MMC: Acara Nusantara Bersatu Ini Gambaran Empati yang Terkikis
Tinta Media - Menanggapi acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Jokowi di tengah suasana duka gempa Cianjur, Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan ini gambaran empati yang terkikis.
"Acara ini juga gambaran dari empati yang terkikis," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Bersuka Cita di Tengah penderitaan Rakyat Gempa Cianjur, Pantaskah? di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (29/11/2022).
Menurutnya, pertemuan dengan relawan pasti rawan ditunggangi dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan. Dugaan adanya penipuan kegiatan makin menguatkan hal tersebut. "Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding urusan rakyatnya," ujarnya.
Ia menilai tabiat ini muncul karena paham kapitalisme, membuat penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya. "Berbagai cara bisa dilakukan, mulai dari pencitraan mengunjungi korban bencana demi formalitas atau mengumpulkan massal dengan klaim itu relawan bagi penguasa," ungkapnya.
Ia mengatakan hal tersebut lebih penting dibanding mengurus korban bencana secara mutlak, karena politik demokrasi yang menjaga eksistensi kapitalisme mengharuskan seorang penguasa yang legal adalah yang memiliki suara mayoritas. Karena itu publik bisa menyaksikan ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana, pandemi Covid, dan di tengah himpitan ekonomi. "Sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem khilafah," terangnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harus saling menguatkan. Mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumallah yang disampaikan Ibnu Qutaibah bahwa perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat laksana tenda besar. Tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, pasak dan tali pengikatnya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.
Hubungan seperti ini, lanjutnya, bisa terjalin sebagai bentuk ketaatan pada sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam: "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan tidak menasehati mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka (Shahih Muslim)," tukasnya.
Ia menambahkan dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: "Imam yakni kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya. (Shahih al-Bukhari)," tambahnya.
Ahmad bin Muhammad bin Abdul Malik Al Qasthalani dalam Irsyad as-Sari Lil Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan makna ar-ra'i adalah al-Hafiz al-mu'tamar adalah penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah. Penguasa atau pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya. "Dalil-dalil sulthaniyah inilah yang menjadi cara pandang khilafah dalam mengurusi rakyatnya," paparnya.
"Maka ketika khilafah tegak berdiri selama 1300 tahun, kita akan menemukan banyak sekali penguasa yang begitu luar biasa memberikan perhatian terhadap urusan rakyatnya. Salah satu diantaranya adalah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab," bebernya.
Ia mengisahkan, pada masa kekuasaan Khalifah Umar pernah terjadi bencana paceklik pada akhir tahun ke-18 Hijriah tepatnya pada bulan Dzulhijjah selama 9 bulan. Masyarakat sudah mulai kesulitan, kekeringan melanda seluruh bumi hijau dan orang-orang mulai merasakan sangat kelaparan. Banyak dari mereka berbondong-bondong ke Madinah untuk mencari bantuan kepada Khalifah Umar. Sikap Amirul mukminin pun sigap dan tanggap mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya berasal dari Baitul Mal. Pada saat itu bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk.
"Di tengah usaha kerasnya untuk tetap memenuhi kebutuhan rakyatnya, Al Faruq juga sangat tegas pada dirinya sendiri. Dia berkata, Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan," terangnya.
Ia melanjutkan bahwa pada masa itu Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Khalifah Umar rela untuk ikut menanggung rasa lapar, bahkan menolak makanan berupa daging dan hati Unta yang disiapkan untuknya. Justru malah menyuruh Aslam membagikan makanan tersebut kepada rakyat.
"Inilah penguasa dalam khilafah. Mereka mengurus rakyatnya dengan sepenuh hati, bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya melainkan demi menjalankan kewajiban yang diberikan," pungkasnya.[] Ajira