Tinta Media: Bajingan Tolol
Tampilkan postingan dengan label Bajingan Tolol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bajingan Tolol. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Agustus 2023

SETUJU PAK, KEJUJURAN SEBAGAI BUDI PEKERTI LUHUR ITU HILANG, YANG ADA HANYA KEBOHONGAN YANG SELALU BERULANG

"Saya tahu ada yang mengatakan 'saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, tolol hingga Firaun.' Ya, ndak apa-apa, sebagai pribadi saya terima saja. Saya sedih karena budaya santun, budi pekerti luhur yang biasanya dimiliki oleh bangsa Indonesia perlahan-lahan menghilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia,"

[Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, 16/8]

Tinta Media - Saya ikut prihatin pak, ada yang mengatakan pak Jokowi bodoh. Saya juga tak sependapat, ada yang menyebut Pak Jokowi plonga-plongo. Apalagi, hingga disebut bajingan tolol dan Fir'aun.

Karena memang semua itu bertentangan dengan akhlak, etika, moral, budaya ketimuran dan terutama bertentangan dengan budi pekerti. Tak layak, umpatan dan makian dilontarkan di ruang publik.

Tapi coba kita berfikir sejenak, kira-kira apakah bohong itu sejalan dengan budi pekerti? Apakah bohong bagian dari budaya kesantunan? Apakah demi menjalankan kekuasaan demokrasi, menjadi sah bertindak ala machiavelli ?

Ada memang yang menyebut Pak Jokowi tolol, dia adalah Rocky Gerung. Bahkan, bajingan tolol. Tapi itu ditujukan kepada kebijakan bapak yang pergi ke China nawarkan IKN dan mondar mandir dari satu koalisi ke koalisi lainnya.

Ada juga yang menyebut Pak Jokowi Fir'aun, itu karena Kebijakan Pak Jokowi mirip Fir'aun, menuhankan infrastrukur. Cak Nun, bahkan menyebut Luhut Panjaitan sebagai Hamman.

Tapi bukankah, itu semua sudah dianggap kecil? Bapak akan fokus bekerja? Kenapa hal yang kecil itu disebut lagi dalam pidato penting saat acara kenegaraan?

Saya khawatir, itu bukan hal kecil. Saya khawatir, Pak Jokowi masih akan meneriakkan 'AKAN SAYA LAWAN!' seperti teriakan Pak Jokowi saat kampanye di Jogja, 2019 lalu.

Sementara, kebohongan Pak Jokowi itu tidak dimaafkan rakyat. Kebohongan Pak Jokowi, itu merugikan seluruh rakyat. Dan rakyat, tak menganggap itu hal kecil. Makanya, banyak rakyat yang menuntut Pak Jokowi mundur atau dimakzulkan.

Coba ingat-ingat lagi, siapa yang bohong kereta cepat tidak akan dibiayai APBN, tapi akhirnya terjadi cost over run dan terbit Perpres yang menjamin proyek ini dengan APBN negara? Siapa yang dirugikan? Rakyat bukan?

Siapa yang bohong soal buy back indosat, sampai sekarang mayoritas masih dikuasai Qatar. Siapa yang dirugikan? Rakyat bukan?

Siapa yang janji stop impor pangan? Nyatanya import tak pernah berhenti. Siapa yang dirugikan? Rakyat bukan?

Siapa yang janjikan mobil Esemka sudah 6000 unit dipesan. Sampai sekarang, pentil ban mobil Esemka saja tak nampak. Siapa yang dirugikan? Rakyat bukan?

Wah, kalau mau dihitung terlalu banyak kebohongan Pak Jokowi. Itu semua merugikan rakyat. Itu semua bertentangan dengan budi pekerti.

Apalagi, kalau masalah ijazah palsu ikut dihitung. Tak ada nilai moral dan etikanya, presiden berijazah palsu di hadapan rakyat.

Sudahlah Pak, kalau mau marah kepada Rocky Gerung, marah saja. Buat saja laporan polisi dan penjarakan dia. Tapi tak perlu meminjam ungkapan bijak dengan narasi budi pekerti. Kata itu terlalu suci, kalau hanya digunakan untuk melegitimasi keculasan. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 
https://heylink.me/AK_Channel/

Rabu, 16 Agustus 2023

MEMBERSAMAI ROCKY GERUNG, MELAWAN TIRANI DAN KEBENGISAN JOKOWI

Tinta Media - Secara pribadi, penulis tidak memiliki kedekatan personal dengan Rocky Gerung (RG). Selama ini, penulis hanya mengenalnya melalui media. Logika yang 'radikal' dalam pembahasan suatu tema diskusi, menjadi ciri khas paparan RG.

Namun, penulis berkesempatan berinteraksi lebih dekat saat mendampingi perkara Gus Nur di Pengadilan Negeri Surakarta. Saat itu, penulis meminta tolong agar RG menjadi ahli dalam perkara Gus Nur & Bambang Tri.

Alhamdulillah, setelah kontak Mas Hersu, Bang Edy Mulyadi dan Mbak Rahma Sarita, akhirnya dapat jadwal. RG menyisihkan waktu dari jadwalnya yang padat, untuk datang ke Solo menjadi ahli Gus Nur.

Kami sempat diskusi pendahuluan, untuk menyiapkan kisi-kisi terkait materi persidangan. Dan tidak butuh lama, hanya beberapa menit, kami sudah saling paham apa yang musti ditanyakan dan apa yang musti diterangkan dalam persidangan.

Sidang mengambil keterangan RG adalah sidang paling sengit, setelah Ahli Prof Aceng Ruhendi. Karena perlawanan jaksa begitu gigih membela ijazah palsu Jokowi. Sampai-sampai, ada jaksa yang sok bijak, bernarasi tentang bagaimana masa depan generasi bangsa. Namun celaka, justru jaksa dipermalukan oleh RG karena RG baru saja berdiskusi dengan remaja yang ternyata lebih paham akan kondisi bangsanya ketimbang para jaksa.

RG menyatakan, ada motif dendam kekuasaan dalam kasus Gus Nur. Jaksa, lebih mewakili kepentingan Jokowi untuk menumpahkan dendam, ketimbang wakil negara untuk mengungkap kebenaran.

Berkali-kaki RG menyampaikan, kalau mau buktikan ijazah palsu itu bohong, hadirkan ijazah aslinya. Dan hal ini tak mampu dibantah oleh jaksa, tak bisa ditolak oleh hakim, walau akhirnya vonis tetap memihak Jokowi, dan menyatakan Gus Nur bersalah telah mengedarkan kabar bohong.

Kesederhanaan RG dan simpelnya protokol menghadirkan ke pengadilan begitu penulis rasakan. RG tak minta kelas khusus penerbangan, tak minta hotel khusus, tak minta dijamu secara khusus, tak minta kompensasi atas keterangan yang disampaikan, bahkan RG ingin cepat kembali. Tiket pagi, sore langsung kembali ke Jakarta.

Dalam perjalanan dari pengadilan ke Bandara, pada moment itulah penulis agak dekat berdiskusi dengan RG sepanjang perjalanan, dan sedikit mulai memahami sosok 'filsuf' yang selama ini menjadi musuh bebuyutan rezim Jokowi. RG tak minta perlakuan dan pelayan khusus, sesampai di bandara RG juga mempersilakan penulis untuk kembali ke pengadilan, dan RG check in mandiri masuk ke bandara.

Hari ini, RG ditarget rezim. Meski Jokowi mengaku masalah kecil, nyatanya KSP Moeldoko turun gunung. Bahkan, Faldo Maldini juga ikut nimbrung membangun narasi RG mengedarkan kabar bohong.

Kekuasaan memamerkan tirani dan kebengisan yang luar biasa norak. Mengaku hal kecil, tapi mengerahkan segala sumber daya untuk menarget RG. Sampai kasus yang semestinya delik aduan pun, dipaksakan menjadi delik umum.

Semua bertindak seolah menjadi pribadi Jokowi. Rame-rame lapor polisi. Pasalnya juga beraneka ragam.

Saatnya, kita semua membersamai RG. Bukan untuk menyatakan bersama ujaran 'Bajingan Tolol'. Tapi untuk menegaskan bahwa rezim ini zalim dan anti kritik. Rezim yang menyengsarakan rakyat, yang hampir lengser, tapi masih berupaya untuk mendemonstrasikan kuasa dan jumawa.

Mungkin saja, rezim ini ingin jatuh lebih cepat ketimbang saat lengsernya yang telah ditetapkan 20 Oktober 2024. Kalau Jokowi menghendaki itu, mari kita dukung dan bantu agar segera terkabul. Dengan cara membersamai RG dalam kasus 'Bajingan Tolol' kebijakan Jokowi. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat 



Senin, 14 Agustus 2023

Prematur Menghukum Rocky Gerung dan Pegiat Hukum dan HAM

Tinta Media - Penyidik dalam rangka penanganan para aktivis hukum dan HAM, ada hal yang lebih utama, agar tidak malpraktek dalam penegakan hukum terhadap Rocky Gerung/RG. Oleh sebab yang sebenar-benarnya, RG dan para aktivis giat juang lainnya sarat persyaratan tentang hak-hak hukum, yakni terkait fungsi hukumnya sebagai WNI yang pelaksanaan peran-peran dimaksud sudah difasilitasi oleh sistem hukum yang terdapat di banyak undang-undang yang berlaku positif atau hukum yang harus berlaku di negara ini.

Sehingga langkah utama yang harus lebih dulu dbuktikan oleh penyidik terkait "Jok*** Bajingan Tolol", jika ingin menetapkan RG. sebagai TSK, penyidik selain mesti memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang cukup, juga mesti ada pra penyidikan atau kajian hukum pada tingkat penyelidikan untuk pendalaman dan mendapatkan hasil pendalaman daripada fungsi peran masyarakat sebagai legal standing, lalu apakah hasilnya terdapat pelencengan fungsi peran yaitu :

1. RG nyata telah melanggar asas peran serta masyarakat.

2. RG langgar asas-asas keterbukaan informasi publik.

3. RG terbukti kuat melanggar asas - asas kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

4. Dan terbukti menurut para ahli, Sang Pejabat Publik Jokowi selaku subjek hukum dengan jabatan pejabat publik ( tertinggi) di NRI tidak melanggar prinsip hukum, ekonomi dan politik pada semua diskresi yang pernah Ia Jokowi selaku subjek hukum dan selaku Presiden RI lakukan, atau tidak sesuai tuduhan RG dan para aktivis, terkait adanya pelencengan dan ketololan sehingga merugikan bangsa dan NRI.

Jika, bukti dari pernyataan dan hasil kajian ilmiah RG atau ahli lainnya keliru, tentu hal yang biasa dalam perbedaan sebuah kajian dan pendapat ilmu pengetahuan. Tentu selesai begitu saja, jokowi boleh terus melakukan yang sudah terbukti ilmiah adalah benar. Namun jika Jokowi keliru atau RG. Dan rekan ahli lannya yang benar, Jokowi segera merubah atau mencabut diskresinya yang keliru, selesai. Sehingga penyelesaian atas ucapan, Jokowi Bajingan Tolol, bukan ranah hukum pidana. Tapi kausalitas antara hubungan hukum pejabat publik terhadap publik ( vide UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik ). 

Selain karena yang dilakukan RG memiliki legal standing ( locus standing ) selaku pribadi WNI yang berlasakan UUD. 1945, dan RG memiliki banyak rujukan asas legalitas, yakni ; UU. No. 9 Tahun 1998, UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 108 KUHAP, Asas - Asas Tentang Good Governance, dan UU. Keterbukaan Informasi Publik, UU. No. 2 Tahun 2002 ( Tentang Polri ), UU. NO. 11. Tahun 2021 ( Tentang Kejaksaan RI ) serta terdapat pada TAP. MPR RI. No. 6 Tahun 2001 dan Banyak lagi peran serta masyarakat yang dimintakan oleh hukum positif ( ius konstitum ). Hanya BW. Atau KUHPerdata yang tidak memuat tentang peran serta masyarakat.

Jika pun, ketika penyelidikan atau penyidikan berlangsung, tenyata didapatkan benturan dan kepentingan antara sistim hukum yang overlap ?

Maka dibutuhkan solusi negara dalam berbangsa, DPR RI / Badan Legislasi dan Presiden selaku eksekutif harus melakukan fungsi positifnya, sesuai tupoksi yang diamanahkan oleh konstitusi dasar, atau disinilah negara membutuhkan peran serta masyarakat melalui uji materi/ JR. Ke Mahkamah Konstitusi. 

Bahwa, terkait keberadaan hukum positif dan terkait kiprah atas Hak Hak Hukum serta batasan keterlibatan setiap masyarakat bangsa WNI dalam penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh para pejabat publik ( eksekutif, legislatif dan yudikatif ) didalam fungsi Peran Serta Masyarakat dalam hal tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat, baik tertulis, lisan individu maupun kelompok terbuka maupun tertutup, maka hal hal terkait peran serta dan batasan - batasannya, wajib diketahui oleh seluruh para abdi negara pejabat publik dan terlebih aparatur penegak hukum, inklud sudah dianggap patut diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat bangsa ini, walau kenyataannya selama hidupnya, masyarakat tersebut tinggal diwilayah pegunungan, oleh sebab sistim hukum NRI menganut asas fiksi hukum ( presumptio iures de iur ) yang maknanya, " semua orang dianggap tahu adanya sistim hukum dan perundang - undangan, berikut sanksi hukum didalamnya.

Sehingga inilah makna konstitusi, bahwa negara RI. adalah rechstaaat atau negara hukum, setiap WNI. Sama derajatnya dihadapan hukum atau semua orang mesti bertanggung jawab kepada bangsa dan negara, terlebih yang sudah diberi mandat sebagai pemimpin tertinggi bangsa ini.

"Namun dengan segala realitas kekurangan sistim hukum yang dibuat manusia, tentunya pasti banyak kekurangan". Namun anugerah akal yg diberikan oleh Tuhan. Pasti ada hukum yg terbaik dan adil yg dapat dibuat serta diterapkan keberlakuannya untuk memenuhi fungsi hukum kepastian dan "rasa" keadilan.

Oleh: Damai Hari Lubis
Advokat, Ketua Aliansi Anak Bangsa, KORLABI dan Pengamat Hukum Mujahid 212

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab