Tinta Media: Alat
Tampilkan postingan dengan label Alat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Alat. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Februari 2024

Bansos: Alat Politik untuk Memenangkan Suara atau Solusi untuk Kemiskinan?



Tinta Media - Presiden Jokowi telah memberikan berbagai bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun lalu, seperti bantuan pangan berupa beras 10 kg, BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, dan BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan. Menurutnya, bansos tersebut bertujuan untuk menguatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, di tengah kenaikan harga pangan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
(detik.com 2/2/2024) 

Kendati Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian bansos sama sekali tidak berkaitan dengan keuntungan politik bagi paslon tertentu dalam Pemilu 2024 dan sudah melalui persetujuan mekanisme dari DPR dan dana APBN. Namun, penyaluran bansos tersebut dianggap sebagai alat politik untuk memenangkan suara dalam Pemilu. 

Hal itu bisa di katakan wajar terjadi, akibat sebagian orang beranggapan bahwa pemberian bansos merupakan cara untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Oleh karena telah banyak pihak-pihak yang mencoba memanipulasi penyaluran bansos dengan memprioritaskan penerima bansos yang akan memberikan dukungannya pada calon tertentu dalam pemilihan. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam era demokrasi, kekuasaan dianggap sebagai sumber tujuan yang harus diperoleh dengan segala cara. Sebagai sistem politik yang menganut kebebasan, segala peluang akan dimanfaatkan. Namun, pada kenyataannya sistem ini jelas-jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. 

Kemiskinan merupakan masalah kronis di banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar permasalahan. Mereka harus memahami bahwa memberikan bantuan sosial (bansos) saja sepanjang waktu tidak akan memberikan perubahan besar. Terlebih lagi, semakin banyak bantuan sosial yang diberikan menjelang pemilihan umum, semakin meresahkan masyarakat karena bantuan tersebut cenderung disalahgunakan oleh sejumlah orang. 

Di sisi lain, kesadaran politik yang rendah, rendahnya pendidikan, dan kemiskinan yang menimpa, membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan pasti lebih membutuhkan bantuan dan saat bantuan tersebut diberikan, maka mereka akan cenderung menaruh harapan dan akan tergantung pada pemberi bantuan tersebut. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pemilih yang mudah dipengaruhi atau bahkan dibeli dengan pemberian bantuan sosial. 

Maka jika kita bertanya, mungkinkah kesejahteraan bisa didapatkan dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini? Tentu saja tidak. Karena demokrasi cenderung mendukung kekuatan kapitalis yang mempromosikan liberalisasi pasar dan perdagangan bebas, sehingga mengabaikan kelompok yang lebih lemah. Itulah mengapa kemiskinan masih tinggi secara relatif dan sulit untuk diatasi, sebab negara selalu tunduk pada kekuatan pasar. 

Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan paradigma Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat satu per satu. Selain itu, pemimpin dalam Islam adalah raa'in atau pengurus urusan umat sehingga harus aktif mencampuri kehidupan rakyatnya, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan. Melalui berbagai mekanisme yang sejalan dengan metode Islam untuk mencapai keberhasilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, melalui sistem ekonomi Islam. 

Keunggulan sistem ekonomi Islam terlihat  dari pengaturan dan pemisahan kepemilikan harta secara jelas, pengelolaan harta dengan mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, dan mubah, distribusi kekayaan secara adil tanpa penimbunan, memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif, menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil tanpa intervensi harga dan memberikan sanksi ta'zir pada pemanfaatan harta haram, dan menerapkan mata uang berbasis emas dan perak sebagai alat tukar internasional yang universal. Semua ini bertujuan mencapai kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. 

Islam pun mengajarkan bahwa segala bentuk kekuasaan adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dalam artian, penguasa wajib mengurus rakyat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, negara juga harus mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Hal ini bertujuan agar rakyat memiliki kesadaran atas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang menjalankan amanah dan jujur, jelas akan lebih berkualitas, karena keimanannya dan takwa kepada Allah SWT, serta memiliki kompetensi sebagai bekal dalam memimpin tanpa perlu pencitraan agar disukai rakyat. 

Oleh karena itu, dalam rangka mengentaskan kemiskinan, negara perlu memberikan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sebab salah satu faktor rendahnya kesadaran politik adalah kurangnya pendidikan dan informasi yang benar. Dengan pendidikan yang layak dan berkualitas, masyarakat akan lebih mudah memahami situasi politik dan lingkungannya. Ini akan meningkatkan kesadaran politik mereka dan membuat mereka lebih mudah untuk memilih calon pemimpin yang kompeten dan berkualitas. 

Dalam kesimpulannya, keberhasilan sebuah negara tidak hanya dinilai dari kekuatannya dalam perekonomian saja, namun juga dinilai dari kualitas kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami situasi politik dan berbagai persoalan yang tengah di hadapi bangsa, salah satunya kemiskinan. Sedangkan sebagai seorang pemimpin, penting untuk memiliki kepekaan sosial dan menjalankan amanah dengan kejujuran serta mengutamakan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan serta berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. 

Dan sebagai umat muslim, penting untuk kita mengutamakan nilai-nilai ini dalam berpolitik dan mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, maka kita akan menjadi generasi yang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia. 

Wallahu'alam.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Selasa, 06 Desember 2022

LBH Pelita Umat Khawatir RKUHP Jadi Alat Represi

Tinta Media - LBH Pelita Umat melontarkan kekhawatiran ketika mendengar rencana DPR RI dan Pemerintah yang akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) pada Selasa (6/12).

“RKUHP ini dikhawatirkan akan menjadi alat represi,” ungkap Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan melalui Pernyataan Hukum yang dikeluarkan LBH Pelita Umat No. 01.XII/DPP/LBH PU/PH/2022, Selasa (6/12/2022).

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, DPP LBH PELITA UMAT memberikan Pernyataan Hukum sebagai berikut: 

Pertama, LBH Pelita Umat mendesak kepada Pemerintah agar  di dalam RKHUP tidak memuat norma-norma yang berpotensi mengancam hak sipil dan menjadi alat represi terhadap rakyat. 

“Norma yang dimaksud adalah norma tentang penyebaran paham yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, penghinaan terhadap Presiden, penghinaan terhadap Pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, penghasutan melawan penguasa umum, dan kriminalisasi demonstrasi. Norma-norma ini berpotensi mengancam hak sipil dan menjadi alat represi terhadap rakyat,” bebernya.
 
Kedua, dalam konteks kebebasan sipil, jika di dalam RKUHP terdapat norma-norma yang disebutkan di atas akan berdampak semakin banyak masyarakat yang akan dipenjara.

“Terlebih lagi penetapan sejumlah norma tersebut dengan menggunakan delik formal, maka akan berdampak semakin banyak dipenjarakannya masyarakat yang kritis terhadap kebijakan dan tindakan Pemerintah. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat pemerintah cenderung otoriter dan tidak peduli dengan rakyat,” ujarnya khawatir.
 
Ketiga, pasal penyebaran paham yang dianggap bertentangan dengan Pancasila merupakan pasal karet dan riskan disalahgunakan. 

“Pasal ini terindikasi menjadi pasal subversif mirip seperti pada era Orde Baru. Pancasila jangan dijadikan alat gebuk terhadap rakyat dengan tuduhan bertentangan dengan Pancasila, hal tersebut menunjukkan gejala otoritarianisme,” pungkasnya.[] Erlina

Minggu, 03 Juli 2022

PERNYATAAN HUKUM LBH PELITA UMAT No. 01.7/DPP/LBH PU/PH/2022 Tentang RKUHP DIKHAWATIRKAN MENJADI ALAT REPRESI

Tinta Media - Setelah hampir tiga tahun mandek, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan kembali membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, DPP LBH PELITA UMAT memberikan Pernyataan Hukum sebagai berikut: 
 
Pertama, bahwa kami mendesak kepada Pemerintah agar didalam RKUHP hendaknya tidak memuat sejumlah norma tentang penghinaan terhadap Presiden, penghinaan terhadap Pemerintah,penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, Penghasutan melawan penguasa umum dan kriminalisasi demonstrasi. Norma-norma tersebut berpotensi mengancam hak sipil dan menjadi alat represi terhadap rakyat; 
 
Kedua, Bahwa dalam konteks kebebasan sipil, jika didalam RKUHP terdapat norma-norma yang kami sebutkan diatas terlebih lagi penetapan sejumlah norma dengan menggunakan delik formal, maka akan berdampak semakin banyak dipenjarakannya masyarakat yang kritis terhadap kebijakan dan tindakan Pemerintah. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat pemerintah cenderung otoriter dan tidak peduli dengan rakyat; 
 
Ketiga, Bahwa kami mendesak kepada Pemerintah untuk mempublikasikan draft RKUHP yang terbaru setelah draft September 2019. Kami menilai sikap Pemerintah yang tampak "menyembunyikan" draf terbaru RKUHP menunjukkan "gejala otoritarianisme" dan intensi untuk meredam kritik publik terkait norma-norma yang kontroversial. Kalaupun Pemerintah mempublikasikan draft terbaru tersebut, masyarakat harus diberi waktu yang cukup untuk memberikan masukan dan diterima masukannya. 
 
Demikian. 
 
Jakarta, 1 Juli 2022 

Ketua 
Chandra Purna Irawan.,S.H.,M.H 
 
Sekretaris Jenderal 
Panca Putra Kurniawan.,S.H.,M.Si.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab