Semut merupakan salah satu hewan yang diabadikan dalam Alquran karena ikut menolong Nabi Ibrahim. Bahkan semut menempati surat tersendiri yaitu Surah an-Naml. Dalam surah tersebut juga disebutkan semut adalah hewan yang sempat berkomunikasi dengan Nabi Sulaiman Raja Segala Makhluk.
Dalam ajaran Islam, dijelaskan bahwa seluruh binatang yang ada di lautan mendoakan hamba-hamba Allah yang keluar rumah untuk menuntut ilmu. Entah seperti apa mereka berdoa dan bertasbih kepada Allah. Yang pasti doa dan tasbihnya mereka menandakan bahwa hewan-hewan itu tidak ateis.
Ikan bahkan berdoa kepada Allah untuk para pencari ilmu, sebagaimana hadist Rasulullah : “Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridhaan kepada penuntut Ilmu. Dan sungguh, orang yang berilmu akan dimintai ampunan oleh penduduk langit dan bumi, bahkan hingga ikan yang ada di dasar laut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Mirqatul Mafatih, juz I, halaman 295).
Dialog Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassalam dengan ular itu menjadi mukjizat beliau, sehingga Abu Bakar mampu mendengarnya. “Ya aku mengerti, Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah SWT mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecintaan. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke Surga,” kata ular.
“Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular. Lalu, apa kata Allah SWT ?. “Silahkan pergi ke Jabal Tsur, tunggu di sana, kekasih-Ku akan datang pada waktunya,” jawab Allah SWT.
“Ribuan tahun aku menunggu di sini, Aku digodok oleh kerinduan untuk berjumpa Engkau, Muhammad Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassalam. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad Shalallahu’Alaihi Wassalam,” jawab ular. Kisah ini menunjukkan bahwa binatang ular percaya kepada Allah, artinya binatang tidak ateis.
Dikisahkan dalam surat Al A’raaf atau 133 tentang Allah yang mengirim ribuan katak untuk mengazab fir’aun dan gerombolannya yang kafir. Pasukan katak itu patuh dan taat sepenuhnya atas perintah Allah. Ketaatan katak pada perintah Allah menandakan bahwa binatang ini tidak ateis.
Dikisahkan sekelompok kutu ada dalam surat Al-A’raaf ayat 133 sama dengan ayat tentang katak. Allah juga mengatakan kutu sebagai azab kiriman untuk Fir’aun serta pengikutnya yang kafir. Kutu patuh dan tunduk sepenuhnya kepada perintah Allah. Kutu tidak ateis.
Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa (QS Al A’raaf : 133)
Dikisahkan Allah mengutus ribuan belalang sebagai azab untuk fir'aun serta kaumnya yang kafir. Belalang tidak mau kalah dengan binatang lainnya yang juga tunduk kepada Allah. Pantas jika orang kafir itu dianggap Allah lebih hina dibanding binatang. Belalang tidak ateis.
Dikisahkan Allah mengirimkan pasukanNya berupa sekawanan burung ababil untuk menjungkalkan kepongahan dan kediktatoran pasukan kafir Abrahah. Burung-burung itu menghujani mereka dengan batu neraka, maka binasalah seluruh pasukan Abrahah. Burung tidak ateis.
Nyamuk adalah satu di antara serangga yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an surat al Baqarah ayat 26. Oleh Allah, nyamuk dijadikan sebagai perumpamaan untuk menguji manusia, apakah tetaplah beriman atau mungkin kafir. Nyamuk tidak ateis.
Binatang sapi lebih istimewa dibanding yang lain, sebab namanya diabadikan sebagai nama surat ke-2 sekalian surat terpanjang yakni Al Baqarah (sapi betina). Dalam surat ini Allah bercerita mengenai bani Israil yang sukai banyak ajukan pertanyaan yang pada akhirnya jadi menyusahkan diri mereka sendiri. Sapi tidak ateis.
Dalam Islam, domba kerap dihubungkan dengan syariat berkurban. Allah menyebutkannya pada Ash Shaffat ayat 102-107. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk menyembelih putranya, Ismail 'alaihissalam. Ketika keduanya sudah pasrah serta Allah tahu kesabaran mereka, jadi Allah ubahkan posisi Ismail dengan 'seekor sembelihan yang besar'. Domba tidak ateis.
Masih banyak binatang dikisahkan dalam Al Quran sebagai hamba-hamba Allah yang meski tidak diberikan akal dan tidak dibebankan kewajiban, namun mereka tetap melakukan pujian kepada Allah, baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan serta benda-benda di dunia. Meski tak berakal, tapi mereka tidak ateis.
Jadi binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak ateis. Bahkan benda-benda di bumi tidak ateis. Bahkan benda-benda di langit tidak ateis. Namun dalam sejarah justru manusia yang diberikan akal, banyak yang ateis, tidak mengakui keberadaan Allah dan melakukan berbagai pembangkangan jika diingatkan.
Karena itu jika ada manusia yang mengaku ateis dan bangga atas predikatnya itu, maka harga diri mereka lebih hina dibanding binatang, bahkan lebih hina dibanding iblis. Sebab iblis adalah pembangkang Allah, tapi masih mengakui keberadaan Allah. Iblis minta ditangguhkan kematiannya oleh Allah. Iblis tidak ateis.
Kesimpulannya binatang tidak ateis, meski tak berakal. Justru manusia ada yang mengaku ateis, padahal berakal. Bahkan iblis tidak ateis, meski membangkang. Justru manusia ada yang menjadi ateis sekaligus pembangkang. Jilatan api neraka lebih layak menembus telapak kaki mereka, hingga ubun-ubun mereka mendidih.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 04/10/22 : 21.00 WIB)
Dr. Ahmad Sastra Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa