Tinta Media - Tampaknya sekarang negara Arab Saudi kian moderat dan bebas. Padahal, dulu penulis mendapat framing bahwa negara Arab Saudi merupakan ikon dan implementasi dari Islam. Di Arab Saudi, hijab diwajibkan bagi muslimah dan minuman beralkohol dilarang di seluruh negeri Arab. Namun, framing tersebut penulis rasakan mulai memudar belakangan ini, karena beberapa kewajiban syara' telah dilonggarkan atau bahkan dibebaskan.
Beberapa bulan lalu, Saudi membebaskan kewajiban hijab bagi perempuan Arab. Kini Saudi dilaporkan berencana mengizinkan konsumsi minuman alkohol secara publik di daerah tertentu.
Melalui sebuah dokumen yang didapat The Wall Street Journal (WSJ), Saudi berencana mengizinkan penjualan dan konsumsi wine, cocktails, hingga sampanye di sebuah resort yang terdapat di Kota Neom.
Jika terkonfirmasi, ini akan menjadi aturan terbaru pemerintah kerajaan Saudi yang menjadikannya semakin moderat. Pasalnya, selama ini Saudi melarang penjualan dan konsumsi minuman alkohol di seluruh negeri.
Menurut dokumen pemerintah Saudi yang dirilis Januari 2022, selain membuka bar, Saudi juga akan mengizinkan toko-toko retail menjual wine secara terbuka di kota. (CNN Indonesia, 19/9/22)
Apakah hal di atas akan menyebabkan umat Islam di negara lain ikut tidak mewajibkan hijab dan melonggarkan alkohol, karena menganggap di Arab Saudi saja dibolehkan?
Sebagai umat Islam, kita harus ingat bahwa setiap perbuatan harus berlandaskan kepada akidah Islam dan dikembalikan bagaimana syara' menghukuminya. Dalam Al-Qur'an maupun hadis, jelas bahwa hijab wajib bagi perempuan muslimah (Q.S. Al-Ahzab ayat 59) dan alkohol hukumnya haram bagi seluruh kaum muslimin baik sedikit maupun banyak (Q.S Al-Maidah ayat 90-91). Tidak terdapat ijtihad yang bertentangan dengan hal tersebut.
Jadi, harus diingat bahwa sumber hukum Islam ada 4, yakni Al-Qur'an, Hadis, Ijma, dan Qiyas. Keputusan negara Arab Saudi maupun undang-undangnya bukanlah sumber hukum Islam. Titik!
Allah berfirman di dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 50 yang artinya:
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Tak hanya itu, pelonggaran lain juga banyak diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Misalnya, mengizinkan laki-laki dan perempuan bercampur di ruang publik, mengizinkan perempuan mengemudi, mendatangi konser maupun acara olahraga, membolehkan pergi ke luar negeri tanpa mahram, membuka kembali bioskop, hingga mengizinkan penggunaan bikini di pantai privat di kota internasional tertentu.
Pelonggaran-pelonggaran tersebut terkait dengan rencana reformasi Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman agar Arab Saudi tidak terlalu bergantung pada minyak dan mengedepankan sektor industri dalam ekonomi mereka. Salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja perempuan.
Dari sini semakin jelas menunjukkan bahwa Arab Saudi bukanlah negara Islam, karena aturan Islam tidak diterapkan secara menyeluruh walaupun mayoritas penduduknya muslim. Ini juga menunjukkan bahwa saat ini belum ada satu pun negara yang mengadopsi ideologi Islam. Di dalam Ideologi Islam, jelas bahwa fikrah dan thariqahnya adalah lahir dari akidah Islam.
Negara yang menerapkan ideologi Islam akan melaksanakan politik dalam maupun luar negerinya dengan asas Islam, yakni dakwah dan jihad demi menerapkan dan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslimin meneladani Rasulullah dalam mewujudkan tegaknya Daulah Islam, seperti penegakan Madinah Al-Munawarah. Sebab, mengambil teladan seharusnya hanya pada Rasulullah, bukan yang lain, termasuk bukan pada pemimpin negara Arab Saudi.
Allah berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
Oleh: Wida Nusaibah
Aktivis Dakwah Muslimah