Tinta Media: AIDS
Tampilkan postingan dengan label AIDS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AIDS. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2024

Penyebaran Kasus HIV/AIDS Mengkhawatirkan


Tinta Media - Jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Bandung mengkhawatirkan. Faktor utama pemicu HIV/AIDS adalah perilaku heteroseksual (LSL), bahkan LSL ini di didominasi usia produktif dan ada yang masih pelajar SMA. Penyebab penyimpangan seksual pun beragam. Ada yang sakit hati oleh wanita dan akibat lingkungan.

Pelaku seks menyimpang rentan tertular HIV/AIDS, apalagi jika hubungan seks menyimpang tersebut tidak memakai alat pengaman. Untuk mengurangi penularan HIV/AIDS, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) memberikan sosialisasi di tingkat kecamatan dan kelurahan dengan dibantu beberapa pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, sangat penting peranan orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak agar tidak terjerumus ke dalam hal seperti itu.

Kasus HIV/AIDS saat ini semakin memprihatinkan karena tidak hanya melanda orang dewasa, tetapi menyasar remaja dan anak-anak. Bahkan, saat ini remaja menjadi kelompok terbanyak terinfeksi HIV/AIDS.

Mayoritas pengidap HIV/AIDS diakibatkan karena hubungan heteroseksual. Ini artinya, kasus HIV/AIDS di negeri ini terjadi akibat merajalelanya pergaulan bebas. Sistem sekuler-kapitalisme yang mencengkeram kuat negeri ini memang meniscayakan pergaulan bebas, bahkan memfasilitasi seks bebas untuk eksis di tengah masyarakat.

Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, memprioritaskan kesenangan duniawi dan perolehan materi di atas segalanya, serta menjunjung tinggi prinsip kebebasan. Setiap orang bebas bertingkah laku sesuai dengan keinginannya, sebebas-bebasnya asalkan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Wajar jika akhirnya pergaulan bebas di kalangan remaja semakin tidak karuan, tidak bisa terlepas dari arus liberalisasi yang sengaja disuntikan ke negeri-negeri muslim.

Kebebasan bertingkah laku diopinikan sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Manusia dianggap sebagai pihak yang paling paham terhadap apa yang terbaik untuk dirinya, sehingga aturan pun dibuat sesuai dengan keinginan manusia.

Padahal, manusia tidak pernah tahu secara utuh apa yang terbaik untuk dirinya. Buktinya, ketika diberi kebebasan sebebas-bebasnya, yang terjadi justru kerusakan. Mirisnya, dalam sistem sekuler-kapitalisme, kebebasan bertingkah laku seperti seks bebas harus dijamin oleh negara secara mutlak atas nama hak asasi manusia.

Tidak ada yang membatasi kebebasan individu ini kecuali kebebasan individu yang lain. Tugas negara adalah menjadi penjamin atas terpenuhinya semua kebebasan individu tersebut agar tidak ada pihak mana pun yang dirugikan. Oleh sebab itu, agama dianggap mengekang kebebasan manusia dan tidak sesuai dengan HAM.

Alhasil, negara merasa harus melindungi warganya dari agama yang mengatur manusia.

Inilah kebusukan liberalisme yang lahir dari paham sekuler yang dengan mulusnya memalingkan kaum muda dari agamanya sendiri.

Lihat saja betapa media sosial yang saat ini menyuguhkan berbagai konten merusak justru menjadi sahabat dekat anak-anak remaja. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan iman nyatanya malah mengukuhkan sekularisme dalam jiwa-jiwa kaum muda.

Mengapa demikian? Karena paham pemisahan agama dari kehidupan yang diusung sistem sekularisme dan paham-paham turunannya seperti liberalisme diaruskan secara masif melalui sistem pendidikan sekuler kepada generasi.

Alih-alih dihasilkan peserta didik yang berkepribadian tangguh, memiliki iman dan takwa yang tinggi, yang terjadi justru dihasilkannya generasi yang rapuh, menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, mengejar materi dan kesenangan dunia. Wajar jika akhirnya banyak remaja terjebak ke dalam pergaulan bebas.

Memang tidak dimungkiri adanya upaya negara untuk menyelesaikan masalah ini. Hanya saja, jika kita cermati, maka solusi yang diberikan adalah solusi pragmatis. Selama ini kebijakan dan strategi penanganan HIV/AIDS ,baik di Indonesia maupun secara global menggunakan paradigma sekuler liberal, kondomisasi, substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril, misalnya.

Semuanya adalah kebijakan yang tidak realistis dan rasional, sehingga pelaku sesama jenis dibiarkan begitu saja tanpa ada sanksi yang tegas. Bahkan, peraturan yang dibuat pemerintah justru melanggengkan liberalisasi seksual karena tidak memidanakan pelaku seks bebas yang suka sama suka.

Bukankah hal ini justru akan menumbuhsuburkan HIV/AIDS?

Jelaslah bahwa akar persoalan kasus HIV/AIDS adalah makin liberalnya masyarakat, termasuk kaum muda. Sudah semestinya solusi atas permasalahan ini adalah dengan mencabut pemikiran busuk sekuler-kapitalisme dari umat, wajib untuk menyampaikan Islam secara utuh kepada umat, termasuk aturan pergaulan laki-laki dan perempuan.

Islam tidak akan memberikan celah bagi liberalisme untuk terus berkembang. Seluruh sektor akan bersinergi mewujudkan masyarakat Islami. Sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan mewujudkan pemuda yang berkepribadian Islam. Perlindungan diri pun akan terbentuk.

Sistem ekonomi yang kukuh akan mengantarkan rakyat pada kesejahteraan sehingga tidak akan ada orang-orang berbuat maksiat dengan alasan ekonomi  Karenanya, langkah yang harus dilakukan saat ini adalah dengan melakukan edukasi di tengah-tengah umat dan mereinstal pemahaman hingga terbentuk pola sikap dan perilaku yang benar sesuai tuntunan Islam. Ini disampaikan melalui pendidikan di rumah sebagai satu kesatuan dengan kurikulum pendidikan formal yang ada maupun melalui sistem media yang dimiliki negara.

Selain itu, negara harus memutus mata rantai penularan dengan cara penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk aturan pergaulan dalam Islam. Negara harus melarang secara tegas laki-laki dan perempuan berkhalwat ataupun berperilaku mendekati zina yang lain, melarang melakukan zina, mengharamkan seks menyimpang, mengharamkan laki-laki dan perempuan melakukan hal yang merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi, serta mengharamkan hamr dan seluruh benda yang memabukkan dan merusak akal seperti narkoba.

Negara juga mewajibkan amar ma'ruf nahi munkar dan memberi sanksi yang tegas bagi para pelaku penyimpangan atau tindak kriminal. Selanjutnya, negara memberikan nasihat kepada pelaku kemaksiatan agar mereka berhenti dari melakukan perilaku berisikonya itu dan melakukan tobat nasuha.

Kemudian, negara memberikan hak mereka untuk membersihkan diri dengan dijatuhi hukuman yang tegas dan menjerakan, yaitu rajam bagi para pezina yang sudah menikah dan cambuk seratus kali serta diasingkan satu tahun bagi mereka yang belum menikah.

Negara menghukum mati para pelaku homoseksual, termasuk hukuman yang menjerakan bagi semua pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Ini semua bisa terwujud jika aturan Islam diterapkan secara kaffah di muka bumi ini. Satu-satunya solusi yang harus dilakukan adalah mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam yang tegak di atas landasan keimanan kepada Allah. Dia-lah Zat yang telah menurunkan syariat Islam untuk menjadi solusi bagi seluruh problematika manusia serta menjamin kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Rukmini, Sahabat Tinta Media

Marak Penyimpangan akibat Pelanggaran terhadap Hukum Allah

Tinta Media - Ironis, satu kata untuk menggambarkan betapa gagalnya negara ini menyelesaikan kasus HIV/AIDS.

Meski diklaim bahwa angka penularan telah menurun, tetapi fakta yang terjadi sangat mengerikan.

Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian menyatakan bahwa belakangan angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, dan lainnya. Tahun 2023 lalu, terdapat 346 kasus dan sekarang ini (hingga Mei) 135 kasus telah terjadi. Secara detail, di tahun 2023 dari 346 kasus terjadi ditemukan 328 akibat LSL, 8 waria, dan 10 pengguna jarum suntik. Memasuki tahun berikutnya hingga Mei 2024, 130 akibat LSL, 3 waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. (Jabar.Tribunnews.com, Rabu, 05/06/2024).

Namun, persoalannya bukan hanya sekadar menurunkan angka penularan saja, tetapi bagaimana memutus rantai sehingga tidak ada lagi kasus HIV/AIDS di negeri ini.

Penyimpangan seksual hingga merebaknya HIV/AIDS tidak semata-mata dikarenakan aktivitas yang dilakukan para pelaku atau korban itu sendiri. Sejatinya, pemerintah dengan posisi tertinggi bisa membuat aturan dan langkah paling praktis untuk memutus rantai HIV/AIDS.

Jika melihat realitas saat ini, justru peran negara dilakukan ketika korban telah berjatuhan. Solusi yang diusung pun sebatas solusi dedaunan yang jika terlihat layu atau sudah mengering, bahkan busuk nanti tinggal dicopot atau digunting.

Padahal, akar masalahnya telah jelas di hadapan mata telanjang, yaitu hubungan seksual di luar pernikahan, bahkan di luar naluri alamiahnya. Namun, nyatanya sekarang, atas dasar HAM, orang-orang yang berusaha menjaga diri pun tetap bisa menjadi korban HIV/AIDS.

Terpaparnya para korban dengan HIV/AIDS mayoritas karena LSL. Kemudian, langkah yang diambil berikutnya adalah sebatas edukasi. Itu pun dilakukan oleh lembaga masyarakat, tidak secara langsung di-handle oleh pemerintah.

Maka, tidak heran jika kasus terus berulang, bahkan bisa jadi membengkak di akhir tahun. Demikian sistem sekuler bekerja. Sistem ini tidak pernah memberikan solusi tuntas karna standar yang dibangunnya tidak jelas. Seperti standar HAM, ketika kasus terjadi dan para pelaku membela dengan HAM, maka bisa saja kasus selesai. Sedangkan perilaku penyimpangan seksual itu bisa menular dikarenakan berbagai macam faktor. Salah satunya adalah trauma yang didapat oleh pihak korban itu sendiri.

Tidakkah cukup apa yang terjadi saat ini menjadi bukti bahwa hukum yang berlaku tidak bisa memberikan efek jera terhadap kejahatan yang dilakukan. Bukankah ini juga menjadi pecutan bahwa manusia telah terlalu jauh dari fitrahnya?

Dalam hukum Islam, perilaku penyimpangan seksual dan zina akan diberikan hukuman yang bisa membuat pelaku jera. Dari sini, masyarakat akan takut ketika terbersit ingin melakukannya.

Bukan hanya itu, Khalifah akan melakukan banyak upaya perlindungan atas masyarakat agar mereka tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak berfaedah tersebut.

Khalifah pasti akan memberikan batasan-batasan yang jelas hingga masyarakat terlindungi dari segala hal yang berkaitan dengan keharaman tersebut. Ini semua karena Khalifah menjadikan UU yang berlaku ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya, segala hukum akan digali dari keduanya sehingga masyarakat akan terlindungi dari bahaya yang mengerikan tersebut. Waullahu’alam.

Oleh: D. Nursani, Muslimah Peduli Generasi

Kasus HIV/AIDS Kapankah Akan Berakhir?

Tinta Media - Ngeri, kasus penularan HIV/AIDS yang terjadi diungkap oleh  koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian bahwa belakangan ini angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) jika dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, atau lainnya.( Tribunjabar.id Rabu 05/06/2024.)

Artinya, tindak asusila penyuka sesama jenis ini telah "menyumbang" meningkatnya jumlah angka penularan HIV/AIDS.

Bila kita cermati, penyebab penyimpangan seksual ini berpangkal pada liberalisasi sex bebas sebagai buah dari diterapkannya sistem demokrasi kapitalis di negeri ini.

Sistem ini telah menumbuhsuburkan maraknya kaum pelangi bergentayangan di muka bumi tanpa malu-malu.

Ironisnya, kontrol masyarakat juga lemah. Sebagian kalangan menganggap tindakan asusila kaum pelangi itu sebagai tindakan yang biasa saja, bahkan ada yang menganggap itu adalah tindakan yang "lucu" ketika seorang laki-laki bergaya dan bersikap seperti seorang perempuan.

Padahal, itu adalah bibit-bibit munculnya virus l987 yang justru akan memberikan kebahayaan bagi generasi di negeri ini.

Adapun negara, yang seharusnya menyelesaikan dan memberantas penyimpangan ini malah berlepas tangan bahkan mendukung serta memfasilitasi para pelakunya dengan  mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi.

Inilah kondisi ketika negeri dengan jumlah populasi muslim kedua di dunia  mengusung ide liberalisme, dengan memegang teguh pada prinsip  kebebasan. Dengan segala tindak tanduk perbuatan yang bebas tanpa aturan, dan tanpa tolak ukur yang jelas. Akhirnya  bisa melanggar norma yang ada. Maka suatu hal yang wajar jika penyebaran virus HIV terus mengalami peningkatan dalam sistem sekuler ini.

Padahal sudah jelas tertera dalam Al-Qur'an dan As-Sunah Allah Swt melaknat para pelaku penyimpangan ini. Dan menjadi bukti bahwa Negara tidak memakai hukum yang berasal dari Allah. Menjadikan orang tua saat ini lebih ekstra dalam memahamkan, membimbing dan mengawasi anak-anaknya. Dalam Islam peran orang tua, masyarakat, dan negara saling terikat satu sama lain. Keberhasilan tidak akan tercapai bila  ketiga peran ini tidak sesuai dengan aturan Islam.

Orang tua memiliki peran yang besar dalam merawat dan mendidik anak-anaknya untuk memiliki akidah yang kokoh, membentuk pola pikir dan karakter Islam dan setiap perbuatannya bukan di sandarkan pada suka atau tidak suka, tetapi apakah Allah Ridho atau tidak. Dalam masyarakat pun akan saling beramar ma'ruf karena masyarakat Islam tahu kewajibannya sebagai masyarakat. Negara juga akan menyelesaikan masalah ini dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab yang dapat mendorong terhadap penyimpangan seksual dan akan menerapkan sanksi yang membuat jera bagi pelaku, baik orang itu sebagai subjek maupun objek. Aturan Allah Swt dapat dilaksanakan secara menyeluruh ketika ada institusi yang menaunginya yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu A'lam Bishawab

Oleh: Susanti Nuraeni, Muslimah Peduli Generasi

Sabtu, 24 Desember 2022

Dr. Rini: Kasus HIV/AIDS Seperti Fenomena Gunung Es

Tinta Media - Pemerhati Kemaslahatan Publik Dr. Rini Syafri mengatakan kasus HIV/AIDS seperti fenomena gunung es.
 
“Setiap tahunnya, Desember dijadikan sebagai bulan peringatan HIV/AIDS, tetapi persoalan ini justru makin memprihatinkan saja. Dalam kurun waktu 2010 - 2022, terdapat sekitar 12.553 kasus HIV/AIDS. Ini pun seperti fenomena gunung es karena hanya tampak dari segi data. Kenyataannya tentu jauh lebih besar,” ungkapnya dalam acara diskusi terbatas, Rabu (14/12/2022) via daring.
 
Kasus HIV/AIDS pertama kali muncul pada 1978 dan orang dengan gejala tersebut baru teridentifikasi pada 1981 di San Fransisco pada kalangan homoseksual. “Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa penyakit ini sangat erat kaitannya dengan perbuatan manusia yang melakukan seks bebas,” simpulnya.
 
Di Indonesia, sebutnya, kasus ini muncul pertama kali 10 tahun kemudian di Bali, juga pada kalangan homoseksual. Dari situ, kasus makin menyebar hingga kini. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021, jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Mirisnya, kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan.
 
“Berbagai solusi dan penanganan yang dilakukan oleh UNAIDS pada faktanya juga justru makin memperburuk keadaan. Anjuran seks aman, setia pada pasangan, dan sebagainya, sangat kental dengan paham kebebasan berperilaku. Indonesia sendiri juga mengikuti arahan tersebut. Alih-alih mampu mengatasi permasalahan penyebaran HIV/AIDS, kasusnya malah terus bertambah setiap tahunnya,” sesalnya.
 
Liberalisme
 
Rini mengatakan, akar masalahnya adalah karena liberalisme dan sekularisme menjadi landasan tata kelola kehidupan. Akhirnya, setiap solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak pernah menyentuh inti persoalan.
 
“Fenomena maraknya HIV/AIDS ini adalah cerminan rusaknya peradaban kapitalisme sehingga perlu adanya solusi komprehensif. Tentu sistem berlandaskan akidah Islam sajalah yang mampu mengatasinya, bahkan seluruh persoalan kehidupan dapat terselesaikan,” ujarnya memberikan solusi.
 
Sistem Islam, yakinnya,  sangat menjaga agar manusia senantiasa berada dalam perilaku mulia dan memuliakan. Hal yang menyimpang  tidak akan mendapat ruang dalam kehidupan dan akan ada sanksi tegas atas pelanggarannya. Begitu pula sistem ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan politik Islam, seluruhnya saling terkait untuk benar-benar mengentaskan permasalahan, termasuk HIV/AIDS ini.
 
“Oleh karenanya, hanya dengan penerapan syariat Islam kafah, zero  transmission (nihil penularan) HIV/AIDS menjadi keniscayaan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Jumat, 16 Desember 2022

HIV/AIDS Kian Beringas, Sekularisme Tak Sajikan Solusi Tuntas

Tinta Media - Kasus HIV/AIDS kian hari kian mengkhawatirkan. Angkanya terus meningkat. Remaja, dewasa, bahkan anak-anak menjadi korban. Miris. Segala jenis solusi sudah dicoba dan dijalankan, baik oleh pemerintah maupun berbagai lembaga sosial. Hingga kini, masalah ini belum juga menemukan solusi yang menuntaskan.

Hari AIDS yang selalu diperingati 1 Desember,  hanya sekadar seremoni yang tak sajikan solusi. Bagi-bagi kondom dijadikan jalan keluar masalah HIV/AIDS yang kian melonjak. Solusi palsu yang dilakukan bukannya menyelesaikan, tetapi semakin membuat masalah kian runyam. 

Berbagai aliansi dibentuk untuk membereskan kasus HIV/AIDS di berbagai daerah. Apa iya bisa menuntaskan semua masalah? Nyatanya, tidak. Segala solusi yang ditawarkan hanya sebagai solusi parsial yang tak benar-benar tuntaskan masalah. 

Berbagai kampanye yang beraroma edukasi diajukan sebagai jawaban masalah. Kampanye Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang dipimpin lembaga global, misalnya. Kampanye ini justru mempromosikan hak bebas tentang reproduksi. Dengan kata lain, menyerukan kebebasan seksual yang menjamin terjaganya hak seseorang, bebas melakukan aktivitas seksual dengan siapa pun sesuai kehendaknya. Ini karena ditopang oleh aturan Hak Asasi Manusia yang terus menderaskan opini kebebasan. Tentu pemahaman ini keliru dan berbahaya bagi kehidupan. 

Inilah cara pandang sekulerisme dalam menyelesaikan masalah, hanya memandang hilir, tak peduli segala sesuatu yang ada di hulu. Tak mengetahui sebab pasti, wajar saja segala sesuatu yang dijadikan solusi hanyalah ilusi. 

Tentu, masalah ini tak bisa dipandang sebelah mata. Segala aspek kehidupan yang kini ada di hadapan, memudahkan setiap orang untuk berbuat seenaknya, mulai dari regulasi, kemudahan akses digital, pergaulan bebas yang kebablasan, semuanya bersinergi membentuk kehidupan yang rusak. 

Pola pikir dan pola sikap yang terbentuk, tak mengindahkan hukum halal haramnya perbuatan. Pemberian ruang yang bebas dalam jangkauan luas memudahkan masyarakat mengakses jalan menuju maksiat. Ditambah lagi, minimnya pemahaman agama, minim iman dan takwa. 

Negara pun seolah acuh dengan segala kerusakan yang menimpa. Berbagai perilaku menyimpang tak ditindak tegas oleh negara, dibiarkan begitu saja karena lagi-lagi dengan alasan menghormati hak asasi manusia. Inilah paham keblinger yang menghancurkan generasi.

Kasus HIV/AIDS yang kian mengkhawatirkan adalah masalah sistemik. Tak bisa diselesaikan dengan solusi praktis. Sekulerisme menjadi biang masalah. Sistem yang menjauhkan segala pengaturan kehidupan dari aturan agama ini telah merusak manusia.

Bagaimana tidak? Manusia dengan seenaknya menerapkan hukum yang berdasarkan pada kebebasan, hanya mengikuti hawa nafsu belaka. Hingga akhirnya, mereka menemui segala proses yang merusak bagi kehidupan, destruktif. 

Gaya bebas ala Barat yang liberal dijadikan acuan. Nahasnya, hal ini dianggap sebagai modernitas. Belum lagi, hubungan sesama jenis yang kian merebak. Ini pun buah sekulerisasi dan liberalisasi bangsa Barat yang merusak pemahaman generasi. Akhirnya, generasi ini terjebak dalam lingkaran masalah yang terus berputar, tak tersolusikan hingga kini. Memprihatinkan.

Islam mensyariatkan pernikahan untuk menjaga kemuliaan manusia beserta keturunannya. Islam pun tegas mengharamkan segala jenis perbuatan zina. Bahkan, mendekatinya pun dilarang. Tak hanya itu, Islam pun melarang tegas hubungan sesama jenis dan menetapkan hukuman berat atas segala pelanggaran tersebut. Semua demi terjaganya kehormatan manusia yang sempurna, bukan untuk mengekang kebebasan manusia. 

Segala kerusakan yang kompleks ini hanya dapat tersolusikan dengan tuntas dan sempurna dengan syariat Islam. Aturan inj ditetapkan Allah Swt. untuk mengatur seluruh proses kehidupan manusia. Allah Swt. adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang dibutuhkan manusia. Di dalam aturan-Nya pasti terkandung maslahat agar manusia selamat dari segala jenis ancaman. 

Wallahu a'lam.

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab