Tinta Media: Banding
Tampilkan postingan dengan label Banding. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banding. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Juni 2023

PUTUSAN BANDING GUS NUR SOAL TIDAK ADANYA KABAR BOHONG IJAZAH PALSU SEBAGAI DASAR PEMAKZULAN PRESIDEN JOKOWI


Tinta Media - Salah satu hal yang penting untuk diketahui publik dari putusan Banding Gus Nur Nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG adalah hilangnya unsur kabar bohong terkait ijazah palsu Jokowi. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Semarang tidak lagi menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, yang sebelumnya dijadikan dasar memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.

Selain menurunkan pidana penjara menjadi 4 (empat) tahun penjara, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang menganulir ketentuan pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 dan menggunakan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.

Itu artinya, ijazah palsu Jokowi bukan kabar bohong. Itu artinya, Jokowi benar-benar berijazah palsu. Hakim pengadilan tinggi Semarang mengoreksi keputusan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat karena menyebarkan berita atau kabar ijazah palsu Jokowi melalui Mubahalah terhadap Bambang Tri.

Kesimpulan ini sejalan dengan materi memori banding yang kami ajukan, dimana kami berkesimpulan Gus Nur tidak menyebarkan kabar bohong ijazah palsu. Sebab, bukti ijazah aslinya tidak pernah ada dalam fakta persidangan.

Karena itu, selain soal cawe-cawe Jokowi, pencopetan partai Demokrat, Penjegalan Anies Baswedan, penyalahgunaan alat negara untuk kepentingan strategi Pilpres, pemecatan hakim MK, maka kasus ijazah palsu Jokowi ini juga bisa menjadi dasar pengguliran hak angket, berujung hak menyatakan pendapat (HMP) hingga pemakzulan Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Memang benar, ada yang pesimis terhadap DPR apakah berani menggunakan hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi untuk menggulirkan hak angket. Hanya saja, jika DPR menutup pintu aspirasi ini bisa saja rakyat mencari atau menyalurkan aspirasinya melalui jalan lain.

Tema perayaan Hari Ulang Tahun Mega Bintang 'Rakyat Bertanya Kapan People Power?' menjadi tidak lagi perlu mendapatkan jawaban, melainkan boleh jadi tinggal diaktualisasikan. Adapun waktunya, tinggal menunggu momentum yang tepat.

Ada yang bilang, jangan menunggu tapi ciptakan momentum. Nah, penulis rasa momentum itu sudah dihadirkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Gus Nur. Sebuah putusan yang mengkonfirmasi ijazah palsu Jokowi benar adanya, bukan kabar bohong, sebagaimana fakta persidangan ijazah aslinya tidak pernah ada.

Mungkin saja, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang ingin membantu rakyat namun tidak secara langsung dan eksplisit. Melalui putusan ini, hakim sebenarnya dapat kita pahami telah membantu membuat terang perkara, bahwa Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran.

Mengenai hal ini menimbulkan kebencian dan permusuhan, tentu saja orang yang berdusta dan dibongkar kedutaannya terkait ijazah palsu pasti akan benci dan memusuhi. Tapi menimbulkan kebencian dan permusuhan kepada pelaku pendusta ijazah palsu jelas bukanlah suatu tindak kejahatan.

Melalui Mubahalahnya Gus Nur telah membongkar kedutaan ijazah palsu. Gus Nur telah menjadi martir dalam perkara ini, tinggal rakyat mengambil sikap apakah akan tetap diam meskipun putusan pengadilan telah menyatakan soal ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur 

BANDING GUS NUR DITERIMA, PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SEMARANG MENURUNKAN VONIS MENJADI 4 TAHUN PENJARA


Tinta Media - Ada rasa lega, namun belum sepenuhnya puas ketika penulis mendapatkan kabar isi putusan Banding Gus Nur. Lega, karena Banding diterima dan vonis berkurang dari yang sebelumnya divonis 6 tahun penjara berkurang menjadi 4 tahun penjara.

Belum puas, karena Gus Nur tetap dianggap bersalah melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan melalui membimbing Bambang Tri melakukan Mubahalah soal ijazah palsu Jokowi. Alasannya sederhana, bagaimana mungkin ijazah palsu Jokowi dianggap kebencian dan permusuhan, sementara ijazah aslinya terbukti secara sah dan meyakinkan tidak pernah ada di persidangan?

Walaupun, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sudah berupaya mengganti dasar vonis 4 tahun dengan pasal mengedarkan kebencian dan permusuhan tapi masih ada yang mengganjal. Pertanyaan seriusnya, dimana letak ujaran kebencian pada praktik Mubahalah? Permusuhan terhadap siapa? Apakah putusan ini membenci umat Islam mengamalkan Mubahalah?

Kalau rakyat bertanya ijazah Jokowi asli atau palsu, itu bukan kebencian, itu bukan permusuhan. Hak rakyat ingin tahu apakah memiliki Presiden yang sah atau abal-abal.

Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kebencian atau permusuhan. Mubahalah adalah metode untuk mencari keyakinan atas suatu berita yang disampaikan oleh Bambang Tri yang mengabarkan ijazah Jokowi palsu.

Dalam putusan perkara Nomor 271/PID.SUS/2023/PT SMG yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi Semarang yang dibacakan oleh BAMBANG UTOMO, S.H selaku Hakim Ketua, BAMBANG HARUJI, S.H., M.H dan SUPENO, SH., M.Hum, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang diucapkan pada hari Rabu tanggal 7 Juni 2023, petikan amarnya diantarnya :

"Menyatakan bahwa Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan"

"Menjatuhkan pidana karena itu dengan pidana penjara kepada Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR selama 4 (Empat) tahun dan denda sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 ( Empat ) bulan."

Secara hukum kami pasti akan mengajukan Kasasi. Walaupun waktunya, kami menunggu pemberitahuan resmi dari pengadilan. Karena putusan ini baru kami ketahui dari SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) di Pengadilan Tinggi Semarang.

Alasan kami akan Kasasi, karena Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang telah keliru menerapkan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE pada peristiwa Mubahalah Gus Nur. Tidak ada kebencian dan permusuhan, Mubahalah yang dilakukan Gus Nur terhadap Bambang Tri adalah untuk mencari kepastian dan keyakinan tentang kepalsuan Ijazah Jokowi.

Faktanya, dalam peradilan Judex Factie tingkat 1 di Pengadilan Negeri Surakarta, ijazah asli Jokowi tidak pernah ada. Artinya, pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak relevan untuk menghukum Gus Nur. Walaupun, penulis juga apresiasi terhadap Majelis Hakim Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang yang berani menganulir ketentuan pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang peraturan pidana, yang sebelumnya dijadikan dasar untuk memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.

Fakta putusan Judex Factie tingkat 2 Pengadilan Tinggi Semarang ini mengkonfirmasi, ijazah Jokowi palsu bukanlah kebohongan. Buktinya, Pasal kebohongan sudah dianulir oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang. Apakah, ini merupakan bukti implisit, hakim mengakui ijazah Jokowi palsu karena tidak pernah ada ijazah aslinya? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur

https://heylink.me/AK_Channel/

Sabtu, 06 Mei 2023

BANDING GUS NUR & IJAZAH PALSU JOKOWI

Tinta Media - Telah terbukti secara sah dan meyakinkan, melalui forum resmi pengadilan yang terbuka untuk umum, BAHWA IJAZAH ASLI JOKOWI TAK PERNAH ADA. Dalam fakta persidangan yang tak terbantahkan, untuk membuktikan kabar bohong soal Ijazah palsu Jokowi, saudara Jaksa Penuntut Umum hanya menghadirkan dokumen ijazah foto copy Jokowi, bukan ijazah asli.

Karena itulah, salah satu materi Banding yang diajukan Gus Nur adalah bahwa Majelis Hakim Judex Factie tingkat 1 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah mengabaikan sejumlah fakta hukum di persidangan, khususnya terkait tidak adanya bukti ijazah asli Jokowi. Dalam memori banding setebal 30 halaman, kami telah menjelaskan detail dasar dan alasan pengajuan memori banding.

Ada tiga dasar alasan utama pengajuan memori banding, yaitu: 

1. JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH KELIRU MENERAPKAN HUKUM

2. JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH MENGABAIKAN FAKTA HUKUM PERSIDANGAN

3. MAJELIS HAKIM JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH MENGABAIKAN ETIKA HAKIM DALAM MENGADILI PERKARA

Namun, yang lebih krusial untuk dicermati publik sebenarnya bukan soal materi muatan banding Gus Nur. Bukan pula soal vonis 6 tahun penjara, meskipun vonis ini benar-benar zalim, melawan logika dan mencederai rasa keadilan.

Yang lebih penting adalah bagaimana nasib masa depan bangsa Indonesia, setelah terbukti melalui fakta persidangan, ternyata tidak ada ijazah asli Jokowi. Kalau sebelumnya, ijazah palsu Jokowi dianggap hoax, melalui pengadilan Negeri Surakarta telah dibuktikan ijazah asli Jokowi tidak pernah ada.

Lantas, apakah 270 juta rakyat Indonesia akan ridlo dipimpin oleh seorang Presiden yang terbukti via pengadilan tak ada ijazah aslinya? Bukankah, kalau ijazah asli itu ada, jaksa bisa menghadirkannya di pengadilan?

Kalau rakyat serba permisif, mendiamkan Presiden tak punya ijazah aslinya. Lantas, bagaimana mungkin Republik ini dapat dikelola dengan nilai-nilai kejujuran? kemana rakyat? kemana DPR MPR? kemana TNI POLRI? Kenapa semua serba diam dan bungkam?

Lalu, ada yang berasumsi ijazah asli Jokowi ada. Tapi gengsi untuk dihadirkan di pengadilan. Lantas, Presiden macam apa yang mengabaikan hukum, bahkan mengabaikan perintah pengadilan? 

Beberapa kali sidang, bukan hanya penasehat hukum yang meminta ijazah asli dihadirkan. Bahkan, Majelis hakim berkali-kali mengingatkan jaksa agar menghadirkan ijazah asli Jokowi. Tapi ijazah asli Jokowi tetap tak ada dalam fakta persidangan.

Kalau Gus Nur menjadi martir ijazah palsu Jokowi, Gus Nur telah berdamai dengan hatinya. Gus Nur telah menyatakan ridlo dengan qadla Allah SWT atas dirinya.

Tetapi, apakah segenap rakyat akan diam dan ridlo, dipimpin Presiden yang tak berijazah asli? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
https://heylink.me/AK_Channel/


Nb. Tulisan ini dibuat saat di Solo, dalam rangka penyerahan memori Banding Gus Nur.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab