Tinta Media: Anies
Tampilkan postingan dengan label Anies. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anies. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Mei 2023

TURBULENSI POLITIK NASDEM, BERDAMPAK PADA PENCAPRESAN ANIES?

Tinta Media - Sulit untuk menampik suasana kegalauan NasDem pasca penetapan tersangka Johny G Plate dalam kasus korupsi BTS 4 oleh Kejaksaan Agung. Surya Paloh sendiri, mengaku sedih dan tak dapat menyembunyikan kesedihannya dalam perkara ini.

Ketua Umum NasDem itu menggambarkan kesedihan yang bercampur dengan rasa kemarahan, dengan ungkapan "terlalu mahal, Johny G Plate diproses dalam perkara ini". Meski berusaha menutupi rasa kecurigaan atas adanya intervensi kekuasaan dan politik dalam perkara ini, Paloh malah secara implisit justru memberikan sinyal kasus ini tidak lepas dari intervensi kekuasaan dan politik.

Kasus ini, tentu saja mengakibatkan turbulensi politik di tubuh NasDem. Untuk meminimalisir keguncangan, Surya Paloh berusaha menetralisirnya dengan tiga langkah:

*Pertama,* menyatakan menghormati proses hukum terhadap Johny G Plate. Meskipun, ada kegelisahan, kesedihan, dan bahkan 'rasa marah' yang menyertai, karena merasa diperlakukan tidak adil, tidak profesional bahkan tidak bermoral.

Mungkin saja, Surya Paloh tahu banyak dan detail borok-borok kekuasaan dari partai lainnya, yang dia juga memberikan permakluman karena menjaga etika dan moral. Tapi hal itu, tidak berlaku bagi partainya. Tentu saja, itu dianggap sebagai tindakan yang tidak adil, tidak bermoral dan tidak profesional.

Semestinya, proses hukum berlaku bagi semua politisi dari partai apapun. Tidak kemudian ada perlakuan 'Lex Spesialis' dalam pengertian pemberian privilege tertentu.

*Kedua,* memerintahkan kepada seluruh jajaran partai NasDem, dari DPP hingga DPD, semua organ struktural dan fungsional NasDem agar bekerja seperti biasa, tidak terhasut dan termakan adu domba. Nampaknya, Paloh sadar betul kasus ini akan mempengaruhi psikologi dan mental kadernya.

Apalagi, ini adalah kali kedua Sekjen NasDem tersangkut kasus korupsi. Persepsi publik yang terbangun bisa saja menyimpulkan NasDem partai gembongnya korupsi, sehingga persepsi ini jelas akan mempengaruhi mental dan psikologi kader NasDem.

*Ketiga,* segera menetapkan Hermawi Taslim sebagai Plt Sekjen NasDem menggantikan Johny G Plate. Sebagai Nahkoda, Paloh memang harus segera menunjuk Sekjen untuk melanjutkan perjalanan politik kapal NasDem.

Namun, ada gestur yang keliru ditampakkan oleh kader NasDem. Saat Paloh memberikan arahan dengan narasi kesedihan dam rasa marah, namun saat nama Hermawi Taslim disebut sebagai Plt Sekjen, Taslim dan sejumlah kader lainnya malah mengumbar senyum dan tawa, diikuti riuh tepuk tangan. Sikap yang secara tidak sadar meruntuhkan narasi menyatukan kohesi internal NasDem yang dibangun Paloh.

Publik kemudian dapat menilai, ternyata terlepas ada kesedihan atas penetapan tersangka Johny G Plate, ada kegembiraan dan rasa bahagia atas penunjukan Hermawi Taslim sebagai Plt Sekjen NasDem. 

Semestinya, Hermawi Taslim dan kader lainnya dapat menahan ekspresi kebahagiaan dengan tetap diam berkhidmat mendengar penyampaian penunjukan oleh Ketum NasDem. Sebab, jabatan Sekjen ini bukan diperoleh dari proses kongres yang dapat dirayakan dengan rasa gembira, senyuman dan tepuk tangan.

Kasus ini jelas mengguncang NasDem. Namun, apakah akan berdampak pada pencapresan Anies Baswedan? 

Pasca kasus ini bergulir, Anies langsung mengunjungi Surya Paloh. Dampak yang mungkin terjadi, belum dapat dihitung secara pasti.

Bisa saja, kasus ini adalah warning agar NasDem mundur dari mencalonkan Anies. Bisa juga, NasDem semakin marah kepada rezim dan mengambil posisi mendukung penuh pencapresan Anies Baswedan. Siap ajur ajuran.

Sayangnya, NasDem tidak mungkin mengkapitalisasi kasus ini sebagai kasus kriminalisasi. NasDem sulit untuk _taking benefit politik_ dengan modus _playing victim_. Sebab, semua rakyat juga tahu semua pejabat dari semua parpol itu korup. Ada yang mau bantah pernyataan saya ini ? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Selasa, 11 Oktober 2022

Nasdem Deklarasikan Anies sebagai Capres, UIY: Momen Politik Biasa

Tinta Media - Merespon deklarasi partai Nasdem yang mengusung Anis sebagai Capres 2024, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan ini momen politik biasa.
 
 “Sesungguhnya ini adalah sebuah momen politik biasa, dalam arti kita semua tahu bahwa tak lama lagi kita akan segera memasuki tahun politik yang akan menentukan rezim pada lima bahkan mungkin 10 tahun yang akan datang,” ungkapnya di acara Bincang Media Umat Online: Anies Digadang Anies Dihadang, Ahad (9/10/2022) melalui kanal Youtube  Media Umat.
 
Menurut UIY, rezim sekarang sudah tidak mungkin lagi diperpanjang, maka partai-partai akan berusaha menghitung peluang (possibility) untuk tetap kebagian kue kekuasaan.
 
“Saya kira adagium paling kuat ini hari itu adalah prinsip yang mengatakan koalisi dengan yang paling mungkin menang itu yang paling kuat dianut itu oleh partai-partai,” tandasnya.  
 
UIY mengatakan, yang paling potensial meraih kemenangan adalah Anies, karena itu Nasdem berusaha take position lebih awal untuk mendapatkan efek ekor jas bagi kemenangan pemilihan legislatif dengan mendeklarasikan lebih dulu calon presidennya.
 
Meski demikian possibility bukan satu-satunya. “Saya kira di dalam politik ini kan tidak melulu tentang possibility, tetapi juga seni kemungkinan, bagaimana yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Rezim mencoba memperpanjang portofolio. Memperpanjang 3 periode tidak mungkin, maka yang paling mungkin adalah mengolah putra mahkota atau tokoh memperpanjang kekuasaan untuk kepentingan politik maupun ekonomi,” ucap UIY mengulas.
 
Karena itu, sambung UIY, kemunculan nama Ganjar yang diendorse Jokowi, kemunculan KIB (Koalisi Indonesia Bekerja) ini bagian dari usaha rezim memperpanjang kekuasaan.
 
“Bagaimana calon dari rezim ini bisa meraih kemenangan? Bisa dengan dua pendekatan, pendekatan memenangkan calon dan pendekatan mengalahkan calon yang potensial menang,” tutur UIY.
 
Pendekatan memenangkan calon, kata UIY bisa dilihat dari banyak hasil  survey yang menempatkan Ganjar di urutan satu bahkan dengan angka yang sangat spektakuler, meski belum tentu obyektif.

“Pendekatan kedua untuk menghentikan calon potensial bisa dibaca dari kerangka yang tengah terjadi di KPK yang diungkap majalah Tempo. Jika benar seperti itu saya kira sedang berjalan operasi satu sisi menaikkan calonnya, sisi lain menjatuhkan lawan yang potensial,” terangnya.
 
Anies sendiri, nilai UIY, dalam pidatonya menyebut istilah continuity and change (berkelanjutan dan perubahan) artinya tidak mungkin tidak melanjutkan sesuatu yang baik tetapi juga tidak mungkin sekedar melanjutkan sesuatu yang baik tapi harus ada perubahan.
 
“Kekhawatiran besar dari rezim itu kan berhentinya proyek-proyek spektakuler , kereta cepat kemudian IKN . IKN ini kan taruhan disebut-sebut sampai 2045. Kalau  sampai 2045 berarti dibutuhkan 20 tahun lagi untuk melanjutkannya. Dalam konteks inilah kita bisa membaca tema Anies digadang Anies dihadang,” jelasnya.
 
Calon Potensial
 
UIY mengatakan dari sisi keumatan, umat menyebut Anies sebagai calon potensial yang bisa memenuhi harapan mereka.
 
“Apakah Anies bisa memenuhi harapan ini? Ini kembali kepada Anies apakah menggunakan perspektif umat.  Apa yang dilakukan di Jakarta secara fisik ada hasil yang sangat nyata. Tetapi jikalau menggunakan perspektif keumatan dalam kaitannya dengan soal-soal yang berkenaan dengan penerapan syariah, menurut Egi Sudjana, Anies tidak melakukan itu,”jelasnya.
 
UIY menilai, harapan umat belum tentu cocok dengan yang disediakan Anies,  karena Anies harus melakukan negosiasi dengan partai-partai pendukung,  sementara mereka sudah memberikan aba-aba agar Anies inklusif.
 
“Karena itu waktu lah yang akan menjawab apa sebenarnya harapan umat dan apa yang disediakan oleh Anies apakah itu bertemu atau tidak,” ucapnya.
 
Umat Harus Clear
 
UIY mengatakan, umat harus clear menyatakan aspirasinya, dan aspirasi ini harus didengar oleh pemimpin, bukan sekedar alat legitimasi. “Aspirasi umat adalah aspirasi penegakan Islam dalam seluruh aspek kehidupan di negeri ini, yang diantaranya menentukan soal kepemimpinan,” tegasnya.
 
Kepemimpinan ini, lanjutnya berfungsi menjaga agama dan mengatur  kehidupan dunia ini dengan agama.

 “Ini harus ditangkap oleh pemimpin, bakal pemimpin siapa pun dia, apalagi pemimpin yang dinilai sudah dekat dengan umat, harus paham ini. Jika demikian akan ketemu apa yang dipikirkan oleh umat dengan apa yang dipikirkan pemimpin,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Kamis, 30 Juni 2022

PASANGAN ANIES - PUAN AKAN AKHIRI POLEMIK CEBONG - KADRUN?


Tinta Media - Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh mengaku menyodorkan komposisi nama capres-cawapres kepada Presiden Jokowi. Hal ini sebagai salah satu usaha membuat Pemilu 2024 berjalan damai tanpa adanya polarisasi cebong-kadrun yang terjadi pada pilpres sebelum ini. 

"Suasana pemilu itu sendiri kalau kita memulainya dengan keadaan yang kacau balau, bertikai di antara kita, merusak, menghujat, terus bicara kamu kadrun, kamu cebong, kamu kadrun, kamu kampret, kamu tidak nasionalis, kamu akan bikin radikalisme, ini siapa?" ujar Surya di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Juni 2022.

Jokowi sendiri mengaku mendapatkan tawaran sejumlah komposisi capres-cawapres seperti yang berasal dari dua kubu berbeda. Komposisi itu seperti Anies - Puan, Ganjar -Anies, hingga Anies - Prabowo. Surya Paloh mengaku memberikan salah satu usulan komposisi tersebut. Tapi dia tak menjelaskan nama pasangan yang coba ditawarkan ke Jokowi.

"Saya, itu saya akui iya (menawarkan nama pasangan capres-cawapres ke Jokowi)," ujar Surya.

Surya mengatakan usulan nama pasangan capres-cawapres kepada Jokowi itu murni karena keinginannya menghadapi pemilu yang damai. Ia mengaku tak ada motif politik apapun di balik penawaran nama tersebut.

Menanggapi pernyataan Surya Paloh ini, paling tidak ada beberapa logika kritis masyarakat terhadap statemen Ketua Umum Partai Nasdem ini yang perlu disampaikan :

Pertama, Jokowi bukan Pimpinan Surya Paloh baik dalam kapasitas Presiden maupun petugas PDIP. Surya Paloh bukan menteri bawahan Presiden, bukan juga kader PDIP sehingga tidak perlu sowan dan melapor usulan Capres Cawapres ke Jokowi.

Kedua, sikap Jokowi yang terlalu mencampuri urusan Capres, baik dengan Ormasnya (Projo)  maupun kewenangannya sebagai Presiden yang menampung usulan Capres Cawapres dari sejumlah kubu, menunjukkan seolah Jokowi Ketua Umum Partai Indonesia. Wewenang urusan Pilpres telah ada di KPU, kalau mau nyalon semestinya Partai Politik didorong mendaftar ke KPU, bukan lapor ke Jokowi.

Ketiga, siapa bilang pasangan Anies - Puan atau Ganjar - Anies akan menghilangkan polarisasi. Pasangan ini -manapun yang lolos- akan menyebabkan suara umat Islam, lari enggan mendukung Anies bahkan ogah ikut Pemilu. PDIP dikenal partai pro penista agama, Ganjar dikenal pro video porno bahkan penggemarnya. Dua hal ini sangat kontradiktif dengan nilai-nilai Islam dan umat Islam yang disinyalir banyak mendukung Anies.

Keempat,.tak ada manuver politik tanpa motif politik. Yang terbaca, Surya Paloh 'mau menaruh kaki lebih awal', sehingga siapapun partai yang mengusung nama-nama tersebut (khususnya Anies, Ganjar, Andhika), Nasdem merasa memiliki hak untuk terlibat dalam koalisi.

Akar perpecahan bangsa ini adalah kezaliman rezim, kriminalisasi Ulama, hingga sikap mendiskreditkan ajaran Islam Khilafah. Akar masalah ini tidak diurai oleh Surya Paloh.

Mau siapapun Capres atau Presidennya, kalau zalim, anti Islam, gemar mengkriminalisasi Ulama, pasti menimbulkan keterbelahan. Umat Islam pasti melawan, karena ada perintah dakwah Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. []

Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

DIPLOMASI TUKANG BAKSO ANIES VS MEGA


Tinta Media - Nampaknya, tukang bakso akan bernasib sama seperti peci dan baju koko. Identitas Islami dan merakyat, akan jadi perburuan para pemburu kekuasaan di Pilpres 2024. Bukan untuk membela Islam atau tukang baksonya, ini cuma soal citra dan perburuan elektabilitas.

Setidaknya, hal itu mungkin yang ditangkap oleh Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori. Dalam sebuah GWA, Defiyan membagikan berita Anies bersama Sahroni dan Tukang Bakso hadir di Balai Kota.

"Permainan teater ludruk masih terus kocak", begitu ungkap Ekonom Konstitusi jebolan UGM ini.

Memang benar, ke depan menjelang Pilpres atribut yang dekat dengan rakyat, dari tukang bakso, tukang becak, hingga tukang tambal ban akan marak menjadi objek teater pencitraan. Kita semua masih ingat, betapa merakyat dan ndesonya Jokowi saat berpose sebagai tukang tambal ban.

Megawati juga sebenarnya sama, sering menggunakan atribut wong cilik untuk meningkatkan elektabilitas partainya.

Dulu kita masih ingat, bagaimana pasangan Megapro (Megawati Prabowo) mengambil tempat iconik wong cilik. Deklarasi Mega-Prabowo dibuat dengan kesan merakyat. Mega-Prabowo  mendeklarasikan diri di 'gunung sampah' Bantar Gebang, Bekasi, pada Minggu 24 Mei 2009 lalu.

Namun sayang, saat acara partai beberapa hari lalu Mega mungkin selip lidah. Sehingga statemennya soal tukang bakso dan orang papua panen kritikan rakyat.

Hari ini, Anies mengambil  atribut wong Cilik dengan angle yang lain. Anies, turut menghadirkan seorang pengusaha Bakso Malang Aroma SoWan, Rully Rinaldi, bersama Sahroni, ketua panitia Formula E.

"Di samping kiri saya adalah bapak Rully renaldi. Pak Rinaldi adalah pengusaha Bakso Bakwan Aroma SoWan yang kemarin ikut juga berpartisipasi," kata Anies.

Momen itu terjadi, saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengadakan acara Malam Ramah Tamah Jakarta E-Prix 2022 di Balai Kota DKI, Jumat (24/6/2022). Sejumlah pihak yang terlibat mendukung ajang balap mobil listrik ini diundang dalam acara ini, termasuk tukang bakso.

Mengapa tukang Bakso yang dihadirkan, bukan tukang martabak atau tukang kerak telor? Mengapa harus diperkenalkan, bahkan berdampingan dengan ketua OC Formula E, tidak menjadi tamu undangan biasa ? Mengapa momentum ini terjadi, tidak berselang lama pasca kritik publik terhadap Megawati soal tukang bakso?

Itulah pencitraan politik. Itulah, perburuan elektabilitas. Jadi jangan heran, jika menjelang Pilpres nanti banyak tokoh yang pake pici, baju koko, jadi tukang bakso, pedagang cilok, tukang tambal ban bahkan mungkin saja ada yang mengulangi masuk gorong-gorong. Semua hanya demi citra dan elektabilitas.

Sementara masalah utang negara, penguasaan tambang oleh swsta, asing dan aseng, serbuan TKA China, kriminalisasi ulama hingga ajaran Islam, terorisasi Khilafah,  pasti tidak akan mereka bahas.  Mereka, para politisi akan terus bermain citra dengan membodohi rakyat, melalui acting mereka yang seolah merakyat dan pro wong cilik. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


Rabu, 29 Juni 2022

ANIES MASIH MESRA DENGAN KELOMPOK KHILAFAH?

Tinta Media - Pilpres 2024 memang membuat tensi politik makin menghangat. Segala hal yang berkaitan dengan elektabilitas tokoh yang disebut akan maju Pilres, banyak 'digoreng' di media sosial.

Tak terkecuali, hal itu juga menimpa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Pegiat media sosial Chusnul Chotimah belum lama ini kembali menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Chusnul Chotimah menyebut Anies masih mesra dengan sejumlah kelompok radikal yang mengusung Khilafah. Pegiat media sosial itu menyebut bahwa bukan cuma HTI dan FPI di belakang Anies.

Dalam cuitannya Chusnul Chotimah turut menautkan tangkapan layar artikel berjudul “Irma NasDem: Perlu Menang, Anies Terpaksa Harus Ambil Politik Identitas”. Namun pegiat media sosial itu menepis bahwa Anies terpaksa, tapi memang sengaja.

"Ini betul, bkn terpaksa harus ambil politik identitas tapi memang sengaja," ucap Chusnul Chotimah di Twitter @ChusnulCh_, dikutip pada Rabu (22/6/2022).

Aneh memang, dalam konstelasi Pilpres 2024 yang dapat mengusung Capres dan Cawapres adalah Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di Senayan minimum 20 %,. ini lazim disebut Presidential Treshold. HTI dan FPI bukan Parpol, tidak mungkin dapat memberikan dukungan untuk mencalonkan Capres dalam Pilpres. Namun, masih saja selalu dikait-kaitkan.

Apalagi ajaran Islam Khilafah, mendadak banyak diperbincangkan jelang Pilpres 2024. Sayangnya, Khilafah sebagai ajaran Islam kerab dibahas dalam posisi dituduh.

Apa yang dilakukan Chusnul Chotimah ini sebelumnya juga dilakukan oleh Rudi S Kamri. Melalui kanal Youtube Anak Bangsa, Rudi meminta Anies tidak maju Pilpres karena banyak didukung Pro Khilafah, yang dituduhnya akan memecahbelah Indonesia.

Sebenarnya yang terbukti memecahbelah adalah korupsi. Namun, tak ada yang memggaungkan isu anti korupsi untuk maju Pilpres 2024.

Yang memecahbelah adalah ideologi sekuler kapitalisme liberal. Tak ada pula, yang mempersoalkan ideologi kapitalisme liberal sebagai narasi kampanye Pilpres 2024.
Surya Paloh pernah mempersoalkan Kapitalisme liberal. Itu dulu, tapi tidak untuk narasi Pilpres 2024.

Yang paling menggelikan adalah kenapa harus mempersoalkan Anies dan Khilafah ? Bukankah Anies Baswedan seorang Muslim ? Bukankah Khilafah ajaran Islam ? Lalu apa masalahnya, seorang muslim mesra dengan ajaran agamanya ?

Para buzzer memang tak memiliki narasi opini kecuali jualan radikal radikul dan anti Khilafah. Kalau mau jualan prestasi, calon yang mereka dukung prestasinya cuma korupsi. Mau bagaimana lagi? [].

https://t.me/ahmadkhozinudinchannel

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Sabtu, 18 Juni 2022

APAKAH ANIES BASWEDAN LAYAK MENJADI CALON KHALIFAH?


Tinta Media - Dalam sebuah diskusi GWA, ada salah satu anggotanya bertanya kepada penulis apakah dalam konteks Indonesia Saudara Anies Rasyied Baswedan layak menjadi calon Khalifah ? Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak membutuhkan jawaban.

Saat itu, penulis sedang masif mengunggah sejumlah artikel tentang keutamaan sistem Khilafah. Pada saat yang sama, penulis juga membongkar kebobrokan sistem demokrasi sekuler yang telah lama menyengsarakan rakyat Indonesia.

Namun, sekedar untuk memberikan jawaban, penulis menjawabnya dengan memberikan pertanyaan retoris. Apakah Anies Baswedan mendukung Khilafah ?

Ya, pertanyaan singkat ini akan mampu menjawab layak tidaknya seseorang untuk dinominasikan menjadi calon Khalifah. Tidak mungkin, seseorang dinominasikan menjadi calon Khalifah, jika dia sendiri ternyata tidak mendukung Khilafah.

Dalam isu Khilafah, saudara Anies Baswedan Abstain. Tidak menentang, tidak juga memberikan dukungan, cenderung mengambil sikap diam.

Kita dapat maklum, karena pro Khilafah sangat berkaitan dengan elektabilitas. Menyatakan kontra Khilafah juga akan berpengaruh pada elektabilitas.

Bagi pemilih muslim, apalagi muslim yang taat, menyatakan kontra Khilafah tentu bertentangan dengan akidah Islam. Seorang yang mau maju menjadi capres, akan berfikir ribuan kali menyatakan kontra Khilafah, jika masih mengharapkan pemilih dari ceruk pasar umat Islam.

Beda dengan capres yang nyata-nyata tak membutuhkan ceruk pasar Islam, fokus pada pemilih nasionalis dan abangan, Ganjar Pranowo misalnya. Ganjar secara terbuka mengaku penyuka film bokep dan kontra Khilafah. Bagi ganjar, terbuka menentang Khilafah akan makin mendapatkan dukungan dari kaum militan abangan dan nasionalis.

Kembali kepada pertanyaan, apakah Anies Baswedan layak menjadi calon Khalifah ?

Secara syar'i, siapapun punya hak mencalonkan diri sebagai Khalifah asalkan memenuhi syarat in'ikad, yaitu : Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas kekhalifahan. Menjadi calon khalifah sederhana, tidak ribet harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tidak pula dikenal syarat parlementiary treshold.

Namun tentu saja, yang layak menjadi calon Khalifah adalah orang yang mendukung Khilafah. Dalam isu ini, nampaknya Saudara Anies Baswedan tidak memiliki sikap yang jelas.

Jadi, sebaiknya siapa yang ingin menjadi Capres bukan calon Khalifah, fokus saja pada urusannya. Sehingga, jika ada orang yang tidak didukung karena tidak mendukung, tidak usah kecewa. Bukankah hal itu sesuatu yang wajar dan masuk akal? [].

Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik





Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab