Tinta Media: Awal
Tampilkan postingan dengan label Awal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Awal. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Februari 2024

Ustazah Nur Salamah Ungkap Waktu Awal Memulai Pelajaran



Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Batam, Ustazah L. Nur Salamah, S.Pd. menjelaskan tentang waktu untuk memulai pelajaran. 

"Awal untuk memulai pelajaran adalah pada hari Rabu," tuturnya saat mengawali kajian Kitab Adab Ta'limu al Muta'alim bab 6: Tentang Memulai Belajar dan Ukurannya serta Urutan Mempelajari Ilmu, Selasa (23/1/2024) 

Hal ini, imbuhnya, disandarkan kepada Syeikhul Islam Burhanuddin Rahmatullah alaik yang tidak lain adalah guru dari Imam Az-Zarnuji, penulis kitab ini. 

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Imam Burhanuddin adalah merujuk kepada suatu hadits Rasulullah Saw. "Dan beliau meriwayatkan suatu hadits tentang masalah ini," ujarnya. 

Ustazah Nur kemudian melanjutkan dengan membaca hadits yang dimaksud sebelumnya. Rasulullah Saw. bersabda: "Tidaklah ada sesuatu yang dimulai pada Hari Rabu kecuali bisa diselesaikan dengan sempurna," terangnya. 

Namun, lanjutnya, setelah ditelusuri hadits tersebut di atas tidak dijumpai asal-usulnya. Walau demikian (memulai sesuatu di Hari Rabu) telah dilakukan oleh Ayahanda Imam Az-Zarnuji, penulis kitab ini. 

Bunda, sapaan akrabnya, juga menjelaskan bahwa ini adalah kebiasaan para ulama enggak ada salahnya diikuti. "Ternyata hal seperti ini telah dicontohkan oleh para ulama, meskipun haditsnya tidak ditemukan asal-usulnya. Dan saya membuka kajian di Perum. Buana Indah itu hari Rabu. Alhamdulillah sudah hampir dua tahun istikamah. Semoga tetap istikamah dalam ketaatan," bebernya. 

Begitu juga, katanya, yang dilakukan oleh ayahku (ayah penulis kitab). Beliau meriwayatkan hadits tersebut dari gurunya yang bernama Syaikhul Imam al Ajal (yang mulia) bernama Qawwaamuddin Ahmad bin Abdul Rasyid, semoga rahmat tercurah kepada Beliau. 

Sebagai pengasuh kajian, Ustazah Nur melanjutkan membaca kitab tentang seorang ulama yaitu Syekh Yusuf  yang senantiasa memulai pekerjaan dari suatu kebaikan dimulai dari Hari Rabu. 

"Dan aku mendengar (penulis kitab ini) dari orang yang aku percaya bahwa Syekh Yusuf Hamadzani Rahmatullah, beliau senantiasa memulai setiap pekerjaan dari suatu kebaikan pada hari rabu," jelasnya. 

Dan hal ini, sambungnya, karena sesungguhnya Hari Rabu itu adalah hari di mana di dalamnya Allah Swt. ciptakan cahaya. Adapun hadits yang menceritakan tentang penciptaan cahaya pada Hari Rabu tersebut kedudukannya sahih. 

Terakhir ia menyampaikan bahwa Hari Rabu adalah Hari naasnya orang-orang kafir, namun hadits yang memberitakan hal tersebut kedudukannya lemah. 

"Dan Hari Rabu adalah hari naasnya orang-orang kafir. Namun, hadits yang memberitakan hal tersebut kedudukannya maudhu' (lemah parah). Jadi tidak boleh diamalkan," pungkasnya.[] Bey

Senin, 04 Juli 2022

Ajengan Yuana Jelaskan Lima Hal Seputar Perbedaan Penetapan Awal Dzulhijjah

Tinta Media - Mudir Ma'had Khodimus Sunnah, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menjelaskan lima hal seputar perbedaan penetapan awal Dzulhijjah.

"Pertama, perbedaan penentuan Idul Adha adalah wilayah khilafiyah," ungkapnya di akun telegram pribadinya, Kamis ( 30/6/2022).

Sependek yang ia tahu, tidak ada kesepakatan ulama (ijmak) dalam penentuan awal Dzulhijjah. "Jadi dalam masalah khilafiyah jangan memutlakkan dan jangan sampai saling mengolok-olok. Fokus pada argumentasi saja," nasehatnya.

"Kedua, para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits rukyat Amir Mekah," ungkapnya.

Ia menukil perkataan Husain bin Al-Harits yang mengatakan bahwa sesungguhnya Amir Mekah pernah berkhutbah dan menyampaikan, ‘’Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil merukyat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.’’ (HR. Abu Dawud No. 2338).

"Rasul meminta Amir Mekah untuk rukyat hilal Dzulhijjah dalam rangka pelaksanaan ibadah haji," tandasnya.

Menurutnya, disinilah para ulama berbeda pendapat apakah hadits tersebut menjadi standar penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri atau hanya terkait pelaksanaan ibadah haji.  

"Ketiga, justru para ulama madzhab menjadikan hadits rukyat Amir Mekah sebagai dalil dalam persaksian hilal. Hal tersebut, bisa kita lihat dalam kitab Ma'rifah as-Sunan wa al-Atsar karya Imam al-Baihaqi," jelasnya.

YRT menilai, ketika hadits tersebut dijadikan dalil dalam penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri, maka itu termasuk terobosan ijtihad yang sangat menarik. 

"Keempat, sebenarnya ada hadits lain yang menjelaskan tentang rukyat bulan Dzulhijjah secara umum," paparnya sambil membacakan hadits riwayat Muslim nomor 1977, 

"Rasul bersabda: ‘’Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian ingin berqurban, maka hendaknya ia menjaga rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong hingga hari Qurban).’’ 

Hadits ini dinilainya bersifat umum tentang penetapan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan rukyat, tanpa menyebutkan rukyat siapa. "Artinya, jika terdapat dalil khusus, maka yang diamalkan adalah dalil khusus. Namun ada tidaknya dalil khusus, para ulama berbeda pendapat," tandasnya.

"Kelima, jadi pangkal diskusinya sebenarnya adalah, pertama, tidak ada ijmak ulama tentang penentuan awal Dzulhijjah, maka perkara yang khilafiyah harus disikapi secara bijak, dan tidak dimutlakkan," pintanya.

"Kedua, hadits rukyat Amir Mekah sendiri oleh para ulama madzhab tidak dijadikan dalil penentuan awal Dzulhijjah," tambahnya.

Menurut YRT, para ulama justru menjadikan hadits tersebut sebagai dalil dalam masalah persaksian hilal, bukan penentuan awal Dzulhijjah. "Bisa dicek di kitab Ma'rifatus Sunan wal Atsar," tuturnya meyakinkan.

"Ketiga, menjadikan hadits rukyat Amir Mekah sebagai dalil penetapan Dzulhijjah untuk seluruh negeri terkesan sebagai ijtihad "baru" (tajdid), namun in sya Allah lebih kokoh dan menentramkan," simpulnya.

Ia memberikan empat argumen bagi kesimpulannya tersebut. 

"Kesatu, mendahulukan nash meski mafhum daripada qiyas. Kedua, terwujudnya kesatuan dengan manasik haji. Ketiga, mengutamakan kesatuan umat Islam. Keempat, perbedaan yang sekarang terjadi lebih pada aspek politik keberadaan negara bangsa (nation state), bukan masalah fikih semata," pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab