Tinta Media: Anggaran
Tampilkan postingan dengan label Anggaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anggaran. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Februari 2024

Rasa Kemanusiaan Semakin Menipis Seiring Dipangkasnya Anggaran UNRWA




Tinta Media - United Nation Relief and Works Agency for Palestine Refugees in Near East (UNRWA) merupakan lembaga yang didirikan PBB sejak 8 Desember 1949. Berfungsi sebagai badan operasional non politik yang bertanggung jawab atas fakta kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Namun sayang, belum lama lembaga tersebut memangkas dana kemanusiaan. 

Minim Rasa Empati 

Keputusan penangguhan anggaran bagi badan UNRWA di tengah situasi krisis yang mengancam anak-anak di Gaza, menuai pertentangan. Komisi Hak-hak Anak PBB mengungkapkan seruan tegas terkait negara-negara donatur UNRWA agar mempertimbangkan kembali keputusan tersebut (voaindonesia.com, 9/2/2024). Setiap hari, sedikitnya 10 anak di Gaza kehilangan salah satu atau kedua kakinya karena terkena bom. Tak hanya itu, sebanyak 17.000 anak saat ini hidup sendiri karena kedua orang tuanya tewas atau terpisah dari mereka akibat peperangan yang terus berkepanjangan. 

Keputusan penangguhan dana UNRWA adalah keputusan tidak manusiawi di tengah kemelut peperangan yang terus-menerus. Dan mengancam nyawa serta keselamatan anak-anak khususnya. Negara-negara donatur UNRWA menangguhkan anggaran mereka saat Israel menuding tuduhan beberapa staf badan tersebut terlibat dalam serangan ke selatan negaranya, 7 Oktober lalu (voaindonesia.com, 9/2/2024). 

Ann Skelton, Ketua Komisi Hak-hak Anak PBB menyebutkan pentingnya anggaran tersebut. Anggaran ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi, namun juga untuk "dukungan psikososial yang masif" bagi anak-anak dan keluarga di Gaza. Serta bagi anak-anak Israel yang menjadi korban atau menyaksikan serangan yang dilakukan oleh para pejuang militan Palestina di Israel Oktober 2023 lalu. 

Lebih parahnya lagi, Israel menyerukan pembubaran UNRWA. Tentu saja, keputusan tersebut sebagai keputusan tidak adil yang ditetapkan sepihak. Krisis kemanusiaan akan semakin memburuk dengan perkiraan korban peperangan yang terus meningkat. 

Semua fakta ini menunjukkan betapa rendahnya rasa empati dunia terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi hingga saat ini di Palestina. Keadaan penduduk Palestina semakin menderita. Banyak anak tidak berdosa menjadi korban. Dunia hanya bisa diam dan sekedar mengecam. Seolah merestui penyusutan anggaran yang ditetapkan menjadi kebijakan. Perubahan tersebut tentu saja menjadi ancaman bagi seluruh warga Palestina. 

Nihilnya rasa kemanusiaan dunia atas penderitaan muslim Palestina. Inilah cerminan buruknya tata kehidupan saat ini. Tatanan kehidupan yang hanya disandarkan pada keuntungan materi saja. Tanpa ada kebijakan berstandar benar yang mampu membela. Aturan kemanusiaan yang ditetapkan pun hanya berbasis pada konsep sekularisme yang menjauhkan aturan agama dari pengaturan kehidupan. Alhasil, rasa kemanusiaan terus tersisihkan. Sikap egois setiap negara kian tampak. Hingga melahirkan bencana kemanusiaan yang mengancam eksistensi kehidupan. 

Islam Solusi Masalah Kemanusiaan 

Islam merupakan sistem kehidupan yang menjaga dan menghormati nyawa manusia. Setiap individu wajib dijaga keselamatan dan keamanannya oleh negara. Apalagi posisi kaum muslim di medan peperangan. Inilah posisi syariat Islam sebagai sistem yang penuh rahmat bagi seluruh alam. 

Nabi Muhammad SAW bersabda: 

“Darah seorang muslim terlarang ditumpahkan selain karena alasan di antara tiga: orang yang telah menikah berzina, membunuh dan dia telah menikah, dan meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Sistem Islam pun tidak hanya menjaga darah kaum muslim. Namun juga, menjaga dan melindungi nyawa dan darah umat lain yang membutuhkan. Karena dalam Islam, qimah insaniyah (nilai kemanusiaan) merupakan salah satu esensi utama dalam penjagaan seluruh warga negara dalam satu institusi negara yang berpondasikan akidah Islam. Yakni institusi khilafah dalam naungan sistem Islam yang melindungi secara utuh dan sempurna. 

Khilafah memiliki kebijakan taktis yang strategis terkait penjagaan umat dan seluruh wilayah. Demi konsistensi dan terlindunginya seluruh elemen khilafah. Hanya dengannya, umat mampu terlindungi. Karena khilafah adalah satu-satunya perisai umat dari segala bentuk penindasan. 

Wallahu 'alam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor 

Kamis, 15 Februari 2024

Anggaran Pemilu 2024 untuk Kepentingan Rakyat?



Tinta Media - Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran hingga Rp 71,3 triliun untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Anggaran ini telah diberikan sejak 20 bulan sebelum hari H pemilu, yaitu mulai tahun 2022 sampai dengan 2024, dengan rincian Rp 3,1 triliun pada 2022, Rp 30,0 triliun pada 2023, dan Rp 38,2 triliun pada 2024. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis

Pada hakikatnya pemilu itu dari pajak rakyat dan untuk kebaikan rakyat karena 80 % APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) adalah dari pajak. Ukuran kebaikan salah satunya adalah tingkat kesejahteraan rakyat yang terus naik, kalau terjadi pergantian pemimpin saat pemilu. Fakta menunjukkan pergantian pemimpin sejak zaman Indonesia merdeka hutang Indonesia tahun 1945 sekitar Rp 50 triliun lebih, sampai saat ini 2024 sudah mencapai Rp 6.235,95 triliun adalah fakta yang tidak terbantahkan. Lalu efektifkah anggaran pemilu yang dari rakyat, yang konon katanya untuk kebaikan rakyat, justru hutang yang makin besar bukan makin turun, apalagi biaya pemilu dibebankan kepada rakyat juga? 

Aktivitas pemilu itu menjadi penting tidak penting tergantung persepsi dari mana ukuran kacamata kepentingan  melihatnya. Dalam kaca mata oligarki, kekuasaan itu menjadi sangat penting karena pemilu menjadi agenda penentu sikap seorang pengusaha yang mengincar jadi penguasa, untuk melanggengkan usahanya seperti kata calon presiden saat itu, “ketika menjadi oposisi usahanya mandek”. Dari kaca mata kesejahteraan rakyat tentu ini hanya menghabiskan anggaran karena salah satu ukuran kesejahteraan rakyat adalah negara tidak punya hutang sehingga beban pajak berkurang, faktanya hutang negara semakin besar sejak era pak Soekarno sampai era pak Jokowi. 

Bagaimana sudut pandang Islam? Islam melihat tugas pemimpin adalah mengurusi kepentingan umat. Pemilu adalah salah satu cara bukan satu-satunya cara untuk memilih pemimpin. Fokusnya  adalah bagaimana pemimpin itu mau menjalankan syariah Islam untuk menyejahterakan rakyat, bukan hanya fokus siapa orang yang memimpin. Maka Islam memberikan cara selain pemilu ketika ingin memilih pemimpin. Maka anggaran besar itu menjadi tidak penting atau bahkan tidak diperlukan. Karena amanah memimpin adalah amanah menjalankan syariat Islam, bukan malah menjalankan mandat pengusaha. Maka pemilihan pemimpin atau wakil rakyat adalah akad rakyat kepada penguasa untuk menjalankan mandat kekuasaan yang menerapkan syariah Islam. 

Seperti halnya ketika baginda Nabi Saw meninggal maka mandat kepemimpinan diserahkan kepada para sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq RA , apakah lewat pemilu seperti saat ini? Apakah perlu biaya besar seperti saat ini? Jawabannya tidak. Ketika sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq RA diangkat menjadi khalifah cukup dipilih oleh  ahlu halli wal ‘aqdi (Ulama, sesepuh, serta pemuka Masyarakat yang menjadi unsur-unsur yang berusaha mewujudkan kemaslahatan). Maka kaum muslimin tinggal melaksanakan baiat (sumpah) taat kepada khalifah (pemimpin). Karena yang terpenting bagi kaum muslimin seorang pemimpin melaksanakan hukum syariah Islam yang insya Allah bisa menyejahterakan rakyat, tidak seperti sekarang sistem demokrasi bahwa pemilu adalah kewajiban yang harus dijalankan untuk pergantian pemimpin yang konon katanya untuk Indonesia lebih baik. 

Maka prosedur praktis pengangkatan dan pembaiatan khalifah (Pemimpin) seperti yang dijelaskan oleh syekh Taqiyuddin An-Nabhani, “Dari penelitian terhadap peristiwa yang terjadi dalam pengangkatan khilafah itu, kami mendapati bahwa Sebagian kaum muslim telah berdiskusi di Saqifah Bani Saidah. Mereka yang dicalonkan adalah Saad, Abu Ubaidah, Umar, dan Abu bakar. Hanya saja Umar bin al-Khatob dan Abu Ubaidah tidak rela menjadi pesaing Abu Bakar dan Saad bin Ubadah saja, bukan yang lain. Dari hasil diskusi itu dibaiatlah  (sumpah) Abu bakar. Kemudian pada hari kedua, kaum muslim diundang ke Masjid Nabawi, lalu mereka membaiat Abu Bakar di sana. Dengan demikian, baiat di Saqifah adalah baiat (sumpah) in’iqod. Dengan itulah Abu Bakar menjadi khalifah (pemimpin) kaum muslim. Sementara itu, baiat (sumpah) di Masjid pada hari kedua merupakan baiat (sumpah) taat”.(An-nabhani 1426 : 45) Maka proses pemilihan pemimpin zaman para Sahabat RA sangat efisien tidak menghamburkan uang rakyat. 

Maka Islam memberikan solusi selain , ketika negara mengalami krisis kepanjangan ataupun hutang yang tidak sedikit, karena salah satu tolak ukur kesejahteraan masyarakat adalah ketika negara tidak punya hutang untuk membiayai rakyatnya. Islam memiliki seperangkat aturan yang menyeluruh dalam semua lini kehidupan manusia. Karena Islam telah sempurna dalam segala hal. Jika ada masalah dalam kehidupan manusia, pada hakikatnya karena manusia tidak kembali kepada Islam, manusia justru mencari solusi lain selain Islam untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Cukuplah firman Allah Swt. sebagai fondasi dalam diri manusia. 

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah ayat 3) 

  

Oleh: Aris Mayhendra
Aktivis Islam Karawang

Minggu, 21 Januari 2024

Serapan Anggaran Bukan untuk Kepentingan Rakyat



Tinta Media - Kesenjangan sosial di kalangan masyarakat semakin terlihat. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Masyarakat menengah ke bawah dihadapkan pada realitas kehidupan yang semakin berat, sementara hanya sebagian kecil yang merasakan layanan (riayah) dari pemerintah. Sehingga, masih banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Di sisi lain, pemerintah mengapresiasi kinerja ASN. Menurut Bupati Bandung, di tahun 2023, capaian serapan anggaran APBD Kabupaten Bandung lebih dari 90 persen. Bahkan, pendapatan asli daerah pun (PAD), dari 1,3 triliun terealisasi 98 persen. 

Menurut Bupati Bandung, capaian tersebut adalah bukti dari kinerja ASN Pemkab Bandung sudah mulai terlihat. Bupati Bandung mengungkapkannya pada saat rapat evaluasi. Dadang Supriatna mengatakan bahwa, penyerapan anggaran di awal tahun 2024, akan memprioritaskan pelaksanaan proyek strategis, juga untuk pengerjaan perbaikan infrastruktur yang rusak akibat bencana. Menurut Bupati Bandung, program prioritas lain di tahun 2024 adalah peningkatan kapasitas SDM ASN.

Pada faktanya, dana tidak terserap semuanya. Di dalam sistem demokrasi kapitalis ini, pemerintah dengan mudahnya mengatakan bahwa bukti kinerja ASN sudah tampak, walaupun anggaran tidak terserap semuanya. Padahal, rendahnya serapan anggaran tersebut menunjukkan buruknya kinerja pemerintah dalam mengelola anggaran. Seharusnya serapan anggaran APBD tersebut dihabiskan untuk kepentingan masyarakat.

Pemerintah seharusnya menggunakan anggaran tersebut untuk kebutuhan hidup masyarakat. Kita tahu bahwa beban hidup masyarakat semakin meningkat. Naiknya harga bahan-bahan pokok membuat beban hidup masyarakat semakin berat. 

Pemerintah seharusnya menyalurkan anggaran tersebut untuk subsidi, bansos, jaminan kesehatan, pinjaman modal tanpa bunga, dan lain-lain. Akan tetapi, pemerintah malah memprioritaskan untuk melaksanakan proyek strategis prioritas. Padahal, proyek-proyek strategis yang dibangun oleh pemerintah dengan dana dari APBD, sebenarnya tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 

Terbukti, dari proyek-proyek yang sudah ada, hanya sedikit dari kalangan masyarakat yang menikmatinya. Contohnya, jalan tol, proyek kereta cepat, tempat-tempat pariwisata. Semua proyek tersebut tidak bisa dinikmati oleh masyarakat kecil karena mahal biayanya. 

Jadi, pembangunan proyek strategis itu hanya diperuntukkan bagi kalangan berduit, pebisnis, pengusaha, dan penguasa. Rakyat kecillah yang kesusahan karena harus membayar pajak macam-macam, sementara hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang. 

Dengan tidak optimalnya penyaluran dana tersebut,  rakyat kecil semakin susah. Inilah akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme, sehingga tata kelola anggaran ini karut-marut. Di sisi lain, ada yang minim anggaran, tetapi di lain pihak, pemerintah selama ini sering mengeluh APBN jebol dan anggaran defisit karena subsidi BBM dan listrik. Inilah yang terjadi jika arah pembangunan tidak berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Hal ini karena sistem demokrasi mengharamkan peran agama dalam mengatur urusan rakyat.

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah mengatur pengelolaan anggaran. Dengan pijakan aturan Islam, pengelolaan anggaran mengarah pada tujuan yang benar dan tepat. 

Di dalam Islam, pengelolaan anggaran sejalan dengan fungsi kepemimpinan sekaligus menjadi tujuan bernegara, yaitu mengurusi urusan umat, menjaga, dan menjadi perisai bagi umat. Fungsi kepemimpinan ini akan terwujud apabila negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. 

Kebutuhan anggaran diatur dengan sistem keuangan Islam, yaitu dengan baitul mal. Di dalam sistem Islam, yang termasuk ke dalam prioritas anggaran adalah seluruh kebutuhan dasar rakyat yang menjadi tujuan strategi politik ekonomi. 

Untuk memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi para laki-laki yang berkewajiban mencari nafkah, pemerintah (khalifah) memfasilitasi dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, bantuan modal, memberikan keterampilan, dan lain-lain. 

Adapun bagi orang-orang yang memiliki fisik lemah, serta para janda yang tidak mempunyai mahram yang mampu menafkahi, negara akan memberikan santunan. Semua anggaran dipenuhi dari baitul mal. 

Di dalam sistem Islam, sumber dana didapat dari pengelolaan kepemilikan. Pengelolaan tambang milik umum akan menghasilkan dana yang sangat besar untuk APBN. Kemudian, adanya zakat, sedekah, dan wakaf dari kalangan muslim yang kaya, turut mendanai baitul mal, sehingga selalu ada dana untuk kebutuhan kemaslahatan rakyat. Inilah urgensi penerapan sistem Islam, karena di dalam sistem Islam, seorang pemimpin dituntut untuk amanah dalam mengurusi urusan umat. Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Jumat, 19 Januari 2024

Anggaran PSN Untuk Kepentingan Pribadi, IJM: Sangat Menggelisahkan



Tinta Media - Temuan pusat pelaporan analisis transaksi keuangan (PPATK) 36,67% anggaran proyek strategis nasional (PSN) digunakan untuk kepentingan pribadi dinilai oleh Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana sebagai hal yang  menggelisahkan rakyat dan membuat rakyat marah. 

"Ini tentu sangat menggelisahkan rakyat dan membuat rakyat marah," ujarnya dalam video:  Sengkarut Dana PSN, melalui kanal Youtube Justice Monitor,  Selasa  (16/01/2024). 

Menurut Agung , ini akibat kelakuan aji mumpung serta culas aparatur sipil negara (ASN) dan politisi yang berperilaku pemburu rente  yang tentu akan memperkaya dirinya sendiri, tanpa memikirkan bangsa dan negaranya. "Seharusnya penegak hukum langsung gerak cepat mengusut secara hukum," imbuhnya. 

Menurutnya,  temuan PPATK tersebut jelas membuat publik sangat marah. Ia berharap, publik harus mengawal hasil temuan PPATK agar ditindaklanjuti oleh penegak hukum. "Jangan sampai ini menguap seperti kasus-kasus yang lain," tegasnya. 

Agung menekankan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang semestinya digunakan untuk kepentingan rakyat, jangan sampai dijadikan bancaan oleh oknum ASN dan politisi busuk. 

"Jika komitmen pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah lemah, tentu dapat berpotensi menimbulkan kerugian negara. Upaya perbaikan dan langkah-langkah perubahan perlu segera diambil untuk memutus rantai korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang  tak bertanggung jawab," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Rabu, 13 September 2023

Anggaran Besar, Kualitas Pendidikan Meningkat?

Tinta Media - Kualitas pendidikan menjadi tolok ukur sumber daya manusia di suatu negara. Di tahun 2023 ini, Indonesia berada di peringkat 67 di antara 209 negara di seluruh dunia. Masih sama dengan tahun sebelumnya, tidak ada peningkatan dalam kualitas pendidikan di Indonesia.

Indikator penilaian kualitas pendidikan adalah jumlah lulusan di tiap jenjang pendidikan. Untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, Indonesia memiliki angka kelulusan di atas 90%. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, Indonesia hanya memiliki kelulusan 19% dari jumlah penduduk yang seharusnya menempuh pendidikan tinggi. Hal ini terbukti, dari kisaran angka 20 juta siswa lulusan  sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, hanya ada 7,8 juta siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Maka pantas jika angka kelulusan perguruan tinggi sangat rendah.

Biaya Mahal, Pendidikan Tinggi Tak Terjangkau

Pemerintah telah menganggarkan 20% dari APBN tahun 2023 untuk biaya pendidikan. Anggaran biaya pendidikan tertinggi dalam sejarah Indonesia yaitu 612,2 triliun. Tetapi belum mampu juga tampak perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kartu Indonesia Pintar yang diperuntukkan 900 juta lebih mahasiswa, tidak memadai untuk menyelesaikan rendahnya angka kelulusan perguruan tinggi. Karena dari 20 juta orang yang berhak mengenyam pendidikan tinggi gratis, hanya 900 ribu orang sebagai penerima beasiswa. Beberapa perguruan tinggi negeri sejak diberi otonomi, berubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, semakin mempersulit rakyat miskin mengenyam pendidikan tinggi. Biaya kuliah semakin mahal, porsi bangku kuliah bagi calon mahasiswa dengan orang tua  berpenghasilan rendah juga diperkecil. Sebaliknya, porsi seleksi masuknya mahasiswa melalui jalur mandiri semakin diperbesar menjadi 50% dari total mahasiswa baru.

Meskipun pemerintah terus menghitung telah banyak mengeluarkan uang untuk anggaran pendidikan, jelas tidak menyelesaikan permasalahan pendidikan dari akarnya. Pendidikan tetap saja mahal, kualitasnya pun masih terseok seok.

Akar masalah dari pendidikan bukan semata pada anggaran pendidikan. Kesalahan menetapkan visi pendidikan berakibat fatal pada semua aspek yang ada di dunia pendidikan. Mencetak anak didik agar sesuai dengan kehendak pasar adalah visi misi pendidikan yang ditanamkan para kapitalis penjajah. Dengan visi misi tersebut, kita lihat bagaimana hasil pendidikan kita. Karakter yang kuat tak terbentuk, menjadi generasi yang cerdas juga masih jauh dari harapan.

Pendidikan Berkualitas Hanya Dengan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian Islam. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik kepribadiannya. Dalam al Quran dinashkan bahwa orang yang paling takut kepada Allah adalah para ulama, sosok yang memiliki ilmu. Seorang yang berilmu ditinggikan derajatnya oleh Allah. Bukan semata karena kecerdasannya dalam mendalami ilmu, tetapi karena dengan ilmunya dia memberi manfaat kepada umat manusia. Memecahkan, mempermudah persoalan hidup manusia dan menjadikan manusia semakin dekat dengan Rabb-Nya.

Negara menjalankan amanah sebagai pelaksana syariat. Islam mewajibkan setiap individu muslim mencari ilmu. Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan umum masyarakat. Merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya dengan maksimal, bukan dengan ala kadarnya. Anggaran yang dikeluarkan untuk pendidikan, jelas bukan dari pajak. Karena penarikan pajak diharamkan dalam Islam.

Selain kekayaan yang memang menjadi porsi kepemilikan bagi negara, seperti jizyah, ganimah, fai’ dan sumber lainnya, negara memiliki kewenangan mengelola kepemilikan umum. Sumber daya alam yang melimpah adalah milik rakyat, haram diserahkan kepada individu atau swasta. Kepemilikan umum dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk di dalamnya untuk membiayai pendidikan rakyat.

Hal ini telah dilakukan sejak Rasulullah mendirikan Negara Islam di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaurrasidin dan para khalifah sesudahnya. Para khalifah menggaji guru dengan angka fantastis, membangun fasilitas pendidikan yang sangat memadai, dan membuka pintu pendidikan seluas-luasnya bagi semua warga negara. Pantas bila di masa Khilafah, umat Islam menjadi umat yang diperhitungkan di dunia. Dan negaranya menjadi negara adidaya dunia.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah

Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Juni 2023

Anggaran Miliaran di Tengah Keterpurukan yang Kian Memprihatinkan

Tinta Media - Anggaran sebesar Rp5,2 miliar digelontorkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, Jawa Barat, untuk pembiayaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di 22 desa dengan 17 kecamatan dengan perkiraan 518 tempat pemungutan suara. 

Adapun rincian pembiayaan tersebut adalah untuk penyediaan surat dan kotak suara, penjaringan dan penyaringan, kampanye, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium subpanitia kecamatan, dan panitia pemilihan kepala desa tingkat desa. Juga honorarium badan permusyawaratan desa (BPD), honorarium kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), dan biaya pelatihan. 

Semua pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bandung. Sementara, pembiayaan alat pelindung diri atau prokes, dibiayai dari dana desa. Selain itu, biaya pengamanan pilkades serentak terdapat di Satpol PP. Adapun dana yang diajukan untuk Pilkades disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih sementara dan pemilih tetap. 

Pelaksanaan Pilkades di 22 desa ditetapkan melalui empat tahapan, di antaranya persiapan, pencalonan, pemungutan suara, dan tahap penetapan. Pemerintah Kabupaten Bandung meminta partisipasi semua pihak untuk mewujudkan pilkades yang bersih, demokratis, aman, dan sukses, juga berharap agar Pilkades bisa terwujud dengan sukses tanpa ekses atau kejadian yang melampaui batas, lebih intens dalam berkomunikasi, dan bersinergi untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban demi membangun kehidupan masyarakat yang rukun. 

Melihat kondisi saat ini yang belum pulih dari keterpurukan ekonomi yang disebabkan pandemi, rasanya tidak pantas pemerintahan menganggarkan dana miliaran di tengah meningkatnya angka kemiskinan rakyat. seharusnya pemerintah fokus pada pembenahan masyarakat dalam manajemen kesehatan dan pendidikan, serta upaya pemulihan ekonomi nasional. 

Seharusnya pemerintah meninjau kembali anggaran yang akan dikeluarkan untuk Pilkades. Jika ditinjau lebih teliti, anggaran dalam sistem pemilihan secara langsung ini begitu boros dan cenderung menyebabkan kerentanan sosial dan sangat rawan dalam penyalahgunaan anggaran. Apalagi jika modal dikeluarkan dari pemilik partai politik, maka dipastikan akan menjadi ajang adu kuat modal dengan melibatkan para cukong dan oligarki.

Adalah sebuah keniscayaan jika kontestasi politik yang begitu mahal akan melibatkan para pemilik modal dan dukungan penuh oligarki, sehingga menjadi politik transaksional, memperjualbelikan jabatan, dan kebijakan. Maka, tidaklah heran saat  kebijakan itu hanya berputar pada kepentingan korporasi dan oligarki.

Seharusnya, ini menjadi catatan bagi kita sebagai rakyat agar tidak terjebak pada permasalahan yang sama. Karena pada riilnya, proses pemilihan secara langsung tidak pernah melahirkan pemimpin yang amanah. 

Sekilas kita memutar balik pemerintahan yang baru terbentuk, apakah segala kebijakannya berpihak pada rakyat. Maka, sudah bisa diprediksi, saat kursi jabatan sudah diraih, rakyat kembali menjalani hidup dengan perih. Kita bisa memastikan, pejabat yang lahir dari sistem pemilu demokrasi tak akan bersungguh-sungguh dalam melayani urusan umat, tak mungkin melahirkan pemimpin yang mau menerapkan syariat Islam secara kafah. Sebab, pemimpin seperti itu tak mungkin lahir dari pemilu demokrasi yang asasnya sekularisme.

Sungguh, takkan ada hasil nyata dengan biaya miliaran rupiah dalam memilih seorang pemimpin. Semua itu akan terbuang dengan percuma, mengalir ke saku pejabat pemburu rente dan menzalimi APBN yang makin defisit. Karena sejatinya, pemilu tidaklah menyelesaikan permasalahan yang dialami rakyat, selama pemilu itu diadakan oleh sistem demokrasi.

Dalam sistem Islam, pemilu dilakukan saat ada pemilihan anggota majelis umat. Majelis umat dalam sistem Islam adalah merupakan wakil rakyat. Konteksnya untuk memberikan masukan bagi yang muslim dan sakwa (komplain) bagi nonmuslim. Oleh karenanya, pemilihan anggota majelis umat dipilih oleh rakyat sebagai wakil rakyat dan representasi mereka. 

Namun, sebelum pemilu majelis umat, terlebih dahulu diadakan pemilu majelis wilayah. Tugas majelis wilayah itu sendiri adalah membantu memberikan informasi yang dibutuhkan wali dan menyampaikan sikap rela/rida ataupun komplain terhadap kekuasaan wali. Maka, jelas bahwa tugas majelis wilayah ini adalah terkait administratif yang tidak memiliki wewenang sebagaimana kewenangan yang dimiliki majelis umat. 

Maka, dari sini kita dapat memahami bahwa anggota majelis wilayah dipilih langsung oleh rakyat. Setelah terpilih, maka anggota majelis wilayah memilih calon anggota majelis umat. Adapun dalam masa jabatan, bisa ditetapkan sesuai undang-undang atau atas kewenangan Kholifah.

Dalam sistem Islam, pemilu itu sendiri merupakan cara bagaimana memilih pemimpin. Pemilihan pemimpin akan dilaksanakan bila dipandang tepat dan dibutuhkan pada keadaan tertentu. Namun, pemilu tersebut tetap wajib terikat dengan nas-nas syariat dan tidak menyelisihinya. 

Oleh sebab itu, pemilihan pemimpin dalam Islam tidak memerlukan biaya besar sampai miliaran, apalagi triliunan. Pemilihan dilakukan secara sederhana, tidak perlu dana ataupun obral wacana kepada rakyat jelata. Maka dari itu, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan seorang pemimpin yang mempunyai kapabilitas dalam memimpin dan menjadikan amanahnya sebagai sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. 

Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 13 November 2022

Sistem Anggaran Demokrasi Tak Mampu Memenuhi Kebutuhan Rakyat

Tinta Media - Pengelolaan perekonomian memang menjadi salah satu hal yang penting dalam bernegara. Pasalnya, penggelontoran dana pada berbagai program memang harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, bentukan programnya pun tidak boleh serampangan, apalagi ketika program itu dibuat hanya untuk menguntungkan pihak elit belaka, tanpa memandang kemaslahatan rakyat.

Arus ekonomi yang mengarah pada krisis dan susahnya lapangan pekerjaan yang memadai berdasarkan skill, menjadikan rakyat makin terimpit dalam pemenuhan kebutuhannya. Memang benar, ada berbagai macam bentuk bantuan yang digelontorkan pemerintah. Namun, hal ini tak mampu menuntaskan masalah ekonomi yang menjerat masyarakat.

Padahal, baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa sisa anggaran belanja APBN jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun sampai akhir tahun ini.

Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak dalam kondisi krisis. Namun, ternyata angka yang dikatakan tak sedikit tadi tak mampu menuntaskan masalah rakyat, utamanya masalah yang berkaitan dengan layanan publik yang masih menuai komplain dari masyarakat karena tidak terpenuhi dengan baik.

Serapan anggaran sementara sebesar 61,6% pada bulan September jika dibandingkan dengan berbagai problem yang dihadapi dan tingkat ketuntasannya ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah belum maksimal dalam menanganinya. Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan, yaitu tidak berdasarkan pada kebutuhan dan kemaslahatan umat.

Apalagi, banyak layanan publik yang belum optimal dan membutuhkan dana besar untuk  anggaran beberapa bidang. Namun, faktanya justru kurang dan malah  dikurangi (seperti dana riset, hankam). Sementara, selalu dinarasikan ada defisit anggaran, sehingga subsidi dikurangi, bahkan dihapuskan. Nyatanya, dana tidak terserap dan bersisa.

Sungguh nyata kerusakan sistem anggaran dalam sistem demokrasi. Dengan serapan dana rendah, bagaimana mungkin rakyat terlayani dengan baik kebutuhannya?

Sistem demokrasi di bawah payung kapitalisme sekuler menjadikan liberalisasi sebagai tujuan, sehingga pemenuhan hak dan kewajiban yang semestinya bisa dirasakan rakyat beralih pada hal-hal yang hanya menguntungkan sebagian pihak. Bukan hanya tak perhatian pada rakyat kecil, tetapi juga menjadikan mereka sapi perah. Bahkan, mereka disuruh untuk memfasilitasi diri mereka sendiri, padahal ada pemimpin yang harusnya mampu mengayomi mereka, sehingga tidak menjadi terkatung-katung atau bahkan terdiskriminasi oleh sebagian pihak.

Ini menandakan hak dan kewajiban hanya akan didapatkan dan dirasakan pelayanannya ketika hal tersebut sejalan dengan orang-orang tertentu. Sedangkan amanah yang diletakkan rakyat di pundak penguasa, hanya menjadi formalitas belaka.

Namun, akan berbeda ketika pengaturan ini diserahkan kepada sistem anggaran dalam Islam, di bawah kendali Khalifah yang berperan sebagai ra’in (pengatur) akan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan umat. Mereka yang berperan sebagai penguasa di dalam sistem Islam akan betul-betul menjalankan amanah atas dasar kesadaran bahwa semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.

Selain itu, Islam mempunyai pos-pos pemasukan yang jelas untuk memudahkan periayahan (pengaturannya) kepada rakyat, seperti dana dari pembayaran zakat, hasil dari pengelolaan sumber daya alam, harta yang diperoleh dari perang. Keseluruhan ini akan dikelola di dalam baitul mal yang nantinya akan diperuntukkan demi kemudahan hidup masyarakat, baik layanan secara mandiri terkait kebutuhan hidup, juga secara umum kepada rakyat berupa segala pemenuhan sarana dan prasarana yang mampu mempermudah masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Islam juga memiliki penyaluran yang jelas dalam penganggarannya, seperti pemenuhan gaji pegawai yang akan diberikan dari harta APBN yang berasal dari seluruh pengelolaan kekayaan alam secara mandiri oleh negara. Dengan begitu, negara tak akan kerepotan untuk memenuhi hak pegawai atau bahkan sampai mengorting upah mereka karena negara mengalami defisit.

Semua bentuk pelayanan ini tidak akan mungkin kita rasakan selama masih berpegang pada sistem kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan semata karena prospeknya bukanlah kepada pemenuhan amanah yang sesuai dengan Islam, melainkan hanya pada untung semata.
Wallahua'lam bissawab.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis

Sabtu, 01 Oktober 2022

Anggaran BPIP 357 Miliar, Jurnalis: Satu Rupiah Saja Sudah Sangat Mubazir, Bila...

Tinta Media - Menanggapi disetujuinya anggaran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebesar 357 miliar rupiah, Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) menyampaikan, satu rupiah saja sudah sangat mubazir bila untuk sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

"Angka tersebut relatif ya, tergantung peruntukannya. Bila untuk sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam, jangankan Rp357 miliar, Rp1 saja sudah sangat mubazir (pemborosan)," tuturnya pada Tinta Media, Jumat (30/09/2022).

Menurutnya, mubazir itu membelanjakan harta di jalan yang haram. "Maka kita harus mengevaluasi, apakah kehadiran BPIP ini untuk membina negara dan rakyat semakin mendekat dan taat kepada Allah SWT atau sebaliknya?" tanyanya.

Kalau sebaliknya, tentu saja sekali lagi, meski anggarannya Rp1 itu sangat mubazir. "Pemborosan itu sikap yang harus dijauhi oleh setiap Muslim," tegasnya. 

"Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah al-Isra ayat 27, artinya, 'Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya'," kutipnya.

Tidak Terlihat Manfaatnya

Om Joy menilai sejak BPIP berdiri hingga sekarang, tidak terlihat manfaatnya.

"Sejak BPIP berdiri hingga sekarang, saya tidak melihat apa manfaatnya. Mudaratnya sih sangat banyak. Kebenciannya terhadap Islam juga terlihat jelas dari berbagai pernyataan para petingginya," terangnya.

Misal, lanjutnya, Mantan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD (2022) bilang haram mendirikan negara seperti nabi. Padahal sebagai umat Islam, kaum Muslim di mana pun --tak terkecuali di Indonesia-- wajib mencontoh Nabi dalam kehidupan pribadi, keluarga, berkelompok, maupun bernegara, bahkan hingga hubungan luar negerinya. 

"Kok bisa-bisanya mantan dewan pengarah BPIP ini mengatakan haram mendirikan negara seperti nabi?" kesalnya.

Ketua Dewan Pembina BPIP Megawati Soekarno Putri (2017),  kata Om Joy, juga terkesan melecehkan Islam, para pendakwah Islam dan seperti tak percaya akhirat, dengan mengatakan, "Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup memosisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fulfilling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya."

Karena itu, sambungnya, Megawati dilaporkan ke polisi, "Sampai sekarang kasusnya bagaimana ya?" tanyanya.

Bukan hanya itu, Om Joy juga mengungkapkan pernyataan-pernyataan Dewan Pengarah BPIP lainnya yang kerap menghina ajaran Islam.

"Dewan Pengarah BPIP Said Aqil Siradj (2019) bilang khilafah sudah basi. Padahal tak satu pun ulama muktabar menyimpulkan menegakkan khilafah itu basi. Sebagian berpendapat fardhu kifayah, sebagian lain mengatakan tajul furudh (mahkota kewajiban) karena banyak hukum Islam tak bisa tegak tanpa adanya khilafah. Tak ada yang mengatakan haram, apalagi basi! Kecuali Dewan Pengarah BPIP ini," kesalnya.

Maka, kata Om Joy, tak aneh kalau Ketua BPIP Yudian Wahyudi (2020) sebut agama jadi musuh terbesar Pancasila. Karena para pengarahnya aja memberi teladannya seperti itu. 

"Iya, sih Ketua BPIP menyebutnya dengan diksi agama, tapi agama apa lagi kalau bukan Islam? Wong dewan pengarahnya enggak ada yang menyerang ajaran agama selain Islam kok. Bener enggak?" pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab