Tinta Media: ASN Cabul
Tampilkan postingan dengan label ASN Cabul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASN Cabul. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Agustus 2023

ASN Cabul, Minimnya Akhlak Aparatur Negara

Tinta Media - Lagi-lagi terjadi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Kali ini pelakunya adalah seorang Aparatur Negara Sipil (ASN) SB alias Bagol  (47th) yang mencabuli bocah 4 tahun saat menonton lomba tujuh belasan di dekat rumahnya. Aksi bejat tersebut dilakukan tersangka pada Minggu(13/8/2023) di rumah pelaku yang beralamat di Desa  Rejosari kecamatan Purwodadi. Kini pelaku ditahan Sat Reskrim Polres Musi Rawas. Akibat perbuatannya, pelaku terancam hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. (Kumparan.com, 14/8/2023)

Kasus tersebut mewakili fenomena mengerikan yang semakin meningkat terjadi di masyarakat, yaitu maraknya pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kekerasan seksual di Indonesia hingga kini masih mengkhawatirkan. Bukti yang menguatkan bahwa Indonesia memang benar-benar dalam kondisi darurat kekerasan seksual menyebutkan bahwa menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (Kemen PPPA), terdapat sebanyak 11,016 kasus kekerasan seksual pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9,588. Ini terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4,162 kasus.

Fakta ini sangat mencengangkan. Artinya, tidak ada lagi tempat aman bagi anak bersosialisasi di lingkungan luar dengan temannya ataupun di dalam rumah. Keduanya sama-sama meresahkan.

Sosok yang seharusnya menjadi pelindung bagi mereka, malah menjadi pelaku pedofilia. Bukan hanya luka secara fisik, tetapi kasus pencabulan tersebut akan meninggalkan trauma yang mendalam bagi  korban. Mengapa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur masih sering terjadi berulang kali dari tahun ke tahun, bahkan semakin masif?

Maraknya Kejahatan Seksual pada Anak

Tidak bisa dimungkiri, banyak sekali faktor yang menyebabkan berita kejahatan seksual, khususnya pada anak terus berulang. Adapun faktornya karena keimanan yang lemah, jauh dari agama, memungkinkan seseorang mudah terpengaruh dan sulit mengendalikan naluri berkasih sayang (gharizatun nau').

Pelaku kejahatan tentu saja jauh dari syariat. Bukannya menyibukkan diri untuk bertakwa kepada Allah Swt., tetapi malah mengikuti langkah-langkah setan menuju lembah dosa. Lingkungannya pun tidak mendukung baginya untuk bertakwa. Ditambah lagi penerapan sistem kehidupan sekuler liberal, sehingga para pelaku kejahatan tidak merasa takut dan jera terhadap sanksi dan beratnya hisab. 

Kemudian faktor selanjutnya adalah kontrol negara kepada media yang lemah. Ibarat pisau bermata dua, media online bisa berdampak positif dan negatif, seperti produksi film, game, dan konten-konten di media berbau liberal, misalnya  mengajarkan seks bebas, porno aksi, pornografi yang merangsang syahwat bejat pelaku, serta menormalkan pelaku maksiat lainnya, seperti (zina, pacaran, LGBT, dll) yang semakin masif.

Artinya, tontonan yang bebas dan tidak ada kontrol negara untuk membatasinya menyebabkan media tidak menjadi tuntunan dalam bertingkah laku. Fatalnya lagi, sanksi yang diberlakukan tidak memberikan efek jera kepada pelaku pelecehan seksual. Ini membuat pelaku predator kian menjadi-jadi dari tahun ke tahun. 

Sekalipun ada ancaman hukuman mati atau kebiri, kebijakan tersebut belum cukup menyelesaikan kasus pelecehan seksual terhadap anak, karena pelaksanaan hukuman mati masih terhalang oleh pandangan HAM yang menyebut hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak hidup.

Pandangan Islam terhadap Predator Seksual

Di dalam sistem Islam, kepedulian dan empati terhadap sesama manusia terlebih kepada anak-anak akan terbentuk. Berbeda dengan sistem sekuler, manusia dibentuk menjadi masyarakat individualis sehingga wajar akan terjadi krisis moral. Masyarakat harus sadar, berbagai kejahatan yang menyasar anak-anak tidak terlepas dari kehidupan sekuler yang tersistematis. Sekularisme menjadikan pola hidup masyarakat jauh dari nilai-nilai agama. 

Dalam Islam, penanganan bagi pelaku kejahatan seksual terdapat sanksi yang tegas dan tidak main-main akan menimbulkan efek jera. Ini karena sanksi hukum Islam memiliki fungsi sebagai jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pencegah) bagi manusia dari tindak kejahatan yang sama. 

Ini merupakan tindakan preventif yang dilakukan negara terhadap hukuman pelaku kejahatan. Ini sesuai dengan perintah Allah Swt. di dalam Al-Qur'an. 

Jika terjadi tindak seks bebas/zina, maka akan dicambuk sebanyak 100 kali bagi pelaku yang belum menikah (QS. An-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun. Adapun pezina yang sudah menikah, ia dikenakan hukuman rajam (dilempari batu) sampai mati. (HR. Al-Bukhari)

Dengan demikian, tentulah  seseorang akan berpikir dan tidak bermudah-mudah dalam melakukan zina. Pastilah hal itu menimbulkan rasa takut dan malu. Akan tetapi, yang pasti karena dorongan iman, rasa takut kepada Allah Swt. dan hari penghisaban yang membuat mereka nantinya akan berpikir untuk melakukan kemaksiatan.

Adapun peran media di dalam Islam, negara akan memfungsikan lembaga media dan informasi dengan memfilter konten-konten dan tayangan yang berbau pornografi, penyimpangan seksual (L68T) yang bisa memicu naluri nau', atau perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran syariat Islam.

Dengan adanya sanksi yang tegas dan media yang dikontrol oleh negara, maka kejahatan seksual ataupun kejahatan lainnya bisa diselesaikan. Ditambah lagi, pendidikan yang berbasis keimanan yang kuat akan membentuk masyarakat yang Islami, masyarakat yang takut kepada Allah Swt. sehingga akan senantiasa bertaqarrub ilallah, menyadari segala aktivitasnya akan dihisab Allah. Karena itu, ia akan berhati-hati dalam melangkah dan bertindak. Ia akan memaksimalkan diri untuk menjadi hamba yang senantiasa bertakwa. Tentu saja, ini tidak lepas dari peran negara yang menjadikan Islam sebagai pandangan hidup untuk menciptakan individu yang bertakwa dan mengondisikan masyarakat yang senantiasa terikat dengan hukum Allah.

Wa'allahualam bish shawab.

Oleh: Eva Agustina (Aktivis Kota Palembang)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab