Tinta Media: Adab
Tampilkan postingan dengan label Adab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adab. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Juli 2023

Siyasah Institute Ingatkan Juru Dakwah Pentingnya Menanamkan Islamic Manner kepada Gen Z

Tinta Media - Direktur Siyasah Institute, Iwan Januar mengingatkan juru dakwah akan pentingnya menanamkan islamic manner (adab islami) untuk disampaikan kepada gen Z.

"Di sinilah pentingnya kemudian para juru dakwah mengenalkan dan menanamkan adab atau manner, islamic manner, kepada gen Z ini agar mereka kemudian tahu bahwa menjadi anak muda yang kreatif, anak muda yang kemudian itu inovatif, anak muda yang juga kemudian selalu ingin tantangan itu juga keren dan harus punya manner," jelasnya dalam rubrik Kabar Petang dengan tema "Gen Z Pemalas, Benarkah?" pada kanal Youtube Khilafah News, Senin (17/7/2023)

Ustadz Iwan Januar menilai bahwa gen z ini menjadi bagian dari masyarakat umum yang sekarang ini memang mengalami kegamangan dan ketidakjelasan tentang etika atau adab dalam agama. "Mana yang baik, mana yang buruk itu dianggap sesuatu yang abu-abu," ujarnya.

Dia mengutarakan bahwa orang sekarang sering nonton anak-anak muda gen Z membuat konten-konten prank, hoax, yang buat lucu-lucuan bagi mereka. "Dan untuk kemudian menjadi satu konten yang bisa menaikkan viewer mereka, segala macam lah seperti itu," imbuhnya.

Kondisi umum seperti di atas, menurut Iwan, membutuhkan juru dakwah agar mengenalkan manner, khususnya Islamic manner, kepada gen Z agar gen Z yang suka dengan tantangan tadi tahu kalau sampai merusak kehormatan orang lain maka itu tidak lagi keren.

Iwan menegaskan bahwa gen Z harusnya menjadi generasi dengan adab yang kuat. "Dan adab yang kuat itu harus dibangun berdasarkan akidah, berdasarkan satu keyakinan hidup, bukan karena asas maslahat, bukan karena mengharapkan ada benefit," ujarnya.

"Saya muslim, tapi saya juga harus memiliki adab atau manner yang baik dalam hidup saya", pungkasnya. [] Hanafi


Selasa, 07 Februari 2023

Kisah Khalifah Harun Ar-Rasyid yang Mengirim Putranya untuk Menuntut Ilmu dan Belajar Adab

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus Aktivis Muslimah Kota Batam kembali menerangkan kisah teladan dari sosok Khalifah Harun Ar-Rasyid yang mengirimkan putranya untuk menuntut ilmu dan belajar adab.

"Dikisahkan Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah mengutus atau mengirim putranya kepada seorang guru bernama Al-Ashma'i supaya diajari ilmu dan adab," terangnya para kajian rutin Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (31/1/2023).

"Pada suatu hari Khalifah Harun Ar-Rasyid melihat Al-Ashma'i berwudhu dan membasuh kakinya, sementara putra Khalifah tadi menuangkan air ke kaki gurunya," tambahnya. 

"Melihat hal itu, sang Khalifah marah dan langsung menegur Al-Ashma'i. Kira-kira apa penyebab sang Khalifah marah?" tanyanya kepada para peserta kajian. 

Bunda sapaan akrabnya, menjelaskan kemarahan sang Khalifah bukan karena kesombongan karena beliau seorang Khalifah. Bukan pula marah karena tidak rela jika anaknya diperintahkan demikian. Justru kemarahan sang Khalifah adalah marah kebaikan, ia menginginkan putranya seharusnya bersikap lebih mulia lagi dalam memuliakan sang guru. 

Khalifah Harun Ar-Rasyid pun berkata, "Sesungguhnya aku mengirim putraku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab kepadanya. Tapi mengapa, engkau tidak menyuruhnya membasuhkan air tersebut dengan salah satu tangannya."

"Maksud dari perkataan sang Khalifah adalah alangkah baiknya jika sang guru menyuruh putranya membasuh kaki gurunya saat berwudhu dengan tangannya. Tangan yang satu menuangkan air dan tangan satunya lagi membasuh kaki gurunya," jelasnya dengan sangat gamblang. 

Begitulah kisah teladan dari sang Khalifah yang mengirim putranya untuk belajar ilmu dan adab. Tidak ada kesombongan di dirinya sekalipun ia seorang pemimpin umat di masanya. Sang Khalifah pun mengajarkan kepada putranya agar senantiasa mentakzimkan atau memuliakan guru meskipun harus membasuh kedua kaki sang guru. 

"Dari kisah tersebut bisa kita simpulkan, tidak ada sikap yang berlebihan dalam memuliakan para guru. Begitulah adanya Islam mengajarkan bagaimana memuliakan para guru sebab profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Sekalipun kita sebagai seorang ibu rumah tangga, kita adalah seorang guru. Yakni sekolah pertama dan guru utama bagi anak-anak kita," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai]

Rabu, 07 Desember 2022

Niradab Generasi Muda, Hanya Islam Obatnya

Tinta Media - Krisis adab sedang melanda remaja, khususnya pelajar di negeri ini. Saat ini sebagian besar remaja terbiasa melakukan perbuatan amoral. Mereka terbiasa berkata kasar, mengumpat, hingga berani melawan orang tua. Banyak pula beredar video dan pemberitaan tentang mereka yang melakukan aksi bullying hingga kekerasan yang berujung tindak kriminal. Hal ini tentu menjadi keprihatinan dan kewaspadaan orang tua maupun para pendidik.

Betapa tidak, moralitas, sebagai hasil dari pendidikan, ternyata tidak bisa disebut membanggakan. Moralitas yang ada justru sangat jauh dari nilai-nilai normatif yang selama ini dijunjung tinggi. Padahal, negeri ini dahulu dikenal karena moral rakyatnya yang berbudi pekerti luhur, santun, dan beragama. Para pelajar yang seharusnya menunjukkan akhlak  baik, justru malah menunjukkan tingkah laku yang buruk dan mencoreng dunia pendidikan. 

Guna mengatasi hal tersebut, Bupati Bandung H.M. Dadang Supriatna menggulirkan program pendidikan karakter yang bertujuan meningkatkan kualitas akhlak dan moral untuk meningkatkan mentalitas di kalangan pelajar, dengan mengusung program pembelajaran melalui tiga muatan lokal (mulok) untuk sekolah. Mulok tersebut antara lain Pendidikan Pancasila dan UUD 1945, Pendidikan Bahasa Sunda dan Budaya Sunda, serta Belajar Mengaji dan Menghafal Al-Quran.

Menurutnya, menerapkan tiga mulok ke sekolah-sekolah tersebut dapat membangun pelajar berkarakter serta bermanfaat bagi diri maupun bangsa. Pendidikan Pancasila dan UUD 1945 harus benar-benar dipahami para pelajar karena merupakan pilar ideologis negeri. Sebagai orang Sunda, mereka harus menjaga bahasa dan melestarikan budaya Sunda karena merupakan warisan nenek moyang dan memiliki nilai-nilai luhur. Bahkan, mengaji dan menghafal Al-Quran harus diterapkan.

Namun, program tersebut nyatanya tidak dapat membendung kerusakan moral generasi muda kita yang semakin akut. Terbukti semakin maraknya kasus kemaksiatan yang terjadi di kalangan pelajar. Mereka bertingkah semakin bebas dan tanpa aturan. Didukung dengan maraknya aksi di media sosial yang mempertontonkan berbagai kemaksiatan, malah semakin memicu para pemuda untuk melakukan aksi serupa.

Inilah bukti kebebasan yang diusung negeri ini melalui sistem demokrasi kapitalis. Setiap orang selalu mengklaim bahwa mereka bebas melakukan segalanya karena dilindungi HAM. Tanpa perduli tindakannya merugikan diri dan orang lain sehingga terjadilah degradasi moral. Terlebih pendidikan yang diterapkan adalah kurikulum pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Bahkan pendidikan agama disekolah mendapat porsi yang sangat minim. Para pelajar hanya diberikan ilmu untuk menjadi para pekerja untuk dunia usaha. Alhasil para pemuda berperilaku liar dan tidak takut akan adanya dosa.

Berbagai program pembinaan pelajar ataupun berganti kurikulum tak menjadikan karakter pemuda kita lebih baik, malah semakin buruk. Inilah bukti penerapan pendidikan sekuker dan tidak menjadikan Islam sebagai acuan. Padahal, Islam sebagai satu-satunya agama yang dapat mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat yang memiliki peradaban gemilang dan berakhlak mulia. Inilah realita yang pernah terjadi saat penduduk Makkah yang dahulu percaya khurafat dan melakukan kesyirikan serta terbiasa berzina, riba, dan meminum khamr berubah.

Islam dapat mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Bahkan, Islam melahirkan masyarakat yang dahulu tidak bisa membaca dan menulis menjadi cendekiawan dan ilmuwan yang ahli di berbagai bidang hingga tercipta peradaban gemilang yang menjadi role model negeri-negeri sekitarnya. 

Keberhasilan tersebut dapat terwujud karena menerapkan sistem pendidikan Islam. Pertama, menjadikan akidah Islam sebagai dasar pendidikan. Para pelajar akan ditanamkan keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt. Mereka akan terikat aturan Allah dan takut akan dosa sehingga senantiasa berjalan dalam syariat Allah.

Pola pembelajaran Islam akan diberikan, bukan hanya sebagai teori ataupun hafalan saja, tetapi menjadi petunjuk kehidupan yang harus diamalkan. Alhasil, output pendidikan Islam menjadikan setiap pelajar memiliki kepribadiaan Islam. Mereka diarahkan untuk menjadi pribadi yang memiliki berbagai kecerdasan dan akhlak mulia agar dapat berkontribusi bagi umat, bukan mencetak pekerja dan lebah industri seperti saat ini.

Jika terjadi pelanggaran, kemaksiatan atau tindak kriminal lain, maka negara akan menerapkan hukum yang tegas kepada para pelakunya, bahkan remaja ataupun pelajar yang sudah memasuki usia balig. Karena itu, jika ingin mengubah kemerosotan moral para pelajar saat ini, tak ada solusi lain kecuali dengan menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan dalam naungan Khilafah. 

Wallahu'alam bishawwab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Kamis, 04 Agustus 2022

Adab Guru dan Adab Murid

Tinta Media - Sobat. Murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak-akhlak yang hina dan sifat-sifat yang tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah hati. Dia harus melepaskan diri dari berbagai kesibukan yang lain. Sebab selagi pikiran bercabang-cabang, maka kemampuannya menggali hakikat menjadi terbatas. Murid harus menyerahkan kendali dirinya kepada guru, seperti pasien yang menyerahkan penanganan dirinya kepada dokter. Karena itu dia harus merendahkan diri dan benar-benar menurut kepadanya.

Sobat. Ali bin Abi Thalib ra berkata, “ Diantara hak orang yang berilmu ( Guru ) atas dirimu ialah hendaklah engkau mengucapkan salam kepada semua yang hadir dalam majelisnya dan memberi salam hormat secara khusus kepadanya, duduk dihadapannya, tidak menunjuk dengan tangan ke arahnya, tidak memandang secara tajam kepadanya, tidak terlalu banyak mengajukan pertanyaan, tidak membantunya dalam memberikan jawaban, tidak memaksanya jika dia letih, tidak mendebatnya jika dia tidak menginginkannya, tidak menggunjingnya di hadapan orang lain, tidak mencari-cari kesalahannya. Jangan sungkan-sungkan untuk berbakti kepadanya, jika diketahui dia mempunyai suatu keperluan, maka keperluannya harus segera dipenuhi. Kedudukan dirinya seperti pohon kurma, sedang engkau menunggu-nunggu apa yang akan jatuh darinya.”

Sobat. Orang yang menekuni suatu ilmu, sejak semula jangan ada niat untuk tampil beda dengan orang lain, karena niat ini bisa mengacaukan pikirannya dan membuyarkan konsentrasinya. Dia harus mengambil yang terbaik dari segala sesuatu. Sebab umurnya tidak memungkinkan untuk mendalami semua ilmu. Dia harus membulatkan tekadnya untuk memilih ilmu yang paling baik, yang tak lain adalah ilmu yang berkaitan dengan Allah dan berkaitan dengan akherat.

Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau mengalihkan pandangan manusia kepada dirinya, maka dia berada di neraka.” ( HR At-Tirmidzi)

Sobat. Sedangkan para guru mempunyai beberapa tugas, diantaranya; Menyayangi, menuntunnya seperti menuntun anak sendiri, tidak meminta imbalan uang, tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih, dia harus mengajarkan ilmu karena mengharap ridha Allah SWT, tidak melihat dirinya lebih hebat dari murid-muridnya, tetapi dia mau melihat bahwa adakalanya mereka lebih utama jika mereka mempersiapkan hatinya untuk bertaqarrub kepada Allah dengan cara menanam ilmu di dalam hatinya, harus melihat bahwa murid adalah seperti sepetak tanah yang siap ditanami. Guru harus mengetahui tingkat pemahaman murid atau kapasitas dirinya, tidak boleh menyampaikan pelajaran di luar kesanggupan akalnya.

Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk berbicara dengan manusia menurut kadar pemikiran mereka.”

Jadi Guru harus berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan antara perkataan dan perbuatan.

Allah SWT Berfirman :
۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ 
(٤٤)

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” ( QS. Al-Baqarah (2) : 44 ).

Latar belakang ayat ini menurut Ibnu 'Abbas adalah di antara orang-orang Yahudi di Medinah ada yang memberi nasihat kepada keluarga dan kerabat dekatnya yang sudah masuk Islam supaya tetap memeluk agama Islam. Yang diperintahkan orang ini adalah benar yaitu menyuruh orang lain untuk berbuat benar tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya. Maka pada ayat ini Allah mencela tingkah laku dan perbuatan mereka yang tidak baik dan membawa kepada kesesatan. Di antara kesesatan-kesesatan yang telah dilakukan bangsa Yahudi ialah mereka menyatakan beriman kepada kitab suci mereka yaitu Taurat, tetapi ternyata mereka tidak membacanya dengan baik.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka "melupakan" diri mereka. Maksudnya ialah "membiarkan" diri mereka rugi, sebab biasanya manusia tidak pernah melupakan dirinya untuk memperoleh keuntungan, dan dia tak rela apabila orang lain mendahuluinya mendapat kebahagiaan. Ungkapan "melupakan" itu menunjukkan betapa mereka melalaikan dan tidak mempedulikan apa yang sepatutnya mereka lakukan, seakan-akan Allah berfirman, "Jika benar-benar kamu yakin kepada Allah bahwa Dia akan memberikan pahala atas perbuatan yang baik, dan mengancam akan mengazab orang-orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang baik itu, mengapakah kamu melupakan kepentingan dirimu sendiri?"

Sobat. Cukup jelas bahwa susunan kalimat ini mengandung celaan yang tak ada taranya, karena barang siapa menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan kebajikan tetapi dia sendiri tidak melakukannya, berarti dia telah menyalahi ucapannya sendiri. Para pendeta yang selalu membacakan kitab suci kepada orang-orang lain, tentu lebih mengetahui isi kitab itu daripada orang-orang yang mereka suruh untuk mengikutinya. Besar sekali perbedaan antara orang yang melakukan suatu perbuatan padahal dia belum mengetahui benar faedah dari perbuatan itu, dengan orang yang meninggalkan perbuatan itu padahal dia mengetahui benar faedah dari perbuatan yang ditinggalkannya itu. Oleh sebab itu, Allah memandang bahwa mereka seolah-olah tidak berakal, sebab orang yang berakal, betapapun lemahnya, tentu akan mengamalkan ilmu pengetahuannya. 

Sobat. Firman Allah ini, walaupun ditujukan kepada Bani Israil, namun menjadi pelajaran pula bagi yang lain. Setiap bangsa, baik perseorangan maupun keseluruhannya, hendaklah memperhatikan keadaan dirinya, dan berusaha untuk menjauhkan diri dari keadaan dan sifat- sifat seperti yang terdapat pada bangsa Yahudi yang dikritik dalam ayat tersebut di atas, agar tidak menemui akibat seperti yang mereka alami.

Sobat.Diantara sifat para ulama yang ukhrawi hendaknya lebih banyak mengkaji ilmu tentang amal yang berkaitan dengan hal-hal yang membuat amal-amal itu menjadi rusak, mengeruhkan hati dan menimbulkan keguncangan. Sebab gambaran amal-amal itu dekat dan mudah, tapi yang sulit adalah membuatnya bersih. Sementara dasar agama ialah menjaga diri dari keburukan. Bagaimana mungkin seseorang bisa menjaga amal jika dia tidak tahu apa yang harus dijaganya?

Sobat. Diantara sifat para ulama akherat ialah mengkaji rahasia-rahasia amal syar’iyah dan mengamati hukum-hukumnya. Dan mengikuti para sahabat dan para tabi’in yang pilihan serta menjaga diri dari hal-hal yang haram.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab