Tinta Media: BRIN
Tampilkan postingan dengan label BRIN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BRIN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Mei 2023

Ancaman Pembunuhan Warga Muhammadiyah Sama Dengan Mengancam Negara

Tinta Media - Direktur Pamong Institut Wahyudi Al-Maroky mengungkapkan bahwa ancaman pembunuhan oknum BRIN kepada warga Muhammadiyah merupakan ancaman terhadap negara juga, karena negara dibentuk untuk melindungi warganya, maka jika ada seorang warga negara diancam, sama saja dengan mengancam negaranya.

"Sebenarnya kalau kita lihat itu dia melakukan ancaman terhadap satu warga negara itu sama saja melakukan ancaman terhadap negara," ujarnya dalam tayangan berjudul Tuntutan Pidana bagi Si Pengancam Nyawa di channel YouTube Bincang Perubahan, Ahad (30/4/2023)

Menurunya, ketika orang membuat negara itu tujuannya adalah melindungi warganya. "Jadi kalau dia mengancam salah satu warganya, berarti dia sedang mengancam eksistensi negara ini," ujarnya. 


Dalam pandangan negara, urainya, negara itu memang punya kewajiban utama untuk melindungi warganya. "Bahkan kalau dalam konstitusi kita, di pembukaan itu lebih dijelaskan, dengan jelas sekali kalimat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, sebelum fungsi negara untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan membuat sehat. Ketiga hal itu belakangan semua," ungkapnya. 

Sekali lagi ia menegaskan bahwa penting sekali untuk mengingat apabila tujuan keutamaan sebuah negara itu yang paling pertama adalah menjamin keamanan warganya, menjaga keselamatannya.

 "Sehingga mengancam satu nyawa saja, entah itu warga Muhammadiyah atau warga FPI atau warga yang lain, itu tetap dieksistensikan sebagai ancaman terhadap sebuah negara. Karena negara ini berkewajiban melindungi warganya," pungkasnya.[] Wafi

Minggu, 07 Mei 2023

Aktivis: Permintaan Maaf dari AP Hasanuddin Tidak Bisa Menghentikan Kasus

Tinta Media - Aktivis Gerakan Islam Ahmad Khozinudin menegaskan bahwa permintaan maaf dari peneliti BRIN AP Hasanudin yang mengancam membunuh warga Muhammadiyah tidak bisa menghentikan kasus.

“Permintaan maaf yang disampaikan oleh AP Hasanudin, tidak bisa menghentikan kasus. Justru hal itu mengkonfirmasi tindak pidananya sempurna,”  tuturnya tayangan video: Pegawai BRIN Pecah Belah Umat Islam, Tangkap Andi Pangeran Hasanudin, Selasa (25/4/2023) di kanal Youtube Ahmad Khozinudin Channel.

Ahmad Khozinudin menilai permintaan maaf tersebut justru menjadi bentuk penguatan bukti bahwa AP Hasanudin telah melanggar pasal pidana.

“Sebelum AP Hasanudin itu menyatakan permintaan maaf, kita itu sebenarnya belum yakin, apakah unggahan itu dikeluarkan oleh AP Hasanudin, atau orang lain, atau orang menyerobot akun dia, atau orang ngaku-ngaku sebagai AP Hasanudin. Tetapi, Ketika sudah ada pernyataan dari permohonan maaf itu, berupa pengakuan dari AP Hasanudin, menjadi sempurna. Kasus ini memang pelakunya adalah AP Hasanudin,” tuturnya.

Lebih lanjut, Ia mengingat segenap elemen anak bangsa untuk punya kesadaran bahwa negeri ini dibangun diatas keberagaman sejak bangsa Indonesia didirikan oleh para founding father.

“Kita harus punya pandangan bahwa semua pandangan itu pada pokoknya ingin memberikan kebaikan bagi bangsa,” ujarnya.

Karena itu, Ahmad menyarankan agar selalu menjunjung tinggi toleransi sebagaimana yang selama ini digaungkan oleh pemerintah.

“Sehingga kita juga bisa mawas diri, menjaga sikap agar tidak menimbulkan satu tindakan yang memecah belah dan bahkan kontra produktif dangan narasi toleransi yang selama ini digaungkan oleh pemerintah,” pungkasnya.[] La Bona Siolon

Kamis, 04 Mei 2023

Oknum BRIN Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, FDMPB: Ada Delapan Catatan Kritis

Tinta Media - Menanggapi ancaman oknum BRIN untuk bunuh seluruh warga Muhammadiyah terkait perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 H, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, M.M. menyatakan setidaknya ada delapan catatan kritis terkait hal tersebut.

"Setidaknya ada delapan catatan kritis terkait ancaman Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin untuk membunuh seluruh warga Muhammadiyah terkait perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 H," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (27/4/2023).

Pertama, jika Andi Pangerang Hasanuddin (APH) capek dengan pergaduhan maka jangan malah bikin pergaduhan baru yang lebih besar. "Perbedaan pendapat itu bukan pergaduhan, jika disikapi dengan penuh toleransi," terangnya.

Kedua, semestinya perbedaan pendapat itu justru menjadi peluang emas bagi seorang ilmuwan untuk mencari solusi secara ilmiah, bukan malah merespon perbedaan dengan emosional. "Ilmuwan itu kan berpikir rasional, bukan emosional dalam membaca persoalan. Ilmuwan itu solutif, bukan provokatif. Adalah satu hal yang sangat berbahaya, menyikapi perbedaan dengan ancaman pembunuhan," jelasnya.

Ketiga, apakah mungkin APH mengidap islamofobia yang memang tengah marak terjadi di seluruh dunia, termasuk di negeri mayoritas Muslim ini? "Semoga BRIN sebagai lembaga ilmiah bergengsi di negeri ini tidak mengidap islamofobia ini," ujarnya.

"Sebab Islam agama sempurna yang menebarkan Rahmat bagi alam semesta. Perbedaan di kalangan umat Islam adalah bagian dari diskursus yang produktif, sebagaimana perbedaan di kalangan imam Mazhab," paparnya.

Keempat, lanjutnya, ucapan APH jelas telah melanggar UU ITE tentang ujaran kebencian. Ucapan APH jelas sebagai bentuk ujaran kebencian dan ancaman Pembunuhan. "Ucapan permintaan maaf tentu saja tidak menggugurkan delik hukum yang tetap harus diproses," bebernya.

Kelima, secara moral dan jiwa besar, APH harus meminta maaf kepada Muhammadiyah, HTI dan Gempa Pembebasan yang disebutkan dalam ucapan tertulis di media sosial. "Sebab ucapan atas HTI adalah tuduhan keji yang tidak ada buktinya sama sekali," tegasnya.

Ia juga mempertanyakan atas dasar apa yang APH membuktikan bahwa Muhammadiyah disusupi oleh HTI atau Gema Pembebasan yang telah menetapkan Idul Fitri berdasarkan metode rukyat global. "Pertanyaannya, kenapa seolah APH ini begitu benci dengan HTI, apa salah HTI di negeri ini? Apakah HTI telah korupsi uang rakyat, menggadaikan negara, membuat kerusuhan, merampok uang rakyat, menumpuk utang negara? Tidak kan?" tanyanya.

Keenam, perbedaan ini mestinya menjadi kajian ilmiah yang menantang dan berusaha seobjektif mungkin memberikan penilaian, bukan malah mengucapkan kalimat yang tidak mencerminkan sebagai seorang peneliti. 

Ketujuh, toleransi jangan hanya sebagai jargon kosong, namun pemerintah melalui ASN harus memberikan contoh dan teladan bagaimana bersikap toleransi itu, yakni menghargai setiap perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa pada umumnya. 

Kedelapan, khusus untuk BRIN agar betul-betul menyeleksi ASN yang mencerminkan netralitas seorang peneliti di negeri ini agar Indonesia semakin maju bidang sains dan teknologi. 

"BRIN juga harus menyampaikan permintaan maaf kepada Muhammadiyah dan HTI, meskipun delik hukumnya bisa jadi bersifat individual. Namun secara moral, tentu saja tindakan APH tidak bisa dipisahkan secara kelembagaan BRIN," pungkasnya.[] Ajira

Sabtu, 29 April 2023

Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, Oknum BRIN Brutal dan Arogan!

Tinta Media - Brutal dan arogan. Statemen kotor semestinya tidak keluar dari mulut peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanudin (APH). Ujaran kebencian yang disertai amarah itu tumpah di media sosial. Kata-kata ancaman berupa teror akan membunuh satu per satu anggota Muhammadiyah itu, sepatutnya tidak keluar dari mulut seorang yang di mata publik bisa disebut "intelek". 

APH dalam akun medsosnya menyebut: “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silahkan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian.”

Kenapa APH begitu lancang melayangkan ancaman tersebut? Setidaknya ada empat hal, alasan APH berani berbuat demikian.

Pertama, diduga kuat ada dukungan dari 'big boss'. Seorang APH tak akan berani mengeluarkan kata-kata ancaman jika tidak ada dukungan dari 'big boss' yakni orang yang memiliki kekuasaan di belakangnya. 

Jika tak ada beking, mustahil keluar kata-kata: Silahkan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara.

Kedua, patut diduga APH stres. Kalau orang normal, tidak akan mungkin berani mengancam akan membunuh satu per satu warga Muhammadiyah. Apakah APH tidak tahu bahwa Muhammadiyah ini ormas terbesar kedua di negeri ini? 

Apakah APH tidak tahu jumlah pengikut Muhammadiyah itu per 2019 mencapai 60 juta? Apakah APH juga tidak tahu ada jutaan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) yang siap mati demi membela kewibawaan Muhammadiyah? Kalau APH tidak stres, lantas apa?

Ketiga, ada aroma islamofobia. Aroma islamofobia itu nampak dari statemennya: Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender islam global dari Gema Pembebasan?

Salah apa Muhammadiyah, HTI, dan Gema Pembebasan hingga APH begitu membenci mereka? Apakah ada kader Muhammadiyah, HTI, dan Gema Pembebasan yang menggarong kekayaan alam negeri ini? Atau adakah kader Muhammadiyah, HTI, dan Gema Pembebasan yang menggerogoti Rp800T dana APBN yang diperoleh dari hasil merampok rakyat lewat pajak? 

Faktanya baik Muhammadiyah, HTI, ataupun Gema Pembebasan tak pernah merugikan negeri ini. Lantas mengapa APH begitu membenci mereka?

Sebelumnya, meski beda pendapat dalam penentuan hari raya dengan pemerintah, tapi tak pernah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Justru, statemen dari APH inilah yang malah menimbulkan kegaduhan. Perbedaan ini sangat wajar karena Ketiadaan satu pemimpin umum bagi umat Islam. Hanya Khalifah yang akan mengakhiri penentuan perbedaan hari raya ini.

Keempat, ini yang harus diwaspadai oleh umat yakni adanya hidden agenda. Benturan perbedaan penentuan hari raya yang sebelumnya tidak pernah terjadi, saat ini coba dimunculkan. Sebelumnya, sering terjadi perbedaan penentuan hari raya, tapi tidak pernah terjadi benturan, bahkan sampai mengancam membunuh warga yang berbeda hari raya. 

Patut diduga ada hidden agenda di balik peristiwa ini. Apakah ini skenario awal untuk mengopinikan agar masyarakat distrust kepada ormas Islam yang berbeda dengan rezim, hingga puncaknya pada pembubaran ormas, sebagaimana yang terjadi pada HTI, FPI, dan Khilafatul Muslimin? Ataukah mungkin, ada harapan dari APH, agar mendapatkan secuil  kue kekuasaan sebagaimana yang didapatkan oleh ketua ormas yang suka membubarkan pengajian dan profesor yang tidak mengeluarkan izin perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI?

Oleh: Achmad Mu’it 
Jurnalis

Jumat, 28 April 2023

Oknum BRIN Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, LBH Pelita Umat Berikan Tiga Pendapat Hukum

Tinta Media - Menanggapi ancaman pembunuhan yang dilakukan oknum BRIN Andi Pangerang Hasanudin kepada anggota Muhammadiyah, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. memberikan tiga pendapat hukum.

"Beredar di media sosial pernyataan yang diduga peneliti BRIN yang pada pokoknya akan melakukan pembunuhan kepada anggota Muhammadiyah. Berkaitan dengan hal tersebut LBH Pelita Umat akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut," ujar Chandra kepada Tinta Media, pada Selasa (25/4/2023).

Pertama, bahwa Muhammadiyah dari sisi usia jauh lebih tua dari Republik Indonesia. "Muhammadiyah berdiri tahun 1912 atau 111 tahun yang lalu. Pengorbanan untuk masyarakat dan bangsa ini tentu sangat besar," jelasnya.

Oleh sebab itu, katanya, sepatutnya Republik ini memberikan keadilan kepada Muhammadiyah dalam hal ancaman pembunuhan tersebut, dengan cara  memproses hukum pelaku dan memberhentikannya dari ASN atau peneliti.

"Jika tidak, khawatir terkesan melindungi yang berakibat pada distrust (ketidakpercayaan) dan disabodiance (ketidaktundukan) kepada Pemerintah," tegasnya.

Kedua, bahwa ancaman pembunuhan adalah delik formil, walaupun tidak terjadi pembunuhan tetapi telah diucapkan ancaman tersebut, maka telah selesai delik pidananya, terlebih lagi ancaman tersebut melalui media sosial. "Oleh karena itu, warga Muhammadiyah dan siapa pun, setiap orang dapat menyampaikan laporan kepada pihak Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk dapat segera ditindaklanjuti," terangnya.

Ketiga, bahwa LBH Pelita Umat bersedia membantu Muhammadiyah jika diperlukan untuk mempermudah jalannya proses pengaduan tersebut.[] Muhar

Kamis, 27 April 2023

Oknum BRIN Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, Om Joy: Ada Skenario Habisi Ormas Islam?

Tinta Media - "Patut diduga, oknum BRIN yang ancam bunuh semua warga Muhammadiyah itu bagian dari skenario menghabiskan semua ormas Islam. Setidaknya ada empat indikasinya," ungkap Jurnalis Senior Joko Prasetyo (Om Joy) kepada Tinta Media, Selasa (25/4/2023).

Pertama, oknum BRIN ini sebagaimana nama lembaganya tentu saja memiliki intelektual yang boleh dibilang di atas rata-rata penduduk Indonesia. "Tapi bisa sesumbar sebegitu tidak inteleknya dan dia juga menyadari pernyataannya itu berdampak secara hukum, bahkan dia menantang untuk dilaporkan kepada yang berwajib," ujarnya.

Selain karena benar-benar emosi sehingga akal sehatnya hilang, lanjut Om Joy, kemungkinan lainnya, patut diduga ada penyokong yang akan melindunginya dari jerat hukum sehingga dia bisa seberani Abu Janda dan Deni Siregar karena terbukti sudah sekian kali dilaporkan kepada yang berwajib si pengujar fitnah dan pengujar kebencian tersebut tetap saja lolos dari jerat hukum. 

Kedua, ancaman ini menyusul surat edaran oknum kepala daerah yang melarang Muhammadiyah shalat Idul Fitri di lapangan karena menyelisihi ketetapan pemerintah. "Kalau tidak ada surat edaran ini, polemik beda hari raya tidak akan jadi seruncing ini sehingga sampai muncul ancaman pembunuhan seperti yang dilakukan oknum BRIN," bebernya.

Ketiga, sedari dulu, jauh sebelum rezim Jokowi berkuasa, Muhammadiyah itu kerap berbeda dalam penetapan 1 Syawal dengan pemerintah, namun tidak pernah ada larangan kepada Muhammadiyah menggunakan lapangan atau fasilitas publik lainnya untuk shalat Idul Fitri. 

Keempat, patut diduga, sesumbar oknum BRIN dan surat edaran oknum kepala daerah merupakan bagian dari upaya persekusi yang ke depannya berujung kepada kriminalisasi pembubaran Muhammadiyah. "Artinya, patut diduga ada otak intelektual jahat di balik dua kejadian ini," duganya.

Dugaan itu muncul, ucap Om Joy, sebab kasus serupa juga telah terjadi kepada HTI, FPI, dan Khilafatul Muslimin. Semua berawal dari persekusi, kemudian berujung pada kriminalisasi berupa pencabutan badan hukumnya. Dan itu semua terjadi di rezim yang sama, rezim saat ini.

"Rezim Jokowi sebagai rezim saat ini mesti dapat membuktikan siapa otak intelektual jahatnya agar dapat dipastikan bahwa upaya persekusi dan kriminalisasi ini benar-benar oknum saja, bukan rezim," harapnya.

Selain itu, lanjutnya, menghukum seberat-beratnya otak intelektual jahat tersebut karena jelas-jelas secara sistematis telah melakukan persekusi dan kriminalisasi kepada beberapa ormas Islam dan sekarang sedang melakukan hal yang sama kepada Muhammadiyah. Bila tidak, maka cap bahwa rezim Jokowi terpapar islamofobia itu semakin menguat.

"Dan tidak menutup kemungkinan, persekusi dan kriminalisasi akan berlanjut kepada persekusi dan kriminalisasi ormas Islam lainnya termasuk DDII, Persis, dan lainnya serta tidak terkecuali kelak NU pun bakal diperlakukan sama. Tinggal menunggu gilirannya saja," pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Ancaman Pejabat BRIN Bunuh Warga Muhammadiyah, Pamong Institute: Ancaman yang Sangat Serius

Tinta Media - Ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah yang dilakukan oleh pejabat BRIN Andi Pangerang Hasanuddin via medsos dinilai sebagai ancaman yang sangat serius.

"Ancaman pembunuhan adalah ancaman yang sangat serius. Bahkan dalam pandangan agama, membunuh satu manusia ibarat membunuh semua manusia sedunia," tutur Direktur Pamong Institut Wahyudi Al-Maroky kepada Tinta Media, Selasa (25/4/2023).

Tingkat seriusnya ancaman, lanjutnya, dapat dilihat dari diksi yang digunakan. Mulai dari menghalalkan darah hingga dinyatakan secara tegas “Sini saya bunuh kalian satu-satu”. Bahkan ia menantang dilaporkan dengan ancaman pasal pembunuhan. Dan ia pun menantang bahwa siap dipenjara.
 
"Ini tentu ancaman yang sangat serius. Akan sangat berdampak serius bagi yang diancam maupun bagi kedamaian masyarakat umumnya," tegasnya.

Menurut Wahyudi, ancaman itu bisa berdampak bagi persatuan masyarakat dan keutuhan NKRI. 

Oleh karena itu Wahyudi menghimbau negara harus segera hadir untuk mengantisipasi dampak ancaman itu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

"Dampaknya bisa sangat serius. Apalagi yang diancam adalah ormas Muhammadiyah yang sudah banyak memberi kontribusi kepada negeri ini bahkan saat perjuangan kemerdekaan. Ormas ini lahir tahun 1912 jauh sebelum NKRI merdeka. Kalau ormas Muhammadiyah saja warganya diancam seperti itu, bukan tidak mungkin kelak Ormas NU juga akan mengalami nasib yang sama kelak," ucap Wahyudi khawatir.

Kekhawatiran itu cukup beralasan, sebab dalam penilaian Wahyudi hal itu memang nampak dari pola bertahap yang sudah dimulai dari ancaman dan kriminalisasi terhadap Ormas Islam sebelumnya seperti HTI, FPI, khilmus, dan kini Muhammadiyah.

"Bukan tidak  mungkin ke depan menyusul SI, DDI, NU, dan lain-lain. Jika tidak  diantisipasi, bukan tidak  mungkin,  efek selanjutnya adalah bisa menimbulkan pembalasan serupa dari pihak yang terbunuh sehingga lebih jauh bisa menimbulkan konflik sosial yang lebih luas" ungkapnya.

Karena kenyataan ini, ucap Wahyudi, negara wajib hadir melindungi segenap warganya, termasuk juga warga Muhammadiyah dan warga ormas lainnya. Tidak boleh ada diskriminasi. 

"Jangan hanya karena pedapatnya dalam menentukan hari raya berbeda dengan pemerintah langsung dianggap musuh dan layak dikriminalisasi. Ini tidak boleh terjadi, apalagi sampai diancam akan dibunuh. Ini jelas ancaman yang tidak layak dilakukan oleh orang yang berilmu dan beradab," sesalnya. 

Negara, sambungnya, wajib segera melindungi pihak yang mengancam maupun yang diancam. Bagi pihak yang mengancam maka segera diamankan dan diproses hukum. Bagi pihak yang diancam segera diberikan jaminan bahwa pihak yang mengancam sudah diamankan sehingga tidak punya kesempatan untuk melakukan acamannya. Dengan demikian maka kehidupan berbangsa dan bernegara bisa menjadi akrab kembali. 

"Masyarakat diminta untuk menahan diri dan tidak main hakim sendiri. Menyerahkan kepada pemerintah untuk melakukan proses hukum. Oleh karenanya, aparat penegakan hukum segera melakukan penegakan hukum yang transparan dan adil," harapnya.

Penegakan hukum yang tidak adil menurutnya, sangat berbahaya karena bisa membuat kepercayaan masyarakat menurun. Bahkan bisa menimbulkan distrust dan disabodiance kepada pemerintah. Jika ini terjadi maka NKRI benar-benar dalam ancaman dan dalam bahaya.

"Ancaman pembunuhan itu sangat serius. Bukan hanya ancaman bagi persatuan NKRI, tapi juga ancaman bagi kedamaian dunia. Karena membunuh satu manusia tanpa hak, itu ibarat membunuh manusia sedunia," jelasnya.

Sebagai sandarannya, Ia mengutip firman Allah Swt. Surat Al-Maidah ayat 32, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya."

"Kita berharap pemerintahan rezim Jokowi ini bisa segera melakukan proses hukum dengan transparan dan adil. Di sisi lain masyarakat bisa bersabar dan tidak main hakim sendiri serta menyerahkan urusan ini kepada pemerintah. Semoga negeri ini tetap damai dan terlimpah barokah dari langit dan bumi," pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Rabu, 26 April 2023

Peneliti BRIN Ancam Bunuh Anggota Muhammadiyah, LBH Pelita Umat: Delik Formil

Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H. M.H. menegaskan, ancaman pembunuhan oleh Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kepada anggota Muhammadiyah adalah delik formil. 

"Ancaman pembunuhan adalah delik formil, walaupun tidak terjadi pembunuhan tetapi telah diucapkan ancaman tersebut maka telah selesai delik pidananya, terlebih lagi ancaman tersebut melalui media sosial," ujarnya kepada Tinta Media, Selasa (25/4/2023).

Chandra mengatakan, warga Muhammadiyah dan siapapun setiap dapat menyampaikan laporan kepada pihak Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk dapat segera ditindaklanjuti. 

Dia mengatakan, Muhammadiyah dari sisi usia jauh lebih tua dari Republik Indonesia. Muhammadiyah berdiri tahun 1912 atau 111 tahun yang lalu. Pengorbanan untuk masyarakat dan bangsa tentu sangat besar. 

"Oleh karena itu, sepatutnya Republik ini memberikan keadilan kepada Muhammadiyah dalam hal ancaman pembunuhan tersebut dengan cara pelaku pengancaman di proses hukum dan diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara atau peneliti. Jika tidak, khawatir terkesan melindungi yang berakibat pada distrust dan disabodiance kepada Pemerintah," tuturnya. 

LBH Pelita Umat bersedia membantu Muhammadiyan jika diperlukan. "Untuk mempermudah jalannya proses pengaduan tersebut," pungkasnya.[] Ma'arif Apriadi

Selasa, 25 April 2023

𝐀𝐍𝐂𝐀𝐌 𝐁𝐔𝐍𝐔𝐇 𝐖𝐀𝐑𝐆𝐀 𝐌𝐔𝐇𝐀𝐌𝐌𝐀𝐃𝐈𝐘𝐀𝐇, 𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐒𝐊𝐄𝐍𝐀𝐑𝐈𝐎 𝐇𝐀𝐁𝐈𝐒𝐈 𝐎𝐑𝐌𝐀𝐒 𝐈𝐒𝐋𝐀𝐌?

Tinta Media - Patut diduga, oknum BRIN yang ancam bunuh semua warga Muhammadiyah itu bagian dari skenario menghabiskan semua ormas Islam. Setidaknya ada empat indikasinya.
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, oknum BRIN ini sebagaimana nama lembaganya tentu saja memiliki intelektual yang boleh dibilang di atas rata-rata penduduk Indonesia, tapi bisa sesumbar sebegitu tidak inteleknya dan dia juga menyadari pernyataannya itu berdampak secara hukum, bahkan dia menantang untuk dilaporkan kepada yang berwajib. 
.
Selain karena benar-benar emosi sehingga akal sehatnya hilang, kemungkinan lainnya patut diduga ada penyokong yang akan melindunginya dari jerat hukum sehingga dia bisa seberani Abu Janda dan Deni Siregar karena terbukti sudah sekian kali dilaporkan kepada yang berwajib si pengujar fitnah dan pengujar kebencian tersebut tetap saja lolos dari jerat hukum. 
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, ancaman ini menyusul surat edaran oknum kepala daerah yang melarang Muhammadiyah shalat Idul Fitri di lapangan karena menyelisihi ketetapan pemerintah. Kalau tidak ada surat edaran ini, polemik beda hari raya tidak akan jadi seruncing ini sehingga sampai muncul ancaman pembunuhan seperti yang dilakukan oknum BRIN. 
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, sedari dulu, jauh sebelum rezim Jokowi berkuasa, Muhammadiyah itu kerap berbeda dalam penetapan 1 Syawal dengan pemerintah, namun tidak pernah ada larangan kepada Muhammadiyah menggunakan lapangan atau fasilitas publik lainnya untuk shalat Idul Fitri. 
.
𝑲𝒆𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕, patut diduga, sesumbar oknum BRIN dan surat edaran oknum kepala daerah merupakan bagian dari upaya persekusi yang ke depannya berujung kepada kriminalisasi pembubaran Muhammadiyah. Artinya, patut diduga ada otak intelektual jahat di balik dua kejadian ini.
.
Bukan apa-apa, kasus serupa juga telah terjadi kepada HTI, FPI, dan Khilafatul Muslimin. Semua berawal dari persekusi, kemudian berujung pada kriminalisasi berupa pencabutan badan hukumnya. Dan itu semua terjadi di rezim yang sama, rezim saat ini.
.
Rezim Jokowi sebagai rezim saat ini mesti dapat membuktikan siapa otak intelektual jahatnya agar dapat dipastikan bahwa upaya persekusi dan kriminalisasi ini benar-benar oknum saja, bukan rezim. 
.
Selain itu, menghukum seberat-beratnya otak intelektual jahat tersebut karena jelas-jelas secara sistematis telah melakukan persekusi dan kriminalisasi kepada beberapa ormas Islam dan sekarang sedang melakukan hal yang sama kepada Muhammadiyah. Bila tidak, maka cap bahwa rezim Jokowi terpapar islamofobia itu semakin menguat.
.
Dan tidak menutup kemungkinan, persekusi dan kriminalisasi akan berlanjut kepada persekusi dan kriminalisasi ormas Islam lainnya termasuk DDII, Persis, dan lainnya serta tidak terkecuali kelak NU pun bakal diperlakukan sama. Tinggal menunggu gilirannya saja. 𝑁𝑎𝑢𝑑𝑧𝑢𝑏𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ𝑖 𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑧𝑎𝑙𝑖𝑘.[]
.
Depok, 5 Syawal 1444 H | 25 April 2023 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

ANCAMAN BUNUH WARGA MUHAMMADIYAH, ANCAMAN SERIUS PADA INDONESIA DAN DUNIA

Tinta Media - Publik dibuat heboh dengan beredarnya ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah. Apalagi ancaman itu muncul dari Pejabat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pakar dan peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin itu mengunggah ancaman via medsosnya.

“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," kata Andi. (republika.co.id, Senin, 24/04/23).

Layakkah seorang pejabat BRIN yang mestinya mengedepankan intelektualitas justru melakukan ancaman tersebut? Apa yang mestinya dilakukan masyarakat dan pemerintah dalam merespon hal tersebut?

Terkait masalah tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:

Pertama, ancaman pembunuhan adalah ancaman yang sangat serius. Bahkan dalam pandangan agama, membunuh satu manusia, ibarat membunuh semua manusia sedunia. 
Tingkat seriusnya ancaman dapat dilihat dari diksi yang digunakan. Mulai dari menghalalkan darah hingga dinyatakan secara tegas “Sini saya bunuh kalian satu-satu”. Bahkan ia menantang dilaporkan dengan ancaman pasal pembunuhan. Dan ia pun menantang bahwa siap dipenjara. Ini tentu ancaman yang sangat serius. Akan sangat berdampak serius bagi yang diancam maupun bagi kedamaian masyarakat umumnya.

Kedua, ancaman itu bisa berdampak bagi persatuan masyarakat dan keutuhan NKRI. Negara harus segera hadir untuk mengantisipasi dampak ancaman itu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Dampaknya bisa sangat serius. Apalagi yang diancam adalah ormas Muhammadiyah yang sudah banyak memberi kontribusi kepada negeri ini bahkan saat perjuangan kemerdekaan. Ormas ini lahir tahun 1912 jauh sebelum NKRI merdeka. Kalau ormas Muhammadiyah saja warganya diancam seperti itu, bukan tidak mungkin kelak Ormas NU juga akan mengalami nasib yang sama kelak. Bukankah hal itu memang nampak dari pola bertahap yang sudah dimulai dari ancan dan kriminalisasi terhadap Ormas islam sebelumnya seperti HTI, FPI, khilmus, dan kini Muhammadiyah, bukan tak mungkin ke depan menyusul SI, DDI, NU, dll. Jika tak diantisipasi, bukan tak mungkin, Efek selanjutnya adalah bisa menimbulkan pembalasan serupa dari pihak yang terbunuh sehingga lebih jauh bisa menimbulkan konflik sosial yang lebih luas. 

Ketiga, negara wajib hadir melindungi segenap warganya, termasuk juga warga Muhammadiyah dan warga ormas lainnya. Tak boleh ada diskriminasi. Jangan hanya karena pedapatnya dalam menentukan hari raya berbeda dengan pemerintah langsung dianggap musuh dan layak dikriminalisasi. Ini tak boleh terjadi, apalagi sampai diancam akan dibunuh. Ini jelas ancaman yang tak layak dilakukan oleh orang yang berilmu dan beradab. 

Negara wajib segera melindungi pihak yang mengancam maupun yang diancam. Bagi pihak yang mengancam maka segera diamankan dan diproses hukum. Bagi pihak yang diancam segera diberikan jaminan bahwa pihak yang mengancam sudah diamankan sehingga tak punya kesempatan untuk melakukan acamannya. Dengan demikian maka kehidupan berbangsa dan bernegara bisa menjadi akrab kembali. 

Keempat, nasyarakat diminta untuk menahan diri dan tidak main hakim sendiri. Menyerahkan kepada pemerintah untuk melakukan proses hukum. olehkarenanya, aparat penegakan hukum segera melakukan penegakan hukum yang transparan dan adil. Penegakan hukum yang tidak adil sangat berbahaya karena bisa membuat kepercayaan masyarakat menurun. Bahkan bisa menimbulkan distrust dan disabodiance kepada pemerintah. Jika ini terjadi maka NKRI benar-benar dalam ancaman dan dalam bahaya.

Ancaman pembunuhan itu sangat serius. Bukan hanya ancaman bagi persatuan NKRI, tapi juga ancaman bagi kedamaian dunia. Karena membunuh satu manusia tanpa Haq, itu ibarat membunuh manusia sedunia. Sebagaimana firman Allah SWT:

“...Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya...” (QS: Al-Maidah: 32).

Oleh karenanya, kita berharap pemerintahan rezim Jokowi ini bisa segera melakukan proses hukum dengan transparan dan adil. Di sisi lain masyarakat bisa bersabar dan tidak main hakim sendiri serta menyerahkan urusan ini kepada pemerintah. Semoga negeri ini tetap damai dan terlimpah barokah dari langit dan bumi… aamiin. 

Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. Pamong Institute

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

SEJUMLAH PASAL PIDANA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENJERAT KELAKUAN PEGAWAI BRIN ANDI PANGERANG HASANUDIN



"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,"

[Andi Pangerang Hasanudin, 2/4]

Peneliti di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin menjadi sorotan. Komentarnya yang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah satu per satu karena perbedaan penetapan Idulfitri 1 Syawal 1444 H menuai kritik dan kecaman yang meluas.

Terlepas Andi Pangerang Hasanuddin telah meminta maaf, permintaan maaf dan pemberian permaafan tidak dapat menghilangkan unsur pidana. Kejahatan yang dilakukan oleh ASN BRIN itu telah selesai dan sempurna.

Selesai, karena komentarnya telah disebarkan dan dapat diakses publik, walaupun akhirnya akunya digembok. Sempurna, karena komentar tersebut diakui kelakuannya, bukan akibat peretasan akun.

Adapun sejumlah pasal pidana yang dapat digunakan untuk menjerat anak buah Megawati selaku Ketua Dewan Pengarah BRIN, adalah sebagai berikut:

Pertama, unggahan komentar sadis yang dilakukan Andi Pangerang Hasanuddin yang menyatakan 'Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan' adalah fitnah dan pencemaran nama baik. Faktanya, agenda kalender Islam Global telah lama diwacanakan Muhammadiyah dan tidak ada kaitannya dengan Hizbut Tahrir.

Pasal-pasal pidana pencemaran nama baik yang dapat digunakan adalah Pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Namun, penulis tidak merekomendasikan pasal ini karena pasal ini hanya bisa diproses jika ada aduan dari Muhammadiyah sebagai korban pencemaran.

Sangat tidak penting, Ketua Umum Muhammadiyah Prof Haedar Nasir turun gunung, hanya untuk melaporkan Andi Pangerang Hasanuddin. Lagipula, pasal pencemaran nama baik ini tidak dapat digunakan untuk menahan Andi Pangerang Hasanuddin karena ancaman maksimalnya hanya 4 tahun (dibawah lima tahun).

Kedua, unggahan komentar sadis yang dilakukan Andi Pangerang Hasanuddin yang menyatakan 'Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan' dapat dijerat dengan delik mengedarkan kabar bohong dan menerbitkan keonaran, berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) atau Pasal 14 ayat (2) atau Pasal 15 UU No 1/1946 tentang peraturan hukum pidana.

Pasal ini memang seksi, ancaman maksimumnya 10 tahun penjara sehingga bisa digunakan untuk menahan Andi Pangerang Hasanuddin. Namun, pasal ini ribet pembuktiannya karena juga harus memeriksa saksi dari Hizbut Tahrir sehingga penulis tidak merekomendasikan. Kabar bohong soal penanggalan global Islam disusupi Hizbut Tahrir juga harus mendatangkan ahli agama, untuk menjelaskan metode hisab, metode rukyat global dan metode rukyat lokal dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan.

Ketiga, unggahan komentar sadis yang dilakukan Andi Pangerang Hasanuddin yang menyatakan:

"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,"

Secara keseluruhan adalah penyataan yang dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE). Penulis merekomendasikan menggunakan pasal ini disebabkan:

Pertama, Ketua Umum Muhammadiyah tidak perlu turun gunung, karena delik ini delik umum. Prosesnya tidak perlu menunggu aduan dari Muhammadiyah, cukup dengan Laporan Polisi Model A (internal kepolisian).

Kedua, ancaman pidananya 6 tahun penjara sehingga bisa digunakan untuk menangkap dan menahan Andi Pangerang Hasanudin.

Ketiga, pembuktiannya sederhana. Penyidik Ditsiber Polri hafal betul bagaimana membuktikan kasus dengan pasal ini.

Mengutip pernyataan Buya Anwar Abas, penulis setuju kasus ini sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada institusi kepolisian. Polri dapat menindak Andi Pangerang Hasanudin tanpa perlu menunggu laporan dari Muhammadiyah.

Lagipula, Polri wajib segera menindak agar ada konfirmasi negara menjaga harkat, martabat dan kedudukan setiap warga negara, tak terkecuali harkat, martabat dan kedudukan warga persyarikatan Muhammadiyah. Jangan sampai ada kesan terjadi pembiaran, yang kemudian dipahami publik seolah warga Muhammadiyah menjadi 'Warga Kelas Dua' di Negeri ini. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat

MENANTIKAN KEADILAN BAGI MUHAMMADIYAH

Tinta Media - Beredar di media sosial pernyataan yang diduga peneliti BRIN yang pada pokoknya akan melakukan pembunuhan kepada anggota Muhammadiyah.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

Pertama, bahwa Muhammadiyah dari sisi usia jauh lebih tua dari Republik Indonesia, Muhammadiyah berdiri tahun 1912 atau 111 tahun yang lalu. Pengorbanan untuk masyarakat dan bangsa tentu sangat besar. Oleh karena itu sepatutnya Republik ini memberikan keadilan kepada Muhammadiyah dalam hal ancaman pembunuhan tersebut dengan cara pelaku pengancaman di proses hukum dan diberhentikan sebagai ASN atau peneliti. Jika tidak khawatir terkesan melindungi yang berakibat pada distrust dan disabodiance kepada Pemerintah;

Kedua, bahwa ancaman pembunuhan adalah delik formil, walaupun tidak terjadi pembunuhan tetapi telah diucapkan ancaman tersebut maka telah selesai delik pidananya, terlebih lagi ancaman tersebut melalui media sosial. Oleh karena itu warga Muhammadiyah dan siapapun setiap orang dapat menyampaikan laporan kepada pihak Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk dapat segera ditindaklanjuti;

Ketiga, bahwa LBH Pelita Umat bersedia membantu Muhammadiyah jika diperlukan untuk mempermudah jalannya proses pengaduan tersebut.

Demikian.

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH Pelita Umat dan Mahasiswa Doktoral


Senin, 24 April 2023

SEGERA TANGKAP DAN PENJARAKAN ANDI PANGERANG HASANUDIN, ORANG BRIN YANG MEMECAHBELAH DAN MENYEBAR SARA

"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,"

[Andi Pangerang Hasanuddin, 22/4]


Tinta Media - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma'mun Murod berang. Dia mengecam keras komentar yang dibuat peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin terkait perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah. 

Pasalnya, metode hisab yang diadopsi Muhammadiyah yang menghasilkan perbedaan dalam menentukan Lebaran dipermasalahkan, sampai harus mengancam di media sosial (medsos). Ma'mun heran, bagaimana mungkin seorang peneliti BRIN bersikap layaknya preman daripada seorang intelektual dalam menyikapi perbedaan.

Kasus ini bermula, saat dilaman Facebook ada statemen Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin. Eks kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu menilai, Muhammadiyah sudah tidak taat kepada pemerintah terkait penentuan Lebaran 2023.

"Eh, masih minta difasilitasi tempat sholat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas," ujar Thomas.

Lalu, Status Thomas mendapat respon dari anak buahnya yang dikenal sebagai pakar astronomi BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin. Melalui akun AP Hasanuddin, ia menuliskan kemarahan atas sikap Muhammadiyah dengan me-mention akun Ahmad Fauzan S.

"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," ujarnya.

Namun, statemen sok gagah, SARA, intoleran dan memecahbelah bangsa ini tak sebanding dengan nyali si pelaku. 

Status AP Hasanuddin ini viral di berbagai kanal media sosial. Di lini masa Twitter dan Facebook, statusnya banyak disebar, termasuk di grup Whatsapp. Namun, akun AP Hasanudin sendiri sudah digembok. Konfirmasi sifat PENGECUT dari pemiliknya!

Agar bangsa Indonesia tidak terbelah, agar tidak ada pemaksaan pandangan mahzab fiqh tertentu dan tata cara keyakinan ibadah berdalih keputusan pemerintah, agar tidak ada rakyat Indonesia yang gemar menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada individu atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), MAKA AP HASANUDIN INI HARUS SEGERA DITANGKAP DAN DIPENJARA!

Penyidik Polri dapat menerapkan ketentuan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45a ayat (2) UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No 11/2008 tentang ITE, yang menyatakan:

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.

Tindakan AP Hasanudin jelas dilakukan secara sengaja. Umpatan dan ancaman pembunuhan yang ditulis AP Hasanudin jelas melawan hak. AP Hasanudin jelas-jelas menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada Muhammadiyah berbasis SARA.

Karena pasal 28 ayat (2) UU ITE ini ancaman pidananya 6 tahun penjara sebagaimana diatur dalam pasal 45a ayat (2), pasal 28 ayat (2) UU ITE juga delik umum, bukan delik aduan sehingga tak membutuhkan laporan dari Muhammadiyah, KARENANYA PENULIS MINTA KEPADA PENYIDIK POLRI AGAR SEGERA MENANGKAP DAN MENAHAN AP HASANUDIN.

Sebab jika tidak, penulis khawatir akan keselamatan AP Hasanudin. Apalagi, AP Hasanudin sudah merasa ketakutan dengan menggembok akun sosmednya. Proses hukum terhadap AP Hasanudin dilakukan agar penyelesaian kasus ini diselesaikan secara hukum, bukan dengan eksekusi jalanan. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab