Tinta Media: Bali
Tampilkan postingan dengan label Bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bali. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Maret 2023

Turis Asing Berulah, Kebijakan Pariwisata Bikin Resah

Tinta Media - Bali tengah digegerkan oleh ulah para wisatawan yang membuat tak nyaman penduduk. Banyak turis yang mengendarai kendaraan bermotor secara ugal-ugalan hingga membahayakan pengendara lainnya (kompas.com, 12/3/2023).

Hingga akhirnya Gubernur Bali menetapkan agar setiap turis asing tak diizinkan keluar, kecuali menggunakan kendaraan travel dari agen resmi (cnbc.com, 12/3/2023). 

Tak hanya itu, ada juga wisatawan asing yang sengaja berjemur di jalanan. Tentu saja aktivitas tersebut mengganggu pengguna jalan. Ada juga turis yang melakukan vandalisme, pengrusakan fasilitas umum dan mencorat-coret dinding di kota Bali. Lebih parah lagi, ditemukan beberapa turis asal Rusia mabuk hingga tak sadarkan diri di jalanan Bali. Banyak juga ditemukan turis yang kehabisan uang, kemudian berjualan jenis makanan di pinggir jalan di Bali. Tak sedikit para turis yang dengan seenaknya, "menitipkan diri" mereka secara ilegal di wilayah Bali karena telah habis masa visa-nya dan kehabisan dana untuk mengurusinya. 

Kebijakan pemerintah yang membuka keran wisata pasca pandemi terbukti membuat masalah baru. Alih-alih ingin berusaha mendongkrak pemasukan dari sektor devisa, dan berharap mendapatkan penghasilan devisa yang tinggi, ternyata menciptakan masalah baru yang tak terpikirkan sebelumnya. Seharusnya hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Sistem pengelolaan ala kapitalisme, selalu mengambil solusi secara parsial, tanpa menilik sebab utama suatu masalah. Ini pun terjadi dalam masalah pendapatan negara. 

Pendapatan negara ala kapitalisme, salah satunya dengan mendongkrak sektor pariwisata. Pemerintah berharap banyak pada pemasukan devisa tanpa mempertimbangkan masalah cabang yang akan terjadi, seperti yang kini terjadi di Bali. Segala kebijakan yang ditetapkan justru membuat resah kehidupan rakyat Bali. 

Jelaslah, solusi tersebut tak menyelesaikan masalah yang ada. Kapitalisme hanya menitikberatkan solusi pada pencapaian keuntungan materi, tanpa peduli pada akibat yang akan terjadi. Kebijakan yang ditetapkan negara bersistemkan kapitalisme, tak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. 

Hal ini tentu saja berbeda dengan Islam. Sistem Islam memang membolehkan pengembangan sektor pariwisata, meskipun sebetulnya sektor tersebut tidak dijadikan sandaran pemasukan negara. Selama sektor ini masih dalam batasan pagar syariat, tentu sah-sah saja. Namun, jika pengembangannya melanggar syariat, apalagi merusak wilayah dan ketenteraman masyarakat lokal, tentu hal tersebut harus ditindak tegas. Apalagi, turis yang merusak berasal dari negara-negara kafir harbi yang jelas-jelas dapat merusak pemahaman dan iman masyarakat lokal. 

Kebijakan yang menggadaikan keimanan dan kenyamanan masyarakat secara umum, tak boleh diterapkan dalam sistem Islam. Ini karena tujuan pengelolaan ala Islam adalah menjaga keimanan dan kekuatan masyarakat agar tak mudah tergerus pemahaman rusak dari Barat. Penjagaan iman dan sejahteranya rakyat menjadi fokus utama dalam sistem Islam. 

Pendapatan negara bersistemkan Islam dapat diraih dengan kebijakan-kebijakan berdasarkan syariat Islam. Semuanya dikelola dalam satu wadah yang amanah, yaitu Baitul Maal. Berdasarkan Kitab Al Iqtishodiyya yang ditulis Syekh Taqiyuddin An Nabhani, sumber pemasukan tetap Baitul Maal adalah fai', ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya. Juga pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus baitul mal. 

Segala kebijakan ditetapkan Khalifah, pemimpin Daulah Khilafah Islamiyyah, demi terselenggaranya pelayanan umat yang merata agar sejahtera seluruhnya. Tak ada kebijakan yang merugikan masyarakat secara umum. Yang ada hanya ketenangan dan kenyamanan, karena penguasa amanah dalam pengelolaan.

Tak pantas bagi kaum muslimin meragukan pengaturan sistem Islam. Seharusnya seluruh kaum muslimin yakin, hanya Islam-lah satu-satunya aturan terbaik yang harus segera diterapkan, agar  sesegera mungkin tercapai berkahnya kehidupan.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Selasa, 08 November 2022

IJM: G20 Bagian dari Masalah Bukan Solusi

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai the Group of 20 (G20) yang akan dilaksanakan di pertengahan bulan November 2022 di Bali adalah bagian dari masalah bukan bagian dari solusi.

“G20 hadir dan berupaya untuk menutup aroma busuk borok-borok ekonomi akibat penerapan kapitalisme. Oleh karena itu, G20 bagian dari masalah bukan bagian dari solusi,” tuturnya pada Perspektif: Ada Skenario Jahat AS di KTT G20 Bali di kanal YouTube Justice Monitor, Selasa (31/10/2022).

Slogan awal G20 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang kuat, seimbang, berkelanjutan dan inklusif, menurut Agung, jauh dari kata terealisir. “Kenyataan justru menunjukkan sebaliknya, ekonomi dunia semakin terancam bangkrut, semakin mengalami ketimpangan yang parah dan eksklusivitas ekonomi kian nyata,” ungkapnya.

“Semakin hari, realitas menunjukkan bahwa ekonomi bukan untuk semua manusia melainkan untuk orang-orang tertentu saja,” lanjutnya. 

Agung mengungkap bahwa Amerika melalui G20 dituding membagi beban krisis dengan negara lain di luar negeri G8 karena hantaman krisis ekonomi yang tak kunjung selesai. “Hasil pertemuan G20 diduga akan mengkulminasi suntikan dana sebesar trilunan dolar Amerika ke lembaga multilateral dan IMF guna membantu mengurangi krisis Global,” ungkapnya.

Kemudian ia menambahkan akan keluar paket stimulus atau utang bagi negara berkembang. “Terbaca nuansa bahwa KTT G20 tahun ini digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan kepentingan dan hegemoni Amerika Serikat di dunia,” tuturnya.

Oleh karenanya, arah penyelesaian krisis tidak berlandas sebagaimana mengganti sistem kapitalisme sebagai biang dan akar masalah. “Tetapi malah lebih berfokus pada pembiayaan dampak krisis dalam bentuk build out kalangan dan stimulus,” paparnya. 

Ia melihat berkali-kali KTT G20 diselenggarakan, tetapi berkali-kali pula solusi dan ruh dari pertemuan G20 bersifat klasik. “Mengarah pada pelestarian sistem kapitalisme seperti mempertahankan langkah stimulus, meningkatkan kuantitas dan kualitas modal bank, pemangkasan gaji dan juga bonus para eksekutif di sektor perbankan,” terangnya.

Agung menjelaskan bahwa Amerika Serikat diduga akan menggiring negara-negara di dunia untuk terlibat secara langsung dalam pendanaan krisis melalui dana segar pengembalian utang dari negara-negara berkembang. “Retorikanya, bukankah uang yang dihutang adalah kertas-kertas bodong yang dicetak tanpa jaminan?” tanyanya. 

“Walhasil, slogan awal G20 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang kian kuat, seimbang, berkelanjutan dan inklusif, jauh dari kata teralisir,” pungkasnya. [] Raras

Jumat, 04 November 2022

KTT G20 di Bali, Analis: Upaya Amerika Selamatkan Diri dari Krisis Global

Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data, Hanif Kristianto mengungkapkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali sebagai salah satu upaya Amerika untuk menyelamatkan diri dari krisis keuangan global. 

“Penting bagi kita mengetahui bahwa ini (KTT G20) merupakan salah satu cara Amerika untuk menyelamatkan dirinya dari krisis keuangan global,” ungkap Hanif dalam Kabar Petang: Jokowi Mampu Urus Perdamaian Dunia? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (1/11/2022).

Sebelumnya, Hanif menjelaskan, Amerika melakukan berbagai upaya dalam mengatasi krisis keuangan global. Upaya tersebut dilakukan melalui forum-forum besar dunia maupun lobi-lobi melalui Kementerian Luar Negeri yang diutus presiden Amerika Serikat. “Salah satunya, KTT G20 ini,” kata Hanif menambahkan. 

Berdasarkan pengamatan Hanif, Indonesia saat ini menduduki peringkat 10 paritas daya beli pada Purchasing Power Parity (PPP) di antara anggota G20. Bahkan, menurut proyeksi Pricewaterhouse Cooper (PwC), perekonomian Indonesia diprediksi akan berada di peringkat kelima.  

“Tidak heran kalau di setiap kesempatan, Presiden Jokowi bangga menyebut perekonomian Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia,” ungkapnya.
 
Krisis keuangan global yang melanda saat ini, menurut Hanif, merupakan dampak dari penerapan ekonomi kapitalis. Sementara ekonomi kapitalis ditopang oleh penjajahan ke negeri-negeri kaum muslimin, termasuk Indonesia.

“Nah, kalau kita amati dari sini, pangsa pasar yang besar serta daya beli Indonesia yang naik, otomatis menjadi peluang ekonomi,” imbuhnya. 

Amerika yang selama ini mengatur ekonomi dunia dengan dominasi dollarnya, tampak mulai kelimpungan. Mengingat, negara lawannya, Rusia sudah menstandarkan mata uang rubel dengan emas, sementara dolar Amerika belum. Hal ini, menurut Hanif akan menjadikan bandul keuangan global beralih kepada Rusia. 

“Karenanya, Amerika berkepentingan memiliki pangsa pasar baru dan juga untuk mencari teman baru. Agenda G20 sebenarnya diperuntukkan untuk negara kapitalis global,” tandasnya.

Sementara itu, Hanif menambahkan, jika mencermati struktur keanggotaan G20, meskipun Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN tapi belum tentu memiliki kapasitas melebihi negara-negar maju lainnya seperti Singapura ataupun Brunei. Amerika pun mencari lahan baru dan mencari partner baru untuk terus menghegemoni negara-negara sekutu. 

“Termasuk Indonesia juga menjadi partnership dari Amerika,” pungkasnya.[] Ikhty
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab