Tinta Media: Aturan
Tampilkan postingan dengan label Aturan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aturan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 April 2024

Sistem Hukum Beku di Bawah Aturan Kapitalis


Tinta Media - Pada lebaran 2024, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Remisi Khusus (RK) bagi narapidana dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) khusus bagi anak binaan yang beragama Islam. Total berjumlah 159.557 orang. 

Yasonna H Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari negara sebagai hadiah kepada narapidana dan anak binaan yang selalu berusaha memperbaiki diri, berbuat baik, dan kembali menjadi masyarakat yang berguna. Beliau berharap, pemberian remisi dan PMP ini dapat dijadikan semangat dan tekad bagi narapidana dan anak binaan untuk memperbanyak karya dan cipta yang bermanfaat. 

Tak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana, pemberian RK dan PMP Idul Fitri ini juga berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp81.204.495.000.

Berbagai aturan terkait dengan sistem sanksi saat ini menunjukkan ketidakseriusan dalam memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Pasalnya, sistem sanksi ini bertumpu pada nilai sekuler-liberal yang kemudian melahirkan sistem pidana sekuler dan menafikkan peran agama dari kehidupan, meniscayakan hukum pidana dibuat oleh akal manusia yang lemah dan terbatas. 

Sistem pidana sekuler juga kosong dari unsur ketakwaan karena tidak bersumber dari wahyu Allah. Alhasil, aturan yang berasal dari manusia tersebut berpotensi sangat tinggi untuk berubah, berbeda dan berganti. 

Bahkan, sistem pidana ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh pihak yang kuat, yakni penguasa atau pemilik modal karena tidak ada ketetapan yang baku di dalamnya. Tak heran, sistem pidana sekuler tidak memberikan keadilan sedikit pun bagi masyarakat.

Ini bertolak belakang dengan sistem sanksi Islam yang akan menimbulkan efek jera dan meniscayakan adanya keadilan karena hukumnya berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, Allah Swt. 

Setidaknya ada lima keunggulan sistem sanksi dalam Islam, antara lain:
 
Pertama, sistem sanksi Islam berasal dari Allah, Zat Yang Maha Mengetahui perihal manusia secara sempurna.
Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 50.

Kedua, sistem sanksi Islam bersifat wajib, konsisten, dan tidak berubah-ubah mengikuti situasi, kondisi, waktu dan tempat. Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an Al-An'am ayat 115.

Ketiga, sanksi dalam pidana Islam bersifat zawajir atau membuat jera di dunia dan jawabir atau menghapus dosa di akhirat. Jadi, sistem sanksi Islam berdimensi dunia dan akhirat, sedangkan sistem pidana sekuler hanya berdimensi dunia yang sangat dangkal.

Keempat, dalam sistem sanksi Islam peluang permainan hukum dan peradilan sangat kecil. Ini terutama karena sistem sanksi Islam bersifat spiritual, yakni dijalankan atas dorongan takwa kepada Allah Swt. 

Selain itu, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman atau menerima suap dalam mengadili akan diancam hukuman yang berat oleh Allah, yaitu masuk neraka atau malah bisa menjadi kafir (murtad).

Kelima, dalam sistem sanksi Islam seorang qadhi memiliki independensi tinggi, yaitu vonis yang dijatuhkannya tak bisa dibatalkan, kecuali jika vonis itu menyalahi syariat Islam.

Sistem sanksi Islam telah terbukti mampu meminimalisir tindak kejahatan/kriminalitas. Hal ini tentu tidak akan terwujud dalam sistem demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan dari negara. 

Sistem sanksi yang tegas dan adil akan ada jika hukum Allah diterapkan oleh negara khilafah. Karena sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, mengatur segala aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali. Aturan Islam bersifat baku, tak akan berubah. Di mana pun dan kapan pun, hanya sistem sanksi Islam yang mampu mencegah kriminalitas dengan tuntas. Wallahua'alam bishawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Rabu, 14 Februari 2024

Aturan Terbaik Hanya Hukum Islam



Tinta Media - Judical review (uji materi)  terhadap ketentuan pasal 201 Ayat (7), (8), dan (9) Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan oleh 11 kepala daerah  disambut baik oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna, Jum'at (26/1/2024, REPUBLIKA.CO.ID) 

Kerugian akan dirasakan oleh sekitar 270 kepala daerah, yaitu dengan terpangkasnya masa jabatan secara signifikan akibat dari desain keserentakan pilkada serentak 2024. Padahal, masa jabatan kepala daerah menurut UU adalah lima tahun.

Ada sekitar 11 kepala daerah yang bertindak sebagai pemohon di MK. Jika pilkada 2024 diadakan secara serentak dalam satu gelombang, maka masa jabatan kepala daerah ada yang hanya 1,5 tahun karena pelantikannya baru di pertengahan tahun 2021. Dengan demikian, kerugian akan dirasakan oleh sekitar 270  dari jumlah total 546 kepala daerah kepala daerah tingkat kabupaten/kota, maupun kepala daerah tingkat provinsi.

Para pemohon meminta MK untuk membagi keserentakan Pilkada 2024 daerah otonomi untuk dibagi menjadi dua gelombang. Bupati Bandung dan Bupati Bedas pun menyetujui dan mendukungnya, agar kepala daerah tetap menjabat selama 5 tahun sesuai dengan amanat konstitusi.

Fakta mengenai pilkada serentak di atas akan berimbas pada kurangnya masa jabatan ratusan kepala daerah dari seluruh Indonesia.

Begitulah lemahnya aturan buatan manusia yang justru akan merugikan sebagian yang lainnya. Terbukti dengan adanya aturan atau kebijakan yang dibuat oleh sistem hari ini selalu menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah manusia karena berlandaskan kepentingan masing-masing individu atau kelompok. Pertentangan selalu ada akibat munculnya ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat, termasuk dalam hal judicial review tersebut. Akan tetapi, begitulah memang tabiat dari sistem sekuler kapitalis. Negara hanya menjadi regulator saja. 

Maka, semua kebijakan yang dibuat sudah tentu akan menimbulkan pro dan kontra, dan itu sudah dirasakan dan terlihat jelas dari berbagai fakta. Kekuasaan dan jabatan dalam sistem demokrasi sejatinya bukan untuk kepentingan rakyat, karena penguasa atau negara hanya sebagai regulator saja. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk membuat kebijakan yang pro kepada rakyat. Yang ada justru pro kepada pihak yang punya kepentingan. 

Kelemahan dari hukum konstitusi lainnya adalah bahwasanya hukum (undang-undang) bisa diubah dan di otak-atik sesuai hawa nafsu manusia, sehingga tidak bisa dijadikan landasan atau tolok ukur kebenaran. 
Itu karena cara pandang kapitalisme hanya berlandaskan keuntungan dan materi belaka.

Sedangkan dalam pandangan Islam, masa jabatan pengusaha atau pejabat diatur berlandaskan pada syariat yang baku, tidak berubah-ubah. Jabatan penguasa adalah sebuah tanggung jawab yang berat dan filosofi kepemimpinan dalam Islam adalah untuk pengaturan urusan rakyat.

Syariat Islam bersifat baku dan tidak bisa dipermainkan dan diubah-ubah seperti halnya aturan buatan manusia. Jadi, tidak ada kepentingan individu atau kelompok yang dapat mengatur dengan seenaknya terkait masalah perundang-undangan.

Dalam Islam, kepemimpinan utama dalam negara adalah Khalifah/Amirul mukminin yang tidak ada batasan masa jabatannya. Akan tetapi, ketentuan syariatlah yang akan menentukan apakah Khalifah melakukan sesuatu yang melanggar syariat atau tidak.

Selama masih memimpin sesuai jalur syariat, maka tidak ada yang bisa memberhentikan masa jabatannya. Selama badan masih sehat dan kuat untuk beraktivitas dan tidak sakit keras yang membahayakan jiwanya, maka Khalifah ataupun pejabat pengusaha masih tetap bisa menjabat. Sedangkan pejabat di bawah Khalifah, akan berakhir jika akad wakalah akan selesai. 

Jabatan dalam Islam adalah sebagai pengabdian kepada rakyat dalam mengurus urusan rakyat di bawah akad. Tidak ada kepentingan selain hanya menggapai rida Allah semata. 

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Oleh karena itu, hanya  hukum Islamlah satu-satunya  aturan yang tetap dan adil, karena bersumber dari Allah Swt.  Semoga penerapan syariat Islam segera terwujud dalam kehidupan agar kesejahteraan dan keadilan tersebar luas ke penjuru dunia, insya Allah.

Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 18 Agustus 2022

MMC: Aturan Islam Mampu Memelihara Jiwa dan Memberikan Keamanan bagi Rakyat

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa aturan Islam mampu memelihara jiwa dan memberikan keamanan bagi rakyat.

"Aturan Islam yang rinci ini mampu memelihara jiwa dan memberikan keamanan bagi rakyatnya sehingga dijauhkan dari sifat aniaya," tuturnya dalam Sumbangan Peradaban Islam: Diyat Dua Buah Bibir Dalam Islam, Senin (15/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Menurut Narator MMC, syariat mengatur sempurna penjagaan dan pemeliharaan nyawa juga kesehatan tubuh. Begitu juga, mengharamkan apa-apa yang mendatangkan mudharat bagi tubuh orang lain. "Termasuk hilangnya fungsi bibir dan sebagainya," ujarnya.

Sebagaimana diketahui bahwa bibir adalah bagian tubuh yang terlihat di mulut manusia. Memiliki peran yang tidak kalah penting dalam membantu kehidupan manusia. "Berfungsi sebagai pembukaan untuk asupan makanan. Dalam artikulasi suara dan bicara serta berperan untuk mendukung ekspresi wajah," paparnya.

Jika dua buah bibir dipotong atau hilang atau terjadi pelumpuhan maka dalam hal ini harus dikenakan Diyat. "Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku karena terjadinya tindak pidana berupa pembunuhan atau penganiyaan dan diberikan kepada korban atau walinya," jelasnya. 

Inilah salah satu hikmah syariat terkait ukur dalam Islam. Penerapan syariat bertujuan untuk menjaga nyawa atau hipnotis. "Termasuk menjaga organ tubuh manusia seperti dua bibir tersebut," tandasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab