Tinta Media: Ajaran Islam
Tampilkan postingan dengan label Ajaran Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ajaran Islam. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juli 2023

MMC: Rasisme Tidak Ada di Dalam Sistem Khilafah dan Bukan Ajaran Islam

Tinta Media - Narator  Muslimah Media Center (MMC) menyatakan  rasisme tidak ada di dalam sistem Khilafah dan bukan ajaran Islam. 

"Berbeda dengan sistem sekulerisme demokrasi, rasisme tidak ada di dalam sistem khilafah dan bukan ajaran Islam," terangnya dalam program serba serbi MMC: Isu Rasisme berujung kerusuhan di Prancis, bukti hiprokisi HAM? di kanal Youtube Muslimah Media Center, Selasa (4/7/2023).

Ia menambahkan, meskipun Islam diturunkan di Arab, Allah menegaskan melalui lisan kekasihnya Nabiyullah ï·º  bahwa bangsa Arab tidak memiliki kelebihan apapun dibandingkan dengan non Arab. 

"Allah menegaskan semua manusia sama di hadapan Allah ta'ala yang membedakan diantara mereka hanyalah ketakwaan saja," tambahnya.

Narator juga mengutip firman Allah dalam al qur'an surat Al Hujarat ayat 13 berbunyi "Wahai manusia sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa sungguh Allah Maha Mengetahui Maha teliti".

Atha' bin Abi Rabbah

Narator menuturkan, ketika masa khilafah berdiri selama 1.300 tahun lamanya, berbagai ras suku bangsa maupun warna kulit bisa hidup dalam kerukunan dan kesatuan.

"Salah satu buktinya adalah seorang ulama besar yang hidup pada masa kekhalifahan Bani Umayyah bernama Atha' bin abi Rabbah," terangnya. 

Ia menambahkan, Atha' adalah seorang budak berkulit hitam milik Habibah binti Maisaroh Bin Abu Husain dan tinggal di Mekkah. 

"Sang tuan melihat potensi keilmuan Atha' yang luar biasa, kemudian Habibah memerdekakan Atha agar Atha bisa memperdalam keilmuannya ataupun menjadi seorang ulama," tambahnya.

Lalu, narator menuturkan, keilmuan Atha diakui oleh kekhilafahan Bani Umayyah sehingga  diangkat menjadi seorang Mufti atau pemberi fatwa untuk musim Haji pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.

"Di samping itu Atha juga diangkat sebagai penasehat khalifah. Tidak hanya konsep tersebut, konsep toleransi dalam Islam juga mampu menyatukan berbagai agama dalam satu kepemimpinan negara Khilafah," pungkasnya.[] Amar Dani

Minggu, 02 April 2023

Tuding Jihad Ajaran Terorisme, Geopolitikal Institute: Itu Upaya Barat Memadamkan Ajaran Islam

Tinta Media - Terkait dengan tudingan terhadap jihad sebagai ajaran terorisme, Direktur Geopolitikal Institute Adi Victoria mengungkapkan, tudingan tersebut merupakan upaya Barat guna memadamkan ajaran Islam.

“Itu tidak lain memang upaya Barat dalam memadamkan salah satu ajaran Islam yang mulia,” tuturnya dalam program Kabar Petang: Ramadhan Bulan Jihad dan Perjuangan di kanal YouTube Khilafah News, Jumat (31/3/2023).

Adi menjelaskan, Barat sangat memahami bagaimana spirit jihad kaum muslimin. Selain itu, Barat juga tidak pernah lupa bagaimana semangat jihad yang dimiliki kaum muslimin ketika Kekhilafahan masih ada. Kekhilafahan ada dengan semangat jihad dan dengan aktivitas jihad. 

“Memang, Barat membuat semacam opini negatif agar jihad bisa hilang. Bahkan, (jihad) kemudian dihilangkan dari kurikulum karena memang semangat jihad kaum muslimin itu luar biasa, bahwa jihad itu mendapatkan dua kebaikan, mati syahid atau hidup mulia,” ungkap Adi.

Spirit jihad ini, menurut Adi, sangat ditakuti oleh Barat. Jadi, menurutnya, Barat dengan agennya memang berupaya membuat monsterisasi, membuat efek negatif terkait dengan ajaran Islam. Salah satunya jihad, dan juga termasuk ajaran Islam yang lain yaitu khilafah.

Padahal, menurut Adi, jelas sekali bahwa terkait masalah jihad merupakan bagian dari ajaran Islam. Adi menyebutkan, bukti kongkrit jihad merupakan ajaran Islam bahwa jihad masuk dalam bab Fiqih. “Jelas sekali bahwa ini menunjukkan bahwa jihad adalah bagian dari syariat Islam sebagaimana syariat Islam yang lain, seperti salat, puasa, zakat, haji dan sebagainya,” tegasnya.

Adapun makna jihad, Adi menyatakan, tidak ada makna lain selain perang. Sebagaimana penjelasan dari Ibnu Rajab Al Hambali terkait dengan makna jihad, tidak ada makna lain selain ‘mengerahkan usaha dalam rangka memerangi kaum kafir’. 

Adi juga menyebutkan penjelasan makna jihad menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, yaitu ‘mengerahkan segenap kemampuan kita dalam rangka peperangan untuk Allah, baik secara langsung ataupun memberikan bantuan dengan harta, pemikiran dan sebagainya. “Jadi, makna jihad secara syar’i yaitu kita berperang,” imbuh Adi.

Adi kemudian membacakan dalil dalam Al Qur’an terkait ajaran Islam untuk berjihad. Di antaranya, Surat At Taubah ayat 29 yang artinya, ‘Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya’.

“Jadi, jelas sekali bahwa jihad itu bagian dari pada ajaran Islam, sebagaimana ajaran Islam yang lain terkait dengan salat, puasa, zakat, dan sebagainya,” katanya.

Bahkan, Adi menambahkan, Rasulullah Saw. menyampaikan bahwa jihad merupakan polik dari agama Islam. Adi juga menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Majah yaitu, ‘… pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah solat, dan puncaknya adalah jihad fii sabiilillah’. Dari hadis ini menunjukkan bahwa jihad memiliki posisi sangat tinggi.

“Jadi, jihad itu menempati posisi tertinggi di dalam Islam,” pungkasnya.[] Ikhty

Kamis, 18 Agustus 2022

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY: Jilbab adalah Ajaran Islam

Tinta Media - Terkait masalah jilbab bagi peserta didik di sekolah negeri, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY,  H. Gita Danu Pranata, S.E, M.M, menyampaikan pernyataan sikapnya.

Pertama, ia mengatakan bahwa berjilbab merupakan ajaran Islam dan kewajiban bagi setiap muslimah. "Menutup aurat dengan jilbab adalah ajaran agama Islam sesuai dengan Q.S An-Nur ayat 31 dan Q.S Al-Ahzab ayat 59, sehingga merupakan kewajiban bagi setiap muslimah untuk melaksanakannya dan membudayakannya melalui proses pendidikan," tuturnya sebagaimana rilis yang diterima Tinta Media, Rabu (10/8/2022).

Oleh karena itu, kata Danu, dalam konteks pendidikan upaya pembudayaan pemakaian jilbab bagi peserta didik muslimah, termasuk di sekolah negeri dengan menganjurkan, menasehati dan memberikan keteladanan bagi peserta didik muslimah untuk mengenakan jilbab dengan prinsip-prinsip edukatif merupakan bagian dari tugas dan tanggungjawab guru.

Kedua, ia menjelaskan tentang tugas utama seorang guru dan dosen berdasarkan undang-undang. 

"Bahwa tugas utama guru sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang tugas guru dan dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi, peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional," terangnya.

Yaitu, lanjut Danu, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Ketiga, sebagai pimpinan wilayah Ormas Muhammadiyah, ia menyesalkan pro dan kontra masalah jilbab. "Berdasarkan sikap tersebut, pro-kontra tentang pemakaian jilbab bagi peserta didik muslimah, termasuk di sekolah negeri semestinya tidak perlu terjadi," sesalnya.

Karena hal itu, lanjutnya, merupakan bagian dari proses dan upaya pendidikan sesuai agama peserta didik untuk melaksanakan ajaran agamanya dan membentuk akhlak mulia, sehingga upaya tersebut sepantasnya mendapatkan dukungan.

Keempat, Danu berharap kepada pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan dan rasa aman bagi guru dalam menjalankan tugas utamanya. 

"Pemerintah selaku penyelenggara pendidikan, seharusnya dapat memberikan pembinaan, perlindungan, dan menjamin kenyamanan bagi guru dalam melaksanakan tugas utamanya," ungkapnya.

Tugas utama bagi seorang guru, imbuhnya, adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk dalam membimbing, mengarahkan, dan melatih peserta didik muslimah agar membiasakan berjilbab/ berbusana muslimah untuk membentuk akhlak mulia peserta didik.

Kelima, ia menyarankan jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan semestinya mengedepankan prinsip edukatif. "Bahwa, jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan, maka sesuai dengan prinsip pendidikan, penyelesaian setiap masalah perlu mengedepankan prinsip edukatif dengan membuka ruang dialog bagi setiap tindakan yang dianggap kurang tepat," tuturnya.

Sehingga, lanjut Danu, semua masalah pendidikan dapat diselesaikan dengan baik, karena pada dasarnya setiap guru tersebut pasti berniat baik dan mulia.

Keenam, ia mengungkapkan jika persoalan diselesaikan dengan pendekatan hukuman, dikhawatirkan hubungan antara guru dan murid hanya sebatas formalistik-kontraktual.

"Bahwa apabila setiap persoalan dalam pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru yang dianggap melakukan tindakan yang kurang tepat, maka dikhawatirkan bahwa di satuan pendidikan/ sekolah akan terjadi hubungan antara guru-peserta didik hanya bersifat formalistik-kontraktual," bebernya.

Selanjutnya ia mengingatkan bahwa jika hal itu terjadi maka guru akan beranggapan tugasnya hanya sebatas mengajar karena takut salah dan  akan ada ancaman hukuman.

"Hubungan guru dan peserta didik yang formalistik-kontraktual, guru akan berpandangan bahwa tugas guru hanya sebatas mengajar, mereka tidak mendidik, membimbing, mengarahkan, dan melatih dalam sikap dan perilaku peserta didik karena takut salah dan ancaman hukuman," paparnya.

Ketujuh, Danu menyatakan bahwa pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik merupakan tanggung jawab bersama dari orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat.

"Bahwa pendidikan, pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik merupakan tanggung jawab bersama orang tua, pemerintah, sekolah dan masyarakat," jelasnya.

Sehingga, pungkas Danu setiap unsur tersebut diharapkan saling mendukung untuk mewujudkan suasana yang kondusif bagi pendidikan di sekolah dengan mengedepankan asas-asas musyawarah, dialogis antara orang tua, peserta didik dan guru (sekolah).[] Nur Salamah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab