Tinta Media: Agama
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 November 2022

Islam Berkali-kali Dinistakan di Negeri Mayoritas Muslim, IJM: Menyakitkan!

Tinta Media - Penistaan terhadap Islam yang sering terjadi di negeri mayoritas Muslim benar-benar menyakitkan hati. “Islam adalah agama bagi mayoritas penduduk negeri ini. Namun yang menyakitkan hati berkali-kali ajaran Islam justru dinistakan di negeri ini. Berkali-kali juga para penista Islam selalu lolos dari jeratan hukum,” ungkap Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) di program Aspirasi Rakyat: Menyoal Framing Jahat terhadap HT1, Selasa (1/11/2022) melalui Channel Justice Monitor.
 
Seorang komisaris BUMN bernama Dede Budhyarto melecehkan salah satu ajaran Islam yang mulia yakni Khilafah. “Dalam akun twitternya komisaris independen PT Pelni ini yang juga merupakan relawan Jokowi mempelesetkan kata Khilafah dengan ditambahi cacian kasar berbahasa Inggris. Meski reaksi keras berdatangan dari banyak kalangan, sang komisaris menolak meminta maaf,” ujar Erwin.
 
Kasus lain yang menghebohkan publik, sambung Erwin, berita terkait seorang wanita bercadar menerobos masuk ke Istana Negara di Jakarta. Bahkan wanita tersebut membawa senjata api jenis FN dan menodongkan pistol tersebut ke anggota Paspampres yang sedang siaga di Istana Negara.
 
“Kasus tersebut dinilai banyak pihak terkesan janggal. Yang menjadi pertanyaan publik adalah kesimpulan BNPT yang mengaitkan perempuan berpistol yang coba terobos istana negara tersebut dengan HT1, sebuah narasi yang menyudutkan organisasi dakwah Islam Hizbut Tahrir Indonesia,” bebernya.
 
Menurut Erwin, berdasarkan literatur yang pernah  dibaca,  HT1 dalam menyampaikan dakwah dengan pendekatan pemikiran, dialektika, adu gagasan, tanpa kekerasan, tanpa fisik tanpa melakukan pemaksaan.
 
“Begitu juga secara defacto dan dejure  tidak ada satu jiwa pun yang meninggal karena dakwah HT1 atau fasilitas publik yang rusak akibat dakwah  HT1,” imbuhnya.
 
Erwin lalu berkesimpulan bahwa segala fitnah dan tuduhan keji terhadap organisasi dakwah HT1 adalah tidak adil dan melanggar hukum, karena tidak mengedepankan asas hukum yang memberikan kesempatan kepada pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan. Serta asas persamaan kedudukan dalam hukum yang menyatakan bahwa setiap orang berhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil.
 
 “Lantas bagaimana HT1 akan melakukan pembelaan diri sedangkan BHPnya telah dicabut?  Bahwa segala tuduhan dan fitnah berupa narasi polarisasi yang bersifat pengkotak-kotakan yang mengarah kepada kebohongan publik adalah tindakan melanggar pasal 14 dan pasal 15 Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana,” ungkap Erwin.
 
Lecehkan Agama
 
Erwin juga menyoroti munculnya narasi Khilafah yang disejajarkan dengan komunisme yang jelas-jelas  sangat menodai ajaran agama Islam.
 
“Dampak buruk penyamaan ini adalah menyamakan pengemban dakwah yang menyiarkan Khilafah disamakan dengan pengusung komunisme atau PKI. Jika sengaja mensejajarkan agama Islam dengan paham lain buatan manusia maka itu sama dengan merendahkan bahkan melecehkan ajaran agama,” tutur Erwin geram.
 
Erwin mengatakan,  menyamakan Khilafah dengan paham komunisme,  radikalisme dan paham lain yang negatif adalah termasuk merendahkan ajaran agama Islam. Bahkan dapat dikategorikan menodai ajaran agama Islam. Jadi, dapat dinilai sebagai penistaan terhadap agama.
 
“Khilafah adalah bagian dari ajaran agama Islam di bidang  politik, di bidang siasah, ajaran Islami yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya,” jelasnya.
 
Menurutnya, khilafah adalah ajaran agama sehingga tak layak disejajarkan dengan paham lain buatan manusia yang bukan ajaran agama.  
 
“Maka Khilafah tak pantas ditambahi isme-isme sebagaimana paham buatan manusia seperti kapitalisme, komunisme, radikalisme dan isme isme lainnya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 

Kamis, 03 November 2022

ISLAM DATANG DARI ALLAH, BUKAN DARI ARAB

Tinta Media - Ucapan menteri agama yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang berasal dari Arab tentu saja ucapan itu tidak benar sama sekali, sebab Islam itu agama dari Allah, bukan buatan manusia apalagi berasal dari wilayah tertentu. Yaqut harusnya paham itu. Sebab masalah ini sangatlah mudah, semua orang tahu, bahkan mungkin anak kecilpun tahu bahwa Islam adalah agama yang datang dari Allah, dibawakan oleh Rasulullah Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka menebar rahmat bagi alam semesta.

 

Benar bahwa Nabi Muhammad adalah orang Arab, tapi agama Islam datang dari Allah, bukan datang dari Arab. Tidak ada istilah Islam itu sebagai agama pendatang, sebab bumi ini milik Allah, diciptakan oleh Allah, bahkan seluruh manusia dan alam semesta juga diciptakan oleh Allah.

 

Ucapan ini tentu saja sangat disayangkan, beda kalau karena tidak paham. Jika tak paham, maka tulisan ini semoga bisa memahamkannya. Sebab ucapan seperti justru akan memantik masalah di kalangan umat Islam. Ucapan seperti ini jika sengaja dilakukan, maka akan semakin memunjulkan kegaduhan yang tidak produktif. Semestinya sebagai menteri agama sangat paham soal yang sederhana ini.

 

Menteri agama juga mestinya menebarkan kesejukan, bukan malah membuat kegaduhan. Katanya umat ini harus menebar perdamaian, nyatanya dia sendiri justru menebar kegaduhan dengan ucapan yang salah itu. Sebaiknya menteri agama meminta maaf kepada seluruh umat Islam di negeri ini.

 

Apakah ini termasuk penistaan agama ?. Tentu saja yang paling tahu adalah yang mengucapkan, adakah motif dibalik ucapan yang salah itu. Jika karena tidak tahu, maka hanya perlu minta maaf. Namun jika sengaja membuat kegaduhan, maka sangat disayangkan. Seorang menteri agama mestinya tidak mengucapkan hal tersebut.

 

Agama Islam adalah agama sempurna yang berasal dari Allah dan sangat memberikan penghargaan kepada manusia dan kemanusiaan. Islam adalah agama yang sangat toleran atas perbedaan, terbukti saat Rasulullah memimpin Daulah Madinah yang sangat plural. Semua agama bisa hidup damai di Madinah.

 

Mungkin ahli hukum dan pihak kepolisian yang lebih tahu apakah ucapan ini termasuk penistaan agama Islam atau tidak sesuai dengan UU yang berlaku di negeri ini. Yang pasti ucapan Yaqut adalah ucapan yang menyalahi ajaran Islam. Namun, jika ucapan ini memang diniatkan untuk merendahkan ajaran Islam yang sumpurna ini, maka tentu saja bisa saja ada delik penistaan agama. Apalagi jika niatnya adalah mempermainkan agama Allah, maka termasuk dosa besar

 

Allah berfirman : Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS At Taubah : 65-66)

 

Bagaimana menanggapi hal ini sebagai masyarakat ?. Masyarakat semestinya tidak terpancing secara emosional, namun harus tetap meluruskan ucapan-ucapan yang salah dan berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Masyarakat harus memberikan edukasi dan dakwah kepada siapa saja yang telah melakukan kesalahan soal agama Islam. Dakwah adalah bagian dari kewajiban setiap muslim. Dakwah adalah tanda cinta umat kepada bangsa ini. Masyarakat harus diberikan pembelajaran yang benar soal agama ini, terlebih kepada para pejabat dan pemimpin yang salah paham dan pahamnya salah atas Islam dan ajarannya.

 

Apa yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menanggapi hal tersebut ?. Umat Islam harus menyadari bahwa selama demokrasi sekuler yang diterapkan di negeri ini, maka Islam hanya akan menjadi obyek dan sasaran berbagai stigmatisasi. Sebab sekulerisme adalah paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan, termasuk politik.

 

Dengan kondisi ini, maka setiap kali ada usaha-usaha mendakwahkan Islam, akan dihadapkan dengan berbagai label yang negatif atas Islam. Ucapan yang menyudutkan Islam tentu saja sudah tidak terhitung jumlahnya di negeri mayoritas muslim ini. Bahkan sering berasal dari para pejabar dan pemimpin di negeri ini yang seharusnya justru memberikan edukasi yang benar tentang Islam.

 

Peristiwa seperti ini mungkin tidak akan pernah berhenti selama Islam dan ajarannya hanya dijadikan sebagai obyek. Lain lagi jika ajaran Islam menjadi penentu kebijakan dan perundang-undangan di negeri ini. Orang yang memiliki paham sekuler liberal akan terus memberikan stigma negatif atas Islam dan ajarannya. Umat Islam harus terus mencermati setiap perkembangan keagamaan Islam di negeri ini, terus mendakwahkan dan terus melakukan pembelaan atas agama ini dari orang-orang yang berupaya memadahkan cahaya agama ini.

 

Hal ini sejalan dengan firman Allah : Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad 47: Ayat 7).

 

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya (QS Ali Imran : 19)

 

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (QS. As-Saff Ayat 8).

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 31/10/22 : 15.18 WIB)

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Selasa, 01 November 2022

Judicial Review Perkawinan Beda Agama, Dr. Abdul Chair: Perlu Perhatian Umat Islam


Tinta Media - Judicial review yang diajukan Elias Ramos Petege ke Mahkamah Konstitusi  agar bisa menikahi wanita muslimah ditanggapi oleh Ketua Umum HRS Center Dr. Abdul Chair Ramadhan, S,H., M.H. perlu perhatian umat Islam.
 
“Judicial Review terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan (norma perkawinan beda agama) yang diajukan oleh Ramos Petege kepada Mahkamah Konstitusi harus mendapatkan perhatian umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (31/10/2022).
 
Saat ini proses sidang di Mahkamah sudah masuk tahap pemeriksaan terhadap para ahli. “Insya Allah hari Selasa tanggal 1 November 2022 saya akan memberikan keterangan sebagai Ahli Teori Hukum yang dihadirkan oleh Pihak Terkait, yaki Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII),” terangnya.
 
Abdul Chair menegaskan, Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dalam putusannya bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Dengan demikian permohonan Ramos Petege harus ditolak,” tegasnya.
 
Menurutnya, apabila perkawinan beda agama dilegalkan, maka hal tersebut sama saja melegalkan perzinahan.
 
“Perkawinan beda agama adalah dosa besar dan menimbulkan kemudaratan yang berkelanjutan. Legalisasi perkawinan beda agama akan mengundang murka Allah SWT,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 

Jumat, 28 Oktober 2022

Dede Plesetkan Khilafah, Iwan Januar: Keterlaluan!

Tinta Media - Menanggapi pernyataan Komisaris Pelni Dede Budhyarto di akun twitter pribadinya yang memplesetkan khilafah menjadi khilaf***, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai hal ini sudah keterlaluan.

“Keterlaluan kalau ada manusia yang menghina ajaran khilafah!” tegasnya dalam wawancara khusus dengan Tinta Media, Selasa (25/10/2022).

Ia meminta untuk membuka kitab-kitab yang berisi wajibnya menegakkan khilafah.
“Silakan dibuka dalam kitab-kitab klasik ulama salaf dari mulai tasir, syarah hadits, kitab fikih, kitab siyasah syar'iyyah, semua ulama ahlus sunnah menyatakan menegakkan khilafah adalah wajib,” pintanya.

Khilafah sudah jadi kesepakatan para ulama ahlus sunnah, ia menjelaskan hukumnya adalah kewajiban. “Disebut sebagai mahkota kewajiban,” jelasnya.

Maka menurut Iwan, apa yang dilakukan Dede jelas termasuk penistaan pada ajaran Islam. 

Ia menilai maraknya penistaan terhadap ajaran Islam karena hukum terhadap penista agama, dengan pelaku, sekubu dengan rezim.  "Rezim tak bisa menyentuh mereka. Mulai dari Ade Armando, Viktor Laiskodat, Densi, dsb. Mereka makin leluasa menista agama, apalagi kalau yang diserang kubu oposisi dengan isu khilafah, hampir seratus persen aman,” nilainya.

Umat harus sadar kalau sistem demokrasi benar-benar menjadi kawasan bebas berpendapat, termasuk menista agama. Ajaran Islam sulit dilindungi dalam sistem demokrasi. “Para pelaku berdalih ini bagian kebebasan berpendapat, mengamankan ajaran yang mengancam negara dan masyarakat,” paparnya.

Iwan mengakhiri wawancara dengan kalimat penutup bahwa “Kemuliaan agama dan umat hanya bisa terlindungi dalam syariat Islam, selain itu tidak bisa,” tutupnya. [] Raras

Selasa, 25 Oktober 2022

Agama Ranah Privat, Benarkah?

Tinta Media - Baru-baru ini jagad media sosial ramai dengan pembicaraan bahwa agama adalah urusan privat. Hal ini bermula dari pertanyaan penceramah GM, kepada seorang penyanyi cilik, FP, terkait apa agamanya. FP menyebutkan bahwa agama adalah urusan privat. Belakangan, FP naik daun sejak diundang ke istana pada upacara peringatan 17 Agustus lalu. (liputan6.com, 11/10/2022)

Beberapa komentar ikut meramaikan jagat Twiter terkait jawaban FP. Sebagian menyetujui jawaban FP, dan tidak sepatutnya orang lain bertanya soal agama seseorang. Ada pula yang meminta normalisasi agama, karena itu adalah urusan privasi seseorang. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa tidak penting agamanya, yang paling penting adalah sumbangsihnya untuk negara. (inet.detik.com, 10/10/2022). 

Lantas, benarkah agama adalah urusan privasi?

Narasi yang menyebutkan bahwa agama adalah urusan privasi atau pribadi, bukanlah hal baru. Narasi ini terus bergulir sejak adanya pemisahan agama dari kehidupan atau sekularisme, yaitu sejak runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniah yang dimotori oleh Mustafa Kemal Ataturk.

Di Indonesia sendiri, paham sekularisme gencar dilakukan oleh Snouck Hurgronje, seorang tokoh orientalis yang berpura-pura masuk Islam, untuk memuluskan ide dan pemikirannya.

Sekularisme menempatkan agama sebagai urusan seseorang dengan Tuhannya, dan agama tidak berhak mengatur kehidupan manusia. Alhasil, lahir orang-orang yang berpaham liberal, yang tidak peduli alias masa bodoh dengan agamanya. Yang terpenting mereka bermanfaat bagi orang banyak, tidak berbuat zalim, dan taat kepada agama yang dianutnya, dengan alasan sama-sama menyembah Tuhan. 

Jika dicermati, pemahaman dan pemikiran liberal tersebut tentu sangat berbahaya. Seseorang akan memosisikan agama bukan lagi hal penting, bahkan berpotensi mencampuradukkan agama, serta berpindah-pindah agama sesuai kemauannaya. Allah rida atau tidak terhadap agama yang dianut, tidak lagi menjadi persoalan.

Posisi Agama Menurut Islam

Dalam Islam, agama tidak hanya menyangkut urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan antar manusia, mengatur urusan ekonomi, hingga urusan politik. Islam sebagai agama juga merupakan sebuah ideologi. Islam mempunyai peran besar dalam membentuk peradaban di tengah-tengah masyarakat. 

Islam sebagai ideologi adalah sebuah pemikiran mendasar, yang akan melahirkan pemikiran cabang. Dalam istilah lain disebutkan sebagai sebuah pemikiran, yang darinya dibangun pemikiran-pemikiran turunan (derivasi). Islam Islam disebut juga dengan mabda’ Islam.

Seperti halnya ideologi sekularisme yang melahirkan liberalisme atau kebebasan dalam segala hal, ideologi Islam juga melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Bukan hanya terkait ibadah, mengimani Allah, kitab-kitab, malaikat, para rasul, hari kiamat, serta qada dan qadar, tetapi dari ideologi Islam juga terpancar berbagai sistem aturan hidup yang mengatur seluruh kehidupan manusia, yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Rasul yang mulia.

“Dan kami turunkan kepada kamu kitab ini untuk menerangkan semua perkara  dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri …” (QS. An Nahl: 89)

Tidak hanya itu, perkara agama seseorang wajib diketahui untuk menyelesaikan perkara tertentu, seperti administrasi, akad nikah, pengurusan jenazah, dan lain sebagainya. Apa jadinya, jika agama seseorang tidak diketahui, khususnya bagi umat Islam? Mereka tidak bisa mendapatkan pelayanan selayaknya seorang muslim. 

Bisa dibayangkan, kerusakan apa yang akan ditimbulkan? Pernikahan beda agama semakin membudaya, pengurusan jenazah yang tidak sebagaimana mestinya, dll.

Dengan demikian, agama bukanlah urusan individu sebagaiman pemahaman masyarakat. Agama adalah urusan negara. Negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah.

Imam al-Ghazali berkata, “Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.”
Wallahualam bisshawab.

Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Kontributor Media

APA SIH AGAMA SI PENISTA KHILAFAH AJARAN ISLAM INI?

Tinta Media - Apa sih agamanya orang itu? Kok lancang sekali menista khilafah ajaran Islam sedemikian rupa? Kalau agamanya Islam, mustahil ngomong begitu karena itu sama saja dengan melecehkan ajaran agamanya sendiri. Kalau non-Muslim, mesti juga tidak mungkin berani gegabah begitu di depan umum. 
.
Satu-satunya kemungkinan dia itu penganut sekte sesat islamofobia-radikal-intoleran. Penganut sekte sesat islamofobia-radikal-intoleran ini bisa saja mengaku beragama apa saja, sesuai dengan agama sebelum dirinya menganut kesesatan akut tersebut.
.
Jelas, yang dilakukan penganut sekte sesat islamofobia-radikal-intoleran ini termasuk penistaan agama Islam. Karena khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan yang hukumnya fardhu kifayah untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. 
.
Akhir-akhir ini orang-orang tersebut semakin marak menista ajaran Islam karena rezim berkuasa membiarkan para penganut sekte sesat islamofobia-radikal-intoleran ini menista ajaran Islam. 
.
Lebih parahnya lagi, rezim ini bukan hanya membiarkan mereka merajalela, tetapi malah melindungi sejumlah pejabat dan buzzeRp yang menista khilafah ajaran Islam dan beberapa terminologi ajaran Islam lainnya sehingga mereka tidak dihukum. Laporan dari kaum Muslim yang merasa agamanya terlecehkan tidak digubris aparat. Karena memang rezimnya begitu. 
.
Setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan kaum Muslim terkait masalah ini. Pertama, melawan narasi-narasi sesat mereka karena sesat-sesatnya orang sesat mesti aja ada orang yang mengikutinya. Maka untuk mencegah semakin banyak orang ikut sesat, dakwah melawan narasi sesat ini penting dilakukan.
.
Kedua, berdakwah menyadarkan semua kalangan kaum Muslim agar tumbuh kesadaran untuk berjuang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Karena ketika Islam diterapkan secara kaffah, orang-orang sesat model begitu bisa diminimalisir dengan dakwah yang intensif. Bila masih saja ada yang begitu, kepala negara akan memberikan sanksi tegas. Tidak akan dibiarkan marak terjadi seperti hari ini. 
.
Depok, 29 Rabiul Awal 1444 H | 25 Oktober 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Minggu, 29 Mei 2022

Rektor UIN Sebut Agama Candu, Tabayyun Center: Itu Pandangan Sekuler


Tinta Media - Mengkritisi pendapat Rektor Universitas Islam Negeri  (UIN) Sunan Kalijaga Yograkarta, Prof. Al Makin yang menyoroti konten media sosial yang katanya penuh dengan simbol agama yang berlebihan sehingga agama menjadi candu, Abu Zaid dari Tabayyun Center mengatakan itu pandangan sekuler.
 
“Kita duga kuat memang sudut pandang  yang dipakai oleh Prof. Al-Makin  ini sudut pandang sekuler  bahkan mungkin sekuler liberal,” tuturnya di Kabar Petang: Polemik Rektor UIN Sunan Kalijaga Menyebut Agama Menjadi Candu, Kamis (26/5/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.
 
Abu Zaid menjelaskan bahwa sekuler maknanya kehidupan itu tidak boleh diatur oleh agama (Islam). Islam itu hanya persoalan privat persoalan pribadi bukan perkara publik. “Sehingga kalau di ranah publik seperti sosial media itu dipenuhi konten-konten beragama  dianggap sebagai sesuatu yang tidak santun.Kita bisa tangkap seperti itu. Jadi sudut pandang yang dipakai sekuler, “ tegasnya mengkritisi pernyataan Prof. Al-Makin.
 
“Tentu komentar beliau itu sangat tidak bisa kita terima karena komentar itu lahir dari akidah atau keyakinan sekuler yang  jelas-jelas bertentangan dengan Islam,” imbuhnya.
 
Moderasi Beragama
 
Terkait anjuran Prof. Al-Makin untuk mengemas pesan agama di medsos yang salah satunya melalui konten moderasi beragama, Abu Zaid menegaskan bahwa moderasi beragama itu sendiri harus dikritisi.
 
Menurut Abu Zaid, diantara ide moderasi agama yang paling kuat adalah pluralisme yang menganggap semua agama sama. “Sehingga kalau yang mengatakan Islam saja yang benar dianggap radikal. Kalau mengakui semua agama sama, baru dikatakan sebagai moderat,” tukasnya.
 
Abu Zaid menilai moderasi beragama itu proses menjadikan umat Islam bisa menerima sekulerisme sebagai ideologi mereka. “Jadi moderasi beragama itu supaya umat Islam bisa menerima sekularisme sebagai ideologi mereka dan kapitalisme ataupun demokrasi lebih khusus sebagai sistem hidup mereka,” tandasnya.
 
Jadi, umat Islam tidak lagi menuntut pelaksanaan syariat Islam secara kaffah. “Itu sebenarnya yang diinginkan, sehingga  umat Islam tidak lagi mempersoalkan penjajahan yang menimpa mereka yang dilakukan oleh  ideologi sekuler  kapitalis yang sekarang menguasai dunia,” tegasnya.
 
Abu Zaid mengatakan, ujung moderasi beragama adalah menjinakkan umat Islam supaya berakidah moderat, menyamadudukkan semua agama, tidak menganggap syariat itu perkara penting yang harus diterapkan secara kaffah.
 
“Moderasi beragama tidak bisa diterima oleh akidah Islam karena Islam mengatakan  sesungguhnya agama  yang diterima di  sisi Allah itu hanya Islam. Jadi Islam saja yang benar yang lain tidak benar,” tegasnya.
 
Abu Zaid mengingatkan, meski Islam saja yang benar tidak identik dengan sikap garang, keras bahkan teroris. “Itu enggak ada hubungannya. Faktanya kaum muslimin di Indonesia ini sudah  700 tahun lebih ada dan sebagai agama mayoritas. Tapi tidak pernah membantai penduduk non Muslim. Kenapa? Karena Islam punya syariat yang mengatur hubungan dengan non Muslim," cetusnya.

“Jadi, kalau mengatakan Islam saja yang benar terus identik dengan kekerasan, bar bar, itu fitnah  keji. Karena faktanya selama berabad-abad umat Islam mayoritas di negeri ini dan mengatakan agama Islam saja yang benar  tapi  tidak pernah terjadi hal-hal yang seperti dituduhkan,” terangnya.
 
Candu
 
Ungkapan agama itu menjadi candu dinilai Abu Zaid menyerupai pernyataan komunisme. "Menurut mereka agama itu meninabobokkan manusia sehingga tidak berani melawan kezaliman para kapitalis. Ini terjadi di Eropa,” paparnya.
 
Makna agama menjadi candu bagi tokoh agama, lanjutnya,  adalah sebagai tameng. Sedang candu bagi  umatnya dimaksudkan  tidak berani melawan dominasi tokoh-tokoh agama dan kapitalis. “Ini tentu perkara yang harus kita kritisi bagaimana bisa terjadi seorang muslim menganggap agama itu candu,” jelasnya.
 
Abu Zaid pun berharap agar umat Islam lebih semangat belajar agama agar bisa membedakan mana yang sesuai syariat Islam mana yang tidak secara rinci. Bukan hanya mengandalkan tulisan atau video  di sosial media.
 
Sekulerisme

Abu  Zaid menyebut bahaya  jika seorang muslim meyakini sekulerisme. “Berarti ia telah keluar dari Islam,” tandasnya.  
 
“Apalagi komunisme.  itu bahaya paling besar . Sadar atau tidak dia telah keluar dari Islam,” ungkapnya.
 
Bahaya selanjutnya kata Abu Zaid,  ini akan berpengaruh terhadap pola hidupnya karena pandangan sekuler  dan komunis itu nanti akan membuat dia tidak terikat lagi dengan akidah dan syariat Islam. Akibatnya, gaul bebas, hidup untuk dirinya saja,  ngga jelas, suka-suka, ngga ada rasa tanggung jawab.
 
Untuk menghindari itu semua, menurut Abu Zaid, harus ngaji Islam kaffah. Tidak perlu takut dituduh jadi radikal. Ini tuduhan yang tidak terbukti sampai hari ini, karena betapa banyak justru faktanya semakin paham Islam itu akan semakin santun.
 
“Semakin tahu hak dan kewajibannya dia akan semakin santun pada dirinya sendiri, orang tuanya, keluarga dan masyarakatnya. Karena Islam memang memerintahkan untuk berbuat adil serta melaksanakan kewajiban untuk semua orang,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 

Jumat, 06 Mei 2022

Menepuk Air di Dulang Terpercik Muka Sendiri


Tinta Media - Ada narasi yang kembali digulirkan oleh salah seorang tokoh yang pernah menjadi saksi ahli sebagai pembela seorang penista agama. Padahal, apa yang dikatakan tersebut bukanlah sebuah fakta, melainkan hanya sebuah pengarusutamaan opini semata, seolah-olah sedang mencoba kembali menaikkan suhu dalam memusuhi perjuangan menegakkan kemuliaan Islam.

Dia mengatakan di salah satu akunnya bahwa menegakkan khilafah dan syari'at Islam adalah mimpi. Sebagai seorang yang sudah ditokohkan oleh sebuah ormas Islam, apakah mungkin dia tidak tahu bahwa khilafah itu adalah janji Allah (wa'dullah) dan juga kabar gembira yang dibawa Rasulullah (busyra Rasulillah)? Rasanya tidak mungkin, bukan? 

Mengimani apa yang disampaikan oleh Allah Swt. dalam kitabullah seharusnya menjadi sebuah kepastian yang kita yakini kebenarannya. 
Allah Swt. berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata" (TQS. Al Baqarah: 208).

Bagaimana mungkin masalah pokok (akidah) tidak dia ketahui?

Nah untuk mewujudkan kehidupan Islam secara kaafah dibutuhkan sebuah prasyarat berupa institusi legal yang melaksanakannya. Sebuah kaidah fiqih menyatakan:

"Apabila sebuah kewajiban tidak dapat terlaksana karena ketiadaan sesuatu maka keberadaan sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya." 

Oleh karena itu, menegakkan khilafah ini adalah hukum syara' yang dibangun dari keyakinan pokok (akidah) Islam.

Menyerang pejuang khilafah dengan narasi bahwa khilafah adalah perkara akidah itu juga salah alamat. Justru hal itu semakin memperlihatkan bahwa orang tersebut tidak mau tahu perbedaan perkara akidah dan syari'ah, dikarenakan kebenciannya yang sangat terhadap penerapan Islam secara kaffah. Mengatakan bahwa khilafah dan syari'at sebagai mimpi jelas bukan pemikiran Islam.

Lalu, apa konsep lain yang dia tawarkan sebagai untuk melaksanakan kewajiban menerapkan Islam secara kaffah selain dengan khilafah? Tentu saja dia tidak punya. Ini karena secara akidah sudah sangat terbaca bahwa dia diduga kuat sebagai pengusung akidah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Mana mungkin ia akan menerapkan Islam secara kaffah?

Bagaimana dengan konsep khilafah, apakah selain yang diperjuangkan oleh pengusung Islam ideologis selama ini, dia punya konsep selainnya? Lagi-lagi dia tidak akan punya. Hal itu karena dia bukan seorang mujtahid sehingga tidak memiliki fikrah dan thariqah penegakannya. Lagi pula, sebenarnya dia sedang mempertegas posisinya sebagai pembebek demokrasi yang dijajakan Barat, yaitu sebuah konsep kenegaraan kuno dari Yunani, alih-alih konsepnya sendiri.

Oleh karena itu, ketika saat ini pihak-pihak yang memusuhi penerapan syari'at Islam dengan metode penerapan yang keliru dan dangkal semakin ditampakkan Allah Swt., maka sesungguhnya hal tersebut merupakan cara Allah untuk memuliakan Islam dan para pejuangnya. Memusuhi syari'at Islam dan khilafah bagaikan menepuk air didulang lalu terpercik muka sendiri. Wallahu a'lam bishshawwab.

Oleh: Trisyuono Donapaste 
Sahabat Tinta Media 


Jumat, 22 April 2022

Pemerintahan Dipisahkan dari Agama, Prof. Suteki: Itu Jelas Salah


Tinta Media - Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum menilai salah jika ada yang mengatakan pemerintahan dipisahkan dari agama.

"Benar-benar salah, jika ada yang mengatakan bahwa politik harus dipisahkan dari agama, agama dipisahkan dari politik, pemerintahan harus dipisahkan dari agama, itu jelas salah," tuturnya pada acara Fokus: Haruskah Ayat Suci di atas Konstitusi? Senin (18/4/2022) di kanal YouTube UIY Official Channel.

Menurutnya, Islam adalah agama yang sempurna, berbeda dengan agama-agama yang lain meskipun sesama agama samawi. "Agama Islam adalah agama yang sempurna. Bisa dibedakan dengan agama-agama lain, meskipun sesama agama samawi, taruhlah Nasrani," ujarnya.

Sebagai agama yang sempurna, kata Suteki, tidak mungkin hanya mengatur kehidupan pribadi misalnya salat, syahadat, zakat, puasa, maupun haji. Akan tetapi mengatur persoalan kehidupan bernegara. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Beliau juga sebagai kepala negara, berhubungan dengan negara-negara lain termasuk juga melakukan peperangan.

Ia berharap umat Islam dan tokoh-tokoh bangsa ini memahami bahwa Islam bukanlah sekedar ibadah ritual semata.

"Persoalan-persoalan ini seharusnya dipahami betul oleh umat Islam dan tokoh-tokoh bangsa ini. Jangan kemudian menganggap bahwa Islam itu hanya sebatas persoalan ibadah mahdhoh (ibadah yang ada sarat dan rukunnya/ ibadah yang sifatnya hanya berhubungan antara manusia dengan Tuhannya)," paparnya.

Akan tetapi, lanjut Suteki, terkait hubungan manusia satu dengan yang lain (hablunminannas) seperti muamalah, ekonomi, tata pergaulan termasuk menjaga jiwa dan agama, semua diatur di dalam Islam melalui sistem pemerintahan.

Terakhir, ia menegaskan bahwa semua persoalan tidak akan bisa di selesaikan atau dilakukan sendiri. Namun membutuhkan peran negara di dalamnya.

"Semua persoalan itu diatur di dalam Islam. Apalagi kalau kita bicara hukum pidana. Bagaimana bisa memidanakan orang sesuai hukum Allah, jelas itu tidak mungkin, kecuali harus ada kekuasaan dan campur tangan negara di dalamnya," pungkasnya. [] Nur Salamah

Rabu, 13 April 2022

Pengeroyokan Ade Armando, KPAU: Kemarahan Rakyat Sudah ke Titik Kulminasi

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1pNTrCM0eNDRoUk121Z3bDO_eu8eI3oM2

Tinta Media - Pemukulan dan pengeroyokan Ade  Armando yang terjadi di tengah aksi demo mahasiswa kemarin  dinilai oleh Ketua Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin S.H. telah mengkonfirmasi kemarahan rakyat sudah ke titik kulminasi.

“Pemukulan, pengeroyokan, hingga penelanjangan Ade Armando di depan publik, benar-benar mengonfirmasi jika kemarahan rakyat sudah ke titik kulminasi.  Amuk massa ala hukum rimba tidak dapat terelakkan,” tuturnya pada Tinta Media, Selasa (12/4/2022).

Menurut Ahmad,  jika kezaliman sudah berada di atas wajar, kesempatan meluapkan kemarahan mendapatkan momentum, maka hukum dan aparat penegak hukum tidak dapat berbuat apa-apa.

“Coba kita perhatikan pada kasus Ade Armando ini. Dia ditawur bukan ditempat sepi, tapi di tempat umum. Bukan sembarang  tempat umum, tempat umum yang sedang berlangsung aksi dengan penjagaan aparat polisi,” tukasnya.

Ia menduga pelaku sudah tak menghiraukan lagi resiko dari perbuatannya bahwa polisi yang hadir di tempat itu  bisa melakukan penangkapan terhadapnya.

“Menariknya, meskipun ada polisi di sekitar lokasi, Ade Armando tak sempat diselamatkan. Ade sudah kepalang bonyok, dan bokongnya yang tersembul diantara sempak menjadi tontonan rakyat se NKRI. Apakah ini balasan yang setimpal untuk pelaku penista agama?” tanyanya.

Ahmad mengatakan, belum diketahui secara pasti penyebab Ade Armando ditawur massa, tapi  kuat dugaan, penyebab kemarahan sudah terlalu besar dan terakumulasi, sehingga pelaku seperti memanfaatkan momentum itu untuk men- smack down dosen komunikasi politik itu.

“Poin hikmahnya adalah jika rakyat yang  dizalimi sudah marah, amuk massa tak bisa dicegah meskipun oleh aparat kepolisian. Boleh jadi, sebagian polisi yang ikut jengkel kepada Ade Armando juga turut senang,” duganya.

Ahmad mengingatkan, ini  pelajaran yang harus diambil oleh rezim Jokowi. Boleh saja, saat berkuasa hukum tidak dapat menyentuh Jokowi. Kedua anaknya tidak dipanggil KPK setelah dilaporkan. Akan tetapi pada titik tertentu setelah kemarahan rakyat memuncak, saya khawatir Jokowi bisa saja di Ade Armando kan, sebagaimana dulu Rezim Tiran Qadaffi ditawur oleh rakyatnya.

“Karena itu, setiap dan siapapun yang berbuat zalim, berhati-hatilah, rakyat diam bukan ridho tetapi sedang memendam kemarahan,” tuturnya mengingatkan.

Saat kemarahan rakyat mencapai puncak dan mendapatkan momentumnya, lanjutnya,  penjaga kekuasaan baik polisi maupun tentara tidak akan bisa berbuat apa-apa. Penguasa bisa ditawur rakyat dan dihinakan secara terbuka.

“Bahkan bisa saja, dukungan kekuasaan mulai berangsur menjauh, setelah menyadari akan ada tawur masa pada kekuasaan. Menghindari sasaran tawur rakyat, adalah dengan cara segera menjauh dari kekuasaan yang menindas,” prediksinya.

“Saat kekuasaan ditawur oleh rakyat, lari dari kekuasaan tidak berarti lagi. Karena kemarahan rakyat, bisa saja tak puas menawur kekuasaan, melainkan juga mengejar siapapun yang menjadi pendukung kekuasaan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Kamis, 31 Maret 2022

Nikah Beda Agama, KH M. Shiddiq Al-Jawi: Wanita Muslimah Haram Menikah dengan Laki-Laki Kafir

https://drive.google.com/uc?export=view&id=14Mpj_SvqXV0w5IDfIxsBRZ5PChW5ICuw

Tinta Media - Menanggapi fakta beberapa waktu lalu adanya pernikahan seorang muslimah di sebuah gereja, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan keharaman wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir.

“Wanita muslimah haram hukumnya menikah dengan laki-laki kafir (non muslim), baik laki-laki kafir Ahli Kitab maupun laki-laki kafir musyrik,” tuturnya pada rubrik Fokus: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal YouTube UIY Official.

Dalil keharamannya ada dua dalil yakni QS Al-Baqarah: 221 dan QS Al-Mumtahanah: 10.

Pertama, QS Al-Baqarah: 221: “Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah : 221).
Imam Thabari menafsirkan ayat tersebut dengan berkata: “Dari Qatadah dan Al-Zuhri, mengenai tafsir firman Allah yang berbunyi (Ùˆَلاَ تُÙ†ْÙƒِØ­ُوا الْÙ…ُØ´ْرِÙƒِÙŠْÙ†َ), mereka berkata, ‘Tidak halal bagi kamu [wali nikah] untuk menikahkan laki-laki Yahudi atau laki-laki Nashrani atau laki-laki musyrik [dengan perempuan beriman], yaitu laki-laki itu dari kalangan penganut agama di luar agamamu [beragama bukan Islam]’.” (Tafsir Al-Thabari, 2/379). (Lihat https://islamqa.info/ar/answers/ حكم-زواج-المسلم-من-غير-المسلمة-والعكس  ).


Kedua, QS Al-Mumtahanah: 10 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (QS Al-Mumtahanah : 10).

Imam Taqiyuddin An-Nabhani menegaskan juga bahwa kata “al-kuffâr” (laki-laki kafir) pada ayat tersebut (QS Al-Mumtahanah : 10) bermakna umum, tidak hanya untuk laki-laki kafir Musyrik: “Allah mengungkapkan dengan kata ‘al-kuffâr’ (laki-laki kafir), tidak mengungkapkan dengan kata ‘al-musyrikîn’ (laki-laki musyrik), agar dapat berlaku secara umum bagi setiap laki-laki kafir, baik dia laki-laki Musyrik maupun laki-laki Ahli Kitab [beragama Yahudi atau Nashrani].” (Imam Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hlm. 106).

“Surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan surat Al Baqarah ayat 221 itu, ayat yang mengharamkan laki-laki kafir atau non muslim baik dia itu Yahudi atau Nasrani atau musyrik (bukan Yahudi bukan Nasrani) haram hukumnya menikahi perempuan muslimah,” pungkasnya. []Raras

Rabu, 30 Maret 2022

Pernikahan Muslimah dengan Non Muslim, Ustaz Fahmi Salim: Desain Kelompok Liberal Legalkan Perkawinan Beda Agama

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1t-Zl31zIQWTAyqA_67JKED40B2ifMqX2

Tinta Media - Pernikahan Muslimah dengan nonmuslim dinilai Wakil Sekjen MIUMI Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia Ustaz Fahmi Salim Zubair, Lc., M.A. sebagai desain kelompok liberal untuk melegalkan perkawinan beda agama.

“Pernikahan muslimah dengan laki-laki non muslim ini ada semacam desain untuk melegalkan perkawinan beda agama itu,” tuturnya dalam Program Fokus Live Streaming: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusyrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal Youtube UIY Official.

Menurutnya, kelompok liberal  itu sudah beberapa kali mengajukan judicial review ke MK untuk mengganti materi-materi yang ada di dalam UU No 1 Tentang Perkawinan Tahun 1974.

“Tahun 1973 saat itu rezim orde baru mengajukan draf rancangan undang-undang tentang perkawinan itu di pasal 10 atau 6 itu yang artinya menyatakan bahwa perbedaan agama, perbedaan keyakinan itu, ketika seseorang lakukan proses pernikahan itu sah, dianggap sah oleh negara ini, ini bertentangan dengan hukum Islam,“ paparnya.

Ia mengingatkan agar jangan membolak-balikkan konteks perkawinan beda agama. Karena hubungan seksual dalam keluarga yang beda agama itu kembali kepada hukum asalnya yaitu haram kecuali yang dihalalkan. Dalam konteks ini yang dihalalkan hanya satu yaitu QS Al Maidah ayat 5, laki-laki muslim diberikan izin, didispensasi untuk menikahi wanita ahlul kitab.

“Hanya itu saja yang diberi dispensasi halal selainnya tetap haram. Bicara konteks perkawinan beda agama, apakah laki-laki muslim dengan wanita musyrikah atau wanita musyrik atau perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non muslim baik itu ahlul kitab atau pun laki-laki musyrik, ini tetap haram jangan dibolak-balikkan,” ungkapnya.

Ia melanjutkan bagaimana orang-orang liberalisme menyesatkan dengan satu  dalil dari QS Al Maidah ayat 5 untuk menghalalkan semua bentuk perkawinan beda agama.

“ Orang-orang liberalisme dengan satu dalil Al Maidah ayat 5 yang membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab lalu dibawa untuk menghalalkan semua bentuk perkawinan beda agama, itu jelas keliru. Itu jelas sesat menyesatkan, tidak sesuai dengan kaidah Al-Qur’an, tidak sesuai dengan hadis-hadis Nabi SAW atau praktik para sahabat atau salafus soleh,” lanjutnya.

Ia mengatakan, mayoritas Indonesia adalah umat Islam dan undang-undang bukan sekedar muamalah, aksi sosial semata tapi harus sesuai dengan hukum Islam. Penolakan keras terhadap pernikahan beda agama berkaitan dengan akad pernikahan.
“Kenapa umat Islam, para ulama, ormas Islam saat itu keras menolak? Karena ini berkaitan dengan akad pernikahan,” katanya.

Ia pun menegaskan akad pernikahan itu tidak boleh terjadi kecuali dengan izin syar’i, ada nashnya dari Al-Qur’an dan Sunnah. Karena asal hubungan seksual itu adalah haram kecuali ada dalil yang membolehkannya atau menghalalkannya.

“Hukum asal hubungan seksual suami istri, laki-laki dan perempuan itu adalah haram, tidak boleh terjadi kecuali ada dalil yang membolehkannya. Maka dari itu, Al-Qur’an bicara pernikahan itu selalu diawali dengan perintah dari Allah SWT artinya menunjukkan kebolehan atau kehalalan,” tegasnya.

Menurutnya, Allah SWT telah memberi perintah di dalam Al-Qur’an itu bahwa kebolehan atau kehalalan pernikahan itu berlaku untuk yang seagama, seiman, dan seakidah yaitu Islam.

“Perintah-perintah itu yang ada dalam Al-Qur’an itu berlaku untuk yang seagama, yang seiman, seakidah,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 29 Maret 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi Jelaskan Hukum Nikah Beda Agama

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1cVs1ScV0_6w3Fd7-Ls-74CG3qEXkg1ho

Tinta Media - Menanggapi pernikahan beda agama setelah beberapa waktu lalu ada pernikahan seorang muslimah di sebuah gereja, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan hukum menikah beda agama.

“Nikah beda agama itu ada tiga macam. Pertama, pernikahan seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab yaitu perempuan yang beragama Yahudi dan Nasrani. Kedua, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan yang kafir atau non muslim tapi musyrik. Artinya perempuan yang tidak menganut Yahudi atau Nasrani. Ketiga, pernikahan seorang wanita muslimah dengan laki-laki kafir atau non muslim. Non muslim secara umum, baik laki-laki non muslim itu orang Yahudi atau orang Kristen atau laki-laki musyrik atau tidak beragama, yang jelas dia kafir atau non muslim,” tutur Ustaz Shiddiq pada rubrik Fokus: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal YouTube UIY Official.

Pertama, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan kafir atau non Islam tetapi beragama Yahudi atau Nasrani yang disebut dengan ahli kitab atau kitabiyah. “Ini dibolehkan berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5. Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: ‘Telah dihalalkan bagi kamu menikahi al muhshonat’, menurut tafsir ath-thabari artinya adalah perempuan-perempuan yang merdeka. Pada ayat ini kata Imam Ath-Thabari ‘Allah telah menghalalkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan-perempuan yang diberi Al kitab adalah perempuan yang beragama Yahudi atau beragama Nasrani.’ Itu penjelasan dalam tafsir At Thabari yang ditulis oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari,” jelasnya.

Ustaz Shiddiq mengatakan bahwa pernikahan seperti ini, walaupun semua ulama sepakat (empat Mazhab sepakat itu boleh), tapi khusus untuk imam Syafi'i tetap melarangnya. “Ini mungkin kehati-hatian Imam Syafi'i, tetap melarang karena menurut beliau wanita ahli kitab itu adalah wanita, orang-orang dari keturunan Bani Israel,” bebernya.

“Jadi kalau orang Kristen Jawa itu menurut Mazhab Syafi'i tetap tidak boleh, karena menurut beliau orang Bani Israil itulah yang dulu ketika mendapat Injil atau Taurot masih asli. Jadi itu argumentasi Imam Syafi'i yang dikemukakan oleh Imam al-baihaqi dalam kitab ahkamul Quran,” lanjutnya.

Menurutnya, sebenarnya yang lebih kuat pendapat jumhur ulama yang tidak melihat ahli kitab itu harus orang keturunan dari Bani Israil. “Yang penting beragama Yahudi atau Nasrani meskipun kitab mereka yaitu Taurat dan Injil itu sudah mengalami penyimpangan,” tuturnya.

“Argumentasinya, karena pada zaman Nabi istilah Al kitab digunakan oleh Al-Qur’an untuk menyebut orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani yang itu sudah menyimpang akidah mereka, sudah mengalami tahrif dalam kitab suci mereka,” terangnya.

Tetapi menurutnya, secara pribadi, memberikan penjelasan hukum berikut. “Laki-laki muslim hukum asalnya memang boleh menikahi kitabiyah, yaitu perempuan non muslim beragama Yahudi dan Nasrani tetapi tetap ada syaratnya yaitu tidak boleh menimbulkan mudarat atau bahaya,” jelasnya.
Ia memberikan contoh bahaya tersebut. “Misalnya suaminya yang muslim itu kemudian ikut-ikutan murtad atau anak-anak mereka kemudian ikut-ikutan agama Kristen dari istrinya. Ini tidak boleh berdasarkan kaidah fiqih yang dirumuskan oleh Imam Taqiyuddin Aan-Nabhani. Beliau mengatakan ‘setiap kasus dari kasus-kasus perkara yang hukum asalnya itu mubah atau boleh tetapi untuk kasus tertentu itu dapat menimbulkan bahaya, maka untuk kasus itu hukumnya haram, tetapi pada dasarnya hukumnya itu tetap mubah Ya bagi mereka yang tidak mengalami mudarat’,” paparnya.

Dia menegaskan lagi hukum yang pertama. “Jadi kalau laki-lakinya itu muslim menikah dengan perempuan non muslim tapi menganut agama Yahudi atau Nasrani hukumnya boleh tapi ada syarat untuk supaya itu dibolehkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudarat. Kalau mudarat,  untuk kasus tertentu hukumnya haram tapi hukumnya secara umum tetap boleh,” tegasnya.

Kedua, laki-laki muslim menikah dengan perempuan non muslim tetapi bukan ahli kitab, bukan penganut Yahudi atau penganut Nasrani. “Ini hukumnya adalah haram. Dalilnya dalam surat Al Baqarah ayat 221. ‘Janganlah kamu hai laki-laki muslim menikahi perempuan-perempuan yang musyrik, sampai mereka itu beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik bagi kamu daripada perempuan musyrik walaupun kamu sangat kagum terhadap kecantikan mereka’,” terangnya.

Ketiga, ini yang mungkin relevan dengan fakta yang ada sekarang. “Jadi laki-lakinya yang non muslim perempuannya itu adalah muslimah. Nah ini semua ulama sepakat menghukumi haram. Dalilnya ada dua, pertama surat Al Baqarah 221 dan yang kedua surat Al-Mumtahanah ayat 10,” jelasnya.

“Jadi dalam surat Al Baqarah 221, ada kelanjutannya, ‘janganlah kamu menikahkan laki-laki musrik dengan perempuan yang beriman hingga laki-laki musrik itu beriman’,” lanjutnya.

Menurutnya, pembicaraan itu adalah wali-wali dari perempuan muslimah. “Jadi mukhotobnya bukan laki-laki muslim yang mau menikah, tapi wali-wali dari perempuan muslimah,” tuturnya.

“Wali-wali kan ayah-ayah mereka, ayah kandung itu ada firman Allah yang ditujukan kepada mereka ‘janganlah kamu wali-wali dari anak perempuan muslim, janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik dengan anak perempuan kamu hingga mereka beriman,’ artinya masuk Islam,” paparnya.

Selain itu, ia sampaikan dalil di dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10. “Dalam ayat ini menceritakan azbabun nuzul, adanya perempuan-perempuan muslim dari Mekah menuju Madinah hijrah. Padahal dalam perjanjian hudaybiyah itu kalau ada orang dari Mekah ke Madinah itu harus dikembalikan. Tapi ini khusus untuk wanita muslimah yang bersuami dengan laki-laki kafir di Mekah, nggak boleh dikembalikan dari Madinah ke Mekah. Pada ayat itu ada alasannya yang disebutkan oleh Allah kenapa tidak boleh mengembalikan wanita muslimah yang hijrah dari Mekah ke Madinah ‘tidaklah perempuan-perempuan yang beriman itu halal bagi mereka itu laki-laki kafir suami-suami mereka di Mekah dan tidak halal juga mereka itu.’ Maksudnya adalah orang-orang kafir yang menjadi suami mereka di Mekah jadi laki-laki kafir juga tidak halal bagi perempuan-perempuan yang beriman,” terangnya.

“Surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan surat Al Baqarah ayat 221 itu, ayat yang mengharamkan laki-laki kafir atau non muslim baik dia itu Yahudi atau Nasrani atau musyrik bukan Yahudi bukan Nasrani haram hukumnya menikahi perempuan muslimah,” pungkasnya. []Raras

Senin, 28 Maret 2022

Jadikan HAM Sebagai Argumen Bolehnya Nikah Beda Agama, UIY: Ini Harus Dilawan!

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1v80wckzOEp4B4QEsMSAtcdNHl6-8hbTY

Argumen yang membolehkan nikah beda agama dengan alasan HAM harus dilawan dengan keras. “Ini argumen harus dilawan dengan keras,” tutur Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) dalam acara Fokus Live Streaming: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusyrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal Youtube UIY Official.

UIY mengatakan bahwa melawan argumen itu harus berdasar pada agama. “Karena  memang  ini enggak bisa dirujukkan. Satu  berangkat dari prinsip  agama, satu berangkat dari prinsip hak asasi manusia. Bagaimana bisa dirujukkan? Enggak bisa,” ujarnya.

Meskipun argumen ini  tampak rasional, tapi menurut UIY, sebenarnya itu sedang membawa kepada titik permainan yang  tanpa batas. “Sebagaimana yang terjadi di Barat yang mempertanyakan hal-hal konyol, semisal apakah pernikahan itu harus beda kelamin? Apakah pernikahan itu harus punya anak dan seterusnya?” ungkapnya.

UIY mengatakan, kebolehan nikah beda agama karena dilandasi Hak Asasi Manusia (HAM) ini memang argumen standar. “Mereka selalu berangkat dari prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sekali argumen itu diterima maka argumen itu akan selalu menjadi dasar untuk liberalisasi berikutnya,” ungkapnya.

“Sekarang mereka mempersoalkan beda agama.  Pernikahan beda agama harus boleh.  Nanti suatu ketika (dan itu sudah terjadi di Barat), mereka mempersoalkan juga pernikahan beda kelamin, dengan alasan yang sama,” tandasnya.

Absurd

Terkait anggapan bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam masalah pernikahan, UIY menegaskan bahwa itu argumen absurd.

“Saya kira argumennya juga absurd bahwa negara itu tidak boleh turut campur terhadap relasi  individual. Lah kalau relasi individual  itu pada akhirnya berpengaruh kepada masyarakat dan negara maka negara wajib turut  campur dari awal,” tegasnya.

Dalam konteks ini, kata UIY, Islam punya  kedudukan yang sangat kokoh  bahwa tidak ada urusan individu kecuali bahwa itu memang harus terkait dengan kebaikan. “Sebagaimana digambarkan oleh Baginda Rasul SAW bahwa perumpamaan  masyarakat itu seperti orang yang naik kapal. Ada yang di atas ada di bawah. Yang di bawah  kalau mau ngambil air harus naik ke atas. Lalu ada orang yang ambil jalan pintas. Dia lubangi tempat duduknya.

“Kalau pakai argumen tadi itu sah. Ini kan tempat duduk gue. Tapi Nabi mengingatkan bahwa kalau  orang itu tidak dicegah maka orang itu akan celaka dan orang lain juga celaka. Karena air yang masuk dari lubang yang dibuat di tempat duduknya itu, tidak hanya menggenangi tempat duduknya saja tapi juga menggenangi seluruh isi kapal,” jelasnya mencontohkan.

Menurut UIY, Itu terjadi sekarang. Penyakit AIDS itu kan penyakit yang berawal dari tindakan-tindakan menyimpang personal. Kemudian sekarang ini menjadi penyakit bukan hanya personal tapi mundial (mendunia). Siapa yang rugi?

“Jadi saya kira itu absurd kalau negara tidak boleh ikut campur,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Sabtu, 26 Maret 2022

Ustaz Taufik NT: Muslimah Haram Menikahi Orang Kafir

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1-0vuaUPuIvOvzY2T4C6LAXx6l3YsnoOb

Tinta Media - Menanggapi kasus nikah beda agama, Pengasuh MT Darul Hikmah Ustaz Muhammad Taufik Nusa Tajau menegaskan, Muslimah haram menikahi orang kafir. “Jika Muslimah menikahi orang itu hukumnya haram, ini tidak ada ikhtilaf, tidak ada perbedaan pendapat,” tuturnya dalam Live Kajian di Rubrik Kajian Fiqih: Nikah Beda Agama, Halal atau Haram? Jumat (18/3/2022) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Ia menjelaskan dalil haramnya Muslimah menikahi orang kafir menurut Syekh Wahbah di kitab Al Fiqh al Islami Wal Adillatuhu halaman 6652 Juz 9 menyatakan haram secara ijmak. “Muslimah menikahi orang kafir haram secara ijmak. Jadi secara konsesus bahasanya bukan sekedar kesepakatan, bukan sekedar mayoritas. Ini konsesus, haram Muslimah menikah dengan orang kafir,” ucapnya.

Ia pun menambahkan dalil dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah, ayat 221, Allah SWT berfirman: “...Janganlah kalian menikahkan wanita beriman dengan orang-orang musyrik sampai orang-orang musyrik itu beriman dulu,..” Dan dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10, Allah SWT berfirman: “Apabila wanita yang datang kepada Nabi itu beriman maka jangan dikembalikan kepada orang kafir, wanita itu tidak halal untuk mereka, mereka tidak halal juga untuk wanita itu”.

Ia mengatakan, menurut Syekh Wahbah atas dasar ini tidak boleh orang Ahlul kitab menikahi Muslimah sebagaimana juga menikahi penyembah berhala, majusi, orang-orang musyrik. “Tidak boleh seorang muslimah menikahi ahlul kitab atau musyrik. Muslimah menikah harus dengan muslim,” ujarnya.

Ia mengungkapkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib Imam ar Razi menyatakan tidak ada perbedaan ahli tafsir bahwasanya yang dimaksud ini adalah hal keseluruhan, yakni seluruh non muslim tidak halal wanita Muslimah menikahinya. “Orang wanita beriman itu sungguh tidak halal menikahinya orang-orang kafir secara pasti. Walaupun ada perbedaan jenis kekafirannya. Tetap tidak boleh. Artinya menurut Ust. Taufik, intinya sama bahwa Muslimah dengan Ahlul kitab dan non muslim itu tidak boleh, tidak ada ikhtilaf (perbedaan),” ungkapnya

Ia merujuk kitab Al Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu tentang bagaimana hukum wanita Muslimah menikahi non muslim khususnya jika wanita itu menghendaki keislaman si laki-laki non muslim tadi. Menurut Syekh Wahbah dinyatakan dilarang secara syar’i.

“Jadi ada manfaatnya ini, dia (wanita) ingin mengislamkan calon suami ini tapi nikah saat (laki-lakinya) sebelum masuk Islam, maka menurut Syekh Wahbah dinyatakan dilarang secara syar’i” ujarnya.

Dari Syekh Wahbah menjelaskan dalam kitab Al Fiqh al Islami Wa Adillatuhu, Muslimah menikah dengan non muslim itu dilarang secara syar’i dengan al kitab, as sunnah, dan ijmak. Dan tidak ada hukum lanjutannya.

“Jika terjadi pernikahan maka itu batil dan tidak berkonsekuensi terhadap bekas-bekas atau akibat-akibat syar’i yang terkait dengan nikah, tidak ada hukum lanjutannya, dianggap tidak ada sehingga anak-anaknya yang dilahirkan itu tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya, tidak dapat waris dari sisi agama,” katanya.

Menurutnya, mengharapkan keislaman si calon non muslim tadi tidak mengubah hukum ini sedikitpun.
“Ingin mengislamkannya tidak ada bedanya. Apalagi niatnya sekedar bentuk toleransi. Itu jauh sekali,” ucapnya.

Pendapatnya selain hukum nikah beda agama, perlu diperhatikan juga mengenai status anak jika nikah beda agama. Apabila hukum nikahnya haram (Muslimah menikahi Ahlul kitab) maka nasab ke ibunya.

“Status anak ini perlu kita perhatikan juga kalau nikah beda agama. Kalau yang haram tadi, prinsipnya haram, ini nasabnya ibunya, tidak ada hubungan nasab dengan bapak biologis itu walaupun sudah menikah karena nikahnya dianggap tidak ada,” katanya.

Tetapi ada pengecualian, menurutnya, jika kondisinya ketika menikah memang karena bodoh, jahil sehingga tidak mengerti tidak boleh menikah. Dan hukumnya sebagai Wath’Syubhat. Maka nasab ke bapaknya walaupun itu haram tapi harus segera tobat.

“Kecuali dalam suatu kondisi ketika menikah ini memang karena bodoh, karena jahil sehingga tidak mengerti tidak boleh menikah. Maka dihukuminya sebagai Wath’Syubhat sehingga bisa tetap diberikan nasab ke bapaknya walaupun itu (nikahnya) haram tapi segera tobat, diberi tahu,” ungkapnya.

Ia menyatakan apabila hukum haram itu dilanggar maka tidak diperoleh dalam mencari pijakan hukumnya.

“Jadi repot kalau yang haram itu dilanggar, dicari pijakan hukumnya tidak dapat, nasab anak juga kasihan,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 23 Maret 2022

AGAMA, POLITIK DAN NAPOLEON SYNDROM

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1HFlC_M7dPbmVpHG6-3jf8flNL8_nLKUS

Tinta Media - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi mengatakan dalam acara diskusi Catatan Demokrasi, Viral Penceramah Radikal di TVOne, 8 Maret 2022 malam ini, sbb:

"Politisasi agama itu menjadi penyakit bukan hanya hari ini tapi sdh berlangsung 1400 tahun di semua agama. Perang antara Katolik dan Protesan di Eropa, perang antara sesama Islam di Madinah, perang antara sesama khilafah-khilafah mulai dari Eropa, Baghdad, Damaskus, Kufah dsb, kita tidak boleh menutup mata terhadap itu bahwa ketika politik menunggangi agama maka semua kejahatannya akan terlihat terhormat, ini shahih, semua terjadi."

Saya tertarik atas pernyataannya itu karena kerancuan berpikirnya. Dia mengatakan, politisasi agama yang sudah berlangsung 1400 tahun di semua agama itu, adalah penyakit. Disitu kacaunya.

Yang dia katakan sebagai "penyakit," dengan semangat berbicara ingin menyalahkan, sebenarnya bukan penyakit. Yang benar adalah itu realitas dan fakta tak terpisahkan antara agama dengan politik dalam sejarah. Bagaimana mungkin ketakterpisahan agama dgn politik di semua agama itu disebut sebagai penyakit? Dia merasa sehat sendirian kali.

Yang penyakit sebenarnya bukanlah realitas fakta historis ketakterpisahan agama dan politik itu, tapi pikirannyalah yang berpenyakit ingin meniadakan fakta dunia dan fakta semua agama itu ke depan. Hebat amat, si Amat juga tak sehebat itu!

Fantasi seperti itu dalam psikologi disebut Napoleon Bonaparte Syndrom, yaitu orang bertubuh kecil/pendek dengan fantasi sangat besar ingin mengubah hal-hal sangat besar yang tak mungkin dilakukannya, seperti Napoleon ingin menguasai Eropa. Orang begini kalau tidak gila, biasanya cepat stroke.***

Oleh: Moeflich H. Hart
Sejarawan
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab