MMC: Kebijakan BPJS Kesehatan adalah Bentuk Kezaliman Jaminan Kesehatan di Sistem Kapitalisme
Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menuturkan bahwa kebijakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan merupakan bentuk kezaliman jaminan kesehatan di sistem kapitalisme.
“Kebijakan BPJS adalah bentuk kezaliman sistem kapitalisme kepada rakyat dari sektor jaminan kesehatan,” tuturnya dalam program Serba Serbi MMC: Iuran BPJS Bakal Menyesuaikan Gaji, Kesehatan Gratis Hanya Mimpi Dalam Kapitalisme, Rabu (22/6/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Menurutnya, otak-atik kebijakan yang menguntungkan korporat adalah ciri khas kepemimpinan sistem kapitalisme.
“Inilah ciri khas kepemimpinan di sistem kapitalisme yang menguntungkan korporat. Sebab penguasa sesungguhnya dalam sistem ini bukanlah negara, melainkan korporat,” ucapnya.
Ia menilai BPJS Kesehatan sebagai bukti dari otak-atik kebijakan yang menguntungkan korporat. Awalnya sebagai bentuk kepedulian negara, pemerintah memposisikan BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik dengan dasar pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Tetapi ternyata BPJS adalah asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta.
“Pada awalnya BPJS dipromosikan sebagai bentuk kepedulian negara terhadap pelayanan kebutuhan vital masyarakat. Padahal sejatinya klaim itu hanyalah kedok sebab pada praktiknya BPJS bukanlah jaminan kesehatan nasional akan tetapi asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta,” tuturnya.
Ia mengkritisi bahwa program BPJS merupakan pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dan menyerahkan regulasinya ke pihak asuransi kesehatan.
“Harusnya tanggung jawab penyelenggara pelayanan kesehatan ada di pundak pemerintah. Tetapi atas nama gotong royong, perusahaan asuransi mewajibkan rakyat membayar iuran dahulu setiap bulannya dan hanya peserta yang membayar premi saja yang akan dapat pelayanan kesehatan,” kritiknya.
“Jelas ini adalah sebuah bentuk kezaliman bahkan lebih dari itu,” lanjutnya.
Konsep BPJS ini baginya sangat bertentangan dengan Islam.“Karena Islam melarang adanya asuransi,” ucapnya.
Aturan BPJS sering kali mengubah aturan ketika terjadi sengkarut persoalan seperti defisit, korupsi, layanan yang banyak mendapat kritikan, dan lain-lain, rakyatlah yang harus bertanggung jawab. “Aturan premi diubah dengan menaikkan harga, kemudian saat aturan ini dirasa tidak begitu menguntungkan maka kebijakan diubah dengan penghapusan kelas. Konsekuensinya peserta BPJS kelas 3 harus membayar lebih mahal daripada iuran saat ini,” tuturnya.
Ia menilai peleburan BPJS Kesehatan ini akan memberatkan masyarakat terutama yang selama ini menjadi peserta kelas 3. Apalagi kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Badan Jaminan Kesehatan Nasional atau BPJS Kesehatan dikabarkan akan melebur pelayanan rawat inap ruang kelas 1, 2, dan 3 menjadi kelas standar (KRIS). Menurutnya, peleburan ini, iuran nantinya akan ditentukan dari besar pendapatan peserta. “Dengan peleburan ini, iuran nantinya akan ditentukan dari besar pendapatan peserta,” ujarnya.
Ia membeberkan penjelasan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri bahwa iuran disesuaikan dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial sesuai dengan besar penghasilan.
“Inilah bentuk gotong royong sosial yang diinginkan oleh Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) atau sistem jaminan sosial nasional,” katanya.
Ia melanjutkan pernyataan dari Asih Eka Putri bahwa kriteria KRIS masih dalam proses finalisasi. “Saat ini masih dalam menunggu diselesaikannya revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
“Kebijakan BPJS adalah bentuk kezaliman sistem kapitalisme kepada rakyat dari sektor jaminan kesehatan,” tuturnya dalam program Serba Serbi MMC: Iuran BPJS Bakal Menyesuaikan Gaji, Kesehatan Gratis Hanya Mimpi Dalam Kapitalisme, Rabu (22/6/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Menurutnya, otak-atik kebijakan yang menguntungkan korporat adalah ciri khas kepemimpinan sistem kapitalisme.
“Inilah ciri khas kepemimpinan di sistem kapitalisme yang menguntungkan korporat. Sebab penguasa sesungguhnya dalam sistem ini bukanlah negara, melainkan korporat,” ucapnya.
Ia menilai BPJS Kesehatan sebagai bukti dari otak-atik kebijakan yang menguntungkan korporat. Awalnya sebagai bentuk kepedulian negara, pemerintah memposisikan BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik dengan dasar pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Tetapi ternyata BPJS adalah asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta.
“Pada awalnya BPJS dipromosikan sebagai bentuk kepedulian negara terhadap pelayanan kebutuhan vital masyarakat. Padahal sejatinya klaim itu hanyalah kedok sebab pada praktiknya BPJS bukanlah jaminan kesehatan nasional akan tetapi asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta,” tuturnya.
Ia mengkritisi bahwa program BPJS merupakan pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dan menyerahkan regulasinya ke pihak asuransi kesehatan.
“Harusnya tanggung jawab penyelenggara pelayanan kesehatan ada di pundak pemerintah. Tetapi atas nama gotong royong, perusahaan asuransi mewajibkan rakyat membayar iuran dahulu setiap bulannya dan hanya peserta yang membayar premi saja yang akan dapat pelayanan kesehatan,” kritiknya.
“Jelas ini adalah sebuah bentuk kezaliman bahkan lebih dari itu,” lanjutnya.
Konsep BPJS ini baginya sangat bertentangan dengan Islam.“Karena Islam melarang adanya asuransi,” ucapnya.
Aturan BPJS sering kali mengubah aturan ketika terjadi sengkarut persoalan seperti defisit, korupsi, layanan yang banyak mendapat kritikan, dan lain-lain, rakyatlah yang harus bertanggung jawab. “Aturan premi diubah dengan menaikkan harga, kemudian saat aturan ini dirasa tidak begitu menguntungkan maka kebijakan diubah dengan penghapusan kelas. Konsekuensinya peserta BPJS kelas 3 harus membayar lebih mahal daripada iuran saat ini,” tuturnya.
Ia menilai peleburan BPJS Kesehatan ini akan memberatkan masyarakat terutama yang selama ini menjadi peserta kelas 3. Apalagi kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Badan Jaminan Kesehatan Nasional atau BPJS Kesehatan dikabarkan akan melebur pelayanan rawat inap ruang kelas 1, 2, dan 3 menjadi kelas standar (KRIS). Menurutnya, peleburan ini, iuran nantinya akan ditentukan dari besar pendapatan peserta. “Dengan peleburan ini, iuran nantinya akan ditentukan dari besar pendapatan peserta,” ujarnya.
Ia membeberkan penjelasan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri bahwa iuran disesuaikan dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial sesuai dengan besar penghasilan.
“Inilah bentuk gotong royong sosial yang diinginkan oleh Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) atau sistem jaminan sosial nasional,” katanya.
Ia melanjutkan pernyataan dari Asih Eka Putri bahwa kriteria KRIS masih dalam proses finalisasi. “Saat ini masih dalam menunggu diselesaikannya revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan,” pungkasnya.[] Ageng Kartika