga dari pencemaran.

Selain itu, masyarakat Islam yang memiliki kesadaran dalam dirinya akan kental dengan suasana tolong menolong, saling mengasihi di dalam masyarakat. Sehingga terjauh dari sikap individualisme. 

Mereka akan tergerak untuk saling peduli termasuk dalam menjaga kebersihan lingkungan, sikap gotong- royong saling membantu dan berperan aktif dalam menjaga kebersihan akan semakin subur karena tergerak dari keimanan dan terwujud dalam pengamalan menjaga lingkungan sekitar sebagai ciptaan Allah yang memang seharusnya dijaga dan dilestarikan. 

Kendati demikian tidak cukup pengelolaan sampah dan penjagaan lingkungan hanya dibebankan pada individu dan masyarakat saja. Justru peran yang paling strategis dan penting ada pada pemangku kebijakan yakni pemerintah. Ditambah lagi, masalah sampah selalu erat kaitannya dengan kesehatan lingkungan dan masyarakat. 

Islam mewasiatkan pada negara perkara kesehatan adalah perkara asasi yang mesti dijamin pemenuhan dan penjagaannya kepada negara. Pengelolaan sampah merupakan bagian dari upaya preventif agar terwujud masyarakat sehat. 

Karena itu, pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk dalam menanggulangi masalah sampah. Mulai dari pendidikan dan sosialisasi mengenai lingkungan beserta cara menjaganya, mengembangkan teknologi kemasan ramah lingkungan (degradable) yang mudah terurai dan aman bagi ekosistem hayati, menyediakan sarana dan prasarana pengolahan sampah yang efektif dan ramah lingkungan yang dikelola bersama baik individu masyarakat, dan pemerintah setempat dengan mekanisme mudah, praktis dan tanpa pungutan (gratis), serta upaya kuratif berupa penetapan sanksi ta’zir yang kadarnya ditentukan oleh penguasa atau qadhi (hakim) bagi individu, kelompok atau pihak manapun yang melakukan pengerusakan/ pencemaran lingkungan. Begitulah Islam menuntaskan permasalahan sampah dan menjaga kesehatan serta kelestarian lingkungan. Wallahu’alam bishawab.

Oleh: Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah

Senin, 12 Desember 2022

Tidak Sesuai Syariat Islam, Analis: Bom Bunuh Diri Patut Dikutuk

Tinta Media - Bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung dinilai Analis senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan tidak sesuai Syariat Islam.

"Tidak ada ajaran Islam yang membolehkan kita untuk melakukan bom bunuh diri sebagai sebuah metode dakwah atau sebuah cara memperjuangkan Islam. Justru itu yang menurut saya patut dikutuk atau setidaknya dikecam karena tidak sesuai dengan Syariat Islam," ungkapnya pada Tinta Media, Sabtu (9/12/2022).

Ia mengatakan, dalam nash syara' umat Islam diperintahkan menjaga nyawa seorang muslim. Nyawa seorang muslim terbunuh itu jauh lebih buruk dari dunia seisinya, apalagi membunuh dirinya sendiri. "Jadi menurut saya yang terjadi pada bom bunuh diri justru bertentangan dengan syariah dan menunjukkan yang bersangkutan tidak faham dengan Agama Islam dan syariat Islam," tegasnya.

"Tidak ada dalil atau uswah dari Rasulullah SAW bahwa memperjuangkan Islam itu dengan kekerasan. Coba kita teliti dari siroh nabawiyah, fase mana Rasulullah SAW menggunakan cara-cara kekerasan kecuali ketika sudah berdiri Daulah Islamiyyah di Madinah Munawaroh," kisahnya.

Ia menjelaskan, sebelum mendirikan Daulah Islamiyah Rasulullah fokus melakukan taskif atau pembinaan kepada para sahabat sehingga mereka mempunyai akidah yang kokoh, tidak goyah oleh celaan orang - orang yang suka mencela, dan tidak goyah oleh siksaan orang - orang yang menyiksa. Itulah karakter yang dibentuk oleh Rasulullah SAW.

"Setelah Rasulullah membina para sahabat dengan keimanan dan akidah yang kuat, mulailah beliau berinteraksi dengan umat menyebarkan ide Islam ke tengah umat secara terang-terangan. walaupun ada reaksi balik dari masyarakat waktu itu bahkan sampai ada yang memboikot dan menyiksa para sahabat, beliau tetap memerintahkan isbir atau bersabar. Rasulullah tidak memerintahkan untuk balik melakukan kekerasan, justru beliau menyuruh bersabar. Termasuk pada Bilal dan keluarga Yasir yang mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy," contohnya.

Jadi, dalam Islam tidak ada istilah perjuangan-perjuangan dengan kekerasan.

"Kalau orang itu kemudian atas nama perjuangan kemudian melakukan tindak kekerasan termasuk bom bunuh diri, berjihad mengangkat senjata dan sebagainya, sebenarnya itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang belum paham atau tidak paham agama serta tidak paham uswah dari Rasulullah Saw," pungkasnya.[] Yupi UN
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab