Tinta Media: Absurd
Tampilkan postingan dengan label Absurd. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Absurd. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Juni 2023

Ustadz Ismail Yusanto: HAM Itu Absurd


Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai bahwa jika perspektif HAM digunakan untuk membela penyimpangan-penyimpangan ajaran Islam, termasuk Al Zaytun, maka itu adalah hal yang absurd. 

"Umpamanya kita menggunakan perspektif HAM. Anda itu, HAM-nya itu mau duduk di mana? Anda duduk di yang menyimpangkan atau di tidak disimpangkan. Bukankah mereka yang ingin agama tidak disimpangkan itu juga punya hak asasi? Kalau anda duduk di yang menyimpangkan, dianggap itu hak dia, kenapa anda tidak membela hak orang yang agamanya tidak ingin disimpangkan? Ini kan jadi absurd," tegasnya dalam rubrik Fokus to The Point dengan judul "Al Zaytun Diduga Sesat, Kok Seperti Dibiarkan?" dalam kanal Youtube UIY Official, Kamis (22/6/2023). 

UIY menyatakan HAM tidak bisa menyelesaikan mana yang sebenarnya mempunyai hak asasi. "Yang menyimpangkan atau yang tidak ingin disimpangkan. Nggak selesai kan?" sindirnya. Dia menegaskan bahwa karena HAM tersebut menjadi absurd maka hal tersebut tidak boleh dipakai.

UIY juga menegaskan bahwa HAM ini sifatnya tidak bisa universal karena pada akhirnya HAM akan memihak pada sesuatu yang dianggap secara subyektif. 

"Sebagaimana seperti sekarang yang sedang ramai, L68T. L68T anggap sebagai HAM. Orang yang menolak juga kan sebagai bagian dari HAM, Hak Asasi Manusia dia. Kenapa kemudian dia membela yang L68T. Pada faktanya, dia subyektif juga," terangnya.


Cendekiawan muslim ini mengingatkan bahwa manusia akan selalu dalam kekacauan mana kala tidak ada ketentuan yang fixed. " Tidak ada ketentuan yang maton, kalau orang Jawa bilang, yang mantap, yang fixed. Dan ketentuan itu harus tidak berasal dari manusia," tambahnya.


"Sebab jika berasal dari manusia, pasti, kembali yang tadi, berdasar pada subyektivitas manusia. Dan subyektif itu tergantung kepada kepentingan. Dan kepentingan itu pasti berbeda-beda sehingga terjadi kekacauan. Sebagaimana yang kita saksikan ini hari," jelasnya.

 

UIY juga menilai bahwa ketika seseorang sudah menjadi muslim maka kewajibannya adalah untuk mengikuti aturan Islam. "Saya kira tidak layak ketika kita berbicara dalam konteks Islam masih menggunakan Hak Asasi Manusia. Bukankah ketika dia masuk Islam, dia terikat dengan keislamannya? Dia terikat pada agamanya, dia terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam agama itu, sebagaimana juga agama yang lain," terangnya.

 

Pedoman

 

Menanggapi pertanyaan terkait apa pedoman mendasar untuk menilai sesuatu itu sesat atau tidak, UIY menjelaskan bahwa keluarga, lembaga dakwah, dan pemerintah seharusnya bersinergi untuk melindungi umat dengan berpedoman pada Kitabullah dan Sunah Rasulullah. "Karena di situ pula Nabi SAW mengatakan, "Aku tinggalkan dua perkara, dijamin tidak akan sesat selama-lamanya," kalau kita berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW," terangnya. 

 

UIY mengingatkan terkait peran pemerintah khususnya bahwa pemerintah punya kewajiban untuk menjaga agama. 

"Karena itulah Imam Ghazali menyebutkan "ad-dinu was sulthonu tau amaani". Jadi agama dan penguasa itu seperti saudara kembar. Agama itu asas, pemimpin itu penjaga. Imam Ghazali mengatakan apa yang tidak ada pondasi akan hancur. Dan apa yang tidak ada penjaga, dia akan hilang. Jadi jelas bahwa memang agama itu harus dijaga. Dan siapa yang menjaga agama? Pemimpin," tegasnya.

 

"Jadi, HAM itu mustinya sudah tidak dipakai," simpulnya. [] Hanafi 

Minggu, 02 April 2023

Luhut Sebut Orang di Luar Pemerintahan Dilarang Banyak Bicara, IJM: Ironis dan Absurd

Tinta Media - Perkataan Menteri Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bahwa 'pihak yang sering mengkritik penguasa tanpa landasan yang kuat dilarang banyak bicara karena mereka tidak pernah berada di pemerintahan dan merasakan sulitnya mengurusi pemerintahan' dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor, Agung Wisnuwardana sebagai perkataan yang ironis, absurd, dan represif terhadap suara-suara kritis rakyat.

“Pernyataan Pak Luhut Binsar Panjaitan ini menurut saya ironis dan absurd, bahkan dinilai sebagai sebuah ancaman terhadap suara-suara kritis,” ungkapnya dalam program Aspirasi: Luhut Melakukan Represi Verbal? Di kanal YouTube Justice Monitor, Senin (27/3/2023)

Menurutnya, narasi Luhut itu represif verbal atau suatu narasi yang bermakna ancaman kepada publik. "Ancaman terhadap kebebasan mengkritik penguasa atau semacam ancaman kepada mereka, siapapun yang biasa melakukan kritik," ungkapnya. 

Hal ini, kata Agung,  juga menunjukkan semacam karakter otentik dari saudara Luhut Binsar Panjaitan yang cenderung anti kritik. “Represif itu akan menjadi berbahaya jika terus-menerus diproduksi oleh saudara Luhut Binsar Panjaitan,” sebutnya.

Sebab, ia beralasan, dampaknya bukan hanya menciptakan rasa takut publik untuk bersuara kritis tetapi juga bisa berdampak kepada hadirnya kebijakan negara yang merugikan rakyat secara luas karena minimnya kritik dari publik.

Padahal, imbuhnya, suara-suara kritis itu sangat diperlukan agar negara tidak salah langkah dan akan lahir kebijakan publik yang berkualitas.

 “Jadi, Pak Luhut ini, dengarkan nih nasihat kami! Pak Luhut ini perlu dikoreksi secara mendasar logikanya. Mungkin kalimat yang tepat itu Pak Luhut itu adalah Luhut sebagai orang dalam pemerintahan Jangan banyak bicara, kerja saja sana! Kerja! Kerja! Kerja!” nasehatnya kepada pak menteri.

Yang terakhir, ia memberikan nasehat pada pemirsa Justice Monitor agar tetap kritis dan jangan ragu walaupun mungkin represif secara verbal terus bermunculan. “Semangat untuk perubahan Indonesia yang lebih baik, dunia yang lebih baik,” pungkasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab