Tinta Media: Baby Blues
Tampilkan postingan dengan label Baby Blues. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Baby Blues. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Juni 2023

Miris, Kasus Baby Blues di Indonesia Meningkat

Tinta Media - Indonesia kini mendapatkan peringkat ketiga kasus baby blues terbanyak di Asia. Baby blues merupakan gangguan perubahan perasaan, bentuk kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu setelah melahirkan. Ibu bisa tiba-tiba sedih sekali, menangis sendiri, cemas, dan insomnia.

Dalam penelitian di Lampung, sekitar 25 persen ibu mengalami gangguan depresi setelah melahirkan. Bahkan, pada penelitian tingkat nasional, 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala minimal dan gejala sedang baby blues. Ini semua tertinggi ketiga di Asia. Miris tentunya!

Banyak faktor yang memengaruhi kesehatan mental seorang ibu pasca bersalin. Baby blues bisa terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan perubahan hormonal pasca bersalin, faktor psikologis dan kepribadian, riwayat depresi sebelumnya, riwayat kehamilan dan komplikasi persalinan. Sedangkan faktor eksternal meliputi tidak adanya dukungan sosial berupa perhatian, komunikasi, kurangnya dukungan yang diberikan oleh suami dan keluarga, masalah ekonomi, adanya body shaming (ucapan, penilaian, dan ujaran negatif masyarakat pada ibu) dan larangan atau mitos-mitos yang harus dipatuhi ibu pasca bersalin.

Padahal, ibu merupakan tonggak peradaban. Dari rahimnya lahir generasi penerus. Untuk mempersiapkan ibu yang tangguh, bisa melewati perubahan fisik, psikis, situasi pasca bersalin perlu adanya pendidikan bagi ibu dan keluarga untuk mempersiapkan mentalnya. Sehingga, seorang wanita siap secara lahiriah dan mental untuk menjadi seorang ibu serta didukung oleh supporting system di sekitarnya.

Tingginya kasus baby blues ini menunjukkan ada masalah besar yang sudah mengakar di negeri kita. Dapat kita amati, kurikulum pendidikan Indonesia tidak menjadikan kesiapan seorang insan menjadi orang tua sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki, bahkan kurikulum pendidikan Indonesia kini masih jauh dari nilai-nilai agama yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup.

Kini kita sangat membutuhkan adanya kurikulum pendidikan yang memanusiakan manusia, memiliki target untuk menjadikan manusia kembali kepada fitrahnya, taat kepada Sang Pencipta dan ketika menjadi orang tua siap secara mental, sehingga bisa melewati masa-masa itu dan terhindar dari baby blues serta depresi.

Beberapa hal dalam Islam yang bisa dilakukan untuk mencegah baby blues dan depresi pasca persalinan di antaranya, mendekatkan diri kepada Allah agar hati menjadi tenang, dukungan yang kuat dari suami sebagai pemimpin keluarga dalam pendidikan anak, memberikan nafkah lahir dan batin, suami turut membantu ibu dalam merawat anak, dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar, baik secara perbuatan dan ucapan dengan memberikan dukungan positif. Islam melarang kita untuk mengucapkan perkataan yang bisa menyakiti perasaan orang lain. 

Dalam hal ini, ibu baru biasanya lebih sensitif, maka masyarakat harus diedukasi untuk menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi, dan memberikan dukungan bagi seorang ibu untuk bisa menghadapi masa masa transisi tersebut.

Islam sejatinya memiliki kurikulum pendidikan yang sangat komprehensif, sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mampu menyiapkan setiap individu mengemban peran mulia sebagai orang tua, termasuk menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan Islam mempersiapkan seorang lelaki menjadi ayah dan wanita menjadi ibu, sehingga siap untuk menghadapi perjuangan panjang menjadi orang tua yang melahirkan generasi pejuang.

Peradaban Islam pun memiliki konsep untuk membangun masyarakat yang peduli tidak individualis. Islam menuntun masyarakat memiliki sikap peduli terhadap sesama, amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga supporting system dapat terwujud optimal mulai dari keluarga, masyarakat. Bahkan, negara memiliki peran untuk menjaga ibu agar terhindar dari baby blues dan depresi.

Oleh: Hafshah Sumayyah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Sabtu, 03 Juni 2023

Kasus Baby Blues Tinggi, Dampak Terkikisnya Akidah Hingga Perubahan Sosial

Tinta Media - Dewasa ini, perubahan sosial yang terjadi begitu cepat di segala aspek kehidupan menimbulkan konsekuensi dan dampak yang dapat memengaruhi nilai-nilai kehidupan seseorang. Tidak semua orang dapat melewatinya, sehingga menimbulkan berbagai penyakit.

Salah satunya adalah penyakit mental, seperti Baby Blues. Penyakit ini tak bervirus dan tidak dapat dideteksi oleh medis, yaitu gangguan pada kejiwaan yang dialami oleh ibu pasca melahirkan.

Bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan ketika kita mengetahui bahwa Indonesia menduduki peringkat nomor 3 di Asia sebagai penderita terbanyak yang mengalami Baby Blues.

Meskipun Baby Blues dapat dipicu oleh faktor hormonal karena biasanya hormon pada ibu pasca melahirkan dapat berubah sewaktu-waktu, ada juga faktor internal lainnya. Faktor internal tersebut meliputi perasaan belum siap menghadapi lahirnya bayi dan tanggung jawab atas peran baru sebagai ibu. Hal ini dapat mengganggu kemampuan ibu dalam menjalankan perannya, terutama merawat bayi, dan tentu saja memengaruhi kualitas hubungan antara ibu dan bayi.

Selain itu, ada juga faktor eksternal yang dapat berasal dari suami, keluarga terdekat, lingkungan yang kurang kondusif, keadaan sosial, maupun budaya. Misalnya, para suami yang belum siap menjadi seorang bapak, orang tua serta mertua yang terlalu banyak menuntut kesempurnaan, dan tetangga yang tidak begitu paham tentang hak, kewajiban, serta kebutuhan seorang ibu pasca melahirkan.

Di dalam Islam, ada banyak keutamaan pada wanita, terutama pada wanita hamil. Keutamaan tersebut mendorong banyak wanita untuk tidak khawatir dengan kehamilannya, karena berupa ganjaran pahala kebaikan. Namun, karena beragam faktor yang ada pada wanita hamil, tidak semua wanita hamil bisa melewatinya. Salah satunya adalah sistem yang dianut oleh Indonesia saat ini, yaitu kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini menjadi sebuah racun mematikan yang merusak tatanan masyarakat Islam saat ini.

Sejatinya, agama adalah kebutuhan tertinggi manusia, karena sesuai dengan fitrah manusia. Akidah atau keyakinan Islam yang ditautkan dengan rukun iman menjadi dasar seluruh ajaran Islam. Akidah memiliki kedudukan yang sentral dan fundamental, karena menjadi asas dalam setiap aktivitas seorang muslim. Hal ini harus menjadi keyakinan dasar tanpa ada keraguan sedikit pun.

Tentunya, dengan pemahaman akidah yang benar, bersumber dari dalil naqli (Al-Qur'an dan Hadis) serta dalil aqli (akal), keimanan tidak hanya akan terpatri dalam hati, tetapi juga terucap dengan lisan serta terimplementasi dalam tingkah laku yang didasari oleh takwa. Sehingga, seorang muslim akan selalu merasa terikat dengan Allah, dapat merasakan kelezatan iman, dan sikap mengutamakan Allah sebagai satu-satunya sumber dan tujuan. 

Hal ini membuat hati menjadi lebih tenang karena dapat menerima segala sesuatu dengan ikhlas, baik takdir yang baik maupun yang buruk. Hal ini karena mereka percaya bahwa semua telah diatur oleh Allah dan bahwasanya rencana Allah jauh lebih indah, sehingga tidak perlu khawatir dengan apa yang akan terjadi esok hari.

Dengan kesadaran dan keimanan tersebut, para wanita muslim akan memahami visi dan misi hidupnya serta lebih mudah menerima perannya dengan ikhlas. 

Hamil hingga melahirkan adalah sebuah kodrat wanita yang terindah, bahkan mereka menyadari bahwa proses pendidikan untuk buah hatinya bisa dimulai sejak dalam kandungan, seperti melakukan aktivitas fisik yang baik dan mendengarkan murotal. Dengan demikian, mereka menjalani masa hamil, persalinan, dan nifas dalam keadaan sehat dan bahagia. Mereka tidak melihatnya sebagai beban yang harus dipikul. Oleh karena itu, belajar ilmu agama menjadi penting bagi kaum hawa. Hal ini bertujuan untuk mencetak generasi penerus peradaban yang terbaik.

Namun, akibat sekularisme yang berkembang di masyarakat saat ini, tidak semua orang memahami dengan benar apa itu akidah dan fungsinya dalam kehidupan. Lebih buruk lagi, negara yang seharusnya memiliki kewajiban dalam menjaga akidah rakyatnya, lebih condong kepada kaum kapitalis yang hanya fokus pada keuntungan material, tanpa memedulikan pengikisan bahkan perusakan pada aidah seperti yang terjadi saat ini. 

Bahkan, wanita di era saat ini seakan dituntut untuk berbuat lebih, didorong untuk aktif di luar rumah dengan dalih persamaan gender dan eksistensi diri. Namun, sejatinya sering kali mereka hanya dijadikan objek eksploitasi dengan iming-iming materi. Akibatnya, para wanita melupakan peran utama mereka, dan tidak mengherankan jika kemudian lahirlah generasi yang bingung dengan akidah dan agamanya.

Berbeda dengan masa kejayaan Islam. Saat itu, perempuan berada pada posisi yang dimuliakan dan dilindungi hak-haknya. Lebih lagi, mereka memahami bahwa dalam paradigma Islam, ibu merupakan "al ummun wa madrasatul ula" atau sekolah pertama bagi anaknya. Karakter yang tertanam pada diri anak sangat bergantung pada apa yang diajarkan oleh ibunya. 

Wanita-wanita yang luar biasa akan menanamkan dasar agama Islam dan karakter yang menjadikan buah hatinya pribadi yang mulia. Mereka paham bahwa seorang pemimpin yang hebat tentu lahir dari seorang ibu yang hebat.

Ayah juga memiliki peran meski tidak secara langsung, sangatlah penting untuk hadir dan membimbing. Bukan sebatas memberi nafkah, tetapi juga memperlakukan istri dan calon buah hati dengan cara yang maruf dan membimbing mereka ke jalan yang benar, seperti menerapkan prinsip bahwa apa yang dilakukan di dunia ini semata-mata untuk kebahagiaan di akhirat, dengan membiasakan keluarga belajar berbagai ilmu pengetahuan (membaca dan mengkaji Al-Qur'an serta ilmu agama Islam lainnya secara komprehensif.

Bagian terpenting dari semua ini adalah kehadiran negara yang memiliki orientasi akhirat, dengan menerapkan hukum Al-Qur'an dan sunnah. Melalui kebijakannya yang adil, baik hukum maupun ekonominya, serta penjagaan akidah, hal ini meniscayakan terciptanya masyarakat Islami. Berbeda dengan sistem saat ini, ketika masyarakat lebih individualis. 

Sebaliknya, Islam mengajarkan pada umatnya untuk hidup berdampingan secara harmonis, saling menghargai, toleran, dan tolong-menolong, sehingga mampu menciptakan suasana kondusif. Namun, jika unsur-unsur tersebut tidak seimbang, maka wajarlah jika kondisi saat ini menjadi abnormal.

Sejarah telah mencatat bahwa banyak tokoh besar Islam dan pahlawan Islam hebat yang lahir pada masa kejayaan Islam tersebut. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi setiap ibu untuk memiliki pemahaman yang benar dalam ilmu agama, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Wallahu alam bissawab.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab