Tinta Media: Amanah
Tampilkan postingan dengan label Amanah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Amanah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Maret 2024

Pemimpin yang Adil dan Amanah Hanya Ada dalam Sistem Islam

Tinta Media - Indonesia baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun ke depan.

Dulu, sebelum pesta demokrasi terlaksana, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bandung, KH. Shohibul Ali Fadhil M.Sq.  mengatakan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) berhak melakukan pemilihan umum (pemilu) untuk menentukan pemimpin negara dalam lima tahun ke depan. Pesta demokrasi, selain memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, juga memilih anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

KH. Shohibul mengungkapkan bahwa di dalam sebuah peraturan perpolitikan, tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Maka dari itu, beliau dulu berharap kepada semua masyarakat Kabupaten Bandung agar menjadikan pesta demokrasi sebagai sebuah momentum untuk bersyukur kepada Allah Swt., menerima ketentuan takdir Allah Swt. 

Yang menang sudah tergariskan oleh Allah Swt. Bagi yang kalah, diharapkan bisa kembali lagi bersatu padu membangun Kabupaten Bandung yang Bedas (bangkit, edukatif, dinamis, agamis, dan sejahtera), mempererat kembali persaudaraan, menyatukan visi dan misi Kabupaten Bandung menuju Indonesia emas 2045, pangkas KH. Shohilul. (KIMCIPEDES.COM)   

Memang, tidak ada yang salah dengan pemilu, karena pemilu dilakukan untuk mengangkat seorang penguasa atau pemimpin. Kelak, dengan kepemimpinan tersebut, ia akan menjalankan tugas dan perannya sebagai kepala negara dalam hal mengurusi urusan rakyat. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah dengan berganti sosok pemimpin secara terus-menerus, akan terjadi perubahan menjadi lebih baik, atau justru hanya ilusi?

Seharusnya kita pahami bahwa sudah banyak pemimpin yang bergonta-ganti memimpin negeri ini. Akan tetapi, apakah masalah di negeri ini sudah teratasi ataukah justru timbul masalah baru silih berganti?  

Harus kita pahami pula bahwa bukan cuma perkara pemimpin yang berubah, lebih dari itu, kita butuh perubahan sistem yang akan mengantarkan perubahan yang lebih baik. 

Selama ini, PR di negeri ini masih sangat banyak, mulai dari masalah kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan masih banyak lagi yang lain. Harus kita sadari dan pahami, bahwa bergonta-ganti sosok pemimpin saja tidak akan memberikan perubahan yang berarti, selama sistem yang dipakai bukan sistem yang bersumber dari ilahi.

Seperti saat ini, ketika sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis-sekuler, Islam dan kekuasaan dipisahkan dan tidak memberlakukan syariah Islam. Akibatnya, penguasa bukan hanya gagal mencegah kezaliman yang menimpa rakyat. 

Selain itu, penguasa seakan berkolaborasi dengan para oligarki dengan berbagai kebijakan yang menguntungkan oligarki dan merugikan rakyat. Contohnya, pengesahan UU Migas, UU Mineral dan Batubara, UU Kelistrikan, UU Omnibus Law, UU IKN, dan lain-lain. Semuanya memberikan keleluasaan kepada oligarki untuk merampas sekaligus menguasai berbagai sumber daya alam yang notabene adalah milik rakyat, seperti hutan, minyak, gas, mineral, batu bara, barang tambang (seperti emas, perak, timah, nikel), dan lain-lain.

Tidak ada yang salah dengan pemilu. Akan tetapi, selama sistem yang bercokol masih sistem buatan manusia, maka kesejahteraan, kebahagiaan, keberkahan, mustahil akan didapatkan dan dirasakan.  
  
Ini berbeda dengan pemilu di dalam Islam yang menempatkan  hukum syara di atas segalanya, dan menerapkan hukum Allah dalam segala aspek kehidupan. Maka, permasalahan apa pun akan terselesaikan dengan syariat Islam.   

Di dalam Islam, kekuasaan hakikatnya adalah amanah, dan amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Nabi saw.  bersabda:

"Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan, dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada hari kiamat, kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR. ath-Thabrani).    

Rasulullah saw. mengingatkan dalam hadis di atas bahwa hanya para pemimpin yang mempunyai sifat kasih sayang dan adil yang akan selamat kelak di hadapan pengadilan Allah Swt. Sikap kasih sayang seorang pemimpin ditunjukkan dengan upayanya untuk selalu memudahkan urusan rakyat, menggembirakan rakyat, dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum.
    
Adapun sikap adil pemimpin ditunjukkan dengan kesungguhannya dalam menegakkan syariat Islam di tengah umat. Sebab, tidak ada keadilan tanpa penegakkan dan penerapan syariat Islam.

Karena itulah, siapa pun yang akan menjadi penguasa, lalu saat berkuasa tidak menjalankan pemerintahan sesuai dengan syariat Islam, maka dia berpotensi menjadi penguasa yang zalim dan fasik. 
Allah SWT berfirman,

"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang telah Allah turunkan (yakni al-Quran ), maka mereka itulah kaum yang zalim (TQS. al- Maidah: 45)

"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang telah Allah turunkan (yakni al-Quran), maka mereka itulah kaum yang fasik." (TQS. al-Maidah: 47)  

Karena kekuasaan adalah amanah, Nabi Saw mengingatkan para pemangku jabatan dan kekuasaan agar tidak menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda,

"Tidaklah seseorang hamba  yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat, mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya." (HR al- Bukhari)

Karena itulah, kaum muslim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk memberikan amanah, terutama amanah kekuasaan kepada orang yang benar-benar layak berdasarkan kategori-kategori syariah. 

Dengan demikian, kekuasaan harus diorientasikan untuk melayani urusan umat. Hal ini hanya akan terwujud tatkala kekuasaan itu menerapkan syariah Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan, serta menjaga umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan oleh kaum muslim semuanya, yang dengannya akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan.
   
Kekuasaan semacam ini hanya akan terwujud dalam bentuk pemerintahan Islam, yakni khilafah Islam. Khilafah Islam akan mengatur urusan kaum muslim dan seluruh warga negara dengan syariah Islam, seperti menjamin kebutuhan hidup, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk seluruh warga tanpa memandang kelas ekonomi, serta akan mengelola sumber daya alam agar bermanfaat bagi segenap warga, tidak dikuasai swasta apalagi jatuh ke tangan asing dan aseng.    

Khilafah juga akan menjaga dan melaksanakan urusan agama, seperti melaksanakan hudud untuk melindungi kehormatan, harta, dan jiwa masyarakat muslim maupun non-muslim. Khilafah Islam juga akan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah Islam juga akan memimpin jihad untuk menyelamatkan kaum muslimin yang tertindas di berbagai negeri, seperti di Palestina, Xinjiang, Myanmar, dan lain-lain.     

Sudah saatnya kita menentukan pilihan dengan hanya memilih kekuasaan yang akan menerapkan syariat Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan penerapan syariat Islam, perubahan yang diinginkan akan benar-benar sesuai harapan, sekaligus mendapatkan keberkahan dan rida Allah Swt.
Semua itu hanya bisa terwujud tatkala khilafah Islamiyyah ditegakkan. Wallahu a'lam.


Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Februari 2024

Maraknya Bansos dan Amanah Kepemimpinan



Tinta Media - Kebebasan perilaku menjadi satu kondisi yang wajar terjadi dalam sistem demokrasi. Maka tak heran, apa pun akan dilakukan untuk meraih tujuan yang diinginkan. Sebagaimana dugaan politisasi bansos yang saat ini gencar dilakukan, alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).

Menurut Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, memang ada indikasi tingkat politisasi bansos yang semakin masif di 2024. Walaupun diklaim itu bukan politisasi bansos, tetapi program tersebut memang sudah dianggarkan dan berjalan.

Titi juga menyatakan bahwa Presiden Jokowi dan para menterinya seharusnya bisa memisahkan kerja-kerja pelayanan publik dengan kampanye. Cara paling mudah, menurutnya, adalah dengan mengambil cuti.

Di sisi lain, Bawaslu telah mengimbau langsung kepada Presiden Jokowi agar tetap berada di koridor yang semestinya. Hal ini disampaikan oleh Totok Hariyono, anggota Bawaslu.

Totok juga mengatakan, walaupun secara spesifik tidak menyebutkan bansos, tetapi Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, juga termasuk pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. (BBC News Indonesia, 29/01/2924).

Berpikir Pragmatis

Tak dimungkiri bahwa berpikir pragmatis masih menjadi pola pikir yang mendominasi sebagian masyarakat di negeri ini. Dibalut dengan kesadaran politik dan pendidikan yang masih rendah serta problem kemiskinan yang belum tuntas sampai ke akarnya, pola pikir pragmatis ini menjadi faktor penyebab sebagian masyarakat "mudah dimanfaatkan" untuk kepentingan tertentu.

Dalam sistem demokrasi, meraih kekuasaan dengan segala cara wajar terjadi, karena memang sistem ini mengabaikan aturan agama Islam dalam kehidupan. Nah, bagaimana pandangan Islam tentang maraknya bansos dan persaingan untuk meraih kekuasaan ini?

Amanah Kepemimpinan

Dalam pandangan Islam, pemimpin mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan sebagaimana hadis berikut ini. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al - Bukhari)

Problem kemiskinan yang sudah kronis di negeri ini, urgen membutuhkan solusi tuntas dari akarnya. Tidak hanya berupa peningkatan jumlah bansos setiap jelang pemilu, tetapi rakyat perlu jaminan kebutuhan dasar per masing-masing individu secara terus menerus. 

Maka, di sinilah penting bagi seorang pemimpin mengambil solusi dari Islam kaffah yang terbukti mempunyai aturan lengkap terkait jaminan kesejahteraan masyarakat, di antaranya:

Pertama, negara membuka lapangan pekerjaan yang luas dan memberi kesempatan yang sama pada setiap laki-laki. 

Kedua, adanya jaminan dari negara tentang harga pokok di pasar sehingga bisa dijangkau masyarakat. 

Ketiga, kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan sebagainya bisa diakses semua warga dengan gratis. 

Dari mana anggarkan? Islam sudah punya mekanisme yang sempurna, yaitu diambilkan dari anggaran kepemilikan umum dan baitul mal.

Maka tak heran jika dalam peradaban Islam, kepemimpinan bukanlah sebuah kontestasi. Namun, kepemimpinan adalah sebuah amanah yang kelak akan dihisab. Teringat akan sebuah peristiwa ketika seorang sahabat Rasul ada yang meminta jabatan.

Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)? Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)." (HR. Muslim).

Salah satu karakter pemimpin yang baik adalah bisa bersikap amanah, dalam arti mampu menerapkan syariat sehingga kepribadian Islam menjadi ciri khas seorang pemimpin. Maka, masyarakat juga harus diedukasi agar paham apa saja kriteria dalam memilih seorang pemimpin. Di sisi lain, pemimpin yang baik tidak perlu melakukan pencitraan agar disukai banyak orang. Demikian Islam memandang soal kepemimpinan, semoga makin banyak yang tercerdaskan hingga bisa menentukan pemimpin yang baik. Wa ma tawfiqi illa billah wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.

Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Senin, 11 Desember 2023

Pamong Institute: Tanpa Integritas, Suatu Negara Menjadi Rapuh


Tinta Media - Direktur Pamong Institute Wahyudi al Maroky berbagi materi saat menghadiri Capacity Building Badan Kesbangpol Kab. Inhu Riau, bahwasanya tanpa integritas (amanah), suatu negara menjadi sangat rapuh.

"Tanpa integritas (amanah), suatu negara menjadi sangat rapuh," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (11/12/2023).

Wahyudi yang saat itu mengenakan pakaian batik Papua menjelaskan, meski punya benteng setebal tembok Cina atau sekuat benteng Kesultanan Buton, tetap saja bisa  dibobol musuh hanya dengan menyuap aparat penjaga benteng tersebut.

"Demikian pula kokohnya hukum dan konstitusi di suatu negara akan mudah dibobol dan roboh jika aparat penegak hukumnya bisa disuap karena tak punya integritas alias tak amanah," tandasnya. [] Raras

Jumat, 02 Juni 2023

Peliharalah Amanah

Tinta Media - Sobat. Amanah adalah apa yang dipercayakan kepada seseorang, baik berupa perintah atau larangan, atau suatu urusan mengenai masalah agama atau masalah dunia. Menjaga amanat atau kepercayaan adalah sebuah sikap dasar yang terpuji dari setiap muslim, yang bersumber dari akidahnya dan menjadi tanda kebenaran serta kemuliaan tujuan hidupnya.

Sobat. Dalam pandangan seorang muslim, amanah dalam pengertiannya yang hakiki adalah sikap jiwa yang mendorong lahirnya perilaku yang konsisten dalam mengemban kewajiban dan tanggung jawab dalam segala segi kehidupan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” ( QS. Al-Anfal (8) : 27 )

Sobat. Abdullah bin Abi Qatadah berkata, "Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah pada ketika Rasulullah saw, mengepung suku Quraidhah dan memerintahkan mereka untuk menerima putusan Saad. Sesudah itu Quraidhah berunding dengan Abu Lubabah tentang menerima putusan Saad itu, karena keluarga Abu Lubabah dan harta bendanya berada dalam kekuasaan mereka.

Kemudian Quraidhah menunjuk ke lehernya (yakni sebagai tanda untuk disembelih). Abu Lubabah berkata, "Sebelum kedua telapak kakiku bergerak, aku telah mengetahui bahwa diriku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ia bersumpah tidak akan makan apa pun sehingga ia mati, atau Allah menerima taubatnya.

Kemudian ia pergi ke mesjid dan mengikat dirinya ke tiang, dan tinggal beberapa hari di sana sehingga jatuh pingsan, karena badannya sangat lemah. Kemudian Allah menerima taubatnya. Dan ia bersumpah, bahwa dia tidak boleh dilepaskan dirinya dari ikatannya selain oleh Rasulullah sendiri. Kemudian ia berkata, "Hai Rasulullah! Saya bernazar untuk melepaskan hartaku sebagai sadaqah." Rasulullah bersabda, "Cukuplah bersadaqah sepertiganya." (Riwayat Saad bin Manshur dari Abdillah bin Abi Qatadah).

Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantaraan wahyu. Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka, yaitu mengkhianati segala macam urusan yang menyangkut ketertiban umat, seperti urusan pemerintahan, urusan perang, urusan perdata, urusan kemasyarakatan dan tata tertib hidup masyarakat. Untuk mengatur segala macam urusan yang ada dalam masyarakat itu diperlukan adanya peraturan yang ditaati oleh segenap anggota masyarakat dan oleh pejabat-pejabat yang dipercaya mengurusi kepentingan umat. 

Peraturan-peraturan itu secara prinsip telah diberikan ketentuannya secara garis besar di dalam Al-Quran dan Hadis. Maka segenap yang berpautan dengan segala urusan kemasyarakatan itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Karenanya segenap peraturan yang menyangkut kepentingan umat tidak boleh dikhianati, dan wajib ditaati sebagaimana mestinya. Hampir seluruh kegiatan dalam masyarakat ini berhubungan dengan kepercayaan itu. Itulah sebabnya maka Allah, melarang kaum Muslimin mengkhianati amanat, karena apabila amanat sudah tidak terpelihara lagi berarti hilanglah kepercayaan. Apabila kepercayaan telah hilang maka berarti ketertiban hukum tidak akan terpelihara lagi dan ketenangan hidup bermasyarakat tidak dapat dinikmati lagi.

Allah menegaskan bahwa bahaya yang akan menimpa masyarakat lantaran mengkhianati amanat yang telah diketahui, baik bahaya yang akan menimpa mereka di dunia, yaitu merajalelanya kejahatan dan kemaksitan yang mengguncangkan hidup bermasyarakat, ataupun penyesalan yang abadi dan siksaan api neraka yang akan menimpa mereka di akhirat nanti.

Khianat adalah sifat orang-orang munafik, sedang amanah adalah sifat orang-orang mukmin. Maka orang mukmin harus menjauhi sifat khianat itu agar tidak kejangkitan penyakit nifak yang dapat mengikis habis imannya.

Anas bin Malik berkata:
"Rasulullah saw pada setiap khutbahnya selalu bersabda: "Tidak beriman orang yang tak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tak dapat dipercaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik)

Sabda Nabi saw:
"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila menuturkan kata-kata ia berdusta, dan apabila berjanji ia menyalahi, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Allah SWT berfirman :
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا 
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ (4) : 58 )

Sobat. Ayat ini memerintahkan agar menyampaikan "amanat" kepada yang berhak. Pengertian "amanat" dalam ayat ini, ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata "amanat" dengan pengertian ini sangat luas, meliputi "amanat" Allah kepada hamba-Nya, amanat seseorang kepada sesamanya dan terhadap dirinya sendiri.

Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan antara lain: melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.

Amanat seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain: mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apa pun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain sebagainya dan termasuk juga di dalamnya ialah:

a. Sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apa pun dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain di dalam pelaksanaan hukum, sekalipun terhadap keluarga dan anak sendiri, sebagaimana ditegaskan Allah dalam ayat ini.

Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.... (an-Nisa'/4:58).

Dalam hal ini cukuplah Nabi Muhammad saw menjadi contoh. Di dalam satu pernyataannya beliau bersabda:
"Andaikata Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya saya potong tangannya" (Riwayat asy-Syaikhan dari 'Â'isyah).

b. Sifat adil ulama (yaitu orang yang berilmu pengetahuan) terhadap orang awam, seperti menanamkan ke dalam hati mereka akidah yang benar, membimbingnya kepada amal yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menganjurkan usaha yang halal, memberikan nasihat-nasihat yang menambah kuat imannya, menyelamatkan dari perbuatan dosa dan maksiat, membangkitkan semangat untuk berbuat baik dan melakukan kebajikan, mengeluarkan fatwa yang berguna dan bermanfaat di dalam melaksanakan syariat dan ketentuan Allah.

c. Sifat adil seorang suami terhadap istrinya, begitu pun sebaliknya, seperti melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain, tidak membeberkan rahasia pihak yang lain, terutama rahasia khusus antara keduanya yang tidak baik diketahui orang lain.
Amanat seseorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang menguntungkan dan bermanfaat bagi dirinya dalam soal dunia dan agamanya. Janganlah ia membuat hal-hal yang membahayakannya di dunia dan akhirat, dan lain sebagainya.
Ajaran yang sangat baik ini yaitu melaksanakan amanah dan hukum dengan seadil-adilnya, jangan sekali-kali diabaikan, tetapi hendaklah diindahkan, diperhatikan dan diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita, untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sobat. Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik ra berkata, “ Di dalam setiap khutbahnya, Rasulullah SAW tidak pernah tidak mengatakan, “Tidaklah beriman orang yang tidak dapat memegang amanah, dan tidaklah beragama orang yang tidak dapat dipegang janjinya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban )

Khalifah Umar bin Khaththab ra berkata, “ Andaikata seekor binatang jatuh terperosok di Iraq, pasti Allah akan meminta pertanggungjawabanku; “Mengapa tidak kamu perbaiki jalan untuknya wahai Umar?”

Sobat. "Jangan mengagumi omongan seseorang karena omongannya, tetapi kagumilah orang yang menunaikan amanah dan orang yang tidak suka melecehkan orang lain, dialah orang yang patut dikagumi.” Demikian kata Umar.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN

Jumat, 07 Oktober 2022

Syarat Utama Pemimpin adalah Amanah

Tinta Media - Sobat. Amanah adalah salah satu karakter terpenting dari semua akhlak mulia dan sifat terpuji dalam syariat Islam. Ia adalah akhlak agung yang mendasari risalah Nabi Muhammad SAW. Makna amanah lebih luas dari sekedar menjaga harta. Ia juga mencakup perkataan, perbuatan, keyakinan dan akhlak. Salah satu sifat agung yang dimiliki oleh para Nabi dan salah satu syarat utama untuk menjadi pemimpin adalah amanah. 

Sobat. Salah satu tanda dekatnya hari kiamat adalah disia-siakan amanah, sebagaimana sabda beliau kepada orang yang bertanya tentang hari kiamat, “ Jika amanah disia-siakan, tunggulah hari kiamat (akan segera tiba).” ( HR. al-Bukhari)

Allah SWT menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman dan para pemimpin yang menjaga amanah dan menunaikan hak bahwa mereka akan mendapatkan surge firdaus yang tertinggi, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمۡ يُحَافِظُونَ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡوَٰرِثُونَ ٱلَّذِينَ يَرِثُونَ ٱلۡفِرۡدَوۡسَ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ 
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” ( QS. Al-Mu’minun (23) : 8-11)

Sobat. Memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan menepati janjinya. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat keenam dari orang mukmin yang beruntung itu, ialah suka memelihara amanat-amanat yang dipikulnya, baik dari Allah ataupun dari sesama manusia, yaitu bilamana kepada mereka dititipkan barang atau uang sebagai amanat yang harus disampaikan kepada orang lain, maka mereka benar-benar menyampaikan amanat itu sebagaimana mestinya, dan tidak berbuat khianat. 

Demikian pula bila mereka mengadakan perjanjian, mereka memenuhinya dengan sempurna. Mereka menjauhkan diri dari sifat kemunafikan seperti tersebut dalam sebuah hadis yang masyhur, yang menyatakan bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu kalau berbicara suka berdusta, jika menjanjikan sesuatu suka menyalahi janji dan jika diberi amanat suka berkhianat.

Sobat. Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan dan rukun-rukun. Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama. 

Rasulullah pernah bersabda, "Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah merobohkan agama." Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:

Dari Abdullah bin Mas'ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi? Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)

Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw:
Dari sauban, Nabi bersabda, "Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi)

Sobat. Mereka yang memiliki tujuh sifat mulia itu akan mewarisi surga, disebabkan amal kebajikan mereka selama hidup di dunia, yaitu surga Firdaus yang paling tinggi, yang di atasnya berada `Arsy Allah Yang Maha Pemurah, dan mereka kekal di dalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadis, dimana Rasulullah saw bersabda:
Dari Umar bin al-Khattab, Rasulullah bersabda, "Telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat: Barang siapa yang menegakkannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepuluh ayat ini dari permulaan Surah al-Mu`minun. (Riwayat at-Tirmidzi)

Sobat. Rasulullah SAW adalah menjadikan amanah sebagai landasan dari semua amal dalam kehidupan sehari-hari. Beliau bersabda,” Sungguh Allah menyukai seorang di antara kalian yang ketika bekerja dia bekerja dengan sebaik-baiknya,” (HR. al-Baihaqi)

Sobat. Urusan amanah selalu hadir dalam pesan-pesan Nabi Muhammad SAW . Beliau selalu menyampaikan ayat dan hadits tentang amanah. Beliau mendidik umat dalam setiap sendi kehidupan untuk amanah. Rasulullah SAW mengajari kita bahwa semua orang akan berdiri di hadapan Allah SWT dan ditanyai mengenai amanat dan tanggung jawabnya. Beliau menyandingkan antara Iman dan Amanah seolah-olah satu kesatuan. Beliau bersabda, “ Tidak beriman orang yang tidak beramanah, Tidak beragama orang yang tidak menepati janji," (HR. Ahmad )

Sobat. Rasulullah SAW mengajarkan untuk mengemban amanah kerja dan tanggung jawab apa pun. Baik tanggung jawab bersifat umum, seperti tanggung jawab sebagai pemimpin atau menteri, maupun tanggung jawab yang bersifat khusus, seperti tanggung jawab pekerjaan dan yang lainnya. Beliau menjadikan semua urusan kehidupan sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat. …….” Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yag dipimpinnya. “ ( Muttafaq ‘alaih ).

Sobat. Cukup menjadi bukti keagungan amanah Nabi Muhammad SAW adalah bahwa beliau merupakan Imam dan Pemimpin Negara, tetapi saat wafat tidak meninggalkan dirham maupun dinar untuk ahli warisnya, sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau,” Kami tidak meninggalkan warisan. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” ( Muttafaq ‘Alaih ). Amanah apa yang lebih agung dari amanah dalam menjaga harta umat, yaitu dengan tidak mengambilnya sedirham pun?!

Sobat. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kedudukan adalah sarana pengorbanan, bukan sarana meraih keuntungan. Jabatan adalah tanggung jawab dan amanah. Beliau bersabda kepada Abu Dzar, “ Wahai Abu Dzar, engkau sangat lemah, sementara jabatan adalah amanah.Pada Hari Kiamat, jabatan bisa menjerumuskan kepada kehinaan dan penyesalan, kecuali siapa yang mengembannya dengan benar dan menunaikan kewajibannya.” ( HR. Muslim)

Sobat. Rasulullah SAW memperingatkan dan melarang khianat. Khianat adalah jalan tercela dan akhlak yang terendah. Bahkan Nabi mengabarkan bahwa khianat adalah ciri utama kemunafikan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” ( QS. Al-Anfal (8) : 27)

Sobat. Abdullah bin Abi Qatadah berkata, "Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah pada ketika Rasulullah saw, mengepung suku Quraidhah dan memerintahkan mereka untuk menerima putusan Saad. Sesudah itu Quraidhah berunding dengan Abu Lubabah tentang menerima putusan Saad itu, karena keluarga Abu Lubabah dan harta bendanya berada dalam kekuasaan mereka. Kemudian Quraidhah menunjuk ke lehernya (yakni sebagai tanda untuk disembelih). Abu Lubabah berkata, "Sebelum kedua telapak kakiku bergerak, aku telah mengetahui bahwa diriku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ia bersumpah tidak akan makan apa pun sehingga ia mati, atau Allah menerima taubatnya. Kemudian ia pergi ke mesjid dan mengikat dirinya ke tiang, dan tinggal beberapa hari di sana sehingga jatuh pingsan, karena badannya sangat lemah. Kemudian Allah menerima taubatnya. Dan ia bersumpah, bahwa dia tidak boleh dilepaskan dirinya dari ikatannya selain oleh Rasulullah sendiri. Kemudian ia berkata, "Hai Rasulullah! Saya bernazar untuk melepaskan hartaku sebagai sadaqah." Rasulullah bersabda, "Cukuplah bersadaqah sepertiganya." (Riwayat Saad bin Manshur dari Abdillah bin Abi Qatadah).

Sobat. Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantaraan wahyu. Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka, yaitu mengkhianati segala macam urusan yang menyangkut ketertiban umat, seperti urusan pemerintahan, urusan perang, urusan perdata, urusan kemasyarakatan dan tata tertib hidup masyarakat. Untuk mengatur segala macam urusan yang ada dalam masyarakat itu diperlukan adanya peraturan yang ditaati oleh segenap anggota masyarakat dan oleh pejabat-pejabat yang dipercaya mengurusi kepentingan umat. 

Peraturan-peraturan itu secara prinsip telah diberikan ketentuannya secara garis besar di dalam Al-Quran dan Hadis. Maka segenap yang berpautan dengan segala urusan kemasyarakatan itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Karenanya segenap peraturan yang menyangkut kepentingan umat tidak boleh dikhianati, dan wajib ditaati sebagaimana mestinya. Hampir seluruh kegiatan dalam masyarakat ini berhubungan dengan kepercayaan itu. Itulah sebabnya maka Allah, melarang kaum Muslimin mengkhianati amanat, karena apabila amanat sudah tidak terpelihara lagi berarti hilanglah kepercayaan. Apabila kepercayaan telah hilang maka berarti ketertiban hukum tidak akan terpelihara lagi dan ketenangan hidup bermasyarakat tidak dapat dinikmati lagi.

Allah menegaskan bahwa bahaya yang akan menimpa masyarakat lantaran mengkhianati amanat yang telah diketahui, baik bahaya yang akan menimpa mereka di dunia, yaitu merajalelanya kejahatan dan kemaksitan yang mengguncangkan hidup bermasyarakat, ataupun penyesalan yang abadi dan siksaan api neraka yang akan menimpa mereka di akhirat nanti.

Khianat adalah sifat orang-orang munafik, sedang amanah adalah sifat orang-orang mukmin. Maka orang mukmin harus menjauhi sifat khianat itu agar tidak kejangkitan penyakit nifak yang dapat mengikis habis imannya.

Anas bin Malik berkata:
"Rasulullah saw pada setiap khutbahnya selalu bersabda: "Tidak beriman orang yang tak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tak dapat dipercaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik)

Sabda Nabi saw:
"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila menuturkan kata-kata ia berdusta, dan apabila berjanji ia menyalahi, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab