Tinta Media: Akhirat
Tampilkan postingan dengan label Akhirat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akhirat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Februari 2024

Menulis untuk Bekal Menuju Akhirat


Tinta Media - Pernahkah kita berpikir untuk menyiapkan bekal menuju akhirat berupa pahala yang terus mengalir, meskipun amalnya sudah tidak dilakukan lagi? Berpikir seperti ini perlu kita lakukan, sebab bukankah setiap insan pasti akan wafat. Dan Ketika sudah wafat, sudah tidak ada lagi yang bermanfaat, kecuali amal sholeh yang sudah kita siapkan selama di dunia. Di akhirat, saatnya menunggu perhitungan (hisab), sementara kesempatan beramal sudah terhenti. Namun, ternyata ada amal yang pahalanya masih terus mengalir, meski perbuatannya sudah tidak dilakukan lagi. Inilah yang disebut amal jariyah. 

Ya, kenapa harus berpikir tentang amal jariyah?
Ketika nafas sudah terhenti. Jasad sudah tertimbun dalam tanah. Fisik sudah tidak lagi bisa beramal. Namun, ternyata aliran pahala masih terus mengalir. Wah…alangkah bahagianya. Siapa yang tidak senang, segala kebaikan masih terus berdatangan, meski tidak lagi beramal? Semua tidak lain datang dari pahala jariyah yang sudah ditanam benihnya sejak masih hidup. Dan tahukah kita, bahwa itu bisa kita dapatkan dari menulis?. Menuliskan ilmu yang kemudian diikuti oleh orang sehingga menjadi amal kebajikan baginya. Memotivasi orang lain agar senantiasa taat, sehingga ia terjaga dari maksiat. Sungguh inilah yang membuat sehingga muncul tekad yang kuat untuk selalu menulis. Menulis untuk meraih pahala dan mendakwahkan agama Allah ini. Sesuatu yang selalu menyalakan api semangat ketika rasa malas datang menghampiri. 

Menyajikan tulisan terbaik berisi ilmu, tentu saja tidak boleh asal. Sebab, bila ada yang keliru dan diamalkan oleh orang lain, kita bukannya mendapat aliran pahala. Bahkan bisa menyesatkan orang lain. Maka, semangat menyelamatkan orang lain dan menyebarkan ilmu harus terus dijaga. Azam, tekad kuat yang sudah terpatri untuk terus menulis harus dijaga agar tidak mudah redup. 

Maka, semangat untuk terus menulis harus terus dijaga. Tentu sesuai passion, minat dan keahlian. Saat ini bidang Fikih Waris menjadi bidang sangat menarik untuk ditulis. Kenapa? Sebab Rasulullah menyebutkan bahwa ini adalah setengah ilmu dan menjadi ilmu yang pertama kali akan diangkat oleh Allah SWT di akhir zaman. Di saat itu, seperti disampaikan oleh Rasulullah Saw. di dalam sabdanya, akan muncul banyak perselisihan. Bahkan ini bisa terjadi di antara saudara kandung yang dahulunya sangat akrab ketika orang tua mereka masih hidup. 

Kenapa ini bisa terjadi? Rasulullah Saw menyebutkan bahwa pada saat itu, masyarakat sulit menemukan orang yang bisa memberikan solusi persoalan waris dengan hukum waris Islam (faroidh). Sepertinya, apa yang disampaikan oleh Rasulullah ini sudah mulai terjadi sekarang ini. Maka ini peluang besar, meraih pahala yang sangat besar. Membuat tulisan seputar ilmu waris untuk memberikan penyelesaian dari berbagai kasus waris yang terjadi. 

Bidang lain yang juga menarik adalah menulis persoalan politik ekonomi. Sebab, manusia setiap hari hidup dengan kedua persoalan ini. Namun, sayangnya kita  hidup dalam pengaturan sistem politik ekonomi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntunan syariah. Bahkan banyak hal yang jelas diharamkan, namun seolah dianggap sesuatu yang lumrah saat ini. Contohnya persoalan riba. Lalu bagaimana agar orang lain tahu mengenai pengaturan Islam dalam persoalan politik ekonomi? Menulis adalah salah satu cara yang jitu. Memahamkan orang lain dengan kata-kata dan argumen yang menggugah akal. Semoga Allah menjaga semangat ini. 

Medan, 6 Februari 2024 

Oleh: Muhammad Yusran Ramli
Sahabat Tinta Media

Senin, 08 Januari 2024

SESAL DI AKHIRAT TAK BERMANFAAT

Tinta Media - ALLAH SWT. berfirman (yang artinya): Pada hari itu diperlihatkan Neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi kesadarannya itu tidaklah berguna lagi bagi dirinya. Manusia berkata, “Alangkah baiknya seandainya dulu aku melakukan kebajikan untuk hidupku.” (QS al-Fajr [89]: 23-24). 

Terkait ayat di atas, Hatim al-Asham berkata, “Ada empat perkara yang tidak diketahui nilainya kecuali dalam empat keadaan: Masa muda tidak akan diketahui nilainya kecuali saat menjadi tua. Kelapangan tidak akan diketahui nilainya kecuali saat ditimpa bencana (kesempitan). Nikmat sehat tidak akan diketahui nilainya kecuali saat sakit. Hidup tidak akan diketahui nilainya kecuali saat mati.” (An-Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hlm. 28). 

Terkait masa muda, tentu kita banyak menemukan, lebih banyak orang muda yang menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang dan berleha-leha, bahkan tak sedikit yang doyan berpesta-pora serta melakukan hal yang sia-sia dan dilarang agama. Saat tiba waktunya mereka menjadi tua, sering mereka baru menyadari betapa berharganya masa muda itu jika saja diisi dengan hal-hal yang berguna. Tak sedikit yang bahkan berandai-andai untuk kembali ke masa muda. 

Lalu terkait kelapangan—baik kelapangan harta, waktu atau yang lain—sering hal itu terabaikan dan tersia-siakan, tak banyak disyukuri sebagai sebuah kenikmatan sehingga sedikit dimanfaatkan untuk kebaikan. Saat tiba ditimpa kesempitan atau kesulitan hidup, barulah banyak orang tersadarkan betapa bernilainya kelapangan itu. 

Kemudian terkait nikmat sehat, kebanyakan orang memang seolah tidak memandang berharga nikmat sehat itu. Karena itu mereka pun jarang bersyukur atas nikmat sehat tersebut. Saat sehat mereka bukan melakukan ketaatan kepada Allah SWT, tetapi malah banyak bermaksiat. Saat tiba masa sakit, barulah mereka menyadari betapa berharganya nikmat sehat itu. Sayangnya, saat kembali sehat, kembali pula mereka kufur nikmat; kembali bermaksiat dan tetap enggan taat. 

Terakhir adalah nikmat hidup. Banyak manusia yang hidup hari ini melupakan hakikat nikmat kehidupan dunia yang bersifat sementara. Karena itu banyak manusia yang dalam kehidupannya di dunia lalai dan terlena. Mereka lupa bahwa akhiratlah kehidupan yang abadi dan kehidupan yang sebenarnya. Di sanalah ujung nasib manusia, apakah masuk surga atau menjadi penghuni neraka. Yang masuk surga tentu bakal bahagia. Yang menjadi penghuni neraka tentu akan sengsara. Pada saat itulah manusia yang mengalami kesengsaraan di akhirat akan menyesal dengan penyesalan yang dalam (Lihat: QS an-Naba’ [78]: 40). 

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. [] 

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

Jumat, 05 Januari 2024

Pengadilan Akhirat



Tinta Media - Setiap manusia tentu tak akan pernah bisa melepaskan diri dari hukuman di Pengadilan Akhirat. Allah SWT berfirman (yang artinya): Pada hari ini (Hari Kiamat) tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang dia usahakan. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya (TQS Ghafir [40]: 16 -17). 

Di dunia manusia boleh saja bisa lepas dari jerat hukum. Namun, di akhirat mereka mustahil bisa lari dari hukuman dan azab Allah SWT. Tentu karena di Pengadilan Akhirat, dengan Allah sebagai Hakimnya, tidak akan ada sogok-menyogok, beking-membekingi atau kongkalingkong. Semuanya tunduk dan bertekuk lutut di hadapan kekuasaan dan keperkasaan-Nya. Di Pengadilan Akhirat semua ucapan dan perbuatan ditimbang seadil-adilnya; tak ada yang terlewatkan, kendati hanya sebesar biji sawi (TQS al-Zalzalah [99]: 7-8). 

Di Pengadilan Akhirat tak satu pun yang dapat menolong. Di sana seluruh harta, anak, jabatan dan apa saja yang dibanggakan di dunia ini tidak akan berguna sama sekali. Hanya hati yang selamat (qalb[un] salîm) yang dapat menolong (TQS asy-Syua’ra’ [26]: 88–89). 

Setiap manusia maju sendiri-sendiri di hadapan Pengadilan Allah Yang Mahaadil untuk mempertanggungjawabkan ucapan dan perbuatannya (TQS Maryam [19]: 95). Siapa pun tidak akan bisa lolos dari hukuman. Mereka tidak akan bisa berbohong dan berkelit. Sebab, mulut-mulut mereka terkunci, sementara anggota tubuh mereka (tangan, kaki, telinga, mata dan kulit) menjadi saksi (TQS Yasin [36]: 65). 

Para pendosa akan menerima siksaan yang amat pedih (QS al-Kahfi [18]: 26). Saat itu orang-orang kafir pun begitu takutnya terhadap azab di akhirat ini. Allah SWT menggambarkan keadaan mereka melalui firman-Nya (yang artinya): Pada hari itu, orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul menginginkan agar mereka diratakan saja dengan tanah. Mereka takkan dapat menyembunyikan satu kejadian pun (dari Allah) (TQS an-Nisa’ [4]: 42). 

Sungguh beruntung orang-orang yang berat timbangannya dan merugilah orang-orang yang ringan timbangannya (TQS al-A’raf [7]: 8-9). Allah adalah Zat Yang Mahaadil dan tidak pernah menganiaya hamba-Nya sedikit pun. Hanya orang-orang Mukmin yang memiliki harapan akan datangnya rahmat Allah yang akan menyelamatkan nasib mereka pada hari yang paling menentukan itu. Semoga kita termasuk di dalamnya. 

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []


Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor) 

Jumat, 29 Desember 2023

Pembangunan dalam Islam, Umat Selamat Dunia wal Akhirat


Tinta Media - Pembangunan infrastruktur merupakan hal penting yang harus ada karena bisa menunjang berbagai aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keberadaan jembatan yang menghubungkan dua wilayah. Oleh karena itu, Pejabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin pun mendorong pembangunan jembatan Citarum yang mulai rusak dan terlihat banyak retakan agar segera dilakukan. Jembatan yang berada di Kabupaten Bandung ini menghubungkan wilayah Dayeuhkolot-Baleendah. Dana yang telah disiapkan sebesar Rp55 miliar yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi Jabar dan Kabupaten Bandung. Proyek pembangunannya ditargetkan mulai awal tahun 2024 hingga akhir tahun 2024. 

Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas, sehingga berpengaruh pada pendistribusian barang atau jasa. Pendistribusian akan lebih cepat dan membuat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat meningkat. 

Akan tetapi, bagaimana jika fungsi jembatan terganggu karena mengalami kerusakan? Hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Pemerintah dengan para ahli dan pakar di bidang infrastruktur jembatan harus meneliti terlebih dahulu tentang penyebab kerusakan jembatan, lalu mencari solusi terbaik dalam pembangunannya. Apalagi jika jembatan tersebut berada di wilayah rawan bencana banjir, seperti jembatan Citarum penghubung wilayah Dayeuhkolot-Baleendah ini. 

Beberapa faktor bisa saja menjadi penyebab kerusakan jembatan, seperti kondisi tanah yang labil sebagai imbas dari bencana banjir yang sering terjadi, spesifikasi jembatan tidak sesuai peruntukannya, kelebihan muatan kendaraan,  usia jembatan yang sudah uzur, atau mungkin tidak adanya perawatan jembatan secara berkala. 

Kasus jembatan rusak terjadi juga di beberapa daerah lainnya, seperti Jembatan Leuwiranji di Bogor, Jembatan Sergai di Sumatera Utara, Jembatan Pelor di Kota Malang, Jembatan Sukaraya di Bogor, dan banyak lagi. Banyaknya kasus jembatan rusak menandakan bahwa pemerintah telah gagal dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

Selain menghambat aktivitas warga, jembatan rusak juga bisa membuat nyawa melayang. Pemerintah sepertinya abai dengan dampak yang ditimbulkan. Harusnya, beberapa faktor tadi dijadikan sebagai landasan dalam perencanaan pembangunan jembatan, agar solusi yang diambil sesuai dengan data dan fakta pengamatan di lokasi. 

Dengan demikian, pemerintah bisa memperhitungkan waktu, kualitas bahan bangunan atau material, dan biaya yang harus digelontorkan untuk pembangunan jembatan. Akan tetapi, kadang kala tujuan yang baik ini tidak sesuai rencana. Proyek pembangunan sering kali dijadikan ladang penghasil pundi-pundi rupiah bagi pihak-pihak terkait. Salah satunya kasus korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok di Riau dan pembangunan Jembatan Merah Kaligintung di Purbalingga. 

Sistem kapitalisme dengan asas manfaat yang sudah mengakar di negeri ini sangat menjunjung nilai materi dari suatu perbuatan. Artinya, penganut sistem ini tidak mau rugi ketika menjalankan pekerjaan. Sehingga, dalam membangun suatu bangunan, dalam hal ini jembatan, yang diperhitungkan adalah keuntungan untuk diri dan kelompoknya saja. Bisa dipastikan bahwa pembangunan dibuat asal-asalan, tidak sesuai standar. Akhirnya, banyak kasus jembatan rusak, padahal baru saja dibangun. 

Selain itu, banyak pembangunan yang tertunda, bahkan mangkrak dengan berbagai alasan, mulai dari masalah teknis sampai geografis. Semua itu merupakan alasan klise saja, supaya jangka waktu pembangunan diperpanjang dan otomatis pendanaan pun ditambah. Momen seperti ini menjadi angin segar bagi pejabat-pejabat serakah dan licik untuk memanipulasi dana pembangunan. 

Pembangunan yang mangkrak akan sangat berdampak pada mobilitas perekonomian masyarakat, yaitu menjadi tersendat, bahkan terganggu. Oleh sebab itu, pembangunan jembatan ini harus betul-betul dipersiapkan. 

Mulai dari perencanaan sampai pembangunannya harus terus diawasi oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan. Ini dilakukan agar pelaksanaan pembangunan sesuai rencana dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa menimbulkan masalah baru. 

Berbeda halnya dalam Islam, pembangunan dibangun atas dasar tujuan menyejahterakan rakyat, baik dari segi kenyamanan ataupun manfaat. Negara wajib bertanggung jawab penuh atas semua kebutuhan rakyat. 

Mengenai keberadaan jembatan yang sangat dibutuhkan rakyat, seorang pemimpin (khalifah) akan memastikan seluruh fasilitas publik berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, untuk menghasilkan bangunan yang kokoh dan kuat, dibutuhkan perencanaan yang tepat dan proses pembangunan yang terarah. Ini mulai dari kualitas material bahan bangunannya hingga kualitas para pekerjanya menjadi hal yang sangat penting. 

Khalifah dengan visi sahihnya meriayah umat sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt., tidak akan menzalimi rakyat dengan memberikan fasilitas asal-asalan yang bisa merugikan dan membahayakan. Rasulullah saw. bersabda, 

"Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban tentang apa yang ia pimpin." 

Di lain sisi, negara dengan sistem ekonomi Islam mampu membiayai seluruh pembangunan tanpa bantuan investor asing. Dengan kemampuan sumber daya manusianya yang cerdas dan berakhlak mulia, negara Islam mampu mengelola SDA secara mandiri. Sehingga hasilnya pun bisa dinikmati oleh seluruh rakyat yang berada dalam Daulah Islamiyah. 

Pembangunan infrastruktur dalam Islam bukan hanya sekadar untuk kepentingan ekonomi saja, tetapi juga memberikan kenyamanan, keamanan, kemudahan bagi masyarakat dalam menggunakan fasilitas umum secara gratis. Ini berbeda halnya dengan sistem kapitalisme. Untuk mendapatkan kemudahan lewat jalan tol saja ada tarif yang harus dibayar. 

Inilah Islam, dien yang sempurna, dengan seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai bentuk kasih sayang kepada hambanya. Jangan sampai kita memasrahkan segala urusan pada sistem kapitalisme yang jelas-jelas menzalimi rakyat. 

Islam solusi hakiki, menjamin keselamatan umat di dunia dan akhirat. 

Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
(Sahabat Tinta Media) 

Minggu, 15 Januari 2023

Ustaz Abu Zaid: Akhirat Lebih Penting dari Kenyamanan Dunia

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center mengatakan, bagi manusia yang beriman, akhirat adalah perkara yang lebih penting daripada kenyamanan duniawi.

"Bagi manusia beriman maka ada perkara yang jauh lebih penting daripada sekedar kenyamanan mobil, rumah, pakaian dan makanan yang pasti akan rusak itu. Apa yang lebih penting itu? Ya betul, kehidupan akhirat," ujarnya kepada Tintamedia.web.id, Sabtu (14/1/2023).

Karena itu, sambungnya, orang mukmin rela meninggalkan segala kenyamanan dunia demi kehidupan yang kekal abadi di akhirat. Demi kehidupan yang sebenarnya dalam nikmat dan siksa di akhirat.

"Jika dibandingkan, maka segala nikmat dan siksa dunia tak ada seujung kuku hitam dari nikmat dan siksa akhirat yang kekal itu," bandingnya.

Namun, menurut Ustaz Abu Zaid, bagi mereka yang buta hatinya, maka dunia adalah segalanya. Dunia menjadi tujuan. "Sehingga hidupnya untuk mengejar dunia. Fokus untuk dunia. Karenanya segalanya selain dunia bisa dikorbankan termasuk agamanya," paparnya.

Ia menjelaskan jika mereka biasa memenuhi fatwa pesanan meski itu menabrak perkara perkara yang sudah pasti dalam Islam. Mereka menolak yang wajib dan merekayasa yang haram. 

"Mereka menolak perkara yang sudah disepakati wajibnya seperti khilafah. Dan rela mencari cari dalih untuk membela sistem kufur demokrasi. Semua itu demi dunia. Demi proyek yang terus terkucur dananya," tuturnya.

Padahal, ungkapnya, semua itu adalah kehancuran dunia akhirat. Karena itulah, ia menyarankan agar jangan menjual Agama demi dunia. Dimana sekedar mencari rida musuh Allah dan RasulNya. 

Yang terakhir, ia mengutip sabda Rasulullah ﷺ , yang berbunyi:

*«مَنِ التَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنِ التَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ»*

“Siapa saja yang mencari keridhaan Allah meskipun mendatangkan kemurkaan manusia, maka Allah mencukupkannya dari bantuan mereka, dan siapa saja yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah menyerahkannya kepada manusia.” (HR. Al-Tirmidzi). [] Wafi

Rabu, 29 Juni 2022

PARA PENGEMBARA

Tinta Media - Kita hidup di dunia ini ibarat pengembara. Dunia bukan rumah kita. Rumah kita di akhirat. Entah, kelak di surga atau neraka, akhirnya semuanya tergantung amal kita. Tergantung investasi kita saat ini

Apa yang dititipkan kepada kita di dunia, pasti akan kita tinggalkan. Isteri, anak, rumah, kendaraan, bahkan jabatan. Semuanya pasti akan kita tinggalkan

Dunia memang bukan milik kita. Apa yang ada pasti akan kita tinggalkan. Maka, ketika Allah mencintai hamba-Nya, Allah akan tanamkan cinta kepada akhirat, dan tidak ada perasaan kepada dunia. Sebaliknya, ketika Allah benci kepada hamba-Nya, maka dia akan gila pada dunia, dan melupakan akhirat

Harta, tahta dan wanita semua dia kumpulkan seolah tak akan pernah mati. Dia melakukan berbagai kezaliman dan penindasan untuk mempertahankan semuanya. Akhirnya, kematian menghentikan dan menyumbat mulut dan menutup matanya. Dia hanya menjadi onggokan bangkai

Simak kata-kata Sayyidina Ali

لا دار للمرء بعد الموت يسكنها 

إلا التي كانت قبل الموت يبنيها 

Tak ada tempat (rumah) bagi seseorang setelah kematiannya yang kelak akan dia tempati, kecuali tempat (rumah) yang dia bangun sebelum kematiannya

Apa yang kita bangun sebelum mati, yaitu amal shalih, itulah satu-satunya yang akan menemani kita setelah kematian kita

اللهم اختم لنا بحسن الخاتمة

Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan akhir yang baik, dalam keadaan melakukan ketaatan kepada-Mu [].

Oleh: KH. Hafidz Abdurrahman  
Khadim Ma'had Syaraful Haramain 

Kamis, 28 April 2022

Jangan Terlena dengan Dunia dan Melupakan Akhirat


Tinta Media  - Sobat. “Setiap manusia tak lain adalah tamu, sedangkan hartanya adalah pinjaman. Tamu akan pergi, sedangkan pinjaman akan dikembalikan.” Demikian kata Ibnu Mas’ud.

Lukman berpesan, “Wahai anakku, juallah duniamu untuk akheratmu, niscaya engkau akan mendapatkan laba kedua-duanya. Janganlah engkau jual akheratmu untuk  duniamu, maka engkau akan rugi kedua-duanya.”

Allah berfirman:

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا (٧)
وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيۡهَا صَعِيدٗا جُرُزًا  (٨)

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.“ (QS. Al-Kahf (18) : 7-8 )

Sobat. Dalam ayat 7 surat al-Kahfi , Allah swt menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini diciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu, baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai jenis di lautan dan di daratan, maupun barang-barang tambang yang beraneka ragam dan sebagainya.

Semua itu untuk menguji manusia apakah mereka dapat memahami dengan akal pikiran bahwa perhiasan-perhiasan bumi itu dapat memberi gambaran akan adanya Sang Pencipta, untuk kemudian menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bilamana mereka menggunakan segala benda-benda alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan itu untuk pengabdian diri kepada Allah dan kemaslahatan manusia, maka Allah akan memberi mereka pahala yang sebesar-besarnya.

Akan tetapi, bilamana mereka menggunakannya untuk mendurhakai Allah dan merusak peradaban dan kemanusiaan, maka Allah swt akan menimpakan kepada mereka azab yang besar pula. Sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka selalu berlomba-lomba untuk mem-peroleh benda-benda perhiasan bumi itu, karena merupakan benda-benda ekonomi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia. Karena benda-benda itu pula, mereka saling berbunuh-bunuhan satu sama lain yang akhirnya menimbulkan kehancuran.

Hal itu tidak akan terjadi jika mereka menyadari bahwa benda-benda hiasan bumi itu adalah anugerah Allah, dan dimanfaatkan untuk kemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan Rabbul Alamin.

Demikianlah, barang siapa yang dapat memahami dan mengambil pelajaran serta hikmah dari benda-benda hiasan bumi itu akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua benda alam ini memang diperuntukkan bagi manusia, terserah kepada mereka mau melakukan apa saja terhadap benda-benda hiasan di permukaan bumi itu?

Firman Allah Swt:

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. (al-hajj/22: 65)

Sabda Nabi Muhammad saw:
Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menunjuk kamu sebagai penguasa di atasnya, lalu Dia melihat apa yang kamu kerjakan. (Riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri).

Ayat 8 dalam Alkahfi menerangkan bahwa Allah benar-benar mampu untuk membuat apa yang ada di atas bumi ini menjadi tanah yang datar dan tandus, tidak ada tumbuh-tumbuhan yang menghiasinya.

Keindahan yang semula memikat penglihatan berubah menjadi pemandangan yang kering dan pudar. Perubahan demikian itu dapat terjadi disebabkan perubahan iklim, dan dapat pula disebabkan oleh tangan manusia sendiri yang tidak mempertimbangkan akibat dari perbuatan mereka sendiri, seperti tata kota yang salah, peng-gundulan hutan, pemakaian tanah berlebih-lebihan tanpa pemeliharaan, peperangan, dan sebagainya.

Dengan demikian, tidak patut bagi Nabi Muhammad untuk berduka cita bagi mereka yang anti terhadap ajaran-ajaran Islam yang dibawanya, karena Allah swt akan menguji mereka dengan menciptakan keindahan di muka bumi ini dengan menciptakan bermacam-macam benda seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral.

Siapa di antara manusia yang beramal baik, Allah akan memberi pahala bagi mereka yang paling baik karena mempergunakan benda hiasan bumi itu sesuai dengan petunjuk Tuhan untuk kemanusiaan. Tetapi jika mereka mempergunakan benda-benda hiasan bumi ini untuk tidak mengikuti petunjuk-Nya, maka Allah swt kelak menjadikan bumi ini datar dan tandus. Setiap manusia akan diberi ganjaran terhadap perbuatannya yang durhaka.

Sobat. Dengan ayat ini Nabi Muhammad saw menjadi terhibur. Bagi Rasul saw sudah jelas, jalan yang ditempuh oleh masing-masing golongan manusia, baik yang beriman kepada Al-Qur'an dan maupun yang berpaling dari-Nya.

Sobat. Berbahagialah mereka yang lulus dalam ujian Tuhan itu dan sengsaralah mereka yang gagal. Tugas Rasul saw hanyalah menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah swt. Apakah manusia beriman kepada petunjuk-petunjuk itu ataukah berpaling dari-Nya, Allahlah yang menentukannya.

Allah berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتۡلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ يَرۡجُونَ تِجَٰرَةٗ لَّن تَبُورَ (٢٩)

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” ( QS. Fathir (35) : 29 )

Sobat. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang yang selalu membaca Al-Qur'an, meyakini berita, mempelajari kata dan maknanya lalu diamalkan, mengikuti perintah, menjauhi larangan, mengerjakan salat pada waktunya sesuai dengan cara yang telah ditetapkan dan dengan penuh ikhlas dan khusyuk, menafkahkan harta bendanya tanpa berlebih-lebihan dengan ikhlas tanpa ria, baik secara diam-diam atau terang-terangan, mereka adalah orang yang mengamalkan ilmunya dan berbuat baik dengan Tuhan mereka. Mereka itu ibarat pedagang yang tidak merugi, tetapi memperoleh pahala yang berlipat ganda  

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Allah akan menyempurnakan pahala bagi mereka dan menambah sebagian dari karunia-Nya. (an-Nisa'/4: 173)

Selain dari itu, mereka juga akan memperoleh ampunan atas kesalahan dan kejahatan yang telah dilakukan, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri hamba-hamba-Nya, memberikan pahala yang sempurna terhadap amal-amal mereka, memaafkan kesalahannya dan menambah nikmat-Nya. Sejalan dengan ini firman Allah:

Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri. (asy-Syura/42: 23)

Al-Hasan  berkata, “ Sungguh malang anak cucu Adam. Dia ridha  terhadap negeri ( dunia ) yang halalnya adalah hisab dan haramnya adalah azab. Jika dia mengambil dengan cara yang halal, dia akan dihisab. Jika dia mengambil dengan cara yang haram, maka dia akan diazab. Dia merasa kurang dalam harta namun tidak merasa kurang dalam amal sholeh, merasa senang dengan musibah yang menimpa agamanya namun mengeluh terhadap musibah yang menimpa dunianya.”

Sungguh mengherankan orang yang mengetahui kematian dan yaumil hisab itu nyata, bagaimana mungkin dia bisa bergembira dan foya-foya di dunia?

Oleh: DR. Nasrul Syarif M.Si.
CEO Educoach dan Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Rabu, 20 April 2022

Guru Luthfi: Begini Langkah Agar Anak Jadi Investasi Akhirat


Tinta Media - Pengasuh Rubrik Cahaya Sakinah Guru Luthfi Hidayat menuturkan tentang langkah-langkah agar anak menjadi investasi akhirat bagi orang tuanya. 


“Ada beberapa langkah yang perlu dipersiapkan secara dini agar anak menjadi investasi yang berharga di akhirat nanti bagi orang tuanya,” tuturnya dalam Program Kurma (Kuliah Ramadhan): Anak Investasi Akhirat, Ahad (17/4/2022) di kanal Youtube FLIP (Forum Literasi Intelektual Peradaban) Channel.


Menurutnya, anak merupakan sebuah modal investasi, sebuah kebanggaan yang akan bermanfaat bagi orang tuanya di dunia dan akhirat. Dan untuk menjadikannya investasi maka anak harus dipelihara dan dikelola agar layak menjadi tabungan. “Anak adalah modal investasi, sebuah kebanggaan yang insya Allah akan bermanfaat bagi kita (orang tua) dunia dan akhirat. Agar layak menjadi investasi, berharga bagi kita, tabungan pahala bagi kita, tentu anak perlu kita pelihara, kita kelola,” ucapnya.


Ia menjelaskan ada lima langkah yang harus disiapkan secara dini agar anak menjadi investasi yang berharga, yakni:


Pertama, mempersiapkan termasuk mempersiapkan wadah ayah dan ibu yang akan melahirkan anak yang baik ini. “Karena tidak mungkin anak yang salih/salihah lahir dari seorang pemuda playboy yang punya gebetan di setiap gang. Itu tidak mungkin. Juga tidak mungkin terlahir dari wanita yang sudah terlalu banyak sidik jarinya karena tidak menjaga kehormatannya. Naudzubillah,” ujarnya.


Kedua, kewajiban orang tua yang juga merupakan hak anak itu adalah memberikan nama yang baik ketika anak tersebut sudah dilahirkan. “Memberikan nama yang baik ketika anak tersebut sudah dilahirkan karena nanti di yaumil akhir anak kita itu dipanggil. Dan hendaklah kita memberi nama yang baik,” tegasnya.


Ia pun menambahkan, salah satu hak anak adalah mendapatkan nama yang baik, termasuk nama panjang atau nama pendek. “Bahkan Rasulullah saw. dalam beberapa riwayat ketika beliau mendengar atau bertemu dengan seseorang yang mengandung makna nama yang jelek, langsung beliau mengubahnya,” katanya.


Ketiga, orang tua harus memberikan makanan yang halal, halalan thoyiban bagi anak-anaknya, berasal dari harta yang halal. Anak sebagai investasi akhirat akan diberikan makanan yang halal dan thoyib.

“Sungguh harta yang halal, memberikan efek fisik dan psikologis yang baik kepada anak. Sebaliknya harta yang haram akan menjadikan anak kira yang tumbuh secara fisik dan psikis yang buruk,” ucapnya.


Keempat, orang tua harus memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya. “Dalam pendidikan ini betul-betul kita (orang tua) memberikan syaksiyah atau kepribadian dan skill atau kemampuan bagi anak untuk bisa hidup dengan layak di masyarakat,” tuturnya.


Ia mengkritisi sikap orang tua di zaman serba materialistis ini hanya berpikir tentang anak itu hanya serba materi. “Masa depan anak itu sekedar bagaimana ia mendapatkan pekerjaan yang layak, gajinya besar, mobil yang bagus, rumah yang bagus,” kritiknya.


Ia menyayangkan sikap orang tua yang lupa memberikan pendidikan yang berbasis pada agama.

“Mereka kurang memberikan akhlak yang baik, mereka kurang menancapkan akidah-akidah yang kuat bagi anak-anaknya. Sehingga tidak jarang anak tumbuh secara fisik bagus, harta yang berlimpah tetapi mereka durhaka terhadap orang tuanya. Naudzubillah,” ujarnya.


Kelima, bagi orang tua adalah terus berdoa. “Dengan do’a, 'Robbana hablanā min azwājinā wa dzurriyātinā qurrota a’yun waj’alnā lil muttaqīna imāmā',” katanya.



Ia mengungkapkan bahwa anak dalam pandangan Islam adalah amanah yang Allah SWT titipkan kepada kita (orang tua), sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, dia bersih maka ayahnyalah atau bapaknyalah yang akan memberikan warna. Apakah warna itu Nasrani, warna Majusi atau warna Islam yaitu anak yang shalih.” (HR Abu Hurairah r.a.)


Ia pun mengingatkan tentang anak agar menjadi investasi dengan mempersiapkan sebaik-baiknya karena akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.


“Jadi yang namanya anak sebagai investasi, agar investasi itu dapat mengalirkan pahala bagi kita walaupun jasad dan raga kita telah tiada. Tentu kita harus mempersiapkan sebaik-baiknya. Dan harus kita ingat semua itu akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT,” pungkasnya. [] Ageng Kartika


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab