Tinta Media: Akad
Tampilkan postingan dengan label Akad. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akad. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Februari 2024

MMC Ungkap Makna Ijarah dalam Islam



Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menjelaskan makna ijarah dalam Islam. "Ijarah atau perburuhan adalah salah satu cara kepemilikan harta yang sah atau halal. Dalam Islam, ijarah adalah akad atau kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan atau kompensasi tertentu," tuturnya dalam video All About khilafah: Khilafah Mampu Melindungi Kaum Buruh, Rabu (31/1/2024) di kanal YouTube Muslimah Media Center. 

Ia menjelaskan bahwa menurut syariah Islam, dalam akad ijarah atau perburuhan ada beberapa rukun yang wajib diperhatikan yakni, pertama, dua pihak yang berakad yakni buruh dan majikan perusahaan. Kedua, ijab kabul dari kedua belah pihak yakni buruh sebagai pemberi jasa dan majikan atau perusahaan penerima manfaat atau jasa. 

Ketiga, upah tertentu dari pihak majikan perusahaan. Keempat, jasa atau manfaat tertentu dari pihak buruh atau pekerja. "Semua jasa yang halal dalam Islam boleh diijarahkan. Misalnya jasa dalam industri makanan, garmen, otomotif, konsultan, pendidikan dan sebagainya," paparnya. 

"Sebaliknya, jasa-jasa yang haram terlarang pula untuk diijarahkan. Misalnya jasa pembuatan miras dan yang berhubungan dengan miras seperti bartender, jasa pengangkutan, jasa pembuatan kemasannya. Jasa yang berhubungan dengan muamalah. Jasa perantara suap menyuap, makelar kasus dan sebagainya," tambahnya. 

Wajib Dilaksanakan

Ia menyatakan bahwa akad yang telah disepakati wajib dilaksanakan kedua belah pihak yang berakad. Buruh atau pekerja wajib memberikan jasa sebagaimana yang disepakati bersama dengan pihak majikan atau perusahaan dan terikat dengan jam atau hari kerja maupun jenis pekerjaannya sebaliknya sejak awal majikan atau perusahaan wajib menjelaskan kepada calon pekerja atau buruh tentang jenis pekerjaannya, waktu kerjanya serta besaran upah dan hak-hak pekerja. 

"Majikan atau perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak atau menunda-nunda pembayaran upah buruh," bebernya. 

Perlindungan Buruh

Ia mengungkapkan bahwa syariah Islam memberikan perlindungan kepada kaum buruh dengan mengingatkan para majikan atau perusahaan sejumlah hal. Pertama, perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu atau durasi pekerjaan serta besaran upahnya. "Mempekerjakan pekerja tanpa kejelasan, semua itu merupakan kefasatan," tukasnya. 

Kedua, lanjutnya, upah buruh tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah. Cara inilah yang dipakai sistem kapitalisme di seluruh dunia. "Dibuatkan standar upah minimum daerah atau kabupaten atau provinsi. Akibatnya kaum buruh hidup dalam keadaan masih minim atau pas-pasan, pasalnya gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja," ungkapnya. 

"Inilah kelicikan sistem kapitalisme," ujarnya. 

Sesuai Jasa

Ia memaparkan bahwa dalam Islam, besaran upah mesti disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. Pekerja yang professional atau mahir di bidangnya wajib mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula meski pekerjaan dan kemampuan sama tetapi waktu dan tempat bekerja berbeda-beda pula. "Misalnya tukang gali sumur yang bekerja di lapisan tanah yang keras semestinya mendapatkan upah lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan serupa ditanah yang lunak," terangnya. 

Ia melanjutkan bahwa ketiga, perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Majikan atau perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak atau menunda-nunda pembayaran upah. "Semua ini termasuk kezaliman," tegasnya. 

"Menunda pembayaran upah atau gaji pegawai padahal mampu termasuk kezaliman, bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapat hukuman," ulasnya. 

Negara Wajib Turun Tangan

Menurutnya, negara wajib turun tangan menyelesaikan perselisihan buruh dengan majikan atau Perusahaan. Negara tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak akan tetapi negara harus menimbang dan menyelesaikan permasalahan kedua belah pihak secara adil sesuai dengan ketentuan syariah Islam. "Khilafah Islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan semua anggota masyarakat baik pengusaha maupun pekerja," ujarnya. 

Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Khilafah yang menerapkan syariah Islam wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan serta menjaga keamanan masyarakat. 

Khilafah juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim bagi para pekerjanya. "Bagi khilafah, kesejahteraan rakyat di atas kepentingan para pengusaha," pungkasnya.[] Ajira

Sabtu, 07 Januari 2023

TAHAPAN-TAHAPAN AKAD MENURUT HANAFIYAH

Tinta Media - Dalam belajar fikih muamalat kita diajarkan tentang tahapan-tahapan akad, bagaimana akad itu bisa terlaksana menurut ajaran islam, secara sah dan terhindar dari akad-akad yang salah. Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana tahapan akad itu terjadi mulai dari mulai bertransaksi sampai terjadinya akad.

A. Jenis-jenis Akad

Para ahli fikih membahas legalitas akad dari dua aspek mendasar, yaitu

Pertama, Akad yang legal (sah)

1. Bentukan dasar akad yang legal, yaitu akad yang memenuhi unsur-unsur dasarnya (rukun dan syarat akad/shighat, pelaku akad, objek akad dan tujuan akad)

2. Sifat akad yang legal, yaitu akad yang tidak mengandung sifat-sifat akad yang dilarang oleh syara.

Kedua, Akad yang tidak legal

1. Bentukan akad yang tidak legal, yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu unsur-unsur dasarnya (rukun dan syarat akad/shighat, pelaku akad, objek akad dan tujuan akad).

2. Sifat akad yang tidak legal, yaitu akad yang memiliki sifat-sifat yang dilarang syara’ seperti beberapa sifat akad yang menyebabkan sah dan tidaknya akad.

B. Tahapan Akad Menurut Hanafiyah

Mayoritas ulama berbeda dengan madzhab Hanafiyah dalam pembagian akad. Menurut Hanafiyah, ada tiga fase yang harus dilalui sehingga sebuah akad itu menjadi sah dan melahirkan akibat hukumnya secara sempurna yaitu sebagai berikut:

Pertama, Fase in’iqad (pembentukan)

Setiap akad harus melewati fase kelahiranya atau pembentukanya (fase In’iqad) dengan memenuhi rukun dan syarat sah akad. Jika rukun dan syarat akad terpenuhi, maknanya akad itu mulai terbentuk (mun’aqid). Dan sebaliknya jika rukun dan syarat akad tidak terpenuhi, maknanya akad itu belum ada atau disebut akad bathil.

Misalnya, akad jual beli yang lengkap rukun dan syarat sahnya, diantara objek jualnya halal dan bisa diserah terimakan, ada ijab qabul yang jellas dan dilakukan oleh penjual dan pembeli yang cakap hukum, maka akad jual beli ini menjadi akad mun’aqid

Suatu akad yang cukup rukun dan syaratnya itu tidak serta merta mejadi sah dan melahirkan akibat hukum karena harus memenuhi ketenuan lain. Oleh karena itu, sete;ah  fase pembentukanya, akad ini harus melewati fase selanjutnya (fase kedua),  yaitu fase legalitas (shihah)

 

Kedua, Fase shihah (legalitas)

Fase kedua adalah fase legalitas (shihah) di mana itu tidak mengandung sifat-siat yang dilarang syara’. Jika hal tersebut terpenuhi, maka akad menjadi akad yang sah.

Sebaliknya, jika akad tersebut memenuhi syarat-syarat pembentukanya, tetapi mengandung sifat-sifat yang dilarang oleh syara’, maka akad tersebut menajadi akad yang fasid.

Misalnya akad jual beli yang lengkap rukun dan syarat sahnya sebagaimana tersebut di atas, tetapi waktu dan harganya ditentukan berdasarkan imdeks harga yang tidak jelas, maka akadnya menjadi tidak sah.

Setelah akad cukup rukun dan syaratnya serta tidak mengandung sifat-sifat yang dilarang oleh syara’ itu juga tidak serta merta sah dan melahirkan akibat hukum yang sempurna Karen harus memenuhi ketentuan lain. Oleh karena itu, setelah fase legalitas, akad ini harus melewati fase selanjutnya (fase ketiga), yatu fase nafadz.

Ketiga, Fase nafadz (terjadinya akad)

Jika akad itu mun’aqid dan sah itu belum menjadi akad yang sempurna jika belum melahirkan akibat-akibat akad secara langsung karena membutuhkan persetujuan pihak  lain (akadnya masih begantung pada persetujuan mitranya). Oleh karena itu, agar akad yang sah tersebut bisa berlaku efektif sejak akad disepakati, maka harus memenuhi ketentuan nafadz.

Sebaliknya, akad itu mun’aqid dan sah, tetapi tidak melahirkanakibat-akibat akad secara langsung kecuali dengan persetujuan pihak lain, maka akad tersebut dikategorikan akad mauquf (menggantung).

Misalnya akad jual beliyang lengkap rukun dan syarat sahnya sebagaimana tersebut di atas tetapi akad tersebut masih tertunda karena menunggu persetujuan dari pihak lain, maka akadnya walaupun sah tapi mauquf.

Setelah akad itu terbentuk, sah dan berlaku efektif itu juga tidak serta merta melahirkan akibat hukum secara sempurna karena harus memenuhi ketentuan lain. Oleh karena itu, setelah fase nafadz, akad ini harus memenuhi akad selanjutnya (keempat), yaitu fase luzum.

Keempat, Fase luzum (akad mengikat)

Akad yang mun’aqid, sah, nafadz itu belum menjadi akad yang sempurna jika pihak akad lain masih bisa mem-fasakh (batal) akad tersebut karena akadnya masih bergantung paa mitranya.

Oleh Karena itu, agar akad yang lazim tersebut bisa berlaku efektif sejak akad disepakati, maka harus memenuhi ketentuan luzumnya.

Tetapi sebaliknya, jika akad itu mun’aqid, sah, nafadz dan pihak-pihak akad bisa mem-fasak akad tanpa seizing pihak lain, maka akad tersebut menjadi akad ghairu lazim.

Misalnya akad jual beli yang lengkap rukun syarat sahnya sebagaimana tersebut diatas, tetapi akad tersebut masih tertunda karena masih menunggu kepastianpihak akad lain tidak membatakan akad tersebut.

Inilah fase terakhir suatu akad, maka akad itu terbentuk, legal, nnafidz, lazim maka akad tersebut bisa melahirkan akibat hukumnya secara sempurna.

 Oleh: Edo Alfikri

Mahasiswa STEI SEBI 

 

 

 

 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab