Tinta Media: Al-Qur'an
Tampilkan postingan dengan label Al-Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Qur'an. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Oktober 2023

Al-Qur'an Itu Petunjuk bagi Manusia

Tinta Media - Sobat. Kami memohon kepada Allah yang senantiasa melimpahkan nimat-nikmat-Nya kepada kita sebelum berhak menerimanya dan melanggengkannya kepada kita karena kelalaian kita bersyukur kepada-Nya serta menjadikan kita sebagai umat terbaik yang dipersaksikan untuk umat-umat yang lain agar memberikan pemahaman kepada kita mengenai kitab suci-Nya dan juga sunnah Nabi-Nya, baik ucapan maupun perbuatan sehingga memenuhi haknya atas kta dan membuat kita terdorong untuk lebih meningkatkan ibadah kepada-Nya.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :

الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ  

“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” ( QS. Ibrahim (14) : 1 )

Sobat. Surah ini dimulai dengan "Alif Lam Ra". (Lihat tafsirnya pada jilid pertama pada judul "mafatihus suwar".) Dalam firman Allah swt sesudah Alif Lam Ra menjelaskan maksud dan tujuan diturunkannya Al-Quran kepada Nabi Muhammad. Allah menurunkan Al-Quran kepada Rasulullah agar petunjuk dan peraturan-peraturan yang dibawa Al-Quran itu dapat menjadi tuntunan dan bimbingan kepada umatnya. Dengan petunjuk itu mereka dapat dikeluarkan dari kegelapan ke cahaya yang terang-benderang, atau dari kesesatan dan kejahilan ke jalan yang benar dan mempunyai ilmu pengetahuan serta peradaban yang tinggi, sehingga mereka memperoleh rida dan kasih sayang Allah swt di dunia dan di akhirat.

Sobat. Penegasan tentang fungsi Al-Quran ini sangat penting sekali, apalagi jika dihubungkan dengan ayat-ayat yang lalu, di mana Allah swt telah menyebut-kan adanya orang-orang yang mengingkari Al-Quran, baik sebagian, maupun keseluruhannya.
 
Sobat. Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa Rasulullah hanya dapat menjalankan tugas tersebut di atas dengan izin dan bantuan dari Allah swt, dengan cara memberi kemudahan dan menguatkan tekad beliau dalam menghadapi segala rintangan. Al-Quran merupakan jalan yang dibentangkan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Terpuji bagi Nabi Muhammad dan umatnya.

Allah SWT berfirman :

بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلزُّبُرِۗ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ  

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” ( QS. An-Nahl (16) : 44 )

Sobat. Sesudah itu Allah swt menjelaskan bahwa para rasul itu diutus dengan membawa bukti-bukti nyata tentang kebenaran mereka. Yang dimaksud dengan bukti-bukti yang nyata dalam ayat ini ialah mukjizat-mukjizat yang membuktikan kebenaran kerasulan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan az-zubur ialah kitab yang mengandung tuntunan hidup dan tata hukum yang diberikan oleh Allah kepada manusia.

Sobat. Ayat ini juga menerangkan bahwa Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw supaya beliau menjelaskan kepada manusia mengenai ajaran, perintah, larangan, dan aturan hidup yang harus mereka perhatikan dan amalkan. Al-Qur'an juga mengandung kisah umat-umat terdahulu agar dijadikan suri teladan dalam menempuh kehidupan di dunia. Nabi Muhammad juga diperintahkan untuk menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an dan merinci ayat-ayat yang bersifat global mengkhususkan yang bersifat umum, membatasi yang mutlak dan lain-lain agar mudah dicerna dan sesuai dengan kemampuan berpikir mereka.

Di akhir ayat, Allah swt menegaskan agar mereka memikirkan kandungan isi Al-Qur'an dengan pemikiran yang jernih untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat, terlepas dari berbagai macam azab dan bencana seperti yang menimpa umat-umat sebelumnya.

Allah SWT berfirman :

وَيَوۡمَ نَبۡعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٖ شَهِيدًا عَلَيۡهِم مِّنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَجِئۡنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ  

“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” ( QS. An-Nahl (16) : 89 )

Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt menjelaskan kembali apa yang akan terjadi pada hari kiamat atas setiap umat, yakni kehadiran seorang nabi dari kalangan mereka sendiri, yang akan menjadi saksi atas perbuatan mereka.

Nabi Muhammad saw menjadi saksi pula atas umatnya. Pada hari akhir itu, dia menjelaskan sikap kaumnya terhadap risalah yang dibawanya, apakah mereka beriman dan taat kepada seruannya, ataukah mereka melawan dan mendustakannya. Para nabi itulah yang paling patut untuk menjawab segala alasan dari kaumnya.

Ketika memberikan kesaksian, para rasul tentu berdasarkan penghayatan mereka sendiri atau dari keterangan Allah swt sebab mereka tidak lagi mengetahui apa yang terjadi atas umatnya sesudah mereka wafat. 

Rasulullah mencucurkan air mata sewaktu sahabatnya, 'Abdullah bin Mas'ud, membaca ayat yang serupa maknanya dengan ayat di atas:

Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka. (an-Nisa'/4: 41)

'Abdullah bin Mas'ud berhenti membaca ketika sampai ayat ini, karena Rasul saw berkata kepadanya, "Cukup." 'Abdullah bin Mas'ud kemudian menoleh kepada Rasul saw, dan melihatnya mencucurkan air mata.

Sobat. Menjadi saksi pada hari kiamat adalah kedudukan yang mulia, tetapi berat. Rasul saw akan menjelaskan kepada Allah pada hari kiamat keadaan umatnya sampai sejauh mana mereka mengamalkan petunjuk Al-Qur'an yang diwahyukan kepadanya. 

Pada hari itu, tak ada alasan lagi bagi umat untuk tidak mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka di dunia, sebab Al-Qur'an telah menjelaskan kepada mereka segala sesuatu, yang baik ataupun yang buruk, yang halal dan yang haram, serta yang benar dan yang salah. Al-Qur'an memberikan pedoman bagi manusia jalan mana yang lurus dan yang sesat, serta arah mana yang membawa bahagia dan mana yang membawa kesengsaraan.

Barang siapa membenarkan Al-Qur'an dan mengamalkan segala petunjuk yang terdapat di dalamnya, tentulah ia memperoleh rahmat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Al-Qur'an memberi kabar yang menyenangkan kepada orang yang taat dan bertobat kepada Allah dengan pahala yang besar di akhirat dan kemuliaan yang tinggi bagi mereka.

Rasul saw yang diberi tugas untuk menyampaikan Al-Qur'an, kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang tugas dan kewajibannya itu pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah:

Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul. (al-A'raf/7: 6)

Di antara tugas Rasulullah adalah menjelaskan Al-Qur'an kepada manusia tentang masalah-masalah agama karena ayat-ayat Al-Qur'an ada yang terperinci dan ada pula yang umum isinya. Rasulullah menjelaskan ayat-ayat Allah yang masih bersifat umum itu.
Firman Allah swt:

Dan Kami turunkan Adz-dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan. (an-Nahl/16: 44)

Selain menjelaskan ayat-ayat yang masih bersifat umum, Rasulullah menetapkan pula petunjuk-petunjuk dan hukum-hukum yang bertalian dengan urusan agama dan akhlak.

Allah SWT berfirman :

وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ  

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura ( 42) : 52 )

Sobat. Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw berupa Al-Qur'an sebagai rahmat-Nya. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur'an itu dan apa iman itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah menjadikan Al-Qur'an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam. Sebagaimana firman Allah:

Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur'an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (al-Qasas/28: 86)

Dan firman-Nya:

وَلَوۡ جَعَلۡنَٰهُ قُرۡءَانًا أَعۡجَمِيّٗا لَّقَالُواْ لَوۡلَا فُصِّلَتۡ ءَايَٰتُهُۥٓۖ ءَا۬عۡجَمِيّٞ وَعَرَبِيّٞۗ قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدٗى وَشِفَآءٞۚ وَٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٞ وَهُوَ عَلَيۡهِمۡ عَمًىۚ أُوْلَٰٓئِكَ يُنَادَوۡنَ مِن مَّكَانِۢ بَعِيدٖ  

“Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh". (Fussilat/41: 44)

Firman Allah:

إِنَّ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرٗا كَبِيرٗا  

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, “(al-Isra'/17: 9)

Sobat. Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad agar menjadi petunjuk bagi umat manusia guna meraih keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh, Al-Qur'an ini memberikan petunjuk bagi umat manusia ke jalan yang paling lurus yang mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan mereka dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan sebagai bukti dari keimanannya itu bahwa bagi mereka ada pahala yang besar sebagai imbalan dari iman dan apa yang diamalkannya itu.

Dan memberi kabar buruk serta ancaman bahwa sesungguhnya orangorang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka kelak di hari kiamat azab yang pedih yaitu neraka.

Dengan cahaya Al-Qur'an itulah, Allah memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus yaitu agama yang benar.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. ( Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )

Rabu, 11 Oktober 2023

Dr. Nasrul: Al-Qur’an Petunjuk Bagi Manusia

Tinta Media - Intelektual Muslim sekaligus Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN Dr. Nasrul Syarif M.Si. menegaskan bahwa Al-Qur’an memberikan petunjuk bagi umat manusia, yang mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan.

“Sungguh, Al-Qur'an ini memberikan petunjuk bagi umat manusia ke jalan yang paling lurus yang mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan mereka,” tegasnya kepada Tinta Media, Ahad (9/10/2023).

Ia menambahkan bahwa Al-Qur’an memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan sebagai bukti dari keimanannya itu bahwa bagi mereka ada pahala yang besar sebagai imbalan dari iman dan apa yang diamalkannya itu. 

“Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad agar menjadi petunjuk bagi umat manusia guna meraih keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat,” jelasnya.

Namun, ia juga menyampaikan bahwa Al-Qur’an memberi kabar buruk serta ancaman bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. “Kami sediakan bagi mereka kelak di hari kiamat azab yang pedih yaitu neraka,” terangnya kemudian.

Hal ini diambilnya dari firman Allah dalam QS. Al-Isra'/17: 9)

“Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”

Dr. Nasrul juga memaparkan di antara tugas Rasulullah adalah menjelaskan Al-Qur'an kepada manusia tentang masalah-masalah agama, karena ayat-ayat Al-Qur'an ada yang terperinci dan ada pula yang umum isinya. “Rasulullah menjelaskan ayat-ayat Allah yang masih bersifat umum itu,” paparnya dengan menyampaikan Firman Allah Q.S. An-Nahl/16: 44.

“Dan Kami turunkan Adz-dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan,” (QS. An-Nahl/16: 44).

Selain menjelaskan ayat-ayat yang masih bersifat umum, ia menambahkan bahwa Rasulullah menetapkan pula petunjuk-petunjuk dan hukum-hukum yang bertalian dengan urusan agama dan akhlak. Sebagaimana Allah SWT berfirman :“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura /42 : 52)

Dijelaskannya, Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw berupa Al-Qur'an sebagai rahmat-Nya. “Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur'an itu dan apa iman itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah menjadikan Al-Qur'an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam,” jelasnya dengan menyebut suatu ayat.

“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur'an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir,” (QS. Al-Qasas/28: 86).

Ia juga menyampaikan ayat lain, yaitu: “Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh",” (QS. Fussilat/41: 44).

Dr. Nasrul berdoa. “Kami memohon kepada Allah yang senantiasa melimpahkan nimat-nikmat-Nya kepada kita sebelum berhak menerimanya dan melanggengkannya kepada kita karena kelalaian kita bersyukur kepada-Nya serta menjadikan kita sebagai umat terbaik yang dipersaksikan untuk umat-umat yang lain agar memberikan pemahaman kepada kita mengenai kitab suci-Nya dan juga sunnah Nabi-Nya, baik ucapan maupun perbuatan sehingga memenuhi haknya atas kita dan membuat kita terdorong untuk lebih meningkatkan ibadah kepada-Nya,” doanya seraya menyampaikan firman Allah.
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” ( QS. Ibrahim (14) : 1)

“Sobat. Surah ini dimulai dengan "Alif Lam Ra". (Lihat tafsirnya pada jilid pertama pada judul "mafatihus suwar".) Dalam firman Allah swt sesudah Alif Lam Ra menjelaskan maksud dan tujuan diturunkannya Al-Quran kepada Nabi Muhammad. Allah menurunkan Al-Quran kepada Rasulullah agar petunjuk dan peraturan-peraturan yang dibawa Al-Quran itu dapat menjadi tuntunan dan bimbingan kepada umatnya,” lanjutnya menjelaskan.

Dengan petunjuk itu, disampaikannya mereka dapat dikeluarkan dari kegelapan ke cahaya yang terang-benderang, atau dari kesesatan dan kejahilan ke jalan yang benar dan mempunyai ilmu pengetahuan serta peradaban yang tinggi. “Sehingga mereka memperoleh rida dan kasih sayang Allah Swt di dunia dan di akhirat,” terangnya.

Menurutnya, penegasan tentang fungsi Al-Qur’an ini sangat penting sekali. “Apalagi jika dihubungkan dengan ayat-ayat yang lalu, di mana Allah swt telah menyebut-kan adanya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an, baik sebagian, maupun keseluruhannya,” ucapnya.

Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa Rasulullah hanya dapat menjalankan tugas tersebut di atas dengan izin dan bantuan dari Allah Swt, dengan cara memberi kemudahan dan menguatkan tekad beliau dalam menghadapi segala rintangan. “Al-Qur’an merupakan jalan yang dibentangkan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Terpuji bagi Nabi Muhammad dan umatnya.

Disampaikannya firman Allah Swt: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” ( QS. An-Nahl (16) : 44 )

“Sobat. Sesudah itu Allah Swt menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus dengan membawa bukti-bukti nyata tentang kebenaran mereka. Yang dimaksud dengan bukti-bukti yang nyata dalam ayat ini ialah mukjizat-mukjizat yang membuktikan kebenaran kerasulan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan az-zubur ialah kitab yang mengandung tuntunan hidup dan tata hukum yang diberikan oleh Allah kepada manusia,” paparnya.

Ia manambahkan, ayat ini juga menerangkan bahwa Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw supaya beliau menjelaskan kepada manusia mengenai ajaran, perintah, larangan, dan aturan hidup yang harus mereka perhatikan dan amalkan. Al-Qur'an juga mengandung kisah umat-umat terdahulu agar dijadikan suri teladan dalam menempuh kehidupan di dunia. “Nabi Muhammad juga diperintahkan untuk menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an dan merinci ayat-ayat yang bersifat global mengkhususkan yang bersifat umum, membatasi yang mutlak dan lain-lain agar mudah dicerna dan sesuai dengan kemampuan berpikir mereka,” jelasnya.

“Di akhir ayat, Allah Swt menegaskan agar mereka memikirkan kandungan isi Al-Qur'an dengan pemikiran yang jernih untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat, terlepas dari berbagai macam azab dan bencana seperti yang menimpa umat-umat sebelumnya,” lanjutnya.
  
Disampaikannya pula sebuat ayat. “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl (16) : 89)

“Sobat, dalam ayat ini, Allah Swt menjelaskan kembali apa yang akan terjadi pada hari kiamat atas setiap umat, yakni kehadiran seorang nabi dari kalangan mereka sendiri, yang akan menjadi saksi atas perbuatan mereka,” terangnya.

Nabi Muhammad saw menjadi saksi pula atas umatnya. Pada hari akhir itu, dia menjelaskan sikap kaumnya terhadap risalah yang dibawanya, apakah mereka beriman dan taat kepada seruannya, ataukah mereka melawan dan mendustakannya. “Para Nabi itulah yang paling patut untuk menjawab segala alasan dari kaumnya,” tegasnya.

“Ketika memberikan kesaksian, para Rasul tentu berdasarkan penghayatan mereka sendiri atau dari keterangan Allah Swt, sebab mereka tidak lagi mengetahui apa yang terjadi atas umatnya sesudah mereka wafat,” sambungnya.

Kemudian ia menyampaikan, Rasulullah mencucurkan air mata sewaktu sahabatnya, 'Abdullah bin Mas'ud, membaca ayat yang serupa maknanya dengan ayat di atas:
“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka,” (QS. An-Nisa'/4: 41)

Ia menceritakan 'Abdullah bin Mas'ud berhenti membaca ketika sampai ayat ini, karena Rasul saw berkata kepadanya, "Cukup." 'Abdullah bin Mas'ud kemudian menoleh kepada Rasul saw, dan melihatnya mencucurkan air mata.
“Sobat, menjadi saksi pada hari kiamat adalah kedudukan yang mulia, tetapi berat. Rasul saw akan menjelaskan kepada Allah pada hari kiamat keadaan umatnya sampai sejauh mana mereka mengamalkan petunjuk Al-Qur'an yang diwahyukan kepadanya,” tuturnya.

Pada hari itu, Dr. Nasrul mengatakan tak ada alasan lagi bagi umat untuk tidak mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka di dunia, sebab Al-Qur'an telah menjelaskan kepada mereka segala sesuatu, yang baik ataupun yang buruk, yang halal dan yang haram, serta yang benar dan yang salah. “Al-Qur'an memberikan pedoman bagi manusia jalan mana yang lurus dan yang sesat, serta arah mana yang membawa bahagia dan mana yang membawa kesengsaraan,” tegasnya.

Ia mengingatkan, barang siapa membenarkan Al-Qur'an dan mengamalkan segala petunjuk yang terdapat di dalamnya, tentulah ia memperoleh rahmat dalam kehidupan dunia dan akhirat. “Al-Qur'an memberi kabar yang menyenangkan kepada orang yang taat dan bertobat kepada Allah dengan pahala yang besar di akhirat dan kemuliaan yang tinggi bagi mereka,” ucapnya.

Rasul saw yang diberi tugas untuk menyampaikan Al-Qur'an, kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang tugas dan kewajibannya itu pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah:
“Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para Rasul,” (QS. Al-A'raf/7: 6).

“Dengan cahaya Al-Qur'an itulah, Allah memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus yaitu agama yang benar,” tandasnya. []Raras

Rabu, 28 Juni 2023

Keagungan Islam karena Al-Qur’an

Tinta Media - Sobat. Al-Qur’an bagai lautan yang tak bertepi tapi bisa digapai; lautan yang sangat dalam tapi bisa diselami. Al-Qur’an bisa mencerahkan semua kalangan sesuai dengan kapasitas ilmiahnya masing-masing. Al-Qur’an itu kalamullah yang penuh cahaya. Tangkaplah cahaya itu dengan membacanya, menadabburinya dan mengamalkan isi kandungannya.

Sobat. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Kahfi ayat 1 sd 8 :

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَل لَّهُۥ عِوَجَاۜ قَيِّمٗا لِّيُنذِرَ بَأۡسٗا شَدِيدٗا مِّن لَّدُنۡهُ وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرًا حَسَنٗا مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدٗا وَيُنذِرَ ٱلَّذِينَ قَالُواْ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدٗا مَّا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٖ وَلَا لِأٓبَآئِهِمۡۚ كَبُرَتۡ كَلِمَةٗ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبٗا فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيۡهَا صَعِيدٗا جُرُزًا  

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak". Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran). Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. ( QS. Al-Kahfi (18) : 1 – 8 ).

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt memuji diri-Nya, sebab Dialah yang menurunkan kitab suci Al-Qur'an kepada Rasul saw sebagai pedoman hidup yang jelas. Melalui Al-Qur'an, Allah memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Ayat Al-Qur'an saling membenarkan dan mengukuh-kan ayat-ayat lainnya, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan. Nabi Muhammad saw yang menerima amanat-Nya menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia, disebut dalam ayat ini dengan kata 'hamba-Nya untuk menunjukkan kehormatan yang besar kepadanya, sebesar amanat yang dibebankan ke pundaknya.

Sobat. Allah swt menerangkan bahwa Al-Qur'an itu lurus, yang berarti tidak cenderung untuk berlebih-lebihan dalam memuat peraturan-peraturan, se-hingga memberatkan para hamba-Nya. Tetapi juga tidak terlalu singkat sehingga manusia memerlukan kitab yang lain untuk menetapkan peraturan-peraturan hidupnya. Al-Qur'an diturunkan kepada Muhammad saw agar beliau memperingatkan orang-orang kafir akan azab yang besar dari Allah, karena keingkaran mereka kepada Al-Qur'an. Juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh bahwa mereka akan memperoleh pahala yang besar dari-Nya, karena keimanan mereka kepada Allah dan rasul-Nya, serta amal kebajikan yang mereka lakukan selama hidup di dunia.

Sobat. Pahala yang besar itu tidak lain adalah surga yang mereka tempati untuk selama-lamanya, mereka tidak akan pindah atau dipindahkan dari surga itu, sesuai dengan janji Allah swt kepada mereka.

Firman Allah swt:

Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal perbuatan yang telah kamu kerjakan. (az-Zukhruf/43: 72)

Sobat. Dalam ayat 4 QS Al-Kahfi ini Allah kembali menyebutkan tugas Rasulullah untuk memberikan peringatan kepada kaum kafir, karena kekufuran mereka dipandang perkara besar oleh Allah, terutama orang-orang kafir yang mengatakan Allah itu mempunyai anak.

Mereka itu terbagi menjadi tiga golongan, yaitu: pertama, golongan musyrikin Mekah (Arab) yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu putri Tuhan; kedua, golongan orang Yahudi yang mengatakan bahwa Uzair putra Tuhan; dan ketiga, golongan orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa putra Tuhan.

Sobat. Al-Qur'an diturunkan ke dunia untuk mengembalikan kepercayaan umat manusia kepada tauhid yang murni. Banyak ayat-ayat yang mengancam berbagai kepercayaan kepada selain Allah yang dianggap sebagai keyakinan yang sangat keliru.

Firman Allah swt:

Dan orang-orang Yahudi berkata, "Uzair putra Allah," dan orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih putra Allah." Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (at-Taubah/9: 30)

Sobat. Anggapan mereka bahwa Allah mempunyai anak sama sekali tidak didasarkan atas pengetahuan dan keyakinan mereka sendiri, tetapi didasarkan atas persangkaan yang tidak benar atau taklid buta kepada nenek moyang mereka. Padahal, nenek moyang mereka itu juga tidak mempunyai pengetahuan dan dasar keyakinan tentang kepercayaan yang demikian.

Sobat.Sungguh terlalu jelek ucapan mereka itu, yang tidak lahir dari pikiran yang sehat, tetapi begitu saja keluar dari mulut yang lancang. Allah menegaskan bahwa apa yang diucapkan mereka itu adalah kekafiran yang sangat besar, karena tidak didasarkan atas keyakinan, dan tidak patut diucapkan oleh seorang manusia. Kelancangan mereka mengucapkan kalimat kufur itu ditegaskan Allah sebagai suatu kebohongan, yang tidak mengandung kebenaran. Allah swt mengingatkan Rasul untuk memerintah-kan kepada umatnya supaya kembali kepada agama tauhid, sebagaimana yang diajarkan Al-Qur'an.

Firman Allah:

Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. (ali 'Imran/3: 64)

Sobat. Menurut riwayat Ibnu 'Abbas bahwa 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu Jahal bin Hisyam, an-Nadhar bin Harits, Umayyah bin Khalaf, al-Asya bin Wa'il, al-Aswad bin Muththalib, dan Abu Buhturi di hadapan beberapa orang Quraisy mengadakan pertemuan. Rasul saw merasa susah melihat perlawanan kaumnya kepadanya dan pengingkaran mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawanya, sehingga sangat menyakitkan hatinya. Lalu turunlah ayat ini.

Dalam ayat ini, Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak bersedih hati, hingga merusak kesehatan dirinya, hanya karena kaumnya tidak mau beriman kepada Al-Qur'an dan kenabiannya. Hal demikian itu tidak patut membuat Nabi sedih karena tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu Ilahi kepada mereka, sedangkan kesediaan jiwa mereka untuk menerima kebenaran ayat-ayat tersebut tergantung kepada petunjuk Allah swt.

Firman Allah swt:

Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)

Sobat. Sesungguhnya Nabi Muhammad bersedih hati karena hasratnya yang besar dan kecintaannya yang dalam terhadap kaumnya supaya mereka beriman, tidak tercapai. Beliau diberi gelar habibullah artinya kekasih Allah, maka sifat kasih sayang beliau yang sangat menonjol kepada sesama manusia itu adalah pencerminan dari cintanya kepada Allah. Semakin kuat cinta kepada Allah, semakin besar pula kasihnya kepada manusia, bahkan manusia itu dirasakan sebagai dirinya. 

Oleh karena itu, ketika kaumnya menjauhkan diri dari bimbingan Allah swt dan rasul-Nya, beliau merasakan kejadian itu sebagai pukulan berat bagi dirinya. Bukankah kaum yang jauh dari hidayah Allah pada akhirnya akan hancur, dan beliau sendiri akan menyaksikan kehancuran mereka itu. Hati yang sangat iba terhadap mereka menjadi penghalang kebenaran, apapun pendorongnya, dan dapat mengham-bat jalan kebenaran itu sendiri. 

Maka Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak mengindahkan tanggapan kaum musyrikin yang menjadi peng-halang tersebarnya agama Islam, tetapi terus menyampaikan dakwahnya dengan bijaksana. Sebab mereka itu adalah manusia yang telah dikaruniai akal pikiran. Dengan akal pikiran itu, manusia dapat merenungkan kebenar-an ayat-ayat Al-Qur'an dan ayat-ayat kauniyah (alam) seperti benda-benda yang terdapat dalam alam ini.

Sobat. Dalam ayat 7 QS. Al-Kahfi ini, Allah swt menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini diciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu, baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai jenis di lautan dan di daratan, maupun barang-barang tambang yang beraneka ragam dan sebagainya. 

Semua itu untuk menguji manusia apakah mereka dapat memahami dengan akal pikiran bahwa perhiasan-perhiasan bumi itu dapat memberi gambaran akan adanya Sang Pencipta, untuk kemudian menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bilamana mereka menggunakan segala benda-benda alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan itu untuk pengabdian diri kepada Allah dan kemaslahatan manusia, maka Allah akan memberi mereka pahala yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, bilamana mereka menggunakannya untuk mendurhakai Allah dan merusak peradaban dan kemanusiaan, maka Allah swt akan menimpakan kepada mereka azab yang besar pula. 

Sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka selalu berlomba-lomba untuk mem-peroleh benda-benda perhiasan bumi itu, karena merupakan benda-benda ekonomi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia. Karena benda-benda itu pula, mereka saling berbunuh-bunuhan satu sama lain yang akhirnya menimbulkan kehancuran. Hal itu tidak akan terjadi jika mereka menyadari bahwa benda-benda hiasan bumi itu adalah anugerah Allah, dan dimanfaatkan untuk kemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan Rabbul Alamin.

Demikianlah, barang siapa yang dapat memahami dan mengambil pelajaran serta hikmah dari benda-benda hiasan bumi itu akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua benda alam ini memang diperuntukkan bagi manusia, terserah kepada mereka mau melakukan apa saja terhadap benda-benda hiasan di permukaan bumi itu?

Firman Allah swt:

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. (al-hajj/22: 65)

Sabda Nabi Muhammad saw:

Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menunjuk kamu sebagai penguasa di atasnya, lalu Dia melihat apa yang kamu kerjakan. (Riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri)

Sobat. Ayat 8 QS. Al-Kahfi ini menerangkan bahwa Allah benar-benar mampu untuk membuat apa yang ada di atas bumi ini menjadi tanah yang datar dan tandus, tidak ada tumbuh-tumbuhan yang menghiasinya. Keindahan yang semula memikat penglihatan berubah menjadi pemandangan yang kering dan pudar. Perubahan demikian itu dapat terjadi disebabkan perubahan iklim, dan dapat pula disebabkan oleh tangan manusia sendiri yang tidak mempertimbangkan akibat dari perbuatan mereka sendiri, seperti tata kota yang salah, peng-gundulan hutan, pemakaian tanah berlebih-lebihan tanpa pemeliharaan, peperangan, dan sebagainya. 

Dengan demikian, tidak patut bagi Nabi Muhammad untuk berduka cita bagi mereka yang anti terhadap ajaran-ajaran Islam yang dibawanya, karena Allah swt akan menguji mereka dengan menciptakan keindahan di muka bumi ini dengan menciptakan bermacam-macam benda seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Siapa di antara manusia yang beramal baik, Allah akan memberi pahala bagi mereka yang paling baik karena mempergunakan benda hiasan bumi itu sesuai dengan petunjuk Tuhan untuk kemanusiaan. Tetapi jika mereka mempergunakan benda-benda hiasan bumi ini untuk tidak mengikuti petunjuk-Nya, maka Allah swt kelak menjadikan bumi ini datar dan tandus. Setiap manusia akan diberi ganjaran terhadap perbuatannya yang durhaka.

Sobat. Dengan ayat ini Nabi Muhammad saw menjadi terhibur. Bagi Rasul saw sudah jelas, jalan yang ditempuh oleh masing-masing golongan manusia, baik yang beriman kepada Al-Qur'an dan maupun yang berpaling dari-Nya.

Sobat. Berbahagialah mereka yang lulus dalam ujian Tuhan itu dan sengsaralah mereka yang gagal. Tugas Rasul saw hanyalah menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah swt. Apakah manusia beriman kepada petunjuk-petunjuk itu ataukah berpaling dari-Nya, Allahlah yang menentukannya.

Sobat. Saya tutup artikel ini dengan doa :

"Ya Allah jadikan kami termasuk hamba-hamba sholeh-Mu yang berbuat baik untuk memakmurkan bumi dan masukkan kami ke surga bersama orang- orang yang terbaik.”

Sobat. Inilah cara Allah memakmurkan dunia, yakni dengan munculnya masyarakat berperadaban dengan cara : 

1. Saling menolong, saling mengasihi, memperlakukan mereka sebagaimana saudara karena sama-sama seiman.

2. Melakukan amar ma'ruf yaitu memerintahkan orang lain untuk berbuat baik yaitu hal yang dipandang baik oleh agama dan akal sehat.

3. Melarang orang lain melakukan kemunkaran yaitu hal-hal yang diingkari baik oleh agama maupum akal sehat.

4. Melaksanakan sholat dengan baik yaitu memperhatikan kewajiban, sunnah, dan etika sholat disertai hati yang khusyuk.

5. Menunaikan zakat sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yanh Allah berikan kepada mereka.

6. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya di semua segi kehidupan, baik akidah, ibadah atau akhlak.

Sobat. Allah akan sangat menghargai mereka dengan berapa penghargaan:
Pertama. Mendapat rahmat dari Allah di dunia maupum di akherat. Kedua. Mendapatkan surga dengan segala kenikmatannya; mereka kekal di dalamnya, berdiam di tempat-tempat tinggal yang sangat bagus, nyaman dan penuh kemewahan. Ketiga. Mendapat ridha dari Allah . Inilah puncak kenikmatan dari segala kenikmatan lahiriah. Itu semua kebahagiaan sempurna dan agung.

Sobat. Allah telah menggelar tanda-tanda tentang eksistensi diri-Nya, Kebesaran-Nya dan Kebenaran kalam-Nya yang berisi pesan-pesan-Nya Yang Agung melalui alam semesta dan Al-Qur'an. Mereka yang beruntung dan akan mendapat pencerahan adalah mereka yang mampu membaca, menelaah, mengkaji keduanya dengan akal yang sehat dan jernih.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual

Selasa, 25 April 2023

Kemuliaan Umat Bergantung pada Perlakuannya terhadap Al-Qur'an

Tinta Media - Al-Qur'an adalah kitab kaum muslimin yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk dijadikan petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Semestinya, dengan adanya kitab petunjuk dari Sang Pencipta,  manusia, khususnya kaum muslimin dapat hidup mulia, bahagia, dan selamat di dunia serta akhirat. 

Allah Swt. berfirman, "Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad)  Al-Qur'an sebagai penjelas segala sesuatu, juga sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim." (Qs An-Nahl: 89).

Kenyataannya, saat ini kehidupan kaum muslimin sangat memprihatinkan. Kaum muslimin identik dengan kemiskinan dan keterpurukan, padahal tinggal di negeri yang kaya sumber daya alam. 

Pengangguran dan kesenjangan sosial ekonomi nampak di sekitar kita. Belum lagi keamanan menjadi kondisi langka karena seringnya kita mendengar terjadinya tindakan kriminal, seperti pencurian,  pembunuhan,  perundungan, dll. 

Kesehatan, pendidikan, dan bahan makanan menjadi barang yang sangat mahal bagi rakyat,  sementara para pemimpin negeri tertangkap tangan melakukan korupsi sampai jumlah uang triliunan. Sungguh, jauh dari kriteria negeri yang penuh rahmat. Mengapa demikian? 

Mari kita lihat sejarah suku Quraisy di negeri Arab, tempat Allah mengutus Muhammad sebagai nabi dan rasul untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk kehidupan manusia.

Sebelum Islam datang, bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang bodoh dan zalim. Segala bentuk kemaksiatan mereka lakukan,  seperti zina,  judi,  minum khamr,  riba, berperang untuk alasan sepele, bahkan membunuh anak perempuan darah daging sendiri. Kebodohan yang paling rendah adalah mereka menyembah dan menganggap sebagai tuhan pada berhala atau patung yang mereka buat. 

Rasulullah Muhammad saw. diutus kepada Bangsa Arab dengan Al-Qur'an. Rasulullah saw. membina kaum muslimin selama 23 tahun. Dengan perjuangan yang berat dan penuh pengorbanan, Bangsa Arab berubah 180 derajat,  dari kaum jahiliah menjadi kaum yang mulia yang memimpin peradaban dunia selama 14 abad. Semua terjadi karena Rasulullah saw. mengajarkan agar Al Quran diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.  

Kehidupan Rasulullah adalah contoh nyata pelaksanaan Al-Qur'an dalam hidup. Bahkan, istri beliau, Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bagaikan Al-Qur'an berjalan karena seluruh perilaku beliau,  ucapannya, dan keputusannya berlandaskan Al-Qur'an. 

Penerapan Al-Qur'an dalam kehidupan juga dilaksanakan oleh para sahabat, tabi'in di tingkat individu maupun negara yang dipimpin oleh khalifah. Setiap terjadi penistaan terhadap Allah, Rasulullah, kesucian Islam dan Al-Qur'an, khalifah akan menindak tegas pelaku penistaan, kalau perlu dengan pasukan perang. 

Penjagaan khalifah pada kemuliaan Islam telah terbukti nyata dalam sejarah. Lebih dari seribu tahun kaum muslimin menguasai hampir 1/3 belahan dunia. Pelajaran berharga dari sejarah ini adalah siapa pun yang dekat dan menerapkan Al-Qur'an sebagai sumber hukum dalam kehidupannya,  maka pasti mulia. 

Saat ini umat Islam dalam kondisi terpuruk tidak lain karena telah mengabaikan Al-Qur'an. Banyak orang, bahkan para pemimpin negeri mengaku muslim, tetapi perilaku dan sikapnya menolak untuk mengamalkan hukum-hukum Allah yang tercantum dalam Al-Qur'an. Mereka enggan diatur oleh Al-Qur'an, bahkan ada upaya menghubungkan penegakan hukum Islam dengan Radikalisme. 

Bila ada yang melecehkan Al-Qur'an atau Islam, kaum muslimin cuma dapat mengecam pelaku, tanpa tindakan yang membuat dia jera. 

Padahal, Allah telah memperingatkan bahwa, 

"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur'an) maka bagi dia kehidupan yang sempit dan pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan buta (Qs Thaha: 124).

Maka, agar tidak terus berada dalam keterpurukan, kaum muslimin wajib kembali kepada Al-Qur'an, mengamalkan dan menerapkan seluruh hukumnya sebagai wujud nyata ketakwaan sebagai hasil dari puasa Ramadan. Dengan penerapan Al-Qur'an oleh individu,  masyarakat dan negara, maka Allah pasti akan memberikan keberkahan.

Sebagaimana janji-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf: 96 yang artinya, " Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa,  pasti Kami akan membukakan keberkahan untuk mereka dari langit dan bumi."

Wallahu a'lam bish shawaab.

Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 15 April 2023

UIY: Penting Mengokohkan Keimanan bahwa Al-Qur’an Kalamullah

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan pentingny mengokohkan keimanan bahwa Al-Qur’an kalamullah.

“Jika ada bagian terpenting yang semestinya harus ada pada setiap muslim, itu adalah keimanan yang kokoh terhadap Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah,” ungkapnya di Fokus to The Point: Al-Qur’an yang Diabaikan, melalui kanal You Tube UIY Official, Kamis (13/4/2023).
 
Pengokohan keimanan ini, lanjutnya, penting karena Al-Qur’an ini baru akan memberikan impact (dampak)  yang sangat besar kepada siapapun yang mempercayai bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah.
 
“Keimanan ini  yang mengubah orang per orang, sebutlah misalnya salah satu ilmuwan Gerry Miller (1973) yang sekaligus seorang pendeta.  Dalam usahanya untuk meyakinkan jamaahnya, dia melakukan riset untuk mencari kelemahan pada Al-Qur’an. Yang dia jumpai bukan kelemahan tapi kekuatan Al-Qur’an,” ucap UIY mencontohkan.
 
UIY menuturkan, saat Gerry melakukan riset ia membaca Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 82 yang menyatakan, kalaulah Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah niscaya akan dijumpai perselisihan yang banyak. Gerry membaca ayat itu seolah mendapat jalan untuk mencari kelemahan Al-Qur’an.
 
“Lima tahun Gerry melakukan riset Al-Qur’an, yang dia jumpai bukan kelemahan tapi kekuatan. Bukan hanya tidak dijumpai perselisihan antara satu ayat dengan ayat lain, tapi tidak dijumpai perselisihan ayat Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern,” ucap UIY menceritakan hasil riset Gerry.
 
Akhirnya pada 1978 Gerry memutuskan masuk Islam dan menjadi pendakwah terkemuka di Amerika bagian Utara. “Ini yang saya katakan bahwa Al-Qur’an itu merubah orang,” tandasnya.
 
Rapuh Keimanan
 
Menyoroti banyaknya fakta manusia yang tidak mau menerapkan Al-Qur’an, UIY mengatakan bahwa itu karena rapuhnya keimanan.
 
“Jadi pangkalnya itu memang rapuhnya keimanan kepada Al-Qur’an.  Kalau sudah rapuh keimanan kepada Al-Qur’an maka tidak ada gerak hati atau keinginan untuk membacanya, mempelajarinya, mentadaburinya. Kalaupun bisa membaca, tidak mentadaburi, kalaupun mentadaburinya, tahu isinya, dia tidak mengamalkan, tidak melaksanakan. Kalaupun mengamalkan dia pilih-pilih mana yang menurut dia baik mana yang tidak dan seterusnya,” urainya.
 
Kondisi seperti di atas itu, kata UIY,  yang dikeluhkan Rasulullah yang terekam dalam Al-Quran (surat Al-Furqon ayat 30) bahwa kaumnya telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang diabaikan.
 
“Karena itulah maka ada tugas sangat besar yang ada pada kita untuk bagaimana menanamkan keyakinan yang benar kepada Al-Qur’an sehingga dengan keyakinan itu terdorong untuk membaca, mentadaburi, mengamalkan dan memperjuangkan agar diamalkan secara kaffah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Selasa, 21 Maret 2023

Dengan al-Qur'an, Rasulullah Bangkitkan Manusia dari Jahiliyah Menuju Cahaya Islam

Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah Dra. Irianti Aminatun mengatakan bahwa dengan al-Qur'an Rasulullah Saw. membangkitkan manusia dari jahiliyah menuju cahaya Islam.
 
“Ramadhan merupakan bulan turunnya al-Qur’an. Dulu dengan al-Qur’an itu Rasulullah Saw. membangkitkan manusia dari kejahiliyahan menjadi umat yang diterangi cahaya Islam,” ungkapnya di acara Bincang Islam bersama Tokoh: Marhaban Ya Ramadhan, Siapkan Diri Menjemput kemuliaan, di masjid al-Qudwah, Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Ahad (19/3/2023).
 
Dengan al-Qur'an itu, lanjutnya Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya menyelesaikan persoalan, menerapkan keadilan, menunjuki manusia.
 
“Al-Qur’an menjadi sumber hukum dalam memecahkan persoalan hidup baik tataran individu, masyarakat maupun negara sehingga ketakwaan terwujud baik secara individu, maupun kolektif,” imbuhnya.
 
Tidak hanya itu, jelas Irianti, shaum tidak menghalangi Rasulullah untuk berjihad. Rasulullah Saw. memimpin perang Badar pada 17 Ramadhan tahun kedua hijrah. Tentara Islam yang hanya berjumlah 313 orang mampu mengalahkan kekuatan kaum kafir yang berjumlah 1.000 orang.
 
“Pada 20 Ramadhan tahun kedelapan hijrah,  Nabi bersama 10.000 Sahabat melakukan penaklukan kota Mekah yang merupakan imperium Arab Quraisy. Ketika ibukota itu jatuh ke tangan kaum muslimin, seluruh Jazirah Arab berbondong-bondong menyatakan ketundukannya kepada Negara Islam di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Saw. Seluruh berhala dihancurkan, digantikan oleh gema tauhid yang memenuhi langit Mekah al-Mukarramah,” kisahnya.
 
Adapun terkait ibadah, sambungnya, Rasulullah mendorong kaum Muslimin untuk meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal kebajikan, karena bulan Ramadhan adalah bulan melipatgandakan pahala serta bulan ampunan.
 
“Dalam pelaksanaan ibadah  shaum Rasulullah mencontohkan agar menyegerakan berbuka, serta mengakhirkan sahur. Berbuka dan sahur dengan sederhana. Dikisahkan, untuk berbuka, Rasulullah hanya mengonsumsi beberapa biji kurma kering atau kurma basah. Jika keduanya tidak ada, cukup meneguk sejumlah tegukan air putih. Menu yang sama juga sering disantap kala sahur,” tutur irianti mengisahkan kesederhanaan Rasulullah dalam berbuka dan sahur.
 
Dalam hal ibadah, Irianti mengutip penuturan Bunda Aisyah yang menuturkan bahwa ia  tidak pernah melihat Nabi Saw membaca Al-Quran seluruhnya dalam semalam dan tidak shalat hingga shubuh, serta tidak puasa sebulan penuh, kecuali di bulan  Ramadhan.
 
“Dengan aktivitas Rasulullah mengisi Ramadhan seperti diatas,  umat Islam bersatu dibawah satu kepemimpinan Rasulullah, masyarakat Islam menjadi masyarakat yang penuh berkah serta Islam menjadi rahmat bagi wilayah yang sudah tersentuh dakwah Rasulullah,” jelasnya.
 
Kehidupan Islam seperti inilah yang dilanjutkan oleh para Sahabat pasca Rasulullah wafat. “Dalam bentangan 13 Abad umat Islam  pada saat Ramadhan senantiasa berada dalam keadaan menerapkan syariat Islam di bawah naungan Khilafah,” ungkapnya.
 
Namun Irianti menyayangkan  sejak Khilafah diruntuhkan pada 3 Maret 1924 lalu, hingga hari ini sudah lebih dari satu abad umat Islam memasuki Ramadhan tidak lagi ada dalam satu kepemimpinan. Hukum Islam dicampakkan, kaum muslimin tercerai berai dan terjajah.
 
Oleh karena itu ia mengajak kepada para tokoh yang hadir agar  dalam mengisi  Ramadhan meneladani  Rasulullah dengan meningkatkan ibadah dan berjuang agar hukum al-Quran diterapkan dalam kehidupan dalam naungan Islam. [] Sri Wahyuni

Senin, 20 Maret 2023

Bukti Bahwa Al-Qurán Itu Datang dari Allah

Tinta Media - Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰهُۖ قُلۡ فَأۡتُواْ بِعَشۡرِ سُوَرٖ مِّثۡلِهِۦ مُفۡتَرَيَٰتٖ وَٱدۡعُواْ مَنِ ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

“Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: (Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". ( QS. Hud (11) : 13 )

Sobat. Orang-orang kafir Mekah menuduh bahwa Muhammad itu telah menciptakan Al-Quran. Mereka menuduh bahwa Al-Quran itu bukan wahyu dari Allah, akan tetapi semata-mata buatan Muhammad belaka. Maka Nabi Muhammad diperintahkan untuk menantang orang-orang kafir Quraisy, termasuk pula orang-orang yang meragukan bahwa Al-Quran itu sebagai firman Allah, untuk membuat sepuluh surah yang sama dengan Al-Quran yang isinya mencakup hukum-hukum (syariat) kemasyarakatan, hikmat-hikmat, nasihat-nasihat, berita-berita yang gaib tentang umat-umat yang terdahulu dan berita-berita yang gaib tentang peristiwa yang akan datang, dengan susunan kata-kata yang sangat indah dan halus, sukar ditiru oleh siapa pun karena ketinggian bahasanya yang mempunyai pengaruh yang sangat mendalam kepada jiwa setiap orang yang membaca dan mendengarnya. 

Sesudah itu dijelaskan bahwa mereka telah mengenal Muhammad. Beliau telah bergaul berpuluh-puluh tahun di tengah-tengah mereka, dan mereka tidak pernah mendapatkan beliau berdusta atau menyalahi janji sehingga mendapat gelar al-Amin. 

Dengan sifat yang sudah terkenal kejujurannya sejak sebelum diangkat menjadi nabi, tidak wajar apabila beliau tiba-tiba berubah menjadi penipu atau pendusta seperti yang mereka tuduhkan, yaitu mengada-adakan Al-Quran dan mengatakannya dari Allah.

Seorang sastrawan, bagaimana pun pandainya dan mahirnya membuat suatu karangan, tentu dapat saja ditiru atau diimbangi oleh sastrawan yang lain. Akan tetapi, orang musyrikin tidak mampu menciptakan surah-surah yang sama dengan Al-Quran, padahal mereka, sebagai pemimpin Quraisy, termasuk pujangga, ahli bahasa, dan sastrawan ulung, karena hasil karya kesusastraan mereka dalam bentuk syair sering dipamerkan bahkan dipertandingkan dalam gelanggang musabaqah keindahan bahasa di pasar Ukadh, dzul Majaz, dan Majannah. Jika mereka secara sendiri-sendiri ternyata tidak mampu mengemukakan surah-surah yang sama seperti Al-Quran, maka mereka dipersilahkan mengundang orang-orang yang sanggup membantu mereka jika mereka memang orang-orang yang benar.

أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰهُۖ قُلۡ فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ مَنِ ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ 

“Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: (Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar". ( QS. Yunus (10) : 38 )

Sobat. Allah mengalihkan pembicaraan kepada orang-orang jahiliyah yang mengingkari kerasulan Muhammad saw dan Al-Qur'an itu ciptaan Muhammad. Menghadapi tuduhan orang-orang jahiliyah itu Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar menangkis tuduhan mereka dengan mengatakan bahwa apabila perkataan mereka itu benar, hendaklah mereka membuat sebuah surah yang semisal dengan sebuah surah dalam Al-Qur'an, dari segi daya tariknya, petunjuk ilmunya, gaya bahasanya, dan susunannya. 

Sebagai tantangan kepada mereka, Allah menyuruh Nabi Muhammad saw untuk mengatakan kepada mereka agar mereka mengajak siapa saja yang dipandang mampu selain Allah, untuk membuktikan apa yang mereka ucapkan itu.

Firman Allah:

قُل لَّئِنِ ٱجۡتَمَعَتِ ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُواْ بِمِثۡلِ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ لَا يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٖ ظَهِيرٗا  

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain." (al-Isra/17: 88)

Sobat. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dari Sa'id dari Ibnu 'Abbas, bahwa Salam bin Misykam dan kawan-kawannya sesama orang Yahudi datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, "Bagaimana kami akan mengikuti engkau Muhammad, padahal engkau telah meninggalkan kiblat kami dan Al-Qur'an yang engkau bawa itu susunannya tidak seperti kitab Taurat. Karena itu turunkanlah kepada kami sebuah kitab yang dapat kami periksa. Kalau kamu tidak sanggup mendatangkannya, maka kami akan mendatangkan kepada kamu sesuatu yang sama dengan yang engkau bawa itu. Maka Allah swt menurunkan ayat ini yang menegaskan kepada mereka bahwa mereka semuanya tidak akan sanggup membuat kitab seperti Al-Qur'an.

Sabab nuzul ayat ini tidak disepakati oleh para ulama karena surah ini termasuk surah Makkiyah dan sasarannya adalah orang-orang Quraisy, sedangkan orang Yahudi tinggal di Medinah.

Pada ayat ini, Allah swt menegaskan mukjizat Al-Qur'an dan keutamaan-nya, yaitu Al-Qur'an benar-benar dari Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai bukti bahwa Al-Qur'an itu dari Allah, bukan buatan Muhammad sebagaimana yang didakwakan oleh orang-orang kafir Mekah dan ahli kitab, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar menyampaikan tantangan kepada mereka yang mengabaikan dan meman-dang Al-Qur'an itu bukan wahyu Allah untuk membuat tandingan Al-Qur'an. Tetapi Allah menegaskan bahwa mereka tidak akan mampu membuat kitab yang sama. Allah berfirman: 

 وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ وَلَن تَفۡعَلُواْ فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِي وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ

Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah/2: 23-24)

Sejarah menunjukkan bahwa banyak pemimpin dan ahli sastra Arab yang mencoba menandingi dan meniru Al-Qur'an, bahkan ada yang mendakwakan dirinya sebagai seorang nabi, seperti Musailamah al-Kadzdzab, thulaiáah, Habalah bin Kaab, dan lain-lain. Akan tetapi, mereka semua gagal dalam usahanya bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat. Sebagai contoh ialah apa yang telah dibuat oleh Musailamah al-Kadzdzab yang dianggapnya dapat menandingi ayat-ayat Al-Qur'an:

Hai katak, anak dari dua katak, pekikkan suaramu apa yang ingin kamu pekikkan. Bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah.

Para ahli menyatakan bahwa perkataan Musailamah itu tidak ada yang mengandung sesuatu makna. Di antara yang memberi komentar ialah al-Jahiz, seorang sastrawan Arab yang mashyur yang mengatakan, "Saya tidak mengerti apakah gerangan yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut-kan katak dan sebagainya, alangkah buruknya gubahan yang dikatakannya sebagai ayat Al-Qur'an yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.

Kemungkinan kerjasama jin dan manusia disebutkan di sini adalah untuk mengimbangi Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad yang memperoleh Al-Qur'an dari Allah. Mereka tidak mungkin menandinginya karena Al-Qur'an berasal dari Allah swt.

Sobat. Dalam ayat ini Allah swt menyatakan: Jika kamu sekalian masih ragu-ragu tentang kebenaran Al-Qur'an dan mendakwakan Al-Qur'an buatan Muhammad, cobalah buat satu surah saja semisal ( ayat-ayat Al-Qur'an itu ). Kalau benar Muhammad yang membuatnya, niscaya kamu tentu sanggup pula membuatnya karena kamu pasti sanggup melakukan segala perbuatan yang sanggup dibuat oleh manusia. Ajak pulalah berhala-berhala yang kamu sembah dan pembesar-pembesarmu untuk bersama-sama dengan kamu membuatnya, karena kamu mengakui kekuasaan dan kebesaran mereka.

Kemudian Allah menegaskan, jika kamu benar dalam pengakuanmu itu, tentu kamu sanggup membuatnya, tetapi kamu adalah orang-orang pendusta. Al-Qur'an itu benar-benar diturunkan dari Allah, karena itu mustahil manusia dapat membuatnya. Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu adalah mukjizat yang paling besar bagi Muhammad saw.

Sobat. Ternyata Al-Qurán juga menjawab dan menolak dengan keras bahwa tuduhan bahwa Al-Qurán itu disadur Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr.

وَلَقَدۡ نَعۡلَمُ أَنَّهُمۡ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُۥ بَشَرٞۗ لِّسَانُ ٱلَّذِي يُلۡحِدُونَ إِلَيۡهِ أَعۡجَمِيّٞ وَهَٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيّٞ مُّبِينٌ

“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.” ( QS. An-Nahl (16) : 103 )

Sobat. Allah swt menjelaskan bahwa orang-orang musyrik Mekah menuduh Nabi Muhammad saw menerima pelajaran Al-Qur'an dari seseorang. Menurut mereka, orang itu seorang laki-laki asing, bukan bangsa Arab, yang selalu mengajarkan kitab-kitab lama di tengah-tengah mereka. Tetapi tuduhan itu tidak benar karena Al-Qur'an tersusun dalam bahasa Arab yang indah dan padat isinya, bagaimana orang asing menciptakannya? Sampai sejauh mana orang yang bukan bangsa Arab Quraisy merasakan keindahan bahasa Arab dan kemudian menyusunnya dalam bahasa yang indah dan padat seperti Al-Qur'an? Apalagi kalau dikatakan bahwa orang itu menjadi pengajar Nabi. Mengenai siapa orang asing itu, bermacam-macam riwayat menjelaskannya. Di antaranya ada yang mengatakan bahwa orang asing itu adalah seorang budak Romawi yang beragama Nasrani, yang dipelihara oleh Bani Hadrami. Namun demikian, dari riwayat yang bermacam-macam itu, tidak ada satu pun yang dapat menjadi pegangan.

Besar kemungkinan tuduhan itu hanya tipu muslihat orang-orang musyrik yang sengaja dilontarkan kepada Nabi saw dan kaum Muslimin. Pemimpin-pemimpin Quraisy yang berdagang ke Syam (Syria) sedikit banyaknya sudah pernah mendengar isi Kitab Taurat dan Injil karena hubungan mereka dengan orang-orang Ahli Kitab. Karena Al-Qur'an itu memuat isi Taurat, lalu mereka mengira tentulah ada orang asing ('ajam) yang beragama Nasrani mengajarkan isi Al-Qur'an itu kepada Nabi.

Sobat. Apabila telah terbukti bahwa Al-Qur’an itu bukan karangan bangsa Arab, bukan pula karangan Muhammad SAW berarti Al-Qur’an itu adalah kalamullah yang menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Minggu, 12 Februari 2023

Guru Luthfi: Inilah Balasan Kebaikan bagi yang Bersabar dan Mengucapkan Kalimat Istirja

Tinta Media - Meresapi Surat Al-Baqarah ayat 157, Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan bahwa Allah memberi balasan bagi seorang mukmin yang bersabar saat tertimpa musibah dengan mengucapkan kalimat istirja, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

“Betapa banyak ganjaran yang Allah berikan saat seseorang mendapat musibah, kemudian ia bersabar dan mengucapkan kalimat istirja, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Berbagai Balasan Kebaikan bagi yang Mengucapkan Kalimat Istirja, Jumat (3/2/2023) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Ia mengungkapkan mukmin tersebut akan mendapatkan banyak ganjaran berupa shalawat, rahmat, dan keberuntungan. Selain itu memperoleh pujian dan kasih sayang dari Allah. 

“Mendapat permohonan ampunan dosa dari malaikat, keamanan dari azab, penambahan derajat dari Allah di dunia dan di akhirat, diringankan dari musibah itu, dihilangkan kesulitan dan dipenuhinya berbagai hajat atau keperluan. Dan mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT,” ungkapnya.

Firman Allah SWT:

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمْ اْلمُهْتَدُونَ(١٥٧)

“Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-Nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” (TQS. Al-Baqarah [2]: 157).

Guru Luthfi mengatakan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir tentang kondisi orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja. Allah SWT memberitahukan mengenai apa yang diberikan kepada mereka (yakni yang bersabar dan mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, dengan Firman-Nya: 
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِهِمْ وَرَحْمَة 
mereka  itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-Nya.
“Artinya pujian dan kasih sayang dari Allah Ta’ala atas mereka. Imam Ibnu Katsir menekankan, ini merupakan dua balasan. Sementara menurut Sa’id bin Jubair, artinya keselamatan atau keamanan dari azab,” katanya.

Sementara Imam Ali Ash Shabuni dalam Tafsirnya Shafwatu Tafasir menjelaskan dari kalimat “shalawat” ini, yakni makna asal dari kata salat atau shalawat ini adalah berdoa. Dari Allah bermakna rahmat dan daru malaikat bermakna meminta ampunan.

Ia pun menuturkan penjelasan dari Imam Al Qurthubi dalam Tafsirnya Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Ini adalah limpahan nikmat dari Allah SWT kepada orang yang bersabar dan selalu mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun setiap ia mengalami musibah. Kalimat shalawatun mir rabbihim dalam ayat yang mulia ini merupakan shalawat Allah atas hamba-Nya.
“Adalah magfirah atau ampunan-Nya, rahmat atau kasih sayang-Nya, barakah atau tambahan kebaikan-Nya, dan derajat yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat,” tuturnya.

Sementara pendapat lain dari Az- Zujaj yang mengatakan makna kalimat shalawat dari Allah adalah pemberian ampunan, pujian, dan kebaikan dari Allah SWT. 
“Makna inilah yang diambil ketika salat atas mayit, shalawat merupakan pujian dan doa untuk mereka yang telah meninggal,” ujarnya.
Ia menambahkan pendapat lain yang bermakna rahmat itu sebagai penghilang kesulitan dan memberikan yang dibutuhkan.

Guru Luthfi menyebutkan dalam kitab sahih Al Bukhari bahwa Umar radiallahu anhu mengatakan dua ayat dari Surat Al-Baqarah ayat 156-157 adalah sebaik-baik dua nilai dan sebaik-baik derajat. Dan pendapat lain tentang ayat ini (Surat Al-Baqarah ayat 157) merupakan pemberian ganjaran dan pelepasan pahala.
“Dan ada juga pendapat lain, yakni meringankan musibah dan meredamkan kesedihan,” ucapnya.

Ia mengakhiri penjelasan dari ayat yang mulia ini, yaitu: وَأُولَئِكَ هُمْ اْلمُهْتَدُونَ
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra mengatakan alangkah nikmatnya dua balasan itu, dan betapa menyenangkan (anugerah) tambahan itu. [] Ageng Kartika

Kamis, 09 Februari 2023

𝐋𝐈𝐌𝐀 𝐊𝐄𝐒𝐀𝐋𝐀𝐇𝐀𝐍 𝐅𝐀𝐓𝐀𝐋 𝐁𝐈𝐋𝐀 𝐒𝐄𝐑𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐏𝐈𝐀𝐆𝐀𝐌 𝐏𝐁𝐁 𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐒𝐔𝐌𝐁𝐄𝐑 𝐇𝐔𝐊𝐔𝐌 𝐁𝐀𝐆𝐈 𝐌𝐔𝐒𝐋𝐈𝐌


Tinta Media - Bila ada Muslim apalagi ulama yang menyerukan Piagam PBB bisa jadi sumber hukum bagi Muslim, setidaknya telah melakukan lima kesalahan fatal.  
.
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎, menjadikan aturan buatan manusia sebagai sumber hukum. Padahal yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT saja, yang dapat digali kaum Muslim dari empat sumber hukum yakni Al-Qur'an, Hadits, Ijma Shahabat, dan Qiyas Syar'iyyah. 
.
𝐾𝑒𝑑𝑢𝑎, bukan hanya menjadikan aturan buatan manusia sebagai sumber hukum tetapi dengan menjadikan PBB sebagai sumber hukum itu artinya aturan buatan ratusan negara yang beragam akidah sebagai sumber hukum. Tentu saja kesalahannya lebih fatal lagi.
.
𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎, bukan hanya menjadikan aturan buatan ratusan negara yang beragam akidah sebagai sumber hukum tetapi sejatinya aturan dari lima negara veto, karena aturan dari ratusan negara tersebut bisa dihapus begitu saja bila Amerika Serikat, Cina, Rusai Prancis, Inggris memvetonya lantaran dianggap bertentangan dengan kelima negara tersebut. Tentu saja kesalahannya lebih lebih fatal lagi.
.
𝐾𝑒𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡, bukan hanya aturan dari kelima negara pemilik veto tetapi sejatinya aturan dari Amerika Serikat saja, karena kesepakatan empat negara pemilik veto tersebut langsung mentah bila Amerika Serikat tidak setuju. Tentu saja kesalahannya lebih lebih lebih fatal lagi.
.
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑎, menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum sama saja dengan menjadikan kafir penjajah Amerika Serikat dengan akidah sekuler dan ideologi kapitalismenya sebagai sumber hukum. Tentu saja kesalahannya lebih lebih lebih lebih fatal lagi.
.
Padahal, sumber hukum dalam Islam itu hanyalah Al-Qur'an, Hadits, Ijma Shahabat, dan Qiyas Syar'iyyah yang semuanya berasal dari akidah Islam saja, semuanya merupakan wahyu dari Allah SWT saja. Hukum buatan manusia, apalagi buatan ratusan negara beragam akidah, apalagi buatan lima negara pemegang veto, apalagi Amerika Serikat, bukan saja tidak termasuk sumber hukum Islam tetapi sangat-sangat bertentangan dengan akidah dan syariat Islam 180 derajat. 
.
Walhasil, orang Islam apalagi ulama sama sekali tidak pantas menyatakan Piagam PBB bisa dijadikan sumber hukum bagi Muslim. Kalau ada yang seperti itu, patut dipertanyakan keulamaannya bahkan kemuslimannya. Jangan-jangan dia memang harus bersyahadat ulang dan taubatan nasuha. Bila tidak, kasihan nasibnya, bukan hanya masuk neraka, tetapi bisa kekal juga di dalamnya. Naudzubillahi min dzalik.[] 
.
Depok, 17 Rajab 1444 H | 8 Februari 2023 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Jumat, 03 Februari 2023

Guru Luthfi Jelaskan Makna Kalimat Istirja’

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menjelaskan makna kalimat istirja’ dalam  Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 156.

“Dengan kalimat istirja’ ini, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita diajarkan dan dituntut, sekecil apa pun yang menimpa kita, wajib meyakininya bahwa semua itu dari Allah dan terus mengingatkan kita, suatu saat akan kembali kepada Allah,” katanya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Hakikat Makna Kalimat Istirja’, Jumat (27/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.
 
Dalam pandangan Islam, menurutnya bukan persoalan upaya manusia untuk menghindari musibah, namun at Islam dituntun Allah bahwa segala yang menimpa manusia hakikatnya dari Allah SWT.

“Karena musibah ini sesuatu yang memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut Allah bahwa segala yang telah menimpa kita, hakikatnya dari Allah SWT,” tuturnya.

Dan musibah terbesar adalah musibah dalam agama. Ia menjelaskan bahwa Abu Umar menyebutkan sebuah riwayat dari Al Firyabi, ia mengatakan: Fithr bin Khalifah memberitahukan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian mengalami suatu musibah maka bandingkanlag musibahnya dengan musibahku. Karena musibah yang aku alami adalah musibah yang terberat”.

Firman Allah SWT:

الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَا لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ (١٥٢)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (TQS. Al-Baqarah [2]: 156).

Imam Ali Ash Shabuni menyebutkan bahwa ayat ini menjelaskan pengertian orang-orang yang bersabar. Hal ini menurut Guru Luthfi senada dengan yang telah dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir. Firman Allah SWT:

 الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah”. Artinya apabila ditimpakan kepada mereka cobaan, musibah, atau sesuatu yang dibenci. 

 لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ

“Mereka mengucapkan: ”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

Imam Al Qurthubi menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kalimat ini (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun), sebagai tempat bernaung bagi orang mukmin yang tengah mengalami musibah dan juga penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji.

“Karena kalimat ini terdapat sekumpulan makna yang diperhatikan,” tuturnya.

Ia menerangkan sebab firman Allah “Innaa lillahi”, (sesungguhnya kami milik Allah) adalah sebuah ucapan tauhid (pengesahan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembuhan kepada-Nya.

“Sedangkan firman-Nya “wa inna lillahi raaji’uun” (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali) adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya,” terangnya.

Imam Ibnu Katsir menerangkan kalimat istirja’ ini, yakni innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. 
“Artinya mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, Ia memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,” urainya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa manusia juga mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. 
“Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya seorang hamba di hadapan-Nya, dan akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat,” katanya.

Ia menerangkan penjelasan musibah dari Tafsir Imam Al Qurthubi, yakni Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Musibah itu adalah segala yang diderita dan dirasakan oleh seorang mukmin. Dikatakan dalam lisan Arab: ashaaba-ishaabatan, mushibatan, mushaaban.

“Musibah yang kita mengatakan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun adalah perkara yang kecil hingga perkara yang besar,” ujarnya.

Sebuah riwayat dari Akramah menyebutkan bahwa pada suatu malam lentera Rasulullah SAW mendadak padam, lalu Rasulullah SAW menyebut: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah itu termasuk salah satu musibah, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: ”Benar, setiap penderitaan yang dirasakan oleh seorang mukmin adalah sebuah musibah”.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kalimat istirja’ ini, umat Islam diajarkan dan dituntun, sekecil apa pun musibah yang menimpa, maka wajib meyakini bahwa itu semua dari Allah.

“Dan terus mengingatkan kita pada suatu saat akan kembali kepada Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Guru Luthfi Jelaskan Makna Kalimat Istirja’

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menjelaskan makna kalimat istirja’ dalam  Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 156.

“Dengan kalimat istirja’ ini, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita diajarkan dan dituntut, sekecil apa pun yang menimpa kita, wajib meyakininya bahwa semua itu dari Allah dan terus mengingatkan kita, suatu saat akan kembali kepada Allah,” katanya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Hakikat Makna Kalimat Istirja’, Jumat (27/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.
 
Dalam pandangan Islam, menurutnya bukan persoalan upaya manusia untuk menghindari musibah, namun at Islam dituntun Allah bahwa segala yang menimpa manusia hakikatnya dari Allah SWT.

“Karena musibah ini sesuatu yang memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut Allah bahwa segala yang telah menimpa kita, hakikatnya dari Allah SWT,” tuturnya.

Dan musibah terbesar adalah musibah dalam agama. Ia menjelaskan bahwa Abu Umar menyebutkan sebuah riwayat dari Al Firyabi, ia mengatakan: Fithr bin Khalifah memberitahukan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian mengalami suatu musibah maka bandingkanlag musibahnya dengan musibahku. Karena musibah yang aku alami adalah musibah yang terberat”.

Firman Allah SWT:

الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَا لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ (١٥٢)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (TQS. Al-Baqarah [2]: 156).

Imam Ali Ash Shabuni menyebutkan bahwa ayat ini menjelaskan pengertian orang-orang yang bersabar. Hal ini menurut Guru Luthfi senada dengan yang telah dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir. Firman Allah SWT:

 الَّذِين إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah”. Artinya apabila ditimpakan kepada mereka cobaan, musibah, atau sesuatu yang dibenci. 

 لُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّا إليهِ رَاجِعُونَ

“Mereka mengucapkan: ”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

Imam Al Qurthubi menyebutkan bahwa Allah SWT telah menjadikan kalimat ini (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun), sebagai tempat bernaung bagi orang mukmin yang tengah mengalami musibah dan juga penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji.

“Karena kalimat ini terdapat sekumpulan makna yang diperhatikan,” tuturnya.

Ia menerangkan sebab firman Allah “Innaa lillahi”, (sesungguhnya kami milik Allah) adalah sebuah ucapan tauhid (pengesahan Tuhan) dan kesaksian atas kepemilikan dan penyembuhan kepada-Nya.

“Sedangkan firman-Nya “wa inna lillahi raaji’uun” (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami juga akan kembali) adalah kesaksian kita atas kepastian binasanya setiap manusia, pembangkitan dari kubur mereka, dan keyakinan bahwa setiap perkara pasti akan dikembalikan hanya kepada-Nya,” terangnya.

Imam Ibnu Katsir menerangkan kalimat istirja’ ini, yakni innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. 
“Artinya mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, Ia memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,” urainya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa manusia juga mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. 
“Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya seorang hamba di hadapan-Nya, dan akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat,” katanya.

Ia menerangkan penjelasan musibah dari Tafsir Imam Al Qurthubi, yakni Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an. Musibah itu adalah segala yang diderita dan dirasakan oleh seorang mukmin. Dikatakan dalam lisan Arab: ashaaba-ishaabatan, mushibatan, mushaaban.

“Musibah yang kita mengatakan innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun adalah perkara yang kecil hingga perkara yang besar,” ujarnya.

Sebuah riwayat dari Akramah menyebutkan bahwa pada suatu malam lentera Rasulullah SAW mendadak padam, lalu Rasulullah SAW menyebut: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kemudian Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat: “Apakah itu termasuk salah satu musibah, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: ”Benar, setiap penderitaan yang dirasakan oleh seorang mukmin adalah sebuah musibah”.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kalimat istirja’ ini, umat Islam diajarkan dan dituntun, sekecil apa pun musibah yang menimpa, maka wajib meyakini bahwa itu semua dari Allah.

“Dan terus mengingatkan kita pada suatu saat akan kembali kepada Allah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Jumat, 27 Januari 2023

Al-Baqarah 155, Guru Luthfi: Keniscayaan Ujian dalam Hidup

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H Luthfi Hidayat menyatakan makna Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155 adalah keniscayaan kehidupan yang pasti akan menghadapi ujian, dan menyikapinya dengan sabar.

“Keniscayaan adanya ujian dari Allah SWT yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Tidak ada manusia yang hidup tanpa melalui ujian dan cobaan. Semua kondisi ujian ini harus dihadapi dengan penuh kesabaran. Inilah makna Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 155,” tuturnya dalam Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Keniscayaan Ujian Dalam Hidup, Jumat (20/1/2023), di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Menurutnya, ujian yang dihadapi itu tidak mesti disukai oleh manusia, hal yang serba menyenangkan juga merupakan ujian dari Allah SWT. Untuk menghadapinya harus dengan kesabaran.
“Sabar untuk senantiasa berbuat taat dan sabar untuk selalu menghindarkan kemaksiatan kepada Allah SWT,” ujarnya.

Firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155:

وَلَنَبْلُوَنَكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوفِ وَالْجُعِ وَنَقْصٍ مِنَالْأَمْوالِ وِالْأَنْفُسِ وَالْثَّمَراتِ وَبَشِّرِ الْصَّابِرٍينَ (١٥٥)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. 

Ia mengungkapkan penjelasan secara umum maksud ayat ini dari Imam Ibnu Katsir, yakni Allah SWT memberitahukan bahwa Dia akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman. 
“Sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam Qur’an Surat Muhammad ayat 31 bahwa Allah SWT akan memberikan cobaan berupa sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan,” ungkapnya.

Sementara Imam Ali Ash Shabuni menjelaskan maknanya bahwa sungguh Allah SWT akan memberikan cobaan dengan sesuatu yang remeh dari berbagai macam cobaan, seperti rasa takut dan kelaparan, kehilangan sebagian harta, kematian beberapa orang tercinta, dan musnahnya sebagian lahan perkebunan, dan buah-buahan.

Sedangkan Imam Al Qurthubi di dalam Tafsir beliau Al Jami’ li Ahkamil Qur’an menjelaskan bahwa bala atau cobaan tersebut maksudnya ujiannya bisa saja terkadang baik atau bisa jadi juga buruk. Makna aslinya adalah ujian.
“Artinya, Allah akan menguji kamu agar terlihat siapa yang akan bersabar dan siapa yang akan menyimpang. Setelah itu barulah akan diberikan ganjaran untuk masing-masing reaksi,” jelasnya.

Ia pun menegaskan ada pendapat tentang hal ini, di mana manusia diuji dengan ujian tersebut agar dapat dijadikan pelajaran oleh orang-orang yang datang setelahnya.
“Agar mereka (manusia setelahnya) dapat mengetahui bagaimana seharusnya mereka bertindak,” tegasnya.

Ia melanjutkan pendapat lainnya bahwa manusia diberitahukan seperti ini agar menjadi yakin terhadap apa yang menimpanya. Setelah itu hati mereka pun menjadi tenang dan tidak panik dengan apa yang apa terjadi.

“Oleh karena itu di dalam ayat ini juga terdapat sebuah dalil  pemberian pahala dari Allah SWT ketika mereka di dunia dengan menetapkan kepercayaan diri dan ketenangan hati,” lanjutnya.

Ia menerangkan penjelasan dari Imam Ibnu Katsir yang mengemukakan bahwa ayat mulia tersebut adalah bahwa semua hal di atas dan yang semisalnya merupakan bagian dari ujian Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. “Barang siapa bersabar, maka Dia akan memberikan pahala baginya, dan barang siapa yang berputus asa karenanya, maka Dia akan menempatkan siksaan terhadapnya,” terangnya.

Oleh karena itu, Guru Luthfi menambahkan penegasan dari Firman Allah Ta’ala: وَبَشِّرِ الْصَّابِرٍينَ
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
“Bahwa Imam Al Qurthubi menjelaskan tentang pahala kesabarannya, dan pahala ini tidak terbatas dan tidak terkira,” tegasnya.

Selanjutnya Imam Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni  menjelaskan makna dari penegasan Firman Allah Ta’ala  tersebut, yakni berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar atas musibah dan cobaan, dengan balasan surga. 

Ia mengakhirinya dengan memohon kepada Allah SWT agar menolong umat untuk bersikap sabar. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab