Perilaku Agresif Semakin Sadis, Potret Bobroknya Pemuda Saat Ini
Tinta Media - Kasus kekerasan yang dilakukan oleh generasi muda, termasuk pelajar semakin hari semakin memperihatinkan. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya kasus kekerasan yang mereka lakukan. Salah satunya adalah yang terjadi di Jogjakarta, yaitu pembunuhan dengan cara memutilasi tubuh korban menjadi 65 bagian. Yang mengejutkan, usia pelaku masih sangat muda, yaitu 23 tahun.
Di tempat lain, tepatnya di Sukabumi, siswa SMP dibacok oleh tiga remaja yang berusia 14 tahun hingga tewas. Sadisnya lagi, pembacokan tersebut dilakukkan sembari live di media sosial.
Selain itu, tawuran antarpelajar pun kerap kali terjadi, misalnya di Cibadak. Juga di daerah Porwerejo, Jawa Tengah pada dini hari menjelang waktu sahur.
Dari beberapa contoh di atas, bisa dikatakan bahwa perilaku pemuda saat ini betul-betul membuat kita merasa miris. Mereka sangat dekat dengan tindakan kekerasan, pemerkosaan, kriminalitas, tawuran, dan pembunuhan. Seharusnya pemuda masih pada tahap keemasan dan kecemerlangannya. Namun, mereka malah terjerumus pada perbuatan yang sangat sadis hingga menjadi perilaku kejahatan.
Jika dianalisa, permasalahan pemuda saat ini bukanlah permasalahan kasuistik yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara pragmatis atau jangka pendek. Hal ini dikarenakan kasus kekerasan, pembacokan, dan kasus kriminalitas lainnya telah berulang kali terjadi. Kasus-kasus tersebut tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara memberi hukuman penjara dan dibina. Setelah menjalani hukuman tersebut, merek pasti akan melakukkan hal yang sama kembali.
Saat ini pemuda cenderung menjadi pelaku kekerasan karena dididik dan dibina oleh sistem yang jauh dari nilai-nilai agama. Agama hanya diletakkan pada tempat ibadah saja, tidak boleh mengatur kehidupan. Karena itu, pemuda tumbuh menjadi generasi yang lemah iman. Mereka tidak memilki pertahanan yang kuat untuk mencegah diri dari perbuatan maksiat.
Generasi yang lemah iman akan sangat mudah terpengaruh dalam melakukkan kemaksiatan. Belum lagi saat ini di media yang ditonton oleh generasi muda banyak konten yang bermuatan kemaksiatan.
Lemahnya iman juga mampu membuat para generasi muda dikontrol hawa nafsu tanpa batas. Mereka bukan lagi generasi yang hidupnya dituntun oleh iman. Ditambah dengan gaya hidup yang berkembang di masyarakat, yaitu gaya hidup hendonis, sekuler, dan kapitalis, semakin membawa pemuda ke arus kehidupan yang tidak jelas.
Saat ini, banyak generasi muda terjebak di lingkaran hidup kapitalis. Mereka melakukan cara apa pun untuk mencapai kepuasan materi. Meskipun harus membuat konten yang berbahaya, bahkan mengancam nyawa, mereka tidak peduli demi mendapat eksistensi dan uang. Ada pula yang terlibat kejahatan karena harus memenuhi tuntutan ekonomi yang kini semakin sulit. Tak jarang juga kita melihat generasi muda melakukkan kriminalitas demi memunuhi kebutuhan ekonomi.
Di sinilah sistem berperan penting dalam pembentukan perilaku dan karakter generasi muda. Saat ini, generasi muda diasuh oleh sistem sekuler dan kapitalisme yang telah terbukti gagal dalam mencetak generasi cemerlang dan berkualitas. Meskipun ada generasi yang cerdas pemikirannya, tetapi rapuh dan berantakan imannya. Lebih pariah lagi, sudahlah tidak cerdas, ditambah rapuh dan berantakan pula imannya.
Maka dari itu, penting rasanya memilki generasi yang cemerlang pemikirannya dan mulia akhlakya, seperti waktu Islam memimpin dunia selama 13 abad. Saat itu, Islam mampu melahirkan generai-generasi yang cerdas seperti, Mariam Asturlabi, Khawarizmi, Ibnu Sina, dll.
Namun sayang, mecetak generasi yang cerdas dan berakhlak mulia mustahil dilakukan di sistem saat ini. Maka dari itu, perlu adanya sistem yang sahih, yang berasal dari pencipta manusia untuk mengatur manusia, yaitu sistem Islam .
Islam memiliki tiga pilar dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, di antaranya:
Pertama, ketakwaan individu yang terbentuk melalui pendidikan di ranah keluarga. Sekolah pertama bagi anak adalah pola didik dan asuh kedua orangtuanya. Karena itu, wajib bagi setiap keluarga muslim untuk menjadikan akidah Islam sebagai pondasi dalam mendidik anak. Pendidikan berbasis akidah Islam akan membentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegah seseorang berbuat maksiat.
Kedua, adanya kontrol masyarakat melalui amar makkruf nahi mungkar (berdakwah). Budaya saling menasihati akan mencegah individu untuk berbuat kerusakan. Masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar tidak akan memberi kesempatan pada siapa pun untuk berbuat yang mungkar. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.
Ketiga, negara menerapkan sistem Islam secara total di segala asek kehidupan. Dengan begitu, segala aspek kehidupan akan terjaga. Negara akan menyelenggaraka sistem pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadiaan Islam.
Negara juga menjaga kaum muslimin dari segala hal yang mampu merusak keimanan dan ketaatan, seperti memblokir konten porno dan kekerasan, melarang produksi film atau tayangan yang memuat pornografi dan umbar-umbar aurat, serta konten negatif lainnya. Maka dari itu, kebijakana seperti itu tidak akan berlaku jika ketaatan hanya diemban oleh individu saja, tetapi harus diemban negara secara menyeluruh.
Oleh: Razzaqurnia Dewi
Sahabat Tinta Media