Penyebaran Kasus HIV/AIDS Mengkhawatirkan
Tinta Media - Jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Bandung mengkhawatirkan. Faktor utama pemicu HIV/AIDS adalah perilaku heteroseksual (LSL), bahkan LSL ini di didominasi usia produktif dan ada yang masih pelajar SMA. Penyebab penyimpangan seksual pun beragam. Ada yang sakit hati oleh wanita dan akibat lingkungan.
Pelaku seks menyimpang rentan tertular HIV/AIDS, apalagi jika hubungan seks menyimpang tersebut tidak memakai alat pengaman. Untuk mengurangi penularan HIV/AIDS, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) memberikan sosialisasi di tingkat kecamatan dan kelurahan dengan dibantu beberapa pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, sangat penting peranan orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak agar tidak terjerumus ke dalam hal seperti itu.
Kasus HIV/AIDS saat ini semakin memprihatinkan karena tidak hanya melanda orang dewasa, tetapi menyasar remaja dan anak-anak. Bahkan, saat ini remaja menjadi kelompok terbanyak terinfeksi HIV/AIDS.
Mayoritas pengidap HIV/AIDS diakibatkan karena hubungan heteroseksual. Ini artinya, kasus HIV/AIDS di negeri ini terjadi akibat merajalelanya pergaulan bebas. Sistem sekuler-kapitalisme yang mencengkeram kuat negeri ini memang meniscayakan pergaulan bebas, bahkan memfasilitasi seks bebas untuk eksis di tengah masyarakat.
Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, memprioritaskan kesenangan duniawi dan perolehan materi di atas segalanya, serta menjunjung tinggi prinsip kebebasan. Setiap orang bebas bertingkah laku sesuai dengan keinginannya, sebebas-bebasnya asalkan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Wajar jika akhirnya pergaulan bebas di kalangan remaja semakin tidak karuan, tidak bisa terlepas dari arus liberalisasi yang sengaja disuntikan ke negeri-negeri muslim.
Kebebasan bertingkah laku diopinikan sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Manusia dianggap sebagai pihak yang paling paham terhadap apa yang terbaik untuk dirinya, sehingga aturan pun dibuat sesuai dengan keinginan manusia.
Padahal, manusia tidak pernah tahu secara utuh apa yang terbaik untuk dirinya. Buktinya, ketika diberi kebebasan sebebas-bebasnya, yang terjadi justru kerusakan. Mirisnya, dalam sistem sekuler-kapitalisme, kebebasan bertingkah laku seperti seks bebas harus dijamin oleh negara secara mutlak atas nama hak asasi manusia.
Tidak ada yang membatasi kebebasan individu ini kecuali kebebasan individu yang lain. Tugas negara adalah menjadi penjamin atas terpenuhinya semua kebebasan individu tersebut agar tidak ada pihak mana pun yang dirugikan. Oleh sebab itu, agama dianggap mengekang kebebasan manusia dan tidak sesuai dengan HAM.
Alhasil, negara merasa harus melindungi warganya dari agama yang mengatur manusia.
Inilah kebusukan liberalisme yang lahir dari paham sekuler yang dengan mulusnya memalingkan kaum muda dari agamanya sendiri.
Lihat saja betapa media sosial yang saat ini menyuguhkan berbagai konten merusak justru menjadi sahabat dekat anak-anak remaja. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan iman nyatanya malah mengukuhkan sekularisme dalam jiwa-jiwa kaum muda.
Mengapa demikian? Karena paham pemisahan agama dari kehidupan yang diusung sistem sekularisme dan paham-paham turunannya seperti liberalisme diaruskan secara masif melalui sistem pendidikan sekuler kepada generasi.
Alih-alih dihasilkan peserta didik yang berkepribadian tangguh, memiliki iman dan takwa yang tinggi, yang terjadi justru dihasilkannya generasi yang rapuh, menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, mengejar materi dan kesenangan dunia. Wajar jika akhirnya banyak remaja terjebak ke dalam pergaulan bebas.
Memang tidak dimungkiri adanya upaya negara untuk menyelesaikan masalah ini. Hanya saja, jika kita cermati, maka solusi yang diberikan adalah solusi pragmatis. Selama ini kebijakan dan strategi penanganan HIV/AIDS ,baik di Indonesia maupun secara global menggunakan paradigma sekuler liberal, kondomisasi, substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril, misalnya.
Semuanya adalah kebijakan yang tidak realistis dan rasional, sehingga pelaku sesama jenis dibiarkan begitu saja tanpa ada sanksi yang tegas. Bahkan, peraturan yang dibuat pemerintah justru melanggengkan liberalisasi seksual karena tidak memidanakan pelaku seks bebas yang suka sama suka.
Bukankah hal ini justru akan menumbuhsuburkan HIV/AIDS?
Jelaslah bahwa akar persoalan kasus HIV/AIDS adalah makin liberalnya masyarakat, termasuk kaum muda. Sudah semestinya solusi atas permasalahan ini adalah dengan mencabut pemikiran busuk sekuler-kapitalisme dari umat, wajib untuk menyampaikan Islam secara utuh kepada umat, termasuk aturan pergaulan laki-laki dan perempuan.
Islam tidak akan memberikan celah bagi liberalisme untuk terus berkembang. Seluruh sektor akan bersinergi mewujudkan masyarakat Islami. Sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan mewujudkan pemuda yang berkepribadian Islam. Perlindungan diri pun akan terbentuk.
Sistem ekonomi yang kukuh akan mengantarkan rakyat pada kesejahteraan sehingga tidak akan ada orang-orang berbuat maksiat dengan alasan ekonomi Karenanya, langkah yang harus dilakukan saat ini adalah dengan melakukan edukasi di tengah-tengah umat dan mereinstal pemahaman hingga terbentuk pola sikap dan perilaku yang benar sesuai tuntunan Islam. Ini disampaikan melalui pendidikan di rumah sebagai satu kesatuan dengan kurikulum pendidikan formal yang ada maupun melalui sistem media yang dimiliki negara.
Selain itu, negara harus memutus mata rantai penularan dengan cara penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk aturan pergaulan dalam Islam. Negara harus melarang secara tegas laki-laki dan perempuan berkhalwat ataupun berperilaku mendekati zina yang lain, melarang melakukan zina, mengharamkan seks menyimpang, mengharamkan laki-laki dan perempuan melakukan hal yang merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi, serta mengharamkan hamr dan seluruh benda yang memabukkan dan merusak akal seperti narkoba.
Negara juga mewajibkan amar ma'ruf nahi munkar dan memberi sanksi yang tegas bagi para pelaku penyimpangan atau tindak kriminal. Selanjutnya, negara memberikan nasihat kepada pelaku kemaksiatan agar mereka berhenti dari melakukan perilaku berisikonya itu dan melakukan tobat nasuha.
Kemudian, negara memberikan hak mereka untuk membersihkan diri dengan dijatuhi hukuman yang tegas dan menjerakan, yaitu rajam bagi para pezina yang sudah menikah dan cambuk seratus kali serta diasingkan satu tahun bagi mereka yang belum menikah.
Negara menghukum mati para pelaku homoseksual, termasuk hukuman yang menjerakan bagi semua pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Ini semua bisa terwujud jika aturan Islam diterapkan secara kaffah di muka bumi ini. Satu-satunya solusi yang harus dilakukan adalah mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam yang tegak di atas landasan keimanan kepada Allah. Dia-lah Zat yang telah menurunkan syariat Islam untuk menjadi solusi bagi seluruh problematika manusia serta menjamin kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Rukmini, Sahabat Tinta Media