Tinta Media: Aqiqah
Tampilkan postingan dengan label Aqiqah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqiqah. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Januari 2024

HUKUM MENYELENGGARAKAN WALIMAH DALAM RANGKA AQIQAH





Tanya
Tinta Media - Kyai, afwan nanya, kalau hajatan untuk aqiqahan anak hukumnya boleh kan kyai? (Daeng Irwansyah, Bandung). 

Jawab
Jika yang dimaksud hajatan adalah mengadakan walimah dalam rangka aqiqah, yaitu mengundang orang-orang ke rumah shohibul hajat untuk makan-makan daging aqiqah, maka hukumnya makruh. Yang lebih baik, bukan mengundang, tapi mengirimkan aqiqah kepada mereka di rumah mereka masing-masing. Aqiqah dapat dibagikan dalam keadaan mentah, tapi yang lebih afdhol adalah dibagikan dalam keadaan matang (sudah dimasak). Demikianlah hukum syara’ dalam masalah ini, sebagaimana penjelasan para ulama. 

Syekh Al-Khalīl dalam kitabnya Mukhtashar berkata : 

وَكُرِهَ عَمَلُهَا وَلِيْمَةً 

“Dan makruh hukumnya mengamalkan aqiqah dalam bentuk walimah.” (Syekh Khalīl bin Ishāq Al-Māliki, Mukhtashar Al-‘Allāmah Khalīl, hlm. 81). 

Dalam kitab Al-Fawākih Al-Dānī, Syekh An-Nafrawi Al-Maliki menjelaskan alasan kemakruhan menyelenggarakan aqiqah dalam bentuk walimah sebagai berikut : 

وَيُكْرَهُ جَعْلُهَا وَلِيمَةً وَيَدْعُو لَهَا النَّاسَ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ، وَإِنَّمَا كُرِهَ لِمُخَالَفَتِهِ لِفِعْلِ السَّلَفِ وَخَوْفِ الْمُبَاهَاةِ وَالْمُفَاخَرَةِ، بَلْ الْمَطْلُوبُ إِطْعَامُ كُلِّ وَاحِدٍ فِي مَحَلِّهِ، وَلَوْ وَقَعَ عَمَلُهَا وَلِيمَةً أَجْزَأَتْ 

“Dimakruhkan melaksanakan aqiqah dalam bentuk walimah, yaitu mengundang orang-orang untuk makan aqiqah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang. Hal itu dimakruhkan karena menyalahi praktik generasi salaf dan khawatir menjadi ajang kebanggaan dan pamer. Sebaliknya yang dituntut adalah memberikan aqiqah itu kepada setiap orang di tempat mereka, tapi kalau dilaksanakan dalam bentuk walimah, maka itu mencukupi (sah).” (Syekh An-Nafrawi Al-Maliki, Al-Fawākih Al-Dānī, Juz I, hlm. 606). 

Berdasarkan dua kutipan di atas, jelaslah bahwa mengadakan walimah dalam rangka aqiqah, yaitu membagikan daging aqiqah dengan mengundang orang-orang ke rumah rumah shohibul hajat untuk makan-makan daging aqiqah, hukumnya boleh tapi disertai kemakruhan. Imam Ibnu Qudamah mengatakan : 

وَإِنْ طَبَخَهَا وَدَعَا إِخْوَانَهُ فَأَكَلُوهَا فَحَسَنٌ 

"Jika orang yang beraqiqah itu memasak daging aqiqahnya, lalu mengundang saudara-saudaranya (sesama muslim), maka itu baik.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni Syarah Al-Kharqi, Juz VIII, hlm. 31). 

Namun demikian, yang lebih baik (afdhol) adalah membagikan aqiqah itu dengan cara mengirim daging aqiqah ke rumah masing-masing warga, bukan mengundang mereka ke rumah shohibul hajat untuk makan-makan aqiqah. Dalam kitab Hāsyiyah I’ānah Al-Thālibīn, disebutkan : 

وَيَطْبُخُ لَحْمَهَا وَيُبْعَثُ بِهِ إِلَى الْفُقَرَاءِ وَهُوَ أَحَبُّ مِنْ نِدَائِهِمْ عِنْدَ بَيْتِهِ، وَذَلِكَ لِقَوْلِ عَائِشَةَ إِنَّهُ سُنَّةٌ 

“Memasak daging aqiqah dan mengirimkannya kepada kaum fuqara` lebih disukai daripada mengundang mereka ke rumahnya orang yang melaksanakan aqiqah (shohibul hajat), hal ini berdasarkan pendapat ‘Aisyah RA bahwa yang demikian itu (membagikan daging aqiqah) adalah sunnah.” (Hāsyiyah I’ānah Al-Thālibīn, Juz II, hlm. 382).   

Kesimpulannya, mengadakan aqiqah dalam bentuk walimah, yaitu mengundang orang-orang untuk hadir ke rumah shohibul hajat dan makan-makan masakan aqiqah, hukumnya makruh (kurang baik). Alasan kemakruhannya karena dikhawatirkan walimah ini dapat menjadi ajang kebanggaan atau pamer kekayaan kepada masyarakat. Berarti jika alasan kemakruhan ini tidak ada, hukumnya baik (hasan), yakni boleh-boleh saja, sebagaimana pendapat Imam Ibnu Qudamah. Namun, yang lebih afdhol adalah membagikan aqiqah itu dengan cara mengirim daging aqiqah (lebih baik yang sudah dimasak) ke rumah masing-masing warga. Wallāhu a’lam. 

Bandung, 13 Januari 2024 

Muhammad Shiddiq Al-Jawi 

Referensi : 

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/64796/أقوال-العلماء-في-جعل-العقيقة-وليمة



Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pakar Fiqih Kontemporer 

Kamis, 09 Juni 2022

Bolehkah Berkurban Dulu Sebelum Aqiqah? Ini Jawabannya...


Tinta Media - Menanggapi pertanyaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat terkait pelaksanaan kurban sebelum aqiqah, Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. menegaskan bahwa boleh dan sah berkurban sebelum menyelenggarakan aqiqah.

"Boleh dan sah seorang muslim berkurban walaupun belum melakukan aqiqah untuk dirinya," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (2/6/2022).

Menurutnya, antara kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang berdiri sendiri. "Hal ini karena kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang masing-masing berdiri sendiri, yang satu tidaklah mensyaratkan yang lain," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. "Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban," tegasnya.

Karena itu, katanya kembali, jika seseorang belum melaksanakan aqiqah untuk dirinya, boleh dia berkurban dan tidak apa-apa. Adapun kondisinya yang belum beraqiqah tidaklah berpengaruh pada keabsahan ibadah kurban yang dia laksanakan.

Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya menjelaskan dengan membandingkan bahasan fiqih. "Hal ini berbeda dengan dua hukum yang masih satu rangkaian, atau dalam bahasa fiqih, masih *satu masalah* dimana dua hukum syara' tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain," terangnya.

Selanjutnya, ia memberikan contoh ibadah yang sepaket, yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. "Misalnya antara wudhu dan sholat, dimana wudhu merupakan syarat bagi sahnya sholat. Atau rukyatul hilal dengan pelaksanaan puasa Ramadhan, dimana rukyatul hilal merupakan sebab syar'i bagi sahnya pelaksanaan Ramadhan," paparnya.

Adapun antara aqiqah dan kurban, tegasnya, tidak terdapat dalil syar'i yang mengkaitkan hukum aqiqah sebagai syarat bagi ibadah penyembelihan kurban. Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. Maka tiadanya syarat aqiqah untuk kurban, berarti sah qurban tanpa aqiqah lebih dulu.

Kemudian ia menyampaikan dalil terkait masalah di atas. "Syekh Muhammad Mushthofa Az Zuhaili menjelaskan tentang syarat sebagai berikut," katanya.

فالشرط وصف يتوقف عليه وجود الحكم، وحقيقته أن عدمه يستلزم عدم الحكم، ولا يلزم من وجوده وجود ولا عدم، ولا يتحقق الحكم بشكل شرعي إلا بوجود الشرط الذي وضعه الشارع له

"Jadi syarat itu adalah sifat yang padanya bergantung keberadaan hukum, dan hakikatnya adalah ketiadaannya mengharuskan tiadanya hukum, namun sebaliknya keberadaannya tidak mengharuskan hukum itu ada atau tiada. Dan suatu hukum syar'i itu tidaklah terwujud secara syar'i kecuali dengan adanya syarat yang telah ditetapkan oleh Asy Syari' (Allah SWT)."
(Muhammad Mushthofa Az Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, 1/403).

Terakhir ia menegaskan kembali bahwa boleh dan sah bagi seorang muslim menyembelih kurban meskipun belum melaksanakan aqiqah.

'Dengan demikian, jelaslah bahwa boleh dan sah seorang muslim menyembelih kurban walaupun dia belum menjalankan aqiqah, karena tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa aqiqah itu menjadi syarat sahnya kurban," pungkasnya. [] Nur Salamah

Sabtu, 04 Juni 2022

BENARKAH YANG BELUM AQIQAH TIDAK BOLEH BERKURBAN?


Tinta Media - Tanya :
Benarkah orang yang belum aqiqah tidak diperbolehkan untuk kurban (harus aqiqah dulu)? (Nur, di bumi Allah)

Jawab :

Boleh dan sah seorang muslim berkurban walaupun belum melakukan aqiqah untuk dirinya. 

Hal ini karena kurban dan aqiqah adalah dua hukum yang masing-masing berdiri sendiri, yang satu tidaklah mensyaratkan yang lain.

Dengan kata lain, alasannya adalah karena tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban.

Karena itu, jika seseorang belum melaksanakan aqiqah untuk dirinya, boleh dia berkurban dan tidak apa-apa. Adapun kondisinya yang belum beraqiqah tidaklah berpengaruh pada keabsahan ibadah kurban yang dia laksanakan.

Hal ini berbeda dengan dua hukum yang masih satu rangkaian, atau dalam bahasa fiqih, masih "satu masalah", dimana dua hukum syara' tidak berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain. Misalnya antara wudhu dan sholat, dimana wudhu merupakan syarat bagi sahnya sholat. Atau misalnya antara rukyatul hilal dengan pelaksanaan puasa Ramadhan, dimana rukyatul hilal merupakan sebab syar'i bagi sahnya pelaksanaan Ramadhan.

Adapun antara aqiqah dan kurban, tidak terdapat dalil syar'i yang mengkaitkan hukum aqiqah sebagai syarat bagi ibadah penyembelihan kurban. Tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa aqiqah merupakan syarat bagi keabsahan kurban. Maka tiadanya syarat aqiqah untuk kurban, berarti sah qurban tanpa aqiqah lebih dulu.

Syekh Muhammad Mushthofa Az Zuhaili menjelaskan tentang syarat sebagai berikut : 

فالشرط وصف يتوقف عليه وجود الحكم، وحقيقته أن عدمه يستلزم عدم الحكم، ولا يلزم من وجوده وجود ولا عدم، ولا يتحقق الحكم بشكل شرعي إلا بوجود الشرط الذي وضعه الشارع له

"Jadi syarat itu adalah sifat yang padanya bergantung keberadaan hukum, dan hakikatnya adalah ketiadaannya mengharuskan tiadanya hukum, namun sebaliknya keberadaannya tidak mengharuskan hukum itu ada atau tiada. Dan suatu hukum syar'i itu tidaklah terwujud secara syar'i kecuali dengan adanya syarat yang telah ditetapkan oleh Asy Syari' (Allah SWT)." (Muhammad Mushthofa Az Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, 1/403).

Dengan demikian, jelaslah bahwa boleh dan sah seorang muslim menyembelih kurban walaupun dia belum menjalankan aqiqah, karena tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa aqiqah itu menjadi syarat sahnya kurban.

Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 2 Juni 2022

Oleh: KH M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Kontemporer 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab