Tinta Media: Akidah
Tampilkan postingan dengan label Akidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akidah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

Influencer: Akidah Ibarat Fondasi

Tinta Media - Influencer Dakwah Aab Elkarimi memandang bahwa akidah Islam ibarat fondasi. 

"Akidah itu diibaratkan fondasi," ujarnya dalam tayangan Aspirasi: Akar Masalah, di kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (20/2/2024).

Ia menjelaskan, di setiap bangunan yang berdiri pasti selalu ada fondasi, dan fondasilah yang menopang beban struktur di atasnya.

"Suatu kepastian kalau fondasi itu harus dalam, harus kuat dan harus kokoh," imbuhnya.

Semakin besar bangunan yang akan didirikan, terang Aab, harus semakin besar pula fondasinya. "Fondasi itu enggak perlu terlihat, malah justru kita akan khawatir jika ada bangunan fondasinya itu terlihat.  Begitu pun akidah, akidah Islam yang kuat sangat dibutuhkan,” ucapnya. 

Di atas fondasi akidah itu, lanjutnya, dibangun cara pandang utuh soal dunia yang akan menjadi tempat bergantung dan samudra harapan. “Bahkan saat seisi dunia itu seolah enggak berpihak pada kita," tuturnya.

Ia pun menyimpulkan, dari akidahlah pemaknaan hidup dibangun dan kebahagiaan didefinisikan. Bahkan rasa takut, khawatir, cemas dan seluruh bangunan perasaan manusia itu didirikan di atas fondasi yang bernama akidah.

"Jadi, seberapa kuat akidah kita?" tanyanya mengakhiri. [] Muhar.

Senin, 12 Februari 2024

Akidah Umat Terkikis, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Bagaimana perasaan saudara saat mendengar berita pembunuhan, bunuh diri, perzinaan, atau pemerkosaan? Geram, emosi, atau biasa saja? 

Sungguh menyayat hati, setiap hari kita harus mendengar berita-berita kejahatan yang tidak ada habisnya, bahkan makin hari kejahatan dilakukan makin bengis, keji, dan biadab. Perbuatan mereka melebihi hewan yang tidak berakal. Bahkan, ada yang tega membunuh dan menyetubuhi anaknya sendiri. 

Kasus pembunuhan terbaru terjadi di Kalimantan Timur. Dalam kasus tersebut, satu keluarga dibantai habis menggunakan parang. Yang paling mengejutkan, pelaku tega menyetubuhi korban yang sudah meninggal dunia. (Detik. Com, 07/02/2024) 

Pertanyaannya, mengapa hal ini banyak terjadi? Jika jumlah kasus kriminal di suatu negeri sangat banyak, maka sebenarnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem dalam mengatur kehidupan masyarakat. 

Kita tahu bahwa sistem yang mengatur kehidupan saat ini adalah sekularisme, yaitu agama mengharuskan terpisah dari kehidupan. Diakui atau tidak, hal ini terlihat jelas dari semua aspek kehidupan. Misalnya saja banyak pemuda dan pemudi yang mengabaikan aturan agama Islam. Di saat agamanya melarang pacaran, mereka malah bahagia melakukannya. Di saat agama melarang perzinaan, mereka justru melanggarnya tanpa merasa berdosa. Atau saat agama mengharamkan minum khamar, mereka justru semangat meminumnya, bahkan berani menjual barang haram tersebut. 

Andai mereka tahu bahwa ada konsekuensi berat yang akan ditanggung nanti di akhirat  dan pertanggungjawaban di sana standarnya adalah aturan Islam, bukan aturan manusia. 

Maka, sungguh menyayat hati bahwasanya saudara-saudara kita banyak yang menjadi pelaku kriminal. Hal ini membuktikan bahwa negara gagal meriayah (mengatur) dan menjaga akidah rakyat. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi kepala negara untuk mengurus segala keperluan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a.) 

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Pemimpin dalam Islam sangat serius dan bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Mereka memahami bahwa apa yang dijalankannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari) 

Pemimpin dalam Islam akan menjadikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum yang akan mengatur rakyatnya. Ketika Al-Qur'an mewajibkan perempuan menutup aurat, maka pemimpin atau khalifah akan menjadikan aturan tersebut sebagai peraturan yang mengikat bagi seluruh rakyat. Aturan bersifat tegas. 

Begitu pun dengan ayat yang memerintahkan untuk memotong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi pezina. Maka, sang khalifah akan menjadikan ayat tersebut sebagai peraturan yang mengikat. 

Jika semua hukum Allah dilaksanakan, maka keamanan, ketenteraman, dan keberkahan akan datang. Ini karena hal tersebut merupakan janji Allah Swt. 

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS Al-A'raf: 96) 

Maka, tidak ada cara lain untuk menghentikan kasus-kasus kriminal tersebut, kecuali dengan mengganti sistem sekularisme menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. yaitu sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahualam bishawwab.

Oleh. Ririn Arinalhaq
Pemerhati Generasi 

Kamis, 11 Januari 2024

Perayaan Tahun Baru, Jangan Sampai Rusak Akidahmu!




Tinta Media - Tidak terasa kita sudah memasuki tahun yang baru, yakni tahun 2024. Sebelum memasuki tahu baru, setiap akhir bulan Desember, biasanya kebanyakan masyarakat merayakan pergantian tahun dengan pesta kembang api, tiupan trompet beserta hiburan-hiburan yang lainnya, seperti panggung musik di berbagai daerah. 

Euforia pesta pergantian tahun tersebut ternyata tidak hanya ada di perkotaan saja. Di pelosok desa-desa pun masyarakat ikut riuh merayakannya. Bak sudah menjadi rutinitas tahunan yang wajib dilakukan, rasanya tak afdol jika malam tahun baru tidak ada perayaan. Karena itu, pasti setiap tahun selalu ada. 

Memang, tidak ada yang salah dengan tahun baru. Akan tetapi, kita sebagai umat Islam harus lebih teliti dan menyeleksi. Kita harus tahu dan mencari tahu, apakah kegiatan atau perbuatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam perayaan tahun baru ini dibenarkan menurut agama atau tidak? Kita juga harus tahu, apakah kegiatan kita sudah sesuai dengan aturan Allah atau tidak? Jangan sampai apa yang kita lakukan justru melenceng dari tuntunan agama atau bahkan merusak akidah kita. 

Jika berbicara mengenai tahun baru Masehi, tidak lengkap rasanya jika tidak menguak sejarah penanggalan tahun Masehi. Asal muasal kalender Masehi yang saat ini digunakan sebagai penanggalan di sebagian besar penduduk dunia, ternyata berasal dari kalender yang dibuat seorang kaisar dari negeri Romawi yang bernama Kaisar Julian, kemudian kalendernya dinamai Kalender Julian. Setelah itu, kalender tersebut diambil dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan, yang bernama Paus Gregorius. 

Hasil modifikasi inilah yang kemudian berubah menjadi Gregorius Kalender. Hingga pada suatu ketika, dalam suatu pertemuan yang dilakukan oleh Perkumpulan Bangsa-Bangsa (PBB), Kalender Georgian ini disepakati sebagai kalender yang akan digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk anggota PBB. Artinya, kalender Masehi ini memang bukan berasal dari Islam, tetapi dari nonmuslim. 

Memang, sebagai umat Islam, kita diperbolehkan menggunakan benda/barang buatan nonmuslim, termasuk kalender tadi. Kendati demikian, jika hal tersebut sudah menyentuh persoalan akidah atau kepercayaan, maka tidak boleh memakai, meniru, mengucapkan, dan melakukannya karena tidak dibenarkan oleh agama kita, dan hukumnya adalah haram. Contohnya ketika sudah masuk ke dalam ritual, budaya, ataupun kebiasaan. 

Seperti meniup trompet, hal itu merupakan ritual/kebiasaan yang sering dilakukan oleh kaum Yahudi, sehingga sebagai umat Islam, kita dilarang untuk meniru/melakukan kegiatan tersebut. Begitu pun dengan penggunaan atribut keagamaan lainnya di luar Islam. Itu juga jelas dilarang, karena berkaitan dengan akidah dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) kebiasaan nonmuslim, meski perbuatan tersebut tidak dilakukan berdasarkan niat sekalipun. 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, 

"Suatu perbuatan yang merupakan tasyabbuh, tidak disyaratkan adanya niat untuk tasyabbuh, maka bentuk dari perbuatan tasyabbuh itu terjadi, walau tidak dimaksudkan demikian. Jika terjadi suatu perbuatan yang merupakan bentuk dari tasyabbuh, hukumnya terlarang. Tidak disyaratkan adanya niat, selama di sana terjadi satu bentuk tasyabbuh (maka terlarang)." 

Selain itu, dari Ibnu Umar r.a, Nabi saw. bersabda, 

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). 

Memang, tidak ada yang salah terkait dengan pergantian tahun baru Masehi. Akan tetapi, perayaannya acap kali membuat kaum muslimin ikut kebablasan. Hal-hal yang tidak diperbolehkan justru dilakukan. Banyak sekali kaum muslimin yang mengikuti budaya nonmuslim pada malam tahun baru itu. Meskipun tampak sepele, kita sebagai umat Islam justru harus berhati-hati terhadap budaya nonmuslim yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, yang justru dapat menjerumuskan kepada kemaksiatan. 

Hendaknya kaum muslimin lebih banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat dan sejalan dengan perintah agama. Harus kita pahami dan sadari pula bersama bahwa pangkal dari lemahnya akidah umat saat ini adalah akibatkan dari sistem kapitalis yang berasaskan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan), yang diterapkan. 

Banyak umat Islam menjadi awam terhadap agamanya sendiri, bahkan tidak sedikit yang membenci ajaran (aturan) Islam. Belum lagi propaganda yang selalu diembuskan oleh para pembenci Islam, berupa islamofobia, sehingga menambah rasa takut terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya, membuat umat semakin jauh dari agamanya sendiri. 

Akhirnya, umat pun merasa asing dengan ajaran (aturan) Islam, bahkan banyak yang sampai beranggapan bahwa aturan Islam tidak cocok untuk diterapkan, astagfirullah! 

Inilah akar dari masalah yang sebenarnya, yang menjadi PR kita bersama, dan harus segera dicari solusinya. Solusi yang tepat untuk semua permasalahan umat saat ini, tidak lain adalah kembali pada aturan yang berasal dari Sang Pencipta, yakni Allah Swt. Dengan aturan Allahlah semua permasalahan akan tertuntaskan. 

Tentu dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah. Hanya dengan jalan inilah, ketakwaan individu, masyarakat, dan negara akan tercapai. Dengan begitu, manusia hanya akan tunduk kepada aturan Rabb-Nya, bukan kepada aturan yang lain. Negara pun akan berperan besar dalam menjaga akidah umat, sehingga akidah umat akan selalu terjaga, tak akan tergoyahkan oleh akidah agama lain. WalLahua'lam.

Oleh: Ummu Aiza, 
Muslimah Bandung 

Kamis, 04 Agustus 2022

Serangan Akidah Menjadi Awal Rapuhnya Bangunan Kepribadian Pemuda Muslim

Tinta Media - Aktivis Muslimah dan Pengamat Generasi Faizah Rasyidah mengatakan, serangan akidah menjadi awal rapuhnya bangunan kepribadian pemuda Muslim.

“Serangan akidah menjadi awal rapuhnya bangunan pohon kepribadian pemuda muslim,” ungkapnya dalam podcast pribadinya: Stop Perusakan dan Pelemahan Profil Generasi Muslim, Sabtu (23/7/2022).

Faizah mengatakan, akidah generasi Muslim sedang dilemahkan dengan ide sinkretisme yang menyamakan semua agama. “Semua agama benar. Jika ada yang menganggap agama saya yang benar dia akan dikatakan intoleran,” terangnya.

Selain akidah, kata Faizah, syariah juga diserang dengan sekularisasi. Glorifikasi (meluhurkan) kebebasan, hak asasi manusia, menjadikan akidah terpisah dari syariah.

“Setiap generasi muda yang mau mendekat atau terlihat dekat pada syariah, dibully, diintimidasi, dicap radikal. Syariahnya sendiri diserang, diinterpretasi, akhirnya syariah hilang aslinya bukan lagi syariah. Kurikulum yang mengajarkan syariah yang menjadikan taat beragama itu sebagai output dari pendidikan juga mulai dihilangkan,” ungkapnya kesal.

Akibatnya, lanjut Faizah, masyarakat yang kondusif menjadi tidak ada lagi, sekolah besar masyarakat dirusak. “Ide rusak apa pun boleh ada di sana, tidak ada halal haram, materi menjadi standar penilaian, sehingga generasi ini belajar rusak dari sana,” jelasnya.

Tidak Berfungsi

Dari sisi pelaku pendidik generasi, Faizah menilai,  seluruh pelaku pendidik generasi yang punya tanggung jawab untuk melahirkan generasi kuat, diawali dari rumah yaitu keluarga Muslim yang kuat, lalu diikuti dengan pendidikan formal, struktur yang sesuai  dengan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga tadi, hingga negara, semuanya dibuat tidak berfungsi, semuanya dibuat tidak bisa melakukan tugasnya.

“Segala ide yang bertujuan untuk membuat para ibu tidak merasa butuh melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik anaknya itu adalah serangan untuk keluarga,” tutur Faizah memberikan contoh.

Ia menambahkan, semua ide yang mengajari para pemuda kita untuk tidak perlu menikah, tidak perlu punya anak, mempertanyakan kepemimpinan suami, mempromosikan kesetaraan gender, tidak boleh ada pengaturan syariah di dalam keluarga maka itu adalah hal-hal yang akan melemahkan keluarga.

“Sekolah juga dibuat menjadi tempat yang malah menghasilkan profil-profil yang justru rusak. Sekularisasi kurikulumhanya menjadikan mereka sebagai sekrup-sekrup industri, mengkoneksikannya dengan dunia industri, dunia usaha. Itu semua adalah usaha-usaha untuk melemahkan sekolah, pesantren maupun pendidikan tinggi yang mencetak anak didik dengan karakter kepribadian Islam yang kuat,”
Begitupun masyarakat, terang Faizah, semua ide dan nilai dirusak  atas nama kebebasan, atas nama modernitas, atas nama  kearifan lokal.

Karakter Kuat

Melihat kerusakan diatas, Faizah lalu memberikan  lima tips bagaimana membangun generasi Muslim yang berkarakter kuat.

“Pertama, akidah Islam. Akidah Islam ini yang membuat muslim itu bisa memahami bahwa yang mematikan dan menghidupkan adalah Allah. Dengan akidah ini generasi muda akan tampil sebagai orang-orang yang tidak takut mati, tidak takut dipersekusi,” terangnya. 

Kedua, lanjutnya,  yang akan mengokohkan kepribadian dan profil mereka itu adalah keterkaitan akidah tadi dengan pilihan jalan hidup yang dia ambil. “Akidah sebagai benih akan menumbuhkan pohon. Pohon itu  adalah bagaimana dia menjalani setiap episode berikutnya sesuai dengan syariah yang ditetapkan Allah al-Khaliq, al- Mudabbir,” jelas Faizah.

Ketiga, kata Faizah, dia akan semakin kokoh tidak akan kesasar, kalau  dia melengkapi dirinya dengan kelengkapan tsaqofah Islam, hukum-hukum Islam, pemahaman-pemahaman Islam yang dia butuhkan, ditambah dengan kondisi nafsiyah yang senantiasa terkoneksi dengan Tuhannya (idrak silah billahnya) kuat.

“Keempat pohon ini akan tumbuh subur tanpa ada yang merusak kalau dia tinggal, dia hidup di tengah-tengah tanah, udara, air, yang tidak ada polusinya. Ini adalah masyarakat yang kondusif untuk tumbuh kembangnya pribadi-pribadi kuat ini,” bebernya.

Kelima, terang Faizah, keberadaan negara yang  berkarakter ra’in,  memelihara urusan rakyatnya termasuk para pemuda dan anak-anak, dan juga junnah (tameng)  yang akan melindungi seluruh warga negara dari kerusakan.

Terakhir Faizah menegaskan, untuk menciptakan profil generasi muslim yang mulia dan tangguh, membutuhkan penerapan Islam kafah, membutuhkan berfungsinya seluruh pelaku pendidikan generasi secara harmonis, secara sinergis.

“Dan itu merupakan tugas kita untuk mewujudkannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Selasa, 24 Mei 2022

Diduga Terjadi Pemurtadan Sistematis, Tiga Lembaga Minta Pelaku Ditindak Tegas


 Tinta Media  - “Sejumlah warga di Kabupaten Langkat Sumatera Utara dikabarkan keluar agama Islam (murtad). Setelah diduga ada tindakan permutadan secara sistematis dan terorganisir di Kabupaten Langkat Sumatera Utara ini, tiga lembaga meminta pelaku ditindak tegas oleh aparat penegak hukum,” tutur Narator MMC dalam acara Serba-Serbi: Pemurtadan Sistematis Terjadi, Di mana Negara sebagai Penjaga Agama, (Senin 23/5/2022) melalui Kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
 Ketiga lembaga tersebut  lanjut Narator, adalah Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI)  MUI Sumatera Utara, Pusat Advokasi  Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM ) Sumatera Utara  dan  Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Sumatera Utara.
 
“Dalam surat pernyataan sikap yang dikeluarkan tiga lembaga tersebut selaku umat Islam Sumatera Utara  khususnya yang ada di Kabupaten Langkat mengutuk keras terhadap tindakan pemurtadan   secara sistematis dan terorganisir yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum pelaku pemurtadan dan para pendukungnya. Khususnya dalam kasus pemurtadan terhadap seorang muslimah yang bernama Nurhabibah Br Brutu,” ungkap Narator.
 
Ketua bidang dakwah MUI Sumatera Barat M Hatta lanjutnya,  mengatakan bahwa ada dua hal yang memicu terjadinya pemurtadan ini, yakni faktor internal dan eksternal .
 
“Faktor eksternal diduga karena adanya kelompok yang secara masif mengajak warga untuk keluar dari agama Islam. Kelompok itu mulainya menawarkan pekerjaan dan tawaran keuangan,” paparnya sambil melanjutkan,
 
“Sementara itu Hatta menjelaskan dari faktor internal yaitu soal keimanan seorang muslim. Hatta mengatakan seorang muslim yang keluar dari agama Islam karena imannya  yang lemah.”
 
Narator menilai, pemurtadan  yang terjadi secara massal dan tersistematis ini sungguh telah menunjukkan bahwa terjadi pendangkalan akidah di negeri mayoritas muslim ini.
 
Ia menegaskan bahwa kelemahan iman yang menjadi faktor internal tidak bisa dilepaskan dari penerapan ide sekularisme di negeri ini.
  
“Sekulerisme adalah akidah atau keyakinan dasar yang memisahkan agama dari kehidupan.  Sekulerisme menjadi dasar ideologi kapitalisme. Akidah sekularisme  telah melegalkan kebebasan beragama sehingga siapapun boleh berpindah agama sesukanya.  Bahkan kebebasan ini dijamin oleh undang-undang,” jelasnya.

Menurut Narator, menghentikan pemurtadan sistematis membutuhkan negara yang memberlakukan syariat kaffah dan memiliki tanggung jawab dalam menjaga agama.  Dan harus diakui bahwa ide sekularisme ini menjadi tumpuan pemerintah dalam menentukan kurikulum pendidikan di negeri ini.  Sehingga   tak heran akidah umat sangat rapuh dan begitu mudah terseret pada jalan murtad, sebab tidak ada pendidikan yang membangun akidah Islam yang kokoh dalam dirinya.
 
“Sementara dari faktor eksternal yang dipengaruhi oleh kemiskinan menunjukkan gagalnya negara menjamin kesejahteraan bagi setiap warga negaranya.  Sebabnya siapapun memahami bahwa persoalan perut tidak bisa diganggu gugat,” terangnya dengan mengatakan,
 
“Benar lah sabda Rasulullah SAW  bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran. Jika dalam keadaan miskin seorang muslim ditawarkan harta dengan syarat murtad maka tentu sebagian besar akan memilih murtad daripada memilih mati kelaparan.”
 
 Hal ini lanjut Narator, juga sangat didukung oleh lemahnya keimanan seseorang.  Sementara kemiskinan sistematis yang terjadi di negeri ini sejatinya adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal.
 
Narator mengatakan bahwa pemurtadan sistematis akan terus ditemukan, selama sistem kapitalisme sekuler diterapkan di negeri ini. “Pemurtadan  akan sangat mudah diberhentikan hingga dicegah  melalui penerapan Islam secara Kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah,” tuturnya memberikan solusi.
 
 Berkaitan dengan murtad ini, Narator membacakan Al-Quran surat Al Maidah ayat 54. “Wahai orang-orang yang beriman siapa saja di antara kalian yang murtad (keluar)  dari agama kalian pasti Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan mereka pun mencintai Dia. Mereka bersikap lemah lembut kepada kaum mukmin dan bersikap keras terhadap kaum kafir.”  
 
 “Menurut Imam Ibnu Katsir Rohimahullah, melalui ayat ini Allah SWT menginformasikan tentang kekuasaannya yang agung bahwa siapa saja yang berpaling dari upaya menolong agama-Nya dan menegakkan syariat-Nya maka sesungguhnya Allah SWT  pasti akan mengadakan penggantinya dengan orang yang lebih baik. Mereka lebih sungguh-sungguh dalam melindungi agamanya dan lebih lurus jalannya,” paparnya menjelaskan pendapat Imam Ibnu Katsir.
 
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Um lanjutnya,  menjelaskan bahwa seseorang yang berpindah dari kesyirikan menuju keimanan lalu dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan maka jika orang itu sudah dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertobat. Jika dia bertobat, tobatnya  itu diterima. Sebaliknya jika dia enggan bertobat maka dia harus dihukum mati.
 
Hukuman mati atas orang murtad juga ditegaskan di dalam sabda Nabi SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan An-Nasa’i.  “Siapa saja yang mengganti agamanya atau murtad dari Islam bunuhlah dia.”
 
Dari dalil ini lanjutnya,  jelas bahwa hukuman mati atas orang murtad adalah hukuman yang dituntun oleh Islam.
 
“Namun demikian hukuman mati atas orang murtad harus dilakukan oleh penguasa kaum muslimin yakni Imam (Khalifah)  dengan beberapa ketentuan antara lain, pertama,  penetapan hukuman mati atas orang murtad hanya bisa diputuskan oleh pengadilan syariat,” jelasnya.
 
 Kedua harus ada penundaan hukuman jika pelaku murtad ada harapan untuk kembali ke pangkuan Islam. “Imam Ats -Tsauri berpendapat ditunda hukumannya jika ada harapan pelaku murtad mau bertobat. (Ibnu Taimiyah  As-Sharim  al-Maslul, halaman 328).
 
“Ketiga selama penundaan hukuman,  pelaku murtad didakwahi dengan hikmah dan nasihat yang baik, diajak berdialog atau berdebat supaya ia mau bertobat dan kembali kepangkuan Islam.” tambahnya.
 
Tidak Ada Paksaan
 

 Menurut Narator, sebagian kalangan ada yang berpendapat bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.  Karena itu siapa pun bebas memeluk agama apapun termasuk untuk berpindah-pindah agama . Mereka  berdalil dengan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam beragama.”
 
 Narator lalu menjelaskan tafsir ayat tersebut dengan merujuk pada pendapat Imam Al-Alusi. “Menurut Imam Al-Alusi  ayat di atas bermakna janganlah kalian memaksa manusia untuk masuk Islam. Dengan demikian memang siapa pun tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam.  Namun saat mereka sudah menjadi muslim mereka haram untuk murtad atau keluar dari Islam,” paparnya.
 
 Penerapan hukum sanksi inilah yang akan mengantarkan pada tercapainya salah satu tujuan penerapan syariah yaitu hifdzud - diin (menjaga agama).
 
“Maka masalah pemurtadan lagi-lagi menegaskan kebutuhan umat yang sangat urgen terhadap tegaknya Khilafah Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               
 
 

Jumat, 20 Mei 2022

Bahaya Kampanye Eljibiti bagi Akidah Islam


Tinta Media  - Warganet baru-baru ini dibuat heboh setelah podcast yang dimotori oleh salah satu pesohor negeri mendatangkan pasangan g4y.  Dalam kanal youtube-nya, kaum pelangi tersebut bahkan membagikan tips menjadi pasangan g4y, sungguh membahayakan moral dan akidah umat Islam.

Sejatinya, setiap agama tidak menyukai perilaku seks menyimpang ini. Namun, apabila sesuatu yang tercela terus dikampanyekan, maka tidak mustahil kaum pelangi ini akan diterima oleh masyarakat dan agama tidak menganggapnya buruk lagi. 

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, dibarengi dengan penggunaan media sosial yang tengah meluas, keberadaan podcast tentang kaum g4y tersebut pun berhasil menyita perhatian dan akhirnya dicopot penyebarannya (take down) oleh pemilik kanal youtube. 

Akan tetapi, apakah kita sudah merasa cukup dengan aksi demikian? Tentu saja belum cukup. Melalui konten tersebut kita dapat mengetahui bahwa ada banyak bahaya seks menyimpang di luar sana yang menghantui anak-anak, generasi, dan masyarakat sehingga kita tidak bisa tinggal diam atas upaya kaum Nabi Luth tersebut menyebarkan pemikirannya agar dapat diterima keberadaan mereka.

Apabila kita menelisik ke belakang, pada tahun 2014 telah ada upaya massif yang dilakukan oleh kaum pelangi ini, bahkan PBB pun ikut mendanai propaganda mereka. Tak tanggung-tanggung, dana yang dikucurkan bisa mencapai 107,8 milyar rupiah dalam program Being eljibiti in Asia (m.Tribunnews.com). 

Sungguh dana yang tidak kecil, bukan? Hasilnya, tak sedikit  publik figur yang memiliki banyak penggemar tersihir oleh kampanye eljibiti ini dengan mengatasnamakan kebebasan dan HAM, hingga akhirnya para penggemarnya pun banyak yang ikut arus idolanya.

Perilaku menyimpang ini memang lahir dari rahim sekulerisme yang melahirkan liberalisme atas perilaku manusia. Jelas, dari sini agama tidak memiliki andil untuk menentukan sikap manusia yang bebas dan bablas. Akhirnya, agama Islam pun juga dinilai oleh pendukung eljibiti sebagai penghalang mereka untuk diterima masyarakat. Dengan anggapan bahwa manusia tidak berhak menjadi Tuhan bagi orang lain, maka muslim sejati yang menentang keras perilaku eljibiti ini pun mendapat serangan dari kaum pelangi atas nama kebebasan berperilaku dan berekspresi.

Islam Tegas Melarang yang Batil

Islam bukan seperti agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan Sang Khalik semata, melainkan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Syariat Islam sangat jelas, mana yang hitam (batil) dan mana yang putih (hak). Karena itu, Islam memandang bahwa perilaku sebagaimana kaum Nabi Luth adalah sebuah kebatilan yang besar dan wajib untuk ditolak. 

Islam pun melarang perilaku menyimpang ini disertai dengan hukuman yang membuat jera pelakunya dan sebagai penebus dosa. 

Rasul saw. bersabda,

“Siapa di antara kalian yang menemukan orang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” (HR. At Tirmidzi).

Hadis tersebut menunjukkan betapa kerasnya larangan terhadap perbuatan homoseksual dengan menjatuhkan sanksi mati bagi pelaku dan pasangan homoseksnya. 

Begitu juga dengan lesbi, ada sanksi tegas yang diberlakukan oleh negara bagi para pelakunya.

“Para ulama ahli fiqih sepakat bahwasanya tidak ada “Had”/pidana bagi pelaku lesbian karena ia bukan zina. Akan tetapi wajib untuk diberlakukan “Ta’zir” dalam kasus lesbian karena ia perbuatan kemaksiatan.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah : 24/252).

Imam Ibnu Abdil Bar pernah menyebutkan salah satu bentuk Ta’zir, beliau menyatakan :

على المرأتين اذا ثبت عليهما السحاق : الأدب الموجع والتشريد

“Bagi dua orang wanita jika telah terbukti kuat melakukan lesbian maka mereka harus diberi pelajaran, pukulan/cambuk serta diusir.” (Al-Kafi Fil Fiqhi Ahlil Madinah : 2/1073).

Begitu juga dengan bentuk penyimpangan yang lain, akan diberi sanksi secara tegas agar pelakunya jera.

Perilaku menyimpang ini juga dapat mendatangkan mudarat lainnya, seperti ancaman atas kepunahan jenis manusia dan timbulnya penyakit menular yang berbahaya, seperti HIV dan sipilis. 

Di samping itu, murka Allah terhadap kaum Nabi Luth tidak hanya datang kepada pelaku homoseks, tetapi pada seluruh umat saat itu. Karena itu, kita tidak boleh tinggal diam terhadap propaganda eljibiti ini agar selamat dari azab Ilahi.

Sanksi berat yang ditimpakan pada kaum pelangi ini pun tidak bisa kita terapkan saat ini di tengah masyarakat yang sekuler.  Sanksi tersebut hanya bisa diterapkan manakala umat secara umum menyerahkan seluruh pengaturan kehidupannya kepada syariat Islam dalam sebuah institusi pemerintahan khas Islam, yakni Khilafah Islamiyah.  Hanya dengan begitu maka seluruh pintu yang mengantarkan pada perilaku batil tersebut akan dihapus dan sanksi tegas akan ditegakkan bagi pelanggarnya.  Wallahu’alam bishawab[]

Oleh: Risa Hanifah
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab