Sabtu, 23 November 2024
Buruh Sejahtera dalam Sistem Islam
Aparat Jadi Tersangka kepada Siapa Lagi, Rakyat Menggantung Asa?
Di Manakah Kaum Muslimin?
Berantas Judol di Sistem Kapitalis, Hanya Mimpi?
Simpan Saja Uang Anda
Tinta Media - “Saya ingin sepetak tanah. Tolong berikan saudara-saudara saya Yahudi sepetak tanah di Palestina. Agar saudara-saudara saya Yahudi itu bisa menjadikan Palestina sebagai tanah kelahirannya,” ucap Herzl dengan entengnya ketika bertamu kepada khalifah Abdul Hamid II.
Nama lengkap dari tamu khalifah Abdul Hamid itu adalah Theodor Herzl. Herzl adalah seorang jurnalis kelahiran hongaria (dulu masuk dalam kekaisaran Austria).
Herzl membuat pamflet yang berjudul The Jewish State pada tahun 1896, dalam pamflet tersebut ia mengusulkan bahwa masalah Yahudi adalah masalah politik yang harus diselesaikan oleh dewan negara-negara sedunia.
Ia menyelenggarakan kongres Zionis sedunia yang diadakan di Basel, Swiss, pada bulan Agustus 1897 dan menjadi presiden pertama Organisasi Zionis Dunia, yang dihasilkan dari kongres tersebut. Atas usahanya ia secara resmi mendapat gelar “Bapak Negara Yahudi” (“The Father of the Jewish State”).
Sedangkan Sultan Abdul Hamid terlahir dari ayah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Kadin Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia.
Ia menjadi khalifah Utsmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876.
Herzl mengatakan Sultan juga tahu Yahudi adalah orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang amat besar. Yahudi tidak akan membiarkan kemurahan hati Sultan sia-sia tanpa ada imbalan.
“Yahudi akan memberikan 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan, membayar semua utang pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta franc, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina,” bujuknya.
Tolonglah pintanya, saudara-saudara saya Yahudi hanya meminta satu hal dari Sultan. Juallah beberapa petak tanah di Palestina.
Mendengar jawaban tamunya itu, wajah Sultan memerah. “Tok!” Terdengar suara tongkat dihentakkan ke lantai oleh Sultan.
Selanjutnya dengan nada marah ia mengatakan simpan saja uang Anda. “Ketahuilah sesungguhnya bumi Palestina telah direbut kaum Muslimin dengan pengorbanan darah. Dan tidak akan direbut dari tangan kaum Muslimin sekali lagi melainkan dengan pengorbanan darah pula,” sambungnya.
Kemudian ia berujar lagi tidak akan mencoreng sejarah bapak-bapaknya dan para pendahulunya dengan aib. “Sungguh andaikan tubuh ini disayat-sayat pisau atau salah satu anggota tubuh dipotong maka itu lebih ia sukai daripada bumi Palestina diambil sebagian,” tegasnya.
Lalu ia menambahkan Khilafah Utsmani bukanlah miliknya tapi milik rakyatnya. Walau satu petak saja tidak akan ia berikan.
“Saya tidak akan mengizinkan Yahudi mendirikan negara Zionis di Palestina,” tukasnya.
Herzl pun berdalih Yahudi tidak ingin mendirikan sebuah negara, Yahudi ingin hidup di dalam ketenangan dan kedamaian sebagai warga negara Utsmani.
“Basya,” panggil Sultan kepada wazirnya sambil memberikan secarik foto. Lalu Basya memberikan secarik foto tersebut kepada Herzl. Herzl pun melihat ke kertas itu yang berisikan photo rencana pembentukan negara Israel.
“Ditengah-tengahnya ada bintang David, lalu apa makna garis yang ada di atas dan di bawahnya,” tanya Sultan dengan geramnya sambil memukul tongkatnya ke lantai.
“Ini hanya sebuah isyarat, tidak ada maknanya sama sekali,” kilahnya.
Sultan Abdul Hamid membantah dalih Herzl. Selanjutnya ia mengatakan: “Jika Yahudi telah lupa dengan maknanya sini biar saya ingatkan Herzl. Antara Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Eufrat (Irak) kalian umumkan itu sebagai “Tanah Yang Dijanjikan” dengan menggambarkannya pada bendera itu,” sambungnya.
Ia juga mengungkapkan Yahudi berteriak ingin membangun sebuah negara Zionis antara Sungai Nil dan Eufrat.
Lantas Sultan Abdul Hamid menyuruh Herzl mendengarkan ucapannya. “Selama saya masih hidup tidak akan berdiri negara itu. Saya akan menjadi penghalang atas rencana itu,” tegasnya.
“Keluar! Enyah Anda dari sini manusia hina,” tandasnya. Dengan raut muka marah dan kecewa Herzl pun beringsut-ingsut mundur lalu membalikkan badannya meninggalkan ruangan.
Semua tawaran Herzl ditolak, Sultan tidak mau menemui Herzl. Selama sebelas hari lamanya Herzl berada di Konstantinopel ibukota Kekhilafahan Utsmani dari tanggal 17 Mei 1901.
Ketika Herzl hendak bertemu Sultan, hanya diwakilkan kepada Tahsin Basya, wazirnya. Sultan mengirim pesan lewat Basya, “Nasihati Herzl agar jangan meneruskan rencananya. Simpan saja uangnya. Jika Abdul Hamid telah pergi maka Yahudi akan mendapatkan bumi Palestina secara cuma-cuma.”
Setelah gagal memperdaya Sultan Abdul Hamid, Theodor Herzl pergi ke Italia dan mengirimkan telegraph kepada Sultan. Dalam telegraphnya ia mengancam,” Anda akan membayar harga pertemuan itu dengan tahta dan nyawa Anda”. (Di sarikan dari Memoar Sultan Abdul Hamid dan lainnya).[]
Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Feature News
Rohingya, Deritamu Tak Kunjung Sirna
Pengelolaan Keuangan dalam Sistem Kapitalis vs Sistem Islam
AEPI Ungkap Kekuatan Keuangan Indonesia Pindah ke Oligarki
Tinta Media – Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengungkapkan, bahwa kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global.
“Kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).
Menurutnya, pemindahan keuangan tersebut telah dilakukan pada saat amandemen UUD 1945 sehingga secara sah dan legal jaringan kekuasaan keuangan global mengendalikan atau mengontrol keuangan Indonesia.
“Setiap sen yang dihasilkan dalam jerih payah ekonomi Indonesia mengalir ke kantong-kantong jaringan keuangan global,” bebernya.
Ia menyampaikan bukti, tambahan dalam APBN Indonesia setiap tahun hanya sekitar 300-400 triliun rupiah, sementara pada saat yang sama setiap tahun anggaran APBN harus membayar utang dan bunga utang sebesar 500-600 triliun rupiah.
“Tidak hanya itu, APBN Indonesia mengalami defisit dan harus menambah utang baru senilai 700-800 triliun rupiah setiap tahun,” imbuhnya.
Artinya, ia menjelaskan, ekonomi Indonesia itu sepenuhnya bekerja sebagai abdi dari jaringan keuangan internasional yang ada di dalam negeri.
“Ekonomi Indonesia tidak akan pernah dapat meningkatkan atau menambah kapasitasnya, namun akan terus menyempit atau mengecil,” simpulnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur
BPJS Kesehatan Defisit 20 Triliun, INDEF: Perlu Dicermati Penyebab Utamanya
Tinta Media – Menyikapi defisit BPJS Kesehatan sebesar 20 triliun, Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengatakan, perlu dicermati penyebab utamanya.
“Harus dicermati penyebab utamanya seperti rendahnya kepatuhan pembayaran, subsidi yang tidak mencukupi, atau pengelolaan yang kurang efisien,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (20/11/2024).
Rizal mengungkapkan tingginya klaim tanpa peningkatan pendapatan mencerminkan tantangan struktural yang mendesak untuk diperbaiki. "Artinya profesionalitas pengelolaan anggaran BPJS menjadi urgen," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan langkah sebagai berikut, “Pertama, melakukan upaya serius untuk mengevaluasi tarif iuran. Yakni dengan mengkaji ulang tarif untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran,” jelasnya.
Kedua, sebutnya, melakukan revitalisasi terkait regulasi, yakni dengan memperbaiki sistem pengumpulan iuran dan peningkatan kepatuhan para nasabah.
“Ketiga, memperkuat sistem operasi BPJS dengan sistem digitalisasi dan efisiensi. Yakni optimalisasi layanan berbasis teknologi untuk mengurangi biaya operasional,” terangnya.
Pengujian
Rencana menaikkan iuran kesehatan kata Rizal, membutuhkan pengujian terlebih dahulu berkaitan dengan kebijakan tersebut.
“Efektivitas kebijakan tersebut tergantung beberapa faktor, diantaranya, pertama, menutupi defisit keuangan. Jika iuran dinaikkan, maka pendapatan BPJS Kesehatan bisa meningkat, membantu menutupi defisit anggaran akibat tingginya biaya pelayanan Kesehatan,” usulnya.
Kedua, sambungnya, meningkatkan kualitas pelayanan, seperti dana yang lebih besar memungkinkan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik, ketersediaan obat, dan pengurangan waktu tunggu.
“Ketiga memperluas cakupan layanan, yakni dana tambahan bisa digunakan untuk menambahkan jenis layanan atau memperluas cakupan penerima manfaat,” paparnya.
Gratis
Rizal lalu membandingkan dengan layanan kesehatan dalam Islam. “Negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis alias cuma-cuma bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin,” paparnya.
Ini, ia melanjutkan, didasarkan pada hadis Rasulullah SAW Riwayat Bukhari dan Muslim, "Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
Dalam Islam, ucapnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari pengurusan rakyat.
"Adapun terkait pendanaan kesehatan diambil dan ditanggung oleh anggaran negara. Dalam sistem Islam layanan kesehatan diberikan secara merata tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, jenis kelamin, atau agama," ujarnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur
AEPI: Transfer Uang dan Transfer Capacity secara Terbuka melalui Amandemen UUD
Tinta Media – Salamuddin Daeng yang merupakan Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menyebut, proses transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan, dan ekonomi.
“Transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan dan ekonomi,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).
Menurutnya, itu bukan Amandemen UUD akan tetapi UUD yang baru dengan segenap kaidah baru dalam penguasaan keuangan, sumber daya alam, ekonomi, dan pasar Indonesia.
“Seluruh kekuasaan atas sumber daya ekonomi dan politik tidak ada lagi di tangan negara namun dipindahkan ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional,” kritiknya.
UUD Indonesia yang baru kata Salamuddin, yang dibuat dalam tahun 1998-2002 itu berisikan, pertama, kekuasaan politik berada ditangan oligarki swasta dan asing. Kedua, kekuasaan keuangan berada di tangan kekuasaan keuangan internasional bersama institusi keuangan dalam negeri seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan lembaga pendukungnya yakni perbankan.
“Ketiga, kekuasaan atas bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berada di tangan swasta dan jaringan keuangan internasional,” jelasnya.
Salamuddin menjelaskan bahwa UUD baru pengganti UUD 1945 menjadi dasar bagi pemindahan kekuasaan keuangan kepada swasta melalui empat bidang UU.
“Pertama, undang-undang yakni UU bank Indonesia. Kedua, UU sistem moneter dan lalu lintas devisa atau sering disebut UU devisa bebas. Ketiga, UU perbankan, asuransi dan sejenisnya. Keempat, seluruh UU Investasi, migas, energi, kehutanan dan sumber daya alam lainnya,” sebutnya.
Menurutnya, UUD dan turunannya tersebut telah secara utuh memindahkan kekuasaan negara ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional.
Hal itulah nilainya, yang menyebabkan negara selalu tidak punya uang, negara harus berhutang kepada swasta baik swasta nasional maupun asing.
“Uang negara yang sedikit tersebut digunakan untuk membayar utang kepada swasta dan asing serta lembaga keuangan internasional yang menjadi jaringan swasta tersebut,” terangnya.
Karena akumulasi utang semakin besar ucapnya, maka akumulasi kewajiban juga semakin besar. “Akibatnya kapasitas negara semakin kecil dan kapasitas swasta makin besar,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, FAKKTA: Patut Ditolak!
Tinta Media – Terkait rencana kenaikan iuran BPJS pada 2025, Ekonom Forum Analisis Kajian dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, rencana kenaikan ini patut ditolak.
“Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan pada 2025, seperti disampaikan oleh Kementerian Kesehatan dan Dirut BPJS, bertujuan untuk mencegah potensi defisit. Namun, rencana ini patut ditolak," tegasnya kepada Tinta Media, Senin (19/11/2024).
Ia beralasan, salah satu penyebab utama meningkatnya klaim adalah adanya fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit.
"Berdasarkan uji petik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari 9 rumah sakit yang diperiksa, 3 di antaranya ditemukan melakukan fraud yang mencapai Rp 34 miliar. Meskipun hasil ini secara statistik belum mewakili kondisi secara keseluruhan, temuan ini menjadi indikasi awal adanya praktik penggelembungan tagihan kepada BPJS," jelasnya.
Ia menerangkan, bentuk-bentuk fraud tersebut meliputi, phantom billing atau mark up tagihan, yakni klaim atas layanan yang sebenarnya tidak diberikan, manipulasi diagnosis, yaitu pencatatan diagnosis yang lebih berat dari kondisi pasien, klaim yang tidak sesuai seperti membesar-besarkan nilai klaim terkait jumlah tindakan, pemeriksaan, atau obat-obatan.
“Fraud semacam ini menambah beban finansial BPJS. Seharusnya langkah prioritas yang dilakukan adalah membenahi sistem dan mengatasi kecurangan ini, bukan membebani rakyat dengan kenaikan iuran," pungkasnya.[] Novita Ratnasari