Tinta Media: Al-Qur’an
Tampilkan postingan dengan label Al-Qur’an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Qur’an. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 September 2023

Pembakaran Al-Qur’an di Swedia, IJM: Dunia Muslim Harus Bersatu Melawan

 
Tinta Media - Menanggapi aksi pembakaran Al-Qur’an oleh Salwan Momika di Stockholm, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana meminta dunia muslim bersatu melawannya.
 
“Dunia muslim harus bersatu melawan tindakan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh mereka yang ada di Barat tersebut,” ucapnya, dalam video: Kurang Ajar! Warga yang Cegah Pembakaran Al-Qur’an Malah Ditangkap di kanal YouTube Justice Monitor, Selasa (5/9/2023).

Menurutnya, untuk menciptakan ketertiban, maka prinsip saling menghormati harus ditegakkan. "Dan itu hanya bisa dilakukan oleh negara yang secara ekonomi, politik dan militer kuat,” jelasnya.
 
Selama negara ini belum dikuasai ekonomi, politik dan militer secara memadai dan mumpuni, maka kata Agung, kekuasaan belum berpindah. “Tetapi saya yakin dan percaya bahwa bila sudah waktunya, hal itu akan tiba,” tuturnya penuh keyakinan.
 
Ia meminta agar Islam dan kaum muslim punya pembela yang signifikan. “Maka umat Islam harus membangun kekuatan politik yang berlandaskan kepentingan Islam dan umat,  bukan berlandaskan pada prinsip-prinsip sekularisme ala negara-negara Barat,” ujarnya.
 
Dengan kekuatan politik yang berlandaskan islam, ucapnya, pembelaan terhadap kepentingan Islam dan umat Islam menjadi jelas. Tidak akan bercampur aduk dengan kepentingan-pentingan politik pragmatis sebagaimana yang ditunjukkan oleh negeri-negeri Muslim saat ini.
 
“Hal yang tentu harus menjadi penguat bagi kita, kita harus bisa memunculkan institusi yang betul-betul signifikan dalam melindungi umat Islam,” pungkasnya. [] Raras

Rabu, 05 Juli 2023

Keutamaan Ilmu dalam Perspektif Al-Qur’an

Tinta Media - Sobat. Ketika berbagai kesulitan hidup menghantam kita, pandangan kita terhadap banyak hal sangat terbatas, kita membutuhkan keluasan dan pandangan jauh ke depan. Masalah apa saja bisa mengeruhkan kebeningan hidup kita. Tetapi ketika kita melihat masalah tersebut dari sudut pandang yang luas, saat itulah-dalam sekejap mata- masalah itu jadi terasa ringan. Oleh karenanya teruslah kita menambah ilmu dan memperluas cakrawala pandangan kita dalam kehidupan ini.

Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ  

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS. Al Mujadilah (58) : 11 )

Sobat. Ayat ini memberikan penjelasan bahwa jika di antara kaum Muslimin ada yang diperintahkan Rasulullah saw berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan pergi dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang itu, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.

Dari ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:

1. Para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah saw agar mudah mendengar perkataan yang beliau sampaikan kepada mereka.

2. Perintah memberikan tempat kepada orang yang baru datang merupakan anjuran, jika memungkinkan dilakukan, untuk menimbulkan rasa persahabatan antara sesama yang hadir.

3. Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberi kelapangan pula kepadanya di dunia dan di akhirat.

Memberi kelapangan kepada sesama Muslim dalam pergaulan dan usaha mencari kebajikan dan kebaikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasulullah saw. 

Beliau bersabda:
Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam suatu majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majelis itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majelis itu.

Jika dipelajari maksud ayat di atas, ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang lebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat di muka, sehingga orang yang datang kemudian tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi saw:
Janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di tempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang." (Riwayat Muslim dari Ibnu 'Umar)

Sobat. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. 

Sobat. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya.

Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.

Allah SWT berfirman :
وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَسۡتَ مُرۡسَلٗاۚ قُلۡ كَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدَۢا بَيۡنِي وَبَيۡنَكُمۡ وَمَنۡ عِندَهُۥ عِلۡمُ ٱلۡكِتَٰبِ 
“Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul". Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab".( QS. Ar-Ra’du (13) :43 )

Sobat. Ayat ini menunjukkan dialog antara orang-orang kafir Mekah dan Rasulullah, di mana mereka mengingkari kerasulannya dengan mengatakan, "Engkau bukanlah seorang yang dijadikan rasul." Untuk menghadapi pengingkaran mereka ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menjawabnya dengan mengatakan, "Cukuplah Allah menjadi saksi dalam pertikaian yang terjadi antara kita seputar kerasulanku. Orang-orang yang mempunyai ilmu tentang Al-Kitab dari kalanganmu yang telah masuk Islam dapat menjadi saksi tentang kebenaran kerasulanku."

Sesuai dengan penegasan Allah dalam ayat yang lalu bahwa tugas pokok Nabi Muhammad adalah menyampaikan agama Islam kepada manusia. Beliau tidak perlu gelisah menghadapi sikap ingkar dari kaum kafir tersebut, sebab Allahlah yang mengangkat dan mengutusnya menjadi rasul.

Para ulama ahlul kitab memilih menganut agama Islam karena telah mengetahui bahwa dalam kitab Injil dan Taurat yang diwahyukan Allah kepada Nabi Isa dan Nabi Musa telah ada keterangan yang jelas tentang kedatangan nabi dan rasul terakhir, yaitu Muhammad saw. Oleh karena itu, mereka sama sekali tidak mengingkari kerasulan beliau.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah akan memperoleh kebaikan, niscaya dianugerahi-Nya pemahaman dalam agama dan diilhami-Nya petunjuk.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat yang lainnya beliau bersabda, “ Isi langit dan isi bumi memintakan ampunan untuk orang yang berilmu.” Manakah kedudukan yang melebihi kedudukan orang, di mana para malaikat di langit dan di bumi selalu meminta ampunan baginya? Orang itu sibuk dengan urusannya dan para malaikat sibuk pula memintakan ampunan baginya.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “ Iman itu tidak berpakaian, dan pakaiannya ialah taqwa, perhiasannya ialah malu dan buahnya ialah ilmu.” (HR. Al-Hakim dari Abi Darda’)

Dalam riwayat lainnya Rasulullah SAW bersabda, “ Barangsiapa memahami agama Allah niscaya dicukupkan Allah akan kepentingannya dan diberikan-Nya rezeki di luar dugaannya.” Al’Aalimu amiinullah Subhaanahu fil ardhi – Orang yang berilmu itu adalah kepercayaan Allah di bumi.” Dalam sabda beliau yang lainnya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Minggu, 02 Juli 2023

Kegemilangan Peradaban Itu karena Al-Qur'an dan Islam

Tinta Media - Sobat. Orang-orang Arab pada zaman jahiliah adalah golongan yang tidak berperadaban. Namun setelah mereka memeluk agama Islam, cara hidup mereka berubah sehingga mereka berhasil membangun sebuah peradaban yang gemilang. Kegemilangan peradaban itu karena Al-Qur’an dan Islam.

Sobat, maka jika kita ingin cemerlang dan kegemilangan peradaban kita, jadikan Qur’an sebagai landasan dan pedoman hidup. Sumber ilmu yang paling penting bagi umat Islam adalah Qur’an. Kecermelangan tidak dapat dipisahkan dari Qur’an karena Qur’an adalah petunjuk. Tanpa petunjuk manusia akan sesat dan menyimpang.

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (QS. Al-Israa’(17) : 9 )

Allah memberi sifat Qur’an sebagai petunjuk yang aqwam. Imam Qurtubi di dalam tafsirnya Jamik li ahkam Al-Qur’an beliau menjelaskan, “Kalimat aqwam maksudnya jalan yang paling benar, paling adil dan paling tepat.” Mereka yang menjadikan Qur’an sebagai sumber rujukan , maka kesejahteraan dan ketenangan akan menaungi mereka.

Sobat, saat ini sayangnya sebagian besar kaum muslimin menjadikan Qur’an sebagai “kitab berkah” mereka hanya membaca Qur’an untuk mendapatkan berkah, tidak lebih dari itu. Sikap seperti ini ditegur Allah dalam surah Al-baqarah ayat 121

“orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya , mereka itu beriman kepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah (2) : 121)

Abdullah bin Mas’ud menjelaskan, “Demi Allah maksud membaca kitab dengan bacaan yang sebenarnya adalah menghalalkan apa yang dihalalkan, mengharamkan apa yang diharamkan, membaca seperti kitab tersebut diturunkan Allah, tidak mengubah qalam Allah dari tempatnya, dan tidak menakwilkan ayat-ayatnya secara tidak benar.” ( Said, Hawa, Al-Asas fit Tafsir )

Sobat, Abdullah bin Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki Ilmu pengetahuan, hendaklah dia membaca Al-Qur’an. Di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan yang kemudian.”

Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya, jika di dalam rumah dibaca Al-Qur’an, maka akan lapang penghuni rumah tersebut. Banyak kebajikan di dalam rumah itu, dan akan datang para malaikat ke rumah itu dan akan keluar syetan dari rumah itu. Sebaliknya, rumah yang penghuninya tidak membaca Al-Qur’an, maka rumah itu akan mendatangkan kesempitan bagi penghuninya. Di samping itu kebajikan akan berkurang, para malaikat akan keluar, dan syetan akan masuk ke dalam rumah itu.”

Sobat. Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib, ra berkata, “Tiga perkara yang akan menambah kesehatan badan dan menghilangkan dahak, yaitu menggosok gigi, berpuasa dan membaca Al-Qur’an.” 

Sobat, Sebuah riset dan penelitian modern Dr Ahmed El Kadi Klinik Akbar di Panama City Florida USA. Beliau mengadakan penelitian tentang dampak mendengarkan bacaan Qur’an terhadap denyut jantung, tekanan darah, saraf dan otot. Beliau menemukan siapa saja pasien yang mendengar bacaan Qur’an baik dia muslim atau nonmuslim ternyata mengalami perubahan fisiologi positif dalam diri mereka. ( Islamic Perspectives in medicine, Dr. Shahid Athar).

Sobat, ternyata Qur’an tidak hanya dikagumi oleh orang Islam. Qur’an juga dikagumi oleh orang nonmuslim. Bahkan sebagian dari mereka yang bukan Islam ini mempelajari kemudian memeluk agama Islam setelah mengkaji dan memahami maksud ayat-ayat Qur’an. Subhaanallah !

Ingatlah Sobat. Islam tidak menjadi penguasa dunia dengan cara magic. Hal tersebut di dapat karena Rasulullah Saw para sahabat menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, memiliki perencanaan yang strategis dengan didukung modal Takwa dan Tawakkal. Nabi Muhammad Saw mendidik umatnya sampai berhasil menghasilkan banyak perencana dan ahli strategi agung yang mengagumkan dunia. Para ahli strategi ini berhasil membawa Islam menguasai dunia atau menjadi a global champion dalam waktu singkat.

Ingatlah sobat, roda kehidupan kita akan menyimpang tanpa adanya rel. Dan rel itu adalah Syariat. Jadikan diri kita individu yang paham syariat untuk mengenal syariat, kita memerlukan Ilmu. Dan Al-Qur’an lah sumber Ilmu dan petunjuk utama bagi manusia sehingga rahmatan lil ‘aalamin bisa dirasakan dan dinikmat seluruh umat manusia dan alam semesta.

Sobat. Lima kunci kesuksesan atau keberhasilan dalam menegakkan Idealisme Islam:

1. Konsistenlah engkau dalam berdakwah, jangan terpengaruh oleh tantangan.

2. Jangan kau melewati batas dalam bertindak. Karena Allah melihat semua yang kau lakukan.

3. Jangan berlindung ke orang-orang dzalim, karena kau akan celaka dan tidak ada seorang pun yang akan menolongmu selain Allah.

4. Perkuatkan hubunganmu bersama Allah dengan melaksanakan sepanjang hayat pada waktu-waktu yang telah ditentukan, baik siang atau malam hari. Karena perbuatan yang baik bisa menghapus dosa kesalahan yang kamu perbuat. Bisa jadi perjalanan dakwah tersendat karena dosa dan maksiat.

5. Bersabarlah menghadapi kesulitan dan tantangan kehidupan. Karena Allah tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik seseorang.

Sobat. Sekali lagi dalam menghadapi tantangan kehidupan, kita perlu konsisten memegang teguh keyakinan yang benar, tidak berkolaborasi dengan orang dzalim, selalu mendekatkan diri kepada Allah, dan bersabar.

Sobat. Amal qalbi atau getaran hati yang penuh keimanan sangat berpengaruh dalam perilaku dan mendapat apresiasi yang besar dari Allah. Merekalah yang berada di garda terdepan dari hamba-hamba Allah yang akan beruntung di akherat nanti.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual (Safari Dakwah Ramadhan di Badak LNG Bontang Kaltim, 6 April 2023 )

Kamis, 13 April 2023

Al-Qur'an Pembawa Perubahan


Tinta Media - Al-Qur'an adalah kalam Allah, kitab suci umat Islam yang diturunkan pada nabi Muhammad saw. Secara emosional, Al-Qur'an saat dibaca menjadi obat bagi hati dan penawar rindu. Secara intelektual, Al-Qur'an memberikan ilmu yang mencerahkan. Secara spiritual, dengan membaca Al-Qur'an, seakan-akan kita mendengar firman Allah disampaikan bagi yang membaca atau yang mendengar. 


Al-Qur'an jika diimani dapat mengubah hidup manusia dari lemah menjadi kuat, dari berahlak buruk menjadi mulia, bahkan Al-Qur'an dapat mengubah peradaban dunia jika apa yang terkandung dalam Al-Qur'an dijalankan oleh manusia.


Bulan Ramadan adalah bulan di turunkannya Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia.


Firman Allah Swt. yang artinya,

"Bulan Ramadan adalah (bulan) di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yg benar dan yang bathil)." (Qs Al-baqarah:185)


Bahkan, Al-Qur'an turun pada malam yang istimewa, yaitu malam Lailatul Qadar, yaitu malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Bahkan, pada malam itu Zibril dan malaikat lainya turun untuk mengatur semua urusan (baca QS. Al-Qadar:1-5).


Allah Swt. berfirman yang artinya,

"Sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka berpikir." (QS. Al-Hasyr: 21)


Imam Al-Baidhawi menafsirkan ayat tersebut, dan menyatakan bahwa Ayat ini merupakan gambaran betapa besarnya kekuasaan, kehebatan, dan pengaruh Al-Qur'an.


Jika manusia berpikir, ia akan merasa malu jika mempunyai hati keras, tidak mempunyai perasaan ingin tunduk terhadap Allah, bahkan perasaannya tak terpengaruh sedikit pun oleh Al-Qur'an, sementara gunung yang tegak dan kokoh pasti tunduk dan patuh pada Al-Qur'an.


Akan tetapi, melihat kenyataan di zaman sekarang, begitu banyak manusia yang tidak tunduk dan patuh terhadap Al-Qur'an. Hatinya mengeras. Saat Al-Qur'an dibacakan, hatinya tak bergetar, tak sedikit pun terpengaruh oleh bacaan Al-Qur'an, apalagi tergerak untuk mengamalkan dan menerapkan hukum-hukum yang ada di dalamnya, yaitu syariah Islam. 


Yang ada, justru berbagai penolakan yang muncul. Islam bahkan dikerdilkan, dituduh radikalisme. Islamophobia digencarkan. Mereka tidak tahu bahwa perbuatan tersebut adalah kejahatan terhadap Al-Qur'an sebagai sumber syariah Islam.


Al-Qur'an Kunci Perubahan.


Dulu, sebelum Al-Qur'an diturunkan, begitu banyak orang Arab yang bodoh dan zalim. Kemaksiatan dilakukan. Perzinaan, perjudian, mabu-mabukan, penipuan, dan riba merajalela. Bayi-bayi dibunuh saat lahir. Perang sering kali terjadi. Bahkan, banyak yang menyembah berhala. 


Akan tetapi, setelah Nabi Muhammad saw. diutus Allah dengan membawa Al-Qur'an kepada mereka dalam waktu kisaran 23 tahun, Al-Qur'an membawa perubahan pada bangsa Arab, dari gelap menjadi terang, dari kezaliman menjadi kemuliaan, dari biadab menjadi beradab.


Selama kurun waktu kurang lebih 14 abad, kaum muslimin menguasai 2/3 dunia. Pada masa peradaban Islam, para cendikiawan Barat yang jujur mengakuinya, seperti Emanuel Deutsche, cendikiawan Jerman.


Montgomery Watt menyatakan, "Bahwa peradaban di Eropa tidak dibangun melalui proses regenerasi mereka sendiri, tetapi didukung oleh peradaban Islam. Tanpa Islam, Barat bukanlah apa-apa." 


Bahkan, Barack Obama pun sebagai mantan Presiden Amerika Serikat saat berpidato tanggal 5 juli 2009, menyatakan "Peradaban dunia berutang besar pada Islam."


Akan tetapi, kaum Barat tidak sedikit pula yang mengaburkan, bahkan menutup-nutupi fakta bahwa kemajuan pencapaian peradaban Islam. Kaum muslimin selama berabad-abad sepanjang era kekhilafahan, mereka menjadiakn Al-Qur'an sebagai sumber hukum dan mengatur segala aspek kehidupan manusia. Dengan kata lain, semua kemajuan itu berkat Al-Qur'an yang diterapkan di dalam kehidupan.


Pentingnya Kembali pada Al-Qur'an

Sebagai seorang muslim, sebaiknya kita meyakini apa-apa yang divperintahkan dalam Al-Qur'an. Segala sesuatu harus merujuk pada Al-Qur'an, baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, ataupun bernegara. Ini karena Al-Qur'an merupakan pedoman manusia, khususnya umat Islam. 


Akan tetapi, faktanya di zaman sekarang Al-Qur'an diabaikan. Hukum-hukumnya tidak diterapkan, sehingga kehancuranlah yang terjadi. Kemaksiatan merajarela, kemiskinan dan kelaparan di mana-mana, pencurian, pemerkosaan, pembunuhan bahkan semakin ramai sekarang. L6BT dibiarkan, maka rusaklah umat manusia. 


Allah Swt. berfirman yang artinya,

"Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Qs Ta-Ha: 124).


Agar bangsa ini tidak terus-menerus dalam kesempitan dan keterpurukan, maka wajib kembali pada Al-Qur'an, mengamalkan dan menerapkan seluruh hukumnya. Ini semua kita jadikan sebagai hikmah yang harus diraih pada Ramadan kali ini, supaya ragam keberkahan Allah berikan pada bangsa ini. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:


"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".(Qs Al - Araf:96).

WalLahu'alam bi ash-shawab.


Oleh: Risna SP.

Sahabat Tinta Media

Minggu, 05 Maret 2023

Guru Luthfi: Orang yang Tetap Kafir Dilaknat Allah, Malaikat, dan Manusia

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin,  Guru H. Luthfi Hidayat menjelaskan tentang kondisi orang-orang yang mengingkari Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 161-162.

“Kondisi orang-orang yang mengingkari Allah Swt. hingga saat ajal menjemputnya adalah mereka tetap dalam keadaan kafir, yaitu orang-orang kafir, menutupi kebenaran, dan terus menerus bersikeras menutupi kebenaran itu dalam hidupnya. Keadaan demikian itu akan menjadikan orang-orang yang mengingkari Allah Swt. itu mendapat laknat Allah, malaikat, dan manusia secara keseluruhan,” ungkapnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Orang yang Tetap dalam Kekafiran Dilaknat Allah, Malaikat, dan Manusia Secara Keseluruhan, Jumat (24/2/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Bahkan, menurutnya, Al-Qur’an menggambarkan kondisi itu terus berlangsung hingga hari kiamat kelak. "Dan laknat itu terjadi di antara mereka. Orang-orang kafir itu sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling melaknat,” tuturnya.

Firman Allah Swt.:

 إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١٦١) خالِدِينَ فِيها لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (١٦٢)

“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapati laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya (QS. 2: 161). Mereka kekal di dalam laknat itu, tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh (QS. 2: 162).

Guru Luthfi menyebutkan penjelasan Imam Muhammad Ali Ash Shabuni dari kalimat   إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ.
“Artinya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan terus menerus dalam kekafiran hingga mereka menemui ajalnya, mereka akan senantiasa dalam kekafiran,” ujarnya.

Imam Al Qurthubi menjelaskan kalimat وَهُمْ كُفَّارٌ . Yakni mereka mati dalam keadaan kafir bahwa dalam perkataan Ibnu Arabi tidak diperbolehkan melaknat orang kafir tertentu karena tidak tahu bagaimana keadaannya nanti  ketika ia wafat, namun untuk melaknat seseorang pada ayat ini, Allah Swt. telah memberikan syarat, yaitu yang wafatnya dalam keadaan kafir. 

“Imam Al Qurthubi menambahkan maksud ayat dengan makna tadi adalah pada hari kiamat nanti semua orang akan melaknat orang kafir agar mereka merasakan sakit dan pedih dalam hati mereka. Mudah-mudahan laknat itu dapat menjadi hukuman bagi mereka pada saat itu sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al Ankabut ayat 25,” ungkapnya.

Ia menerangkan adanya perbedaan pendapat dalam melaknat orang tertentu yang melakukan kemaksiatan. Pendapat yang tidak membolehkan berdasarkan dalil hadis sahih. Dalam sebuah riwayat dari Nabi saw. Bahwasanya beliau sering mendatangi seorang peminum minuman keras, lalu suatu hari seorang sahabat yang ikut dengan beliau mengatakan semoga Allah melaknat perbuatan yang tidak terpuji. 
“Lalu Rasulullah saw. bersabda: Janganlah jadi penolong setan (untuk memusuhi saudaramu). Di sini Rasulullah saw. tetap menyebut orang tersebut sebagai saudara walaupun ia seorang peminum khamr,” katanya.

Pendapat yang membolehkan adalah menurut Ibnu Arabi. “Ini merupakan ijma’ para ulama sebagaimana sabda Rasulullah yang lain, diriwayatkan oleh Bukhari bahwa sesungguhnya Allah melaknat pencari sebutir telur (dari emas) lalu dipotong tangannya,” ucapnya.

Ia melanjutkan bahwa makna asal kata “laknat” sendiri adalah mengusir atau menjauhkan. “Oleh karena itu, laknat yang berasal dari hamba adalah pengusiran, sementara laknat dari Allah Swt. adalah hukuman atau dijauhkan dari rahmat Allah,” terangnya

Makna dari kalimat: أُولئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Mereka mendapat laknat Allah, para malaikat, dan penduduk bumi seluruhnya, sekalipun orang kafir. Sesungguhnya mereka itu pun pada hari kiamat satu sama lain akan saling melaknati,” ungkapnya.

Ia kembali menjelaskan makna dari ayat 162: 
خالِدِينَ فِيها لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ
Dalam ayat ini Allah menambahkan penekanan tauhid atas laknat tersebut.
“Artinya mereka akan kekal di dalam neraka. Sesungguhnya siksa mereka di neraka jahanam akan kekal dan tidak akan terputus. Sekali-kali siksa mereka todak akan diringankan sekejap mata pun. Naudzubillah tsumma naudzubillah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 12 Juni 2022

Guru Luthfi: Mencegah Kaum Muslim Masuk Masjid dan Merobohkan Rumah Allah Itu Zalim


Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi Hidayat menyatakan tafsir Al-Baqarah ayat ke 114 menjelaskan kezaliman orang yang mencegah kaum muslim masuk masjid dan berusaha merobohkan rumah Allah.

“Renungan Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat ke 114 bahwa zalim mencegah kaum muslim masuk masjid dan berusaha merobohkan rumah Allah,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Zalim! Orang yang Menghalangi Muslim Masuk Masjid, Jumat (3/6/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 114).

Guru Luthfi mengungkapkan penjelasan Ibnu Katsir bahwa terdapat perbedaan pendapat dari para ahli tafsir mengenai siapakah yang dimaksud dengan orang yang menghalangi masuk masjid Allah dan berusaha merusaknya. Diriwayatkan oleh al-Aufi dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas, mereka itu orang-orang Nasrani. Mujahid pun mengemukakan, mereka itu adalah orang-orang Nasrani. “Mereka membuang berbagai kotoran ke Baitul Maqdis dan menghalangi orang-orang agar tidak mengerjakan shalat di dalamnya,” ungkapnya.

Pendapat lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, “Ibnu Zaid mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang musyrik yang menghalangi Rasulullah Saw. bersama para sahabatnya untuk masuk ke kota Makkah pada saat terjadinya peristiwa Hudaibiyah sehingga beliau menyembelih kurbannya di Dzi Thuwa dan mengajak mereka berdamai,” bebernya.

Kemudian ia memaparkan penjelasan Imam Al Qurthubi makna siapa saja secara umum yang berbuat zalim.
“Menurut suatu pendapat yang dimaksud (dalam ayat ini) adalah orang-orang yang menghalangi manusia masuk ke setiap masjid sampai hari kiamat,” tuturnya.
Menurutnya pendapat inilah yang paling sahih disebabkan lafaz (dalam ayat ini) adalah lafaz yang umum, ia muncul dalam bentuk jamak.

“Oleh karena itulah, mengkhususkan lafaz ini hanya untuk sebagian masjid dan sebagian orang merupakan pendapat yang lemah,” paparnya.

Penjelasan dari Muhammad Ali Ashabuni dalam tafsir beliau Shafwatu Tafasir maknanya adalah tidak ada yang lebih zalim kecuali orang yang melakukan hal itu (menghalang-halangi orang lain untuk menyembah Allah dan berupaya menghancurkan rumah Allah). “Sebagaimana yang dilakukan oleh orang Romawi menghancurkan Baitul Maqdis, atau menghalang-halangi ibadah sebagaimana yang dilakukan kafir Quraisy,” ungkapnya.

Kembali ia menjelaskan pernyataan dari Imam Al Qurthubi yang dimaksud Baitul Maqdis dan mihrab-mihrabnya. “Menurut satu pendapat, yang dimaksud dengan masjid di sini adalah Ka’bah. Dalam hal ini kata masjid menggunakan bentuk jamak karena Ka’bah merupakan kiblat bagi masjid-masjid. Atau karena bertujuan untuk mengagungkan Ka’bah. Pendapat yang lain adalah semua masjid,” jelasnya.

Makna kalimat selanjutnya dari ayat ini, “Mereka tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah).”

Guru Luthfi menyatakan penjelasan dari Imam Al Qurthubi, “Maksudnya jika masjid-masjid Allah itu telah dikuasai oleh kaum muslim dan berada di bawah kekuasaan mereka, sehingga orang-orang kafir tidak dapat memasukinya maka tentulah mereka akan merasa takut diusir oleh kaum muslimin  dan diberikan pelajaran karena akan memasukinya,” paparnya. 

Kemudian ia membeberkan akhir kalimat dari ayat yang mulia ini, “Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”

Inilah penjelasan dari Imam Ali Ash Shabuni, “Artinya orang-orang yang disebutkan di atas (orang-orang yang menghalangi muslim menyembah Allah dan berusaha merobohkan rumah-rumah Allah), adalah orang yang hina dan rendah di dunia. Dan juga akan mendapatkan siksa di neraka,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 27 Mei 2022

Guru Luthfi: Allah SWT Membantah Klaim Hanya Ahlul Kitab yang Masuk Surga


Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Quran, Tapin, Guru Luthfi menyatakan tafsir al-Baqarah ayat ke 111-112 tentang bantahan Allah SWT terhadap angan-angan Ahlul Kitab yang mengklaim hanya mereka saja yang masuk surga.

“Dalam tafsir al-Baqarah ayat ke 111 dan 112, Allah SWT membantah angan-angan Ahlul Kitab Yahudi dan Nasrani yang mengklaim bahwa hanya mereka saja yang masuk surga,” tuturnya dalam Jumat Bersama al-Quran: Angan-angan Ahlul Kitab Hanya Mereka Masuk Surga, Jumat (20/5/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Quran.

Firman Allah SWT:
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, “Sekali-kali tidak akan pernah masuk surga kecuali orang-orang yang beragama Yahudi dan Nasrani.” Demikian itu hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, “Tunjukkan kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar.”
Tidak demikian bahwa barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang dia berbuat kebaikan maka baginya pahala pada sisi Rabb-Nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
(Q.S. al-Baqarah, [2]: 111-112)

Ia memaparkan komentar dari  Imam Ibnu Katsir terhadap ayat yang mulia ini bahwa Allah SWT menjelaskan ketertipuan orang-orang Yahudi dan Nasrani oleh apa yang ada pada diri mereka di mana setiap kelompok dari keduanya, Yahudi dan Nasrani mengaku bahwasanya tidak akan ada yang masuk surga kecuali dari pemeluk agama mereka.

“Yahudi dan Nasrani mengaku bahwasannya tidak akan ada yang masuk surga kecuali dari pemeluk agama mereka, sebagaimana yang diberitakan Allah SWT melalui firman-Nya dalam surat al-Maidah ayat ke-18, artinya bahwa mereka mengatakan, 'Kami adalah anak-anak dan kekasih Allah',” paparnya.

Ia menuturkan bahwa Imam Ali Ash Shabuni menjelaskan tentang ayat tersebut. “Bahwa orang-orang Yahudi mengatakan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beragama Yahudi. Sebagaimana orang-orang Nasrani juga mengklaim mengatakan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beragama Nasrani,” tuturnya.

Ia memaparkan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir bahwa pengakuan mereka (Yahudi dan Nasrani) mendapat bantahan dari Allah SWT. “Berikut ini adalah bantahan Allah Ta’ala berkenaan dengan pengakuan mereka yang tidak berdasarkan dalil, hujah, dan keterangan yang jelas,” paparnya.

Ia pun menambahkan Firman Allah, Tilka amāniýuhum artinya “Yang demikian itu hanya angan-angan mereka.”
“Abu Aliyah mengatakan artinya angan-angan yang mereka dambakan dari Allah tanpa alasan yang benar,” ucapnya.

Hal senada dikemukakan olah Qatadah dan Ar Rabi bin Anas. Sementara menurutnya Imam Ali Ash Shabuni menjelaskan kalimat tersebut bahwa itu adalah khayalan dan mimpi kosong mereka.

Ia menerangkan firman Allah selanjutnya yang artinya, “Katakanlah, Tunjukkan kebenaran kalian jika kalian orang-orang yang benar.” (Q.S al-Baqarah, [2]: 111).
Penjelasan dari Imam al-Ghazali, “Katakanlah kepada mereka, wahai Muhammad, datanglah kepada-Ku bukti nyata mengenai kalian jika kalian orang-orang yang benar terhadap anggapan kalian.”

Ia menegaskan bantahan dari Allah SWT atas angan-angan mereka dan memberikan penjelasan yang sebenarnya dengan Firman-Nya, “Orang-orang yang masuk surga justru adalah orang-orang yang menyerahkan diri dan patuh, dan mengikhlaskan dirinya hanya kepada Allah.” (Q.S. al-Baqarah, [2]: 112)
“Yaitu orang-orang yang beriman, yang membenarkan Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasalam,” tegasnya.

Ia membeberkan perkataan Abu Sa’id bin Jubair bahwa amal perbuatan yang diterima oleh Allah SWT harus memenuhi dua syarat, yakni:
Pertama, harus didasarkan kepada ketulusan karena Allah Ta’ala semata.
“Kedua, harus benar dan sejalan sesuai dengan syariat Allah SWT,” bebernya.

Ia berpendapat jika suatu amalan sudah didasarkan kepada keikhlasan hanya karena Allah Ta’ala.
“Namun jika tidak sesuai dan tidak benar dengan syariat maka amal itu tidak akan diterima,” ucapnya.
Kemudian ia menerangkan dari Imam Ali Ash Sabuni maksudnya adalah bahwa baginya perbuatannya, tidak ada kekhawatiran bagi mereka di akhirat, dan tidak ditimpakan kesedihan atas mereka pula di akhirat. Mereka menerima kenikmatan dan tetap tinggal di dalamnya.

Demikianlah ia memaparkan surat al-Baqarah ayat 111-112 tentang bantahan Allah atas klaim pengakuan yang mengada-ada, angan-angan bahwa hanya orang-orang Yahudi dan Nasrani semata yang masuk surga.

“Mereka (Yahudi dan Nasrani) tidak mampu memberikan bukti yang bisa menjadikan pijakan keyakinan atas apa yang mereka klaim. Kemudian Allah menjelaskan mereka yang layak masuk surga yakni mereka yang beramal ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 15 Mei 2022

Kiai Labib Jelaskan Siapa Sesungguhnya yang Meninggalkan Al-Qur’an


Tinta Media  - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib dalam tausiahnya menyampaikan isi kitab ‘At Tibyan Fi Ulumil Qur’an’ karangan Dr. Muhammad Ali As Shabuni tentang siapa yang sesungguhnya meninggalkan Al Qur’an.

“Dr. Muhammad Ali As Shabuni dalam kitabnya At Tibyan Fi Ulumil Qur’an, beliau mengatakan, barang siapa yang tidak membaca Al-Qur'an maka sungguh dia telah meninggalkan Al-Qur'an,” tuturnya dalam acara tausiyah : Al Qur’an Sebagai Minhaj Al Hayah, Rabu (11/5/2022) melalui kanal YouTube Aspirasi News.

Kiai Labib menjelaskan, Al-Qur’an adalah petunjuk dari Allah SWT. Dari Al-Qur’an, menurutnya, manusia bisa mengetahui tentang Allah, akidah, hukum tentang halal dan haram, tentang perbuatan yang diridhoi Allah dan yang dimurkai Allah serta tentang perbuatan yang bisa menghantarkan kepada surga dan neraka. “Bagaimana mungkin orang akan bisa menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk hidupnya kalau tidak membaca? Maka, membaca ini menjadi kunci,” tegasnya.

Namun, Kiai Labib mengatakan, membaca saja tidak cukup. “Beliau (Dr. Muhammad Ali As Shabuni) mengatakan, barang siapa yang membaca Al Quran tapi tidak mentadaburi apa maknanya, apa kandungannya, apa isinya maka sungguh ia telah meninggalkan al Quran,” tambahnya.

Dijelaskan lagi oleh Kiai Labib, membaca Al-Qur’an adalah ibadah. Membaca Al Qur’an berbeda dengan membaca buku-buku atau tulisan yang lain. Menurut Kiai Labib, membaca buku akan berpahala mana kala mengerti isinya karena merupakan bagian dari talabul ilmi.

“Berbeda dengan Al-Qur’an. Sekedar membaca, dia mengerti atau tidak (isi Al Qur’an), dia tetap berpahala. Namun, tidak cukup dengan membaca. Sebab, dengan membaca belum juga membuat pelakunya mengerjakan apa yang ada di dalamnya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, menurutnya, jika tidak ingin disebut sebagai orang yang meninggalkan Al-Qur’an, maka harus juga mentadaburi kandungan Al Qur’an. Pun demikian, Kiai Labib kembali menjelaskan, Dr. Muhammad Ali As Shabuni mengatakan, membaca dan mentadaburi Al-Qur’an saja belum cukup tetapi juga harus diamalkan.

“Beliau katakan, barang siapa yang membacanya dan merenungi, mentadaburi isinya namun dia tidak mengerjakan apa yang ada di dalamnya, maka sungguh ia telah meninggalkan Al Quran,” ungkapnya.

Ditambahkan lagi oleh Kiai Labib, membaca itu berpahala, melakukan tadabur terhadap isi Al Qur’an juga merupakan pahala. Akan tetapi, menurutnya, mentadaburi Al Qur’an, merenungkan, mengerti serta memikirkan apa yang ada dalam Al Qur’an tidak cukup jika pada akhirnya tidak dikerjakan.

“Ketika Allah perintahkan ‘wa aqimus salata’, orang yang membaca ‘wa aqimus salata’, maka dia berpahala. Dia mengerti isinya, apa makna dari ‘aqimus salata’, maka dia berpahala. Tetapi dia tetap akan berdosa ketika dia tidak mengerjakan sholat,” tambahnya.

Demikian juga perintah Allah yang lain. Kiai Labib menyebutkan, seseorang yang membaca ayat ‘kutiba ‘alaikumus siyam’, ‘kutiba ‘alaikumul qitaal’ dan ayat lainnya maka dia berpahala. Mentadaburinya juga berpahala tapi, menurutnya, ketika tidak mau mengerjakan perintah tersebut, maka dia berdosa.

“Karena Al Qur’an bukan hanya dibaca, bukan hanya ditadaburi, tapi justru yang lebih penting adalah mengamalkannya dalam kehidupan,” pungkasnya. [] Ikhty

Tafsir QS. Al Furqon Ayat 30, Kiai Labib: Rasulullah Adukan Kaumnya yang Abaikan Al-Qur’an


Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib dalam tausiyahnya menjelaskan tafsir Al-Qur’an Surat Al Furqon Ayat 30, Rasulullah SAW mengadukan kaumnya kepada Allah SWT karena telah mengabaikan Al-Qur’an.

“Di dalam surat Al Furqon ayat 30 Allah SWT berfirman, Dan Rasul (Muhammad) berkata, ‘Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang diabaikan’. Sebagian ulama mengatakan bahwa perkataan Rasulullah saw dalam ayat ini akan diucapkan nanti di akherat. Beliau mengadukan kepada Allah SWT atas apa yang terjadi pada kaumnya,” tuturnya dalam acara tausiyah: Al-Qur’an Sebagai Minhaj Al-Hayah, Rabu (11/5/2022) melalui kanal YouTube Aspirasi News.

Kiai Labib lanjut menjelaskan, sebagian besar mufasir mengatakan ayat tersebut disampaikan oleh Rasulullah saat masih hidup di dunia. “Ini merupakan pengaduan Rasulullah saw atas apa yang dilakukan oleh orang-orang musrik yang menjadi kaumnya. Beliau mengadukan mereka karena saat Al Qur’an disampaikan kepada mereka, mereka mengabaikan, tidak mau mendengarkan , tidak mau menerima dan tidak mau mengimani. Lalu beliau menyampaikan, beliau mengadukan hal itu kepada Allah AWT,” imbuhnya.

Adapun bukti bahwa ayat tersebut disampaikan saat Rasulullah saw masih hidup di dunia, menurut Kiai Labib diperkuat dalam ayat berikutnya.  “Di dalam ayat berikutnya, Allah swt berfirman, ‘Telah kami jadikan masing-masing nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa’. Ayat ini sebagaimana dijelaskan para ulama adalah memberikan tasniah, memberikan hiburan terhadap apa yang dialami Rasulullah saw.,” jelasnya.

Kiai Labib mengatakan, setelah Rasulullah saw menyampaikan pengadukan, Allah memberikan jawaban kepada beliau bahwa sikap yang sama tidak hanya dialami oleh kaum beliau. Kemudian dijelaskan, kaum-kaum nabi sebelumnya juga ada yang menentang, mengingkari bahkan memusuhi dakwah para nabi sebelumnya.

“Mereka yang menentang, mereka yang mengingkari, itulah ‘minal mujrimin’, mereka adalah kalangan orang-orang yang berdosa,” tegasnya.

Dari ayat ini, Kiai Labib mengatakan, Rasulullah seolah diberitahu agar beliau tidak perlu kaget, tidak perlu bersedih hati karena seperti itulah memang yang dialami nabi-nabi utusan Allah SWT. “Bahkan kemudian Allah memberikan janji kepada beliau, ‘Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan menjadi penolong,“ pungkasnya. [] Ikhty

Selasa, 26 April 2022

KH Yasin Muthohar: Ramadhan Dikenal dengan Syahrul Qur'an


Tinta Media  - Mudir Ma'had Al-Abqary Serang Banten KH. Yasin Muthohar mengatakan bahwa Ramadhan dikenal dengan syahrul Qur'an.

"Ramadhan dikenal dengan syahrul Qur'an," tuturnya dalam Tausiyah Sahur: Ramadhan bulan Al Qur'an di Kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Selasa (26/4/2022).

"Karena Allah SWT berfirman: Bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan Al-Qur'an di dalamnya," tambahnya.

Menurutnya, karena Ramadhan adalah bulan Al Qur'an. Maka sudah sejatinya bulan Ramadhan dimanfaatkan oleh umat Islam untuk meningkatkan interaksi dengan Al Qur'an.

"Karena Qur'an akan menjadi kemuliaan, Qur'an akan menjadi pembela bagi orang-orang yang selalu bersama-sama dengan Qur'an atau Shohibul Qur'an, atau hamilul Qur'an, hamalatul Qur'an, para pembawa Al Qur'an, orang-orang yang selalu mengemban Al Qur'an," lanjutnya.

Ia menjelaskan bahwa Al Qur'an akan menjadi kemuliaan bagi yang membacanya. "Nabi Saw, beliau bersabda: Siapa yang membaca Al Qur'an, maka dia akan mendapatkan kebaikan dengan setiap huruf yang dia baca dan satu kebaikan itu akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipatnya," jelasnya.

"Rasul bersabda: Aku tidak mengatakan Alif Lam Min itu satu huruf tetapi beliau mengatakan Alif satu huruf, Lam satu huruf, Min satu huruf. Subhanallah," paparnya.

Membaca Alif Lam Min, lanjutnya, maka akan mendapatkan 30 kali kebaikan. Kemudian Qur'an juga akan menjadi kemuliaan dengan memahami, dengan mempelajari. "Sebaik-baiknya diantara kalian adalah orang yang mempelajari Qur'an dan mengajarkan Al Qur'an," bebernya.

"Al Qur'an akan menjadi kebaikan bagi kita, ketika kita mengamalkan Al Qur'an, mendakwahkan Al Qur'an," tukasnya.

KH. Yasin Muthohar melanjutkan bahwa perumpamaan orang yang membaca Al Qur'an, mempelajari Qur'an, mengajarkan Al Qur'an, mendakwahkan Al Qur'an. Kata Nabi Saw: seperti sebuah wadah, botol yang dipenuhi dengan minyak kasturi, dimana wanginya akan semerbak, menyebar kesetiap tempat. "Luar biasa," ucapnya.

Ia mengatakan bahwa sungguh hebat, kalau menjadi manusia yang selalu bersama-sama dengan Al Qur'an yang Allah SWT turunkan di bulan Ramadhan. "Mudah-mudahan kita mendapatkan keberkahan Ramadhan dan sekaligus keberkahan Al Qur'an," pungkasnya.[] Ajirah

Senin, 25 April 2022

Guru Luthfi: Yahudi Memusuhi Malaikat Jibril Alaihi Salam


Tinta Media  -  Merenungkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta ’ala dalam Surat Al-Baqarah ayat ke 97-98, Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi menuturkan bahwa orang-orang Yahudi sangat memusuhi malaikat Jibril alaihi salam.

“Merenungkan Surat Al-Baqarah ayat 97 dan 98 bahwa orang-orang Yahudi sangat memusuhi malaikat Jibril alaihi salam,” tuturnya dalam Program Ramadhan Bersama Qur’an 1443 H-#17: Yahudi Memusuhi Malaikat Jibril, Selasa (19/4/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala:
Katakanlah barang siapa menjadi musuh Jibril maka Jibril itu menurunkan Al-Qur’an ke hatimu dengan izin Allah. Membenarkan apa yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman, (QS. Al-Baqarah, [2]: 97). Barang siapa yang memusuhi Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya , Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang -orang yang kafir, (QS. Al-Baqarah, [2]: 98).

Ia menerangkan Surat Al-Baqarah ayat ke 97 dan 98 dari pernyataan Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath-Thabari yang terkenal dengan Tafsir Ath-Thabari, bahwa para ulama tafsir telah sepakat, ayat ini turun sebagai jawaban terhadap kenyataan kalangan orang-orang Yahudi dari Bani Israil yang mengaku bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail adalah penolong mereka.

“Ayat ini menurut Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath-Thabari menyatakan bahwa para ulama tafsir telah sepakat, ayat ini turun sebagai jawaban terhadap kenyataan orang-orang Yahudi dari Bani Israil mengaku Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail adalah penolong mereka,” terangnya.

Ia mengutip penjelasan dari Imam Al-Qurthubi tentang sebab turunnya ayat ini.
“Orang-orang Yahudi berkata dan bertanya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, “Tidak ada seorang nabi pun kecuali ia didatangi oleh malaikat yang membawa risalah dan wahyu dari sisi Tuhannya”. “Siapakah temanmu hingga aku harus mengikutimu?”. Beliau menjawab, “Jibril”, maka mereka berkata, “ Malaikat yang membawa pertempuran dan peperangan itu, dia adalah musuh kami, seandainya engkau menyatakan Mikail yang menurunkan hujan dan kasih sayang, niscaya kami mengikutimu,”. Maka Allah pun menurunkan ayat ini,” Jelas Guru Luthfi.

Kalimat dari Firman Allah, Katakanlah barang siapa yang menjadi musuh Jibril.
Kemudian ia mengatakan penjelasan Imam Al-Bukhari yang meriwayatkan, berkata Ikrimah, kalimat Jibr, Mika, dan Ishraf adalah hamba. Dan kata Ill adalah maknanya Allah, ini merupakan bahasa Ibrani.

Firman Allah berikutnya: Maka Jibril itu telah menurunkan Al-Qur’an ke dalam hatimu dengan izin Allah.
Ia memaparkan penjelasan dari Imam Muhammad Ali Ash Shubuni dari kalimat ayat tersebut.

“Imam Muhammad Ali Ash Shubuni menjelaskan yakni sesungguhnya malaikat Jibril Al-Amiin menurunkan Al-Qur’an ini ke dalam hatimu Muhammad Shalallahu alaihi wasalam dengan perintah Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala,” paparnya.

Kemudian ia melanjutkan keterangan dari Imam Al-Qurthubi dari ayat tersebut.
“Ayat ini menunjukkan kemuliaan Jibril alaihi salam dan celaan siapa saja yang memusuhinya,” lanjutnya.

Sementara, menurutnya, penjelasan dari Imam Ibnu Katsir tentang ayat ini, “Menjelaskan barang siapa yang memusuhi Jibril maka hendaknya ia mengetahui bahwa Jibril adalah Ruhul amin yang turun dengan membawa Al-Qur’an dari Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala ke dalam hatimu Ya Muhammad dengan izin-Nya. Ia adalah salah satu Rasul Allah dari golongan para malaikat dan barang siapa yang memusuhi Rasul, berarti ia telah memusuhi seluruh Rasul,” tuturnya.
Ia pun menambahkan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir bahwa bagaimana orang yang beriman kepada salah satu Rasul maka mengharuskan ia beriman kepada seluruh Rasul. Dan bagaimana halnya dengan orang yang kufur terhadap salah seorang Rasul, berarti ia telah kufur kepada seluruh Rasul.

Kalimat berikutnya, Membenarkan apa-apa yakni kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Ia mengungkapkan dari kalimat ayat tersebut.

“ Membenarkan apa-apa yang terdapat dalam Kitab Samawi sebelumnya, di dalamnya terdapat petunjuk yang lengkap dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman untuk ditempatkan di dalam surga,” ungkapnya.

Pada ayat ke 98, ia menyatakan bahwa Allah kembali menegaskan dalam kalimat, “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail”.
Lalu Imam Ibnu Katsir menjelaskan kalimat barang siapa yang memusuhi-Ku, para malaikat dan para rasul-Ku.
“Yang dimaksud rasul-rasul-Nya yaitu mencangkup rasul daripada para malaikat dan dari kalangan manusia,” jelasnya.
Ia pun melanjutkan sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an Surat Al-Hajj ayat 75. Bahwa Allah memilih para rasul-Nya dari kalangan para malaikat dan dari kalangan manusia, Jibril dan Mikail.

“Kalimat ini merupakan penyambung secara khusus dari makna khusus ke makna umum karena keduanya termasuk malaikat yang dikategorikan dalam cakupan para rasul secara umum. Kemudian keduanya disebut secara khusus karena redaksi berkenaan dengan pembelaan terhadap Jibril yang merupakan duta dari Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala dan para nabi-Nya,” lanjutnya.
“Lalu Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala menyertai penyebutan Mikail karena orang-orang Yahudi mengaku bahwa Jibril sebagai musuh mereka, sedangkan Mikail sebagai penolong mereka,” ungkapnya.

Ia pun meneruskan, maka Allah Ta ‘ala berfirman, “Barang siapa yang memusuhi salah satu di antara keduanya, Jibril dan Mikail, berarti ia memusuhi yang lain juga, memusuhi Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala.

Dan kalimat terakhir dari ayat ke 98, ia menuturkan Firman Allah, Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala menampakkan nama-Nya dengan maksud untuk menegaskan makna di atas sekaligus menjelaskan dan memberitahukan kepada mereka (orang-orang Yahudi).

“Bahwa barang siapa saja yang memusuhi wali Allah maka sesungguhnya Allah adalag musuhnya. Dan barang siapa yang memusuhinya maka akan merugi di dunia dan akhirat, Naudzubillah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 19 April 2022

Al-Qur’an adalah Sumber Keberkahan


Tinta Media - Sobat, dalam keberkahan, seisi bumi adalah tempat bersujud, samudera raya adalah air wudhunya, dan debu-debu menjadi tayamum penggantinya. Setiap serba-serbi di seisi bumi mengandung kebaikan yang bertingkat-tingkat. Ada yang umum, ada pula yang khusus.

Sobat, kita semua akan mengalami tiga tahapan : Hari di mana kita dilahirkan, Hari di mana kita wafat dan Hari di mana kita akan dibangkitkan dan hidup abadi di akherat. Sebagaimana di sebutkan dalam QS Maryam ayat 33 :

وَٱلسَّلَٰمُ عَلَيَّ يَوۡمَ وُلِدتُّ وَيَوۡمَ أَمُوتُ وَيَوۡمَ أُبۡعَثُ حَيّٗا
(٣٣)
“ dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".( QS 19 : 33)

Dan momen penentuan apakah kita selamat di dunia dan di akherat adalah sangat ditentukan amal kita diantara Titik di mana kita dilahirkan dan titik di mana kita wafat itulah hidup di dunia yang singkat dan fana. Kalau 1 hari di akherat selama 50.000 tahun maka kalau kita dikasih umur 70 Tahun itu sama dengan 2 menit 1 detik menurut waktu akherat. Undangan kebaikan dari Allah di antara dua titik itu sangat banyak tinggal bagaimana kita meresponnya? Apalagi Allah telah memberikan manual book berupa petunjuk dan penjelas yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.

Sobat, Allah SWT adalah sumber dari segala sumber kebaikan, kelanggengan, dan berkembangnya nikmat dalam keberkahan hidup. Demikian pula firman-Nya adalah gapaian tertinggi manusia dalam memburu berkah. Allah sendiri yang menyebut Al-Qur’an sebagai mubarak, yakni yang diberkahi dan penuh keberkahan. Ada 4 tempat penyebutan Mubarak untuk Al-Qur’an dalam pewahyuan.

Tempat pertama dan kedua ada di QS al-An’aam ayat 155 dan 92 :
وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ مُبَارَكٞ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
(١٥٥)
“ dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” ( QS 6 : 155)

وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ مُبَارَكٞ مُّصَدِّقُ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ ٱلۡقُرَىٰ وَمَنۡ حَوۡلَهَاۚ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأٓخِرَةِ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۖ وَهُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِهِمۡ يُحَافِظُونَ
(٩٢)
“ dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.” ( QS 6 :92)

Sobat, Al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu yang dihajatkan manusia bagi kemaslahatannya, secara duniawi maupun ukhrawi. Sungguh ia adalah wujud rahmat Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ia menjadi obat penyembuh bagi penyakit hati maupun jasmani. Ia adalah ruh yang mengisi tiap hidup yang penuh makna lagi bermanfaat.

Sobat, Imam Al-Alusi dalam tafsir Ruhul Ma’ani beliau menjelaskan “Al-Qur’an disebut Mubarak yaitu banyak faedah dan manfaatnya, yang berguna bagi manusia dalam urusan dunia dan akheratnya, serta mengandung ilmu dari orang yang terdahulu dan terkemudian.” Ibnu Qayyim mengatakan “ Al-Qur’an lebih berhak untuk menyandang nama Mubarak , yang penuh berkah karena disebabkan sempurnanya kebaikan di dalamnya dan berlimpah manfaat yang mengalir darinya dalam berbagai segi.”

Tempat ketiga ada di QS Al-Anbiyaa’ ayat 50 :
وَهَٰذَا ذِكۡرٞ مُّبَارَكٌ أَنزَلۡنَٰهُۚ أَفَأَنتُمۡ لَهُۥ مُنكِرُونَ
(٥٠)
“ dan Al Quran ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka Mengapakah kamu mengingkarinya?” (QS 21 : 50)

Benarlah wahai sobat, Al-Qur’an menjadi sarana Allah membimbingkan hidup yang paling hidup bagi hamba-Nya. Sejauh apa hati kita akrab dengan Al-Qur’an, sebesar itu pula daya hidup ruhnya menghadapi berbagai ujian. Ruh yang kurang asupan Al-Qur’an akan sakit, dan yang tak pernah mendapat makanan dari sang firman akan sekarat. Maka Rasulullah adalah sehebat-hebat manusia dalam menanggung beban ujian untuk diri, dan bahkan beban-beban umatnya. Sebab di dalam dadanya, Al-Qur’an itu hidup memesrai ruh pengabdiannya. Subhaanallah!

Sobat, apakah kita tidak mentadabburi Al-Qur’an? Sedangkan Abu bakar Ash-Shiddiq pernah mengatakan “ Jika tali kekang untaku hilang, niscaya kan kutemukan jawabnya di dalam kitabullah.” Maka apakah kita tidak mentadabburi Al-Qur’an ? padahal Umar Al-Faruq menegaskan bahwa ialah penjawab setiap tanya, penghapus segala syak, dan penepis semua keraguan dalam dada.

Sobat, apakah kita tidak mentadabburi Al-Qur’an? Sedangkan Ustman bin Affan menasihatkan, “ Seandainya hati kita bersih dan berkesucian, takkan pernah kenyang dan bosan kepada Al-Qur’an.” apakah kita tidak mentadabburi Al-Qur’an? Sedangkan saydina Ali pintu kota ilmu menyebutnya sebagai sebenar-benar ucapan, sedalam-dalam makna, sefasih-fasih kalam dan seindah-indah ungkapan.

Tempat ke-empat ada di QS Shaad ayat 29 :
كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
(٢٩)
“ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” ( QS 38 : 29)

Inilah Al-Qur’an induk dari segala serba-serbi kebaikan dan keberkahan seisi bumi. Kebenaran yang turun dan datang dengan benar, dan mengajak kepada kebanaran. Ia membedakan mana yang haq dan bathil. Cahaya yang menyingkap segala gelap dan menjelaskan semua hakekat. Inilah Al-Qur’an yang jika suatu kaum membaca dan mengkajinya di rumah Allah; maka rahmat dicurahkan, malaikat menaungkan sayap-sayapnya, sakinah turun kedalam hati mereka dan Allah mengampuni segala dosanya.

Sobat, Inilah Al-Qur’an yang al-Fatihahnya menjadi pengasas roka’at sholat kita, Al-Baqarahnya gemerlap tak tertandingi oleh para penyihir, Ali ‘imrannya bersinar, Al-Kahfinya memberi cahaya, Al-Mulknya memelihara dari fitnah kubur, hingga al-ikhlas, al-falaq, dan An-naasnya menjadi penjaga paripurna.

Salam Dahsyat dan Luar Biasa ! Allahu Akbar !

Oleh: Dr. N. Faqih Syarif H, M. Si.
Spiritual Motivator –Penulis buku The power of Spirituality – Meraih Sukses tanpa batas.
www.educoach.id 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab