Tinta Media: Bambang Tri
Tampilkan postingan dengan label Bambang Tri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bambang Tri. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Februari 2023

KOMPAS, MEDIA BESAR TAPI MELUPAKAN KAIDAH JURNALISTIK 'COVER BOTH SIDE' DALAM PEMBERITAAN KASUS GUS NUR & BAMBANG TRI

Tinta Media - Alhamdulillah, hari ini kembali dalam perjalanan  ke Solo untuk mendampingi sidang Gus Nur & Bambang Tri di PN Surakarta, Selasa besok (7/2). Agenda sidang ke-7 adalah mendengar keterangan dari ahli sosiologi dan ahli ITE.

Namun, ada hal yang penting yang perlu disikapi melalui tulisan ini. Beberapa hari lalu, beredar berita dari laman kompas yang mengabarkan klien kami Gus Nur dan Bambang Tri terdakwa kasus pencemaran ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertengkar saat ditahan di Rutan Polda Jawa Tengah (Jateng). 

Informasi ini hanya dikutip sepihak dari Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy. Diberitakan, pertengkaran terjadi, saat Gus Nur dan Bambang Tri di rutan Polda Jateng.

Narasinya juga memecahbelah. Seolah, Gus Nur marah dan kesal kepada Bambang Tri yang karena meliputnya, Gus Nur dipenjara.

Kasusnya tidak ada pasal pencemaran nama baik. Tapi oleh Kompas diberitakan sebagai kasus pencemaran nama baik Jokowi. Dari sini saja, kompas sudah ngawur.

Sebagai media besar, Kompas terlalu gegabah menerbitkan berita ini. Kompas hanya mengutip keterangan dari polisi, tanpa mengkonfirmasi kepada Gus Nur dan Bambang Tri, atau setidaknya mengklarifikasi kepada kami selaku penasehat hukumnya. Kompas telah mengabaikan kaidah 'Cover Both Side'.

Cover Both Side adalah istilah yang sangat familiar di dunia jurnalistik. Kaidah ini mewajibkan seorang jurnalis dalam meliput berita harus menampilkan perspektif dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan dengan menampilkan dua sisi dalam pemberitaan agar informasi yang disampaikan berimbang. 

Kalaulah tidak mewawancarai Gus Nur dan Bambang Tri, tidak pula mengklarifikasi kepada kami, semestinya kompas bisa 'ngeles' dengan menampilkan uraian berita 'redaksi kompas sudah berusaha menghubungi kuasa hukum Gus Nur dan Bambang Tri, namun hinggq berita ini diterbitkan belum ada jawaban'. Berita yang diterbitkan Kompas ini benar-benar fatal, berita yang tidak berimbang dan diframing sepihak hanya berdasarkan sumber informasi dari kepolisian.

Lagipula, kenapa kompas sibuk menerbitkan berita yang tidak penting? mau mengalihkan substansi persidangan? mau menutupi berita viral ahli agama dan ahli bahasa dari jaksa, tidak berdaya untuk membela kebohongan ijazah palsu Jokowi? Mau menutupi fakta persidangan, bahwa semua saksi dan ahli yang dihadirkan jaksa tidak pernah melihat ijazah asli Jokowi? Bahkan, mau menutupi keterangan ahli bahasa yang 'keceplosan' mengatakan Jokowi bohong?

Sidang kasus ijazah palsu Jokowi ini telah berlangsung beberapa bulan. Sepanjang persidangan, tidak ada satupun batang hidung wartawan kompas yang meliputnya. Lalu kenapa, tiba-tiba kompas memberitakan kabar penahanan di rutan Polda Jateng? Mana berita kompas yang mengabarkan fakta persidangan?

Menyedihkan, sekaligus memalukan. Media besar sekelas kompas mengabaikan kaidah 'Cover Both Side', menyebarkan informasi layaknya buzzer. Kompas malah mengabaikan kabar yang penting, yakni berdasarkan fakta persidangan hingga saat ini tidak dapat dibuktikan keaslian Ijazah Jokowi. Kalau keaslian ijazah Jokowi tidak dapat dibuktikan, lalu dimana letak kebohongan buku Jokowi Undercover 2 yang menyimpulkan ijazah Jokowi palsu? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur & Bambang Tri



KOMPAS, MEDIA BESAR TAPI MELUPAKAN KAIDAH JURNALISTIK 'COVER BOTH SIDE' DALAM PEMBERITAAN KASUS GUS NUR & BAMBANG TRI

Tinta Media - Alhamdulillah, hari ini kembali dalam perjalanan  ke Solo untuk mendampingi sidang Gus Nur & Bambang Tri di PN Surakarta, Selasa besok (7/2). Agenda sidang ke-7 adalah mendengar keterangan dari ahli sosiologi dan ahli ITE.

Namun, ada hal yang penting yang perlu disikapi melalui tulisan ini. Beberapa hari lalu, beredar berita dari laman kompas yang mengabarkan klien kami Gus Nur dan Bambang Tri terdakwa kasus pencemaran ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertengkar saat ditahan di Rutan Polda Jawa Tengah (Jateng). 

Informasi ini hanya dikutip sepihak dari Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy. Diberitakan, pertengkaran terjadi, saat Gus Nur dan Bambang Tri di rutan Polda Jateng.

Narasinya juga memecahbelah. Seolah, Gus Nur marah dan kesal kepada Bambang Tri yang karena meliputnya, Gus Nur dipenjara.

Kasusnya tidak ada pasal pencemaran nama baik. Tapi oleh Kompas diberitakan sebagai kasus pencemaran nama baik Jokowi. Dari sini saja, kompas sudah ngawur.

Sebagai media besar, Kompas terlalu gegabah menerbitkan berita ini. Kompas hanya mengutip keterangan dari polisi, tanpa mengkonfirmasi kepada Gus Nur dan Bambang Tri, atau setidaknya mengklarifikasi kepada kami selaku penasehat hukumnya. Kompas telah mengabaikan kaidah 'Cover Both Side'.

Cover Both Side adalah istilah yang sangat familiar di dunia jurnalistik. Kaidah ini mewajibkan seorang jurnalis dalam meliput berita harus menampilkan perspektif dari dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan dengan menampilkan dua sisi dalam pemberitaan agar informasi yang disampaikan berimbang. 

Kalaulah tidak mewawancarai Gus Nur dan Bambang Tri, tidak pula mengklarifikasi kepada kami, semestinya kompas bisa 'ngeles' dengan menampilkan uraian berita 'redaksi kompas sudah berusaha menghubungi kuasa hukum Gus Nur dan Bambang Tri, namun hinggq berita ini diterbitkan belum ada jawaban'. Berita yang diterbitkan Kompas ini benar-benar fatal, berita yang tidak berimbang dan diframing sepihak hanya berdasarkan sumber informasi dari kepolisian.

Lagipula, kenapa kompas sibuk menerbitkan berita yang tidak penting? mau mengalihkan substansi persidangan? mau menutupi berita viral ahli agama dan ahli bahasa dari jaksa, tidak berdaya untuk membela kebohongan ijazah palsu Jokowi? Mau menutupi fakta persidangan, bahwa semua saksi dan ahli yang dihadirkan jaksa tidak pernah melihat ijazah asli Jokowi? Bahkan, mau menutupi keterangan ahli bahasa yang 'keceplosan' mengatakan Jokowi bohong?

Sidang kasus ijazah palsu Jokowi ini telah berlangsung beberapa bulan. Sepanjang persidangan, tidak ada satupun batang hidung wartawan kompas yang meliputnya. Lalu kenapa, tiba-tiba kompas memberitakan kabar penahanan di rutan Polda Jateng? Mana berita kompas yang mengabarkan fakta persidangan?

Menyedihkan, sekaligus memalukan. Media besar sekelas kompas mengabaikan kaidah 'Cover Both Side', menyebarkan informasi layaknya buzzer. Kompas malah mengabaikan kabar yang penting, yakni berdasarkan fakta persidangan hingga saat ini tidak dapat dibuktikan keaslian Ijazah Jokowi. Kalau keaslian ijazah Jokowi tidak dapat dibuktikan, lalu dimana letak kebohongan buku Jokowi Undercover 2 yang menyimpulkan ijazah Jokowi palsu? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur & Bambang Tri



Kamis, 20 Oktober 2022

KENAPA TIM HUKUM MENERIMA DITUNJUK SEBAGAI KUASA HUKUM BAMBANG TRI?

Tinta Media - Saat Gus Nur menginformasikan Bambang Tri butuh lawyer untuk mendampinginya, untuk menggugat di Pengadilan, penulis sempat berfikir dan menimbang-nimbang sebelum menyatakan siap atau bersedia. Bukan apa-apa, karena gugatan yang akan diajukan sangat sensitif, terkait jabatan RI-1, terkait sejarah dan masa depan bangsa Indonesia.

Gugatan ijazah palsu Jokowi bisa berdampak pada statusnya sebagai Presiden. Jika dikabulkan, maka jabatan Presiden Jokowi ilegal dan harus diberhentikan.

Gugatan ini juga akan menentukan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, apakah pernah dipimpin oleh Presiden ilegal yang menggunakan ijazah palsu saat pencapresan. Tentu saja, sangat penting untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia. Bagaimana mungkin, bangsa sebesar ini akan terus dipimpin Presiden ilegal ?

Lalu penulis berfikir, bagaimana jika gugatan Bambang Tri ini lemah ? tidak terbukti ? 

Karena itu, penulis mencoba mempelajari Buku Jokowi undercover karya Bambang Tri. Dalam buku tersebut disajikan sejumlah data dan analisa, yang dapat ditarik kesimpulan Ijazah Jokowi baik yang SD, SMP dan SMA adalah palsu.

Selanjutnya, penulis mulai bertanya-tanya, haruskah Presiden Jokowi digugat ?

Sampai titik ini, penulis terdiam dan mulai memikirkan urgensi gugatan. Baik untuk kepentingan Bambang Tri, Presiden Jokowi, juga untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Dari sisi Bambang Tri, tentu dirinya membutuhkan sarana legitimasi untuk membuktikan hasil analisisnya. Saat ini, Bambang Tri hanya bisa menulis dan mendiskusikan isinya kepada publik.

Saat dirinya dipenjara, itu juga karena tuduhan lain. Bukan dalam konteks membuktikan isi bukunya dihadapan pengadilan.

Sedangkan Presiden Jokowi juga membutuhkan sarana klarifikasi yang bernilai hukum. Sehingga, apa yang disampikan presiden bukan sekedar klaim melainkan dibuktikan dihadapan pengadilan. Agar setelah putusan, tidak ada lagi isu ijazah palsu yang beredar ditengah masyarakat, dan segenap elemen energi bangsa bisa segera dikonsolidasi untuk membangun dan menatap masa depan Indonesia yang lebih baik. 

Adapun bagi segenap rakyat, tentu sangat membutuhkan kepastian hukum. Rakyat tidak nyaman, memiliki Presiden yang ijazahnya palsu.

Atas pertimbangan itulah, Bismillah, penulis menerima ditunjuk sebagai kuasa hukum. Penulis segera berkoordinasi dengan Rekan Sejawat lainnya, terutama segera konsultasi kepada Bang Eggi Sudjana.

Karena itu, seluruh pihak penulis himbau untuk memandang positif gugatan ini. Tidak perlu menebar ancaman dan pamer arogansi, seperti yang dilakukan Staf Ahli KSP dan Stafsus Bidang Hukum Presiden.

Jalani proses hukum ini secara alami. Nanti ada pemanggilan, ada mediasi, ada jawab jinawab, ada replik dan duplik, ada pembuktian, ada bukti tertulis, ada keterangan saksi dan ahli, Para Pihak bisa menyampaikan kesimpulan dan akhirnya Majelis Hakim membacakan putusan.

Putusan itu hanya ada dua : diterima, atau ditolak. Setelah diputus hakim, pihak yang tidak terima diberikan kesempatan untuk mengajukan Banding hingga Kasasi.

Jadi, sekali lagi mari bersama memandang gugatan Bambang Tri ini dalam perspektif positif dengan tujuan yang sama : menjaga dan melindungi wibawa lembaga Presiden. Kita semua tentu tidak ridlo, jabatan Presiden diemban oleh orang yang tak berhak karena berijazah palsu. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Bambang Tri Mulyono (Penulis Buku Jokowi Undercover)

https://heylink.me/AK_Channel/

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab