Tinta Media

Sabtu, 23 November 2024

Peternak Sapiku Sayang, Peternak Sapiku yang Malang



Tinta Media - Peternakan sapi, khususnya yang berfokus pada produksi susu, memainkan peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Namun, belakangan ini peternak sapi mengalami kesulitan besar dalam menyalurkan susu mereka ke industri pengolahan susu. Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesulitan ini adalah kebijakan impor susu yang semakin meningkat. Kebijakan yang terkesan lebih mendukung impor daripada pengembangan sektor peternakan lokal ini membuat banyak peternak sapi kesulitan untuk bertahan.

Kebijakan Impor yang Merugikan Peternak Sapi

Peningkatan impor susu ke Indonesia telah memberikan dampak negatif terhadap peternak sapi lokal. Impor susu dalam bentuk produk olahan, seperti susu bubuk dan susu cair, mengalir deras ke pasar Indonesia. Pada akhirnya, hal itu menyebabkan penurunan permintaan terhadap susu sapi lokal. Dalam banyak kasus, susu yang diproduksi oleh peternak sapi lokal tidak dapat diserap oleh industri pengolahan susu karena harga susu impor lebih murah dan kualitas produknya lebih terjamin oleh industri besar.

Kondisi ini tentu saja merugikan peternak sapi. Mereka harus dihadapkan pada harga jual susu yang rendah dan ketidakpastian dalam menyalurkan hasil susu. Beberapa peternak bahkan terpaksa membuang susu yang tidak terjual atau menjualnya dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi yang mereka keluarkan.

Kebijakan ini tampaknya lebih menguntungkan para importir dan pengusaha besar di sektor industri pengolahan susu. Mereka mendapatkan keuntungan dari impor susu yang lebih murah, sementara peternak sapi lokal harus bersaing dengan harga yang lebih rendah dan kesulitan menyalurkan hasil produksi mereka. Ini adalah contoh nyata bagaimana kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, tetapi justru berpihak pada kepentingan segelintir orang, yaitu para pemodal. 

Selain kebijakan impor, ada sejumlah faktor lain yang menyebabkan turunnya penerimaan susu dari peternak oleh industri pengolahan. Salah satunya adalah kualitas susu yang sering kali tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh industri pengolahan. Meskipun demikian, masalah ini tidak sepenuhnya kesalahan para peternak. Banyak faktor yang memengaruhi kualitas susu, seperti pengelolaan pakan, perawatan sapi, serta akses peternak terhadap teknologi yang dapat meningkatkan kualitas susu. 

Industri pengolahan susu yang seharusnya memberikan dukungan kepada peternak, justru hanya menjadi pihak yang menuntut terpenuhinya standar kualitas. Padahal, seharusnya mereka memberikan kemudahan akses pasar dan pelatihan teknis. Tanpa adanya dukungan ini, peternak akan kesulitan untuk berkembang. Kondisi ini akan semakin memperburuk ketergantungan terhadap impor.

Negara Seharusnya Melindungi Nasib Peternak

Sebagai negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, Indonesia seharusnya melindungi nasib peternak sapi dengan kebijakan yang berpihak pada mereka. Kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha peternakan sapi bisa mencakup berbagai aspek. Misalnya, pemberian insentif bagi peternak untuk meningkatkan kualitas susu, subsidi pakan, serta pengembangan pasar domestik untuk hasil susu lokal.

Selain itu, negara juga perlu lebih selektif dalam mengeluarkan izin impor susu. Alih-alih membuka pintu lebar-lebar bagi impor, seharusnya negara mengutamakan keberlanjutan industri susu lokal dengan mendorong pengolahan susu yang berbasis pada sumber daya dalam negeri. Dengan demikian, peternak sapi lokal dapat lebih dihargai dan lebih mudah menyalurkan hasil susu mereka ke pasar yang lebih luas.

Namun, kebijakan-kebijakan ini tampaknya tidak sepenuhnya diimplementasikan dengan baik. Di balik kebijakan impor yang terus meningkat, ada dugaan keterlibatan kelompok-kelompok yang mencari keuntungan melalui perdagangan susu impor, yang sering kali disebut sebagai "pemburu rente." Mereka memanfaatkan kebijakan impor untuk meraih keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkan pada peternak sapi lokal. Ini adalah contoh bagaimana sistem ekonomi kapitalisme sering kali lebih menguntungkan para pengusaha besar daripada rakyat kecil, yang dalam hal ini adalah peternak sapi.

Solusi dalam Sistem Islam

Di tengah ketidakpastian dan ketidakadilan yang terjadi, mungkin kita perlu melihat alternatif lain untuk menyelesaikan masalah tersebut. Negara yang menerapkan prinsip-prinsip syariat Islam, seperti negara khilafah, dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan ini. Negara khilafah, sebagai sistem pemerintahan yang berorientasi pada kemaslahatan umat, akan berusaha mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dengan cara yang adil dan merata.

Dalam kerangka negara khilafah, penguasa akan bertindak sebagai pelindung bagi para peternak sapi dengan menyediakan kebijakan yang berpihak pada peternakan lokal. Negara akan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan peternak, termasuk dalam hal impor barang. Negara khilafah juga akan berusaha mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang ada untuk menciptakan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan, termasuk produk susu.

Dengan demikian, Negara khilafah dapat menghindari munculnya pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi di tengah penderitaan rakyat. Dalam sistem ini, kepentingan rakyat akan selalu didahulukan, dan kesejahteraan peternak akan menjadi prioritas utama.

Kesimpulan 

Kebijakan impor susu yang semakin meningkat dan tidak adanya kebijakan yang memadai untuk melindungi peternak sapi lokal jelas merugikan para peternak. Hal ini memperburuk kondisi mereka yang sudah kesulitan dalam menyalurkan hasil susu. Negara harus segera mengambil langkah konkret untuk melindungi para peternak, baik melalui kebijakan yang mendukung industri peternakan lokal, menjaga mutu produk, serta memastikan penampungan hasil susu sapi.

Dalam kerangka negara yang berpihak pada rakyat, seperti dalam sistem pemerintahan khilafah, solusi nyata dapat diwujudkan untuk memastikan kesejahteraan peternak sapi dan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Negara harus mampu mewujudkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus mengandalkan impor, serta memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil berfokus pada kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir pengusaha besar atau pemburu rente.


Oleh: Asrofah
Sahabat Tinta Media

Buruh Sejahtera dalam Sistem Islam



Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Keamanan dan Politik Budi Gunawan mengimbau pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah pekerja di kabupaten/kota (UMK). Beliau juga mengatakan bahwa penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah. (tirto.id, 7/11/2024)

Pertumbuhan ekonomi  akan terganggu jika UMP tidak rasional atau terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan, kata Budi di Sentul, Bogor, Kamis 7 Nopember 2024. Budi menghimbau agar pemerintah daerah berhati-hati dalam pembuatan Peraturan Daerah terkait upah minimun yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Memang benar, masalah upah minimun pekerja sudah menjadi polemik berkepanjangan. Tuntutan kenaikan upah terjadi hampir setiap tahun. Apalagi dalam tahun 2025, ternyata upah buruh itu tidak seimbang/ sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Walaupun ada kenaikan upah minimun tapi harga-harga berbagai kebutuhan dasar rakyat juga naik. Lagi-lagi rakyat dibuat tercekik dan menderita. 

Bagaimana tidak? Pada dasarnya, upah buruh saat ini memang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena standar upah minimun hanya untuk satu individu saja. Padahal, pada umumnya seorang kepala keluarga dituntut untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini dengan harga-harga yang serba naik, tentu tidak akan cukup. Ini sungguh mengiris hati.

Tidak dimungkiri, dalam pandangan negara kapitalis, buruh/pekerja hanya dianggap sebagai faktor produksi atau alat untuk mendapatkan keuntungan. Pengusaha berusaha agar mendapatkan untung besar, tetapi dengan biaya atau pengeluaran sedikit mungkin. Standar upah diatur sesuai dengan kebutuhan hidup di tempat mereka tinggal. Maka dari itu, upah minimun buruh itu berbeda-beda di setiap wilayah. 

Jika sudah demikian, buruh selalu dibuat tidak berkutik dengan berbagai peraturan pemerintah daerah yang selalu berpihak pada pengusaha. Begitulah sejatinya konsep negara kapitalis dalam memosisikan buruh/pekerja, mustahil akan membela kepentingan rakyat. Yang ada, rakyat justru dijadikan objek bisnis demi meraih cuan. 

Buruh pun selalu menjadi korban kapitalis yang harus tunduk pada peraturan pengusaha dan penguasa. Tidak ada ruang bagi buruh untuk tawar-menawar, sehingga bukan hal aneh jika buruh selalu protes tiap tahunnya menuntut kenaikan. Mirisnya, tuntutan-tuntutan selalu tidak didengar. Demo buruh bagaikan tradisi tahunan tanpa ada solusi hakiki.

Perlakuan seperti itu tidak akan dirasakan oleh rakyat ketika berada dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Islam datang membawa aturan yang menyeluruh. Salah satunya adalah pengaturan tentang upah pekerja/ buruh. Di dalam sistem Islam, setiap warga negara terutama buruh akan mendapatkan haknya dengan baik. Nasib buruh justru akan sangat sejahtera dan dihargai dalam sistem Islam. 

Tidak ada aturan upah minimun, tetapi konsep upah adalah akad dan kesepakatan saling rida antara buruh dan pengusaha. Sehingga, tidak ada keterpaksaan dan tidak ada yang dirugikan.  Upah akan disesuaikan dengan bidang pekerjaan, misalnya ringan atau berat hingga masalah waktu/jam kerja. Keadilan untuk buruh bisa dilihat dari pemberian upah yang tepat waktu, tidak diundur atau digeser waktu pemberian upahnya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ï·º bersabda, 

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Khalifah sebagai kepala negara akan selalu memantau kondisi rakyat, terutama dalam masalah upah buruh, agar jangan sampai ada rakyat yang terzalimi dan tidak mendapatkan haknya, termasuk para buruh.

Negara memperhatikan akad pekerja dengan pemberian pekerjaan agar tidak ada yang dilanggar. Hal ini karena Islam memandang bahwa setiap manusia, buruh, atau pengusaha adalah sama-sama memiliki hak untuk hidup layak, tercukupi semua kebutuhan dasar hidupnya. Indahnya konsep pemberian upah kepada buruh iu hanya akan terwujud dengan sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah.

Jadi, selama masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler, maka polemik upah buruh akan terus terjadi. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan buruh hanya ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.




Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Aparat Jadi Tersangka kepada Siapa Lagi, Rakyat Menggantung Asa?



Tinta Media - Berharap judi online (judol) dapat diberantas hingga tuntas dalam sistem kapitalis hanyalah sebuah mimpi yang semakin mustahil menjadi kenyataan. Bagaimana tidak? Aparat negara yang bertugas menjadi eksekutor dalam pemberantasan judol justru menjadi pelindung bagi pelaku judol itu sendiri dengan imbalan pundi-pundi rupiah. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya penerapan hukum dalam sistem kapitalisme. 

Sebagaimana dilansir dari Viva.co.id, (01/11/24) bahwasanya Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judol yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) RI. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa dari 11 orang tersangka, ada beberapa staf ahli di Kemkomdigi yang ikut menjadi tersangka.

Peristiwa tersebut jelas mencoreng wajah hukum di negeri ini. Masyarakat pasti kecewa dan menjadi apatis terhadap penerapan hukum di negaranya sendiri. Aparatur negara yang seharusnya memberantas, justru memanfaatkan wewenangnya demi memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya. Lalu, kepada siapa lagi rakyat akan menggantungkan asa akan pemberantasan judol jika aparatnya saja telah menjadi tersangka?

Beginilah gambaran kehidupan kapitalisme sekuler. Dalam sistem kufur tersebut, keuntungan materi menjadi prioritas. Tak heran, berbagai cara pun dilakukan demi keuntungan pribadi maupun kelompok tanpa peduli halal haram. Sebab, sekularisme memang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga aturan dibuat oleh manusia, bukan dari Sang Pencipta (Al-Khaliq) dan Sang Pengatur (Al-Mudabbir).

Hal tersebut jelas bertentangan dengan Islam yang menjadi pedoman dalam seluruh bidang kehidupan. Dalam hal judi, Islam dengan tegas mengharamkannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
(QS. Al-Ma'idah 5: ayat 90)

Islam mempunyai mekanisme dalam menutup berbagai celah agar tidak terjadi perjudian, yakni dengan menegakkan tiga pilar:

Pertama, membentuk ketakwaan individu. 
Islam memiliki sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang mampu mencetak generasi berkepribadian Islam dan menguasai ilmu pengetahuan maupun teknologi. Kepribadian Islam akan menjadikan generasi menjadi pribadi-pribadi yang amanah, bertanggung jawab dan taat terhadap syariat Islam.

Kedua, mewujudkan kontrol masyarakat. Setelah ketakwaan individu terwujud, maka masyarakat akan memahami kewajiban amar makruf nahi mungkar. Masyarakat tidak akan membiarkan perjudian terjadi di tengah-tengah mereka. 

Ketiga, peran negara optimal sebagai pelaksana hukum syara' (syariat).
Ketika ketakwaan individu dan kontrol masyarakat telah terwujud, maka para aparatur negara adalah orang-orang yang amanah dan taat syariat. Mereka akan melaksanakan hukum sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sistem sanksi dalam Islam bersifat tegas dan menjerakan, sehingga akan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan kesalahan serupa. 

Begitulah paradigma kehidupan Islam yang mampu mewujudkan suasana keimanan di tengah masyarakat. Setiap individu memahami bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Orientasi kehidupan Islam adalah mendapatkan rida Allah, sehingga ukuran perbuatan dalam masyarakat adalah halal haram. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya kehidupan Islam yang pernah diterapkan selama sekitar 14 abad lalu segera kembali dilanjutkan agar syariat Islam dapat ditegakkan seluruhnya. Wallahu a'lam!





Oleh: Wida Nusaibah
Pemerhati Masalah Sosial

Di Manakah Kaum Muslimin?



Tinta Media - Hampir setiap hari, berita tentang serangan brutal, pengusiran, dan blokade ekonomi terus menghantui dunia. Lebih dari 45.000 korban jiwa, terutama perempuan dan anak-anak terjadi di Palestina.

Apa yang terjadi di negeri Kinanah tersebut bukan sekadar krisis kemanusiaan, melainkan ladang  genosida atau pemusnahan manusia.  Hal tersebut telah berlangsung selama beberapa dekade, menempatkan kaum muslimin  Palestina dalam  penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan.


Namun, di balik penderitaan tersebut, viral di media sosial seruan dari hati nurani umat Islam di seluruh dunia, "Aynal Muslimun?" atau "Di mana kaum muslimin?"

Membangkitkan Kesadaran Umat

Tagar  #AynalMuslimun  hakikatnya bukan hanya seruan di media sosial, tetapi sebuah panggilan mendalam untuk membangkitkan kesadaran umat Islam agar tidak tinggal diam menghadapi penderitaan saudara-saudara mereka di Palestina. 

Berikut adalah dua alasan mengapa tagar ini menjadi sangat penting dan relevan sebagai seruan kaum muslim untuk melakukan tindakan nyata terhadap permasalahan Palestina.

Pertama, sebagaimana diketahui, di Palestina terdapat Masjid Al Aqsa sebagai kiblat pertama kaum muslim dunia. Tentunya, hal ini menjadikan persoalan Palestina bukan hanya urusan rakyat Palestina atau negara-negara Arab. 

Masjid Al Aqsa adalah tempat suci ketiga dalam Islam, yang menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam untuk menjaganya. Ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina adalah pengingat bahwa persatuan umat Islam sangat diperlukan untuk melawan penjajahan dan penindasan di sana.

Adanya tagar #AynalMuslimun mengingatkan bahwa setiap muslim memiliki kewajiban moral, spiritual, dan sosial untuk berkontribusi, baik melalui doa, edukasi, maupun aksi nyata untuk membebaskan Palestina dari belenggu penjajahan.

Kedua, permasalahan utama yang menghambat solusi tuntas terhadap krisis Palestina adalah lemahnya persatuan umat Islam. Dunia muslim saat ini terpecah dalam sekat-sekat nasionalisme, politik, dan kepentingan individu. Sebagian besar negara-negara muslim bahkan menjalin hubungan diplomatik dengan pihak-pihak yang jelas-jelas mendukung penjajahan atas Palestina.

Oleh karena itu, solusi tuntas atas permasalahan Palestina hanya akan tercapai jika umat Islam bersatu di bawah satu tujuan yang jelas, yakni menegakkan keadilan dan kebebasan bagi Palestina. Persatuan ini memerlukan kesadaran kolektif yang kuat, seperti yang diserukan melalui #AynalMuslimun.

Tidak Cukup dengan Diplomasi

Dalam hal ini, sejarah telah membuktikan bahwa penjajahan tidak akan berakhir hanya dengan diplomasi atau negosiasi tanpa tekanan nyata. Umat Islam membutuhkan lebih dari sekadar solidaritas simbolis. Negara-negara muslim, dengan kekuatan militer dan sumber daya yang melimpah, memiliki tanggung jawab besar untuk bertindak.

Seruan #AynalMuslimun menggarisbawahi urgensi dikirimnya pasukan dari negara-negara muslim untuk melindungi rakyat Palestina dan membebaskan tanah mereka dari penjajahan. Ini bukan sekadar cita-cita utopis, melainkan kewajiban syar’i yang telah diajarkan dalam sejarah Islam ketika menghadapi penindasan.

Namun,  salah satu tantangan besar dalam perjuangan Palestina adalah adanya upaya sistematis untuk mengalihkan perhatian umat Islam dari permasalahan ini. Media arus utama sering kali bias atau bahkan tidak menyoroti penderitaan rakyat Palestina secara adil.

Di sinilah pentingnya #AynalMuslimun sebagai kampanye global untuk terus mengedukasi umat Islam dan masyarakat dunia tentang pentingnya pembelaan terhadap Palestina. Kampanye ini juga menjadi alat untuk melawan narasi-narasi yang mencoba meminggirkan perjuangan Palestina.

Solidaritas Kolektif

Melalui tagar #AynalMuslimun, umat Islam di seluruh dunia dapat menyuarakan solidaritas mereka secara kolektif. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan Palestina adalah perjuangan bersama, dan setiap muslim memiliki peran yang dapat dimainkan, baik besar maupun kecil. Ingatlah apa yang disampaikan Rasulullah saw., 

"Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari, no. 6011; Muslim, no. 2586)

Solidaritas ini juga harus diwujudkan dalam bentuk dukungan politik, bantuan kemanusiaan, hingga tekanan internasional terhadap pihak-pihak yang terus mendukung penjajahan. Semangat perjuangan ini harus terus dijaga dan ditingkatkan, sehingga penderitaan rakyat Palestina tidak lagi menjadi luka abadi, melainkan awal dari kebebasan dan keadilan yang hakiki. Maka dari itu, Aynal Muslimun? adalah panggilan untuk kita semua.

Selain itu, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahwa umat Islam adalah satu kesatuan. Penderitaan satu bagian umat harus dirasakan oleh yang lain, sehingga kaum muslim wajib peduli terhadap urusan saudara-saudaranya. 

Rasulullah saw. bersabda: 

"Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka dia bukan termasuk golongan mereka." (HR. Thabrani, dalam Al-Mu'jam Al-Awsath, no. 7699, sanad hasan)

Wallahu'alam bish Shawwab.





Oleh: Maman El Hakiem
Sahabat Tinta Media


Berantas Judol di Sistem Kapitalis, Hanya Mimpi?


Tinta Media - Judol, hingga kini keberadaannya makin meresahkan. Seperti diketahui, pelaku judol tak memandang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tak memandang miskin atau kaya. Pun tak memandang jabatan. Semua ikut bermain di dalamnya tak terkecuali para aparatur pemerintah. 

Subdit Jatanras Ditreskrimun Polda Metro Jaya kembali menangkap 3 tersangka baru situs judi online yang melibatkan pegawai kementrian komunikasi dan digital (Komdigi). Sebelumnya, telah tertangkap 11 tersangka, kini menjadi 14 tersangka (detik.com, 2/11/2024).

Parahnya, sebanyak 14 tersangka mempekerjakan 8 operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka "bina" agar tidak diblokir. Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang belum diketahui identitasnya saat penggeledahan ruko di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024) siang (kompas.com, 1/10/2024).

Miris, aparatur pemerintah yang harusnya ikut memberantas judol ternyata justru terlibat. Untuk memberantasnya apakah sebuah mimpi?

Hanya Mimpi

Sungguh ironi, judol telah menggurita bahkan di tubuh pemberantasnya sendiri. Bagaimana tidak, aparatur negara telah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Ditambah dengan sistem hukum sanksi yang lemah, pemberantasan judi makin jauh dari harapan. Maka, ini menjadi sesuatu yang mustahil alias hanya mimpi untuk memberantasnya. 

Pemerintah gembar-gembor berantas judi, tetapi praktiknya justru menjadi bandar. Benar apa yang dikatakan oleh pengamat kepolisian dari Institute For Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto. Menurutnya, satgas judi daring saat ini hanya seperti 'penabuh' genderang. Meski suara tabuhannya terdengar kencang, tetapi praktiknya tidak nampak signifikan (kompas.id, 26/9/2024).

Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem sekuler kapitalis (memisahkan agama dari kehidupan) tak lagi memandang halal dan haram.  Untuk mendapatkan sesuatu, masyarakat bisa menghalalkan segala cara, apalagi untuk meraih keuntungan. Halal dan haram tidak menjadi tolok ukur perbuatan. Maka, tak heran jika perbuatan maksiat terjadi di dalam tubuh pemberantasnya sendiri. Bahkan, hal itu bukan menjadi hal yang tabu.

Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seharusnya malu melakukan perbuatan haram tersebut. Tak sedikit muslim yang terjerat kasus judol, bahkan dari berbagai usia. Ini membuktikan betapa rusaknya sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Hal ini berdampak pada rusaknya tatanan hidup bermasyarakat. 

Lebih dari itu, judol telah merusak masa depan generasi muda. Judol menjerat masyarakat ke dalam kubangan setan. Semua ini akibat dari sekularisme yang telah menjauhkan muslim dari ketaatan pada syariat. Karenanya, judol harus diberantas hingga ke akar-akarnya. 

Berantas dengan Islam

Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT. Maka, Allah SWT mengerti betul apa yang dapat merugikan manusia. Maka, Allah SWT telah mengharamkan judi. 

Dalam QS. Al Maidah ayat 90-91 Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu menghalangi kami dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."

Maka, yang dapat memberantas perbuatan haram ini adalah negara atau penguasa. Untuk memberantasnya, negara tidak sekadar memberi sanksi jera, tetapi harus menutup berbagai celah yang memberi peluang terjadinya judi. Negara harus menerapkan tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan. 

Tanpa tiga pilar tersebut, mustahil judol bisa diberantas. Selain itu, melalui sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara, niscaya akan terbentuk kepribadian Islam. Tentu akan terwujud SDM (sumber daya manusia) yang amanah dan taat pada syariat Allah, termasuk di dalamnya akan terbentuk masyarakat yang saling amar makruf nahi munkar. Maka, mewujudkannya dengan sistem Islam bukanlah sebuah mimpi. Wallahu a'lam bhisshawab.

Oleh: Punky Purboyowati, S. S
Komunitas Pena

Simpan Saja Uang Anda

Tinta Media - “Saya ingin sepetak tanah. Tolong berikan saudara-saudara saya Yahudi sepetak tanah di Palestina. Agar saudara-saudara saya Yahudi itu bisa menjadikan Palestina sebagai tanah kelahirannya,” ucap Herzl dengan entengnya ketika bertamu kepada khalifah Abdul Hamid II.

Nama lengkap dari tamu khalifah Abdul Hamid itu adalah Theodor Herzl. Herzl adalah seorang jurnalis kelahiran hongaria (dulu masuk dalam kekaisaran Austria).

Herzl membuat pamflet yang berjudul The Jewish State pada tahun 1896, dalam pamflet tersebut ia mengusulkan bahwa masalah Yahudi adalah masalah politik yang harus diselesaikan oleh dewan negara-negara sedunia.

Ia menyelenggarakan kongres Zionis sedunia yang diadakan di Basel, Swiss, pada bulan Agustus 1897 dan menjadi presiden pertama Organisasi Zionis Dunia, yang dihasilkan dari kongres tersebut. Atas usahanya ia secara resmi mendapat gelar “Bapak Negara Yahudi” (“The Father of the Jewish State”).

Sedangkan Sultan Abdul Hamid terlahir dari ayah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Kadin Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia.

Ia menjadi khalifah Utsmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876.

 Herzl mengatakan Sultan juga tahu Yahudi adalah orang yang memiliki kekuatan ekonomi yang amat besar. Yahudi tidak akan membiarkan kemurahan hati Sultan sia-sia tanpa ada imbalan.

“Yahudi akan memberikan 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan, membayar semua utang pemerintah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling, membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta franc, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina,” bujuknya.

Tolonglah pintanya, saudara-saudara saya Yahudi hanya meminta satu hal dari Sultan. Juallah beberapa petak tanah di Palestina.

Mendengar jawaban tamunya itu, wajah Sultan memerah. “Tok!” Terdengar suara tongkat dihentakkan ke lantai oleh Sultan.

 Selanjutnya dengan nada marah ia mengatakan simpan saja uang Anda. “Ketahuilah sesungguhnya bumi Palestina telah direbut kaum Muslimin dengan pengorbanan darah. Dan tidak akan direbut dari tangan kaum Muslimin sekali lagi melainkan dengan pengorbanan darah pula,” sambungnya.

 Kemudian ia berujar lagi tidak akan mencoreng sejarah bapak-bapaknya dan para pendahulunya dengan aib. “Sungguh andaikan tubuh ini disayat-sayat pisau atau salah satu anggota tubuh dipotong maka itu lebih ia sukai daripada bumi Palestina diambil sebagian,” tegasnya.

Lalu ia menambahkan Khilafah Utsmani bukanlah miliknya tapi milik rakyatnya. Walau satu petak saja tidak akan ia berikan.

 “Saya tidak akan mengizinkan Yahudi mendirikan negara Zionis di Palestina,” tukasnya.

Herzl pun berdalih Yahudi tidak ingin mendirikan sebuah negara, Yahudi ingin hidup di dalam ketenangan dan kedamaian sebagai warga negara Utsmani.

“Basya,” panggil Sultan kepada wazirnya sambil memberikan secarik foto. Lalu Basya memberikan secarik foto tersebut kepada Herzl. Herzl pun melihat ke kertas itu yang berisikan photo rencana pembentukan negara Israel.

“Ditengah-tengahnya ada bintang David, lalu apa makna garis yang ada di atas dan di bawahnya,” tanya Sultan dengan geramnya sambil memukul tongkatnya ke lantai.

“Ini hanya sebuah isyarat, tidak ada maknanya sama sekali,” kilahnya.

Sultan Abdul Hamid membantah dalih Herzl. Selanjutnya ia mengatakan: “Jika Yahudi telah lupa dengan maknanya sini biar saya ingatkan Herzl. Antara Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Eufrat (Irak) kalian umumkan itu sebagai “Tanah Yang Dijanjikan” dengan menggambarkannya pada bendera itu,” sambungnya.

 Ia juga mengungkapkan Yahudi berteriak ingin membangun sebuah negara Zionis antara Sungai Nil dan Eufrat.

Lantas Sultan Abdul Hamid menyuruh Herzl mendengarkan ucapannya. “Selama saya masih hidup tidak akan berdiri negara itu. Saya akan menjadi penghalang atas rencana itu,” tegasnya.

 “Keluar! Enyah Anda dari sini manusia hina,” tandasnya. Dengan raut muka marah dan kecewa Herzl pun beringsut-ingsut mundur lalu membalikkan badannya meninggalkan ruangan.

 Semua tawaran Herzl ditolak, Sultan tidak mau menemui Herzl. Selama sebelas hari lamanya Herzl berada di Konstantinopel ibukota Kekhilafahan Utsmani dari tanggal 17 Mei 1901.

Ketika Herzl hendak bertemu Sultan, hanya diwakilkan kepada Tahsin Basya, wazirnya. Sultan mengirim pesan lewat Basya, “Nasihati Herzl agar jangan meneruskan rencananya. Simpan saja uangnya. Jika Abdul Hamid telah pergi maka Yahudi akan mendapatkan bumi Palestina secara cuma-cuma.”

Setelah gagal memperdaya Sultan Abdul Hamid, Theodor Herzl pergi ke Italia dan mengirimkan telegraph kepada Sultan. Dalam telegraphnya ia mengancam,” Anda akan membayar harga pertemuan itu dengan tahta dan nyawa Anda”. (Di sarikan dari Memoar Sultan Abdul Hamid dan lainnya).[] 

Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Feature News


Rohingya, Deritamu Tak Kunjung Sirna


Tinta Media - Masih ingat dengan Rohingya? Belakangan ini perhatian umat Islam tertuju pada genosida yang terjadi di Palestina, serta perjuangan para mujahidin yang berusaha membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis Yahudi. Selain itu, kondisi politik dalam negeri sedang sibuk bagi-bagi kursi kekuasaan yang tentunya membuat masyarakat penasaran. Lantas, apakah keberadaan muslim Rohingya sudah terlupakan dari benak umat Islam?

Nasib muslim Rohingya masih terlunta-lunta tak bisa menetap di wilayah mana pun. Mereka masih hidup terapung-apung di lautan tanpa memiliki arah dan tujuan. Setiap kali tiba di sebuah wilayah, mereka pun harus bersiap untuk pergi lagi karena status mereka yang tidak jelas. 

Mereka sudah terusir dari tanah airnya di Myanmar akibat konflik yang terjadi di sana. Baru-baru ini, 96 pengungsi Rohingya mendarat di Pantai Meunasah Asan, Madat, Aceh Timur, Kamis (31/10/2024). Enam orang di antaranya telah meninggal dunia. Diduga, mereka meninggal saat masih berada di kapal.

Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Aceh Timur Inspektur Satu Adi Wahyu Nurhidayat, jenazah yang ditemukan tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan berusia 14 hingga 17 tahun dan dimakamkan di TPU Gampong Meunusah Asan. Sementara itu, masih ada 90 orang yang selamat. Tujuh di antaranya adalah anak-anak. (acehkini.ID, Jumat, 1/11/2024).

Sedangkan menurut Kepala bidang Politik Pemerintahan dan Keamanan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Aceh Timur Syamsul Bahri di Aceh Timur, pihaknya belum menerima laporan terkait pengungsi Rohingya yang meninggal dunia. Saat ini, timnya sedang melakukan pendataan terhadap mereka. Puluhan imigran tersebut diturunkan dari kapal dan berenang ke pantai. Untuk penanganan tindak lanjut, keberadaan mereka masih menunggu hasil koordinasi dengan pihak UNHCR, lembaga internasional yang mengurusi pengungsi lintas negara (Antaranews.com, 31/10/2024).

Kedatangan muslim Rohingya di berbagai negara sebagai pengungsi disebabkan karena konflik di negaranya yang tak kunjung selesai. Seperti diketahui, mereka berasal dari Rakhine, negara bagian barat Myanmar. Mereka telah bermukim di sana secara turun-temurun hingga ratusan tahun. 

Namun, dalam beberapa dekade ini, militer Myanmar melancarkan operasi militer di wilayah Rakhine dan mereka pun dipaksa meninggalkan Myanmar. Jika tidak, mereka akan mengalami genosida, pembakaran, penyiksaan dan pemerkosaan. Hak kewarganegaraan mereka pun telah dicabut. Hingga hari ini, status muslim Rohingya seperti orang buangan yang tidak dimanusiakan.

Sejatinya, nasib muslim Rohingya adalah tanggung jawab seluruh umat Islam di dunia, sebab antara muslim dengan muslim lainnya adalah saudara dalam ikatan akidah. Namun, banyaknya framing di media sosial maupun berita yang menyudutkan para pengungsi tersebut dengan hal-hal negatif tanpa dipastikan kebenarannya. Banyak umat Islam yang justru menolak kedatangan mereka. 

Mereka dianggap sebagai pengganggu yang bisa membuat keonaran di negeri yang disinggahi. Banyak influencer yang menghasut netizen untuk membenci dan anti terhadap Rohingya hingga lupa bahwasanya mereka bersaudara. 

Padahal, jika sebagai umat tidak mampu membantu dengan tangan, setidaknya cukup berempati, mendoakan dan menjaga lisan ataupun tulisan dari mencela dan menyakiti hati saudaranya.

Persoalan yang dialami muslim Rohingya memang sangat pelik dan hanya bisa diselesaikan lewat jalur politik. Masyarakat hanya bisa membantu dengan bantuan sekadarnya, seperti makanan, pakaian, dan dukungan moral. 

Menurut sistem dunia, saat ini yang bertanggung jawab atas persoalan Rohingya adalah UNHCR dan IOM, badan dunia yang bertugas menganani masalah pengungsi. Selain itu, negara-negara dunia harus turun tangan untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya, mendorong pemerintah di sana untuk segera menyudahi konflik yang terjadi.

Namun faktanya, upaya-upaya tersebut tidak mampu menolong muslim Rohingya secara nyata. Bahkan, beberapa negara dengan tega mengusir dan mengantisipasi kedatangan mereka. Ada pula pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi mereka yang tak punya negara dan menjadikan orang Rohingya sebagai obyek perdagangan manusia. 

Lantas, bagaimana rasa kemanusiaan yang konon diagung-agungkan oleh sistem kapitalis-sekuler hari ini? 

Jelas tidak mungkin, mengharap solusi hakiki untuk umat Islam pada sistem bernegara yang telah memecah belah kesatuan umat. Saat ini umat tengah terjerembab dalam kubangan lumpur demokrasi yang diciptakan Barat. Mereka tak lagi menjadikan akidah sebagai ikatan umat. Justru ikatan kebangsaan dan nasionalisme yang lebih diutamakan. Semangat patriotisme senantiasa dikobarkan dalam jiwa umat sehingga mereka lupa, bahwa ini bukanlah rumah yang sesungguhnya. 

Tempat bernaung bagi seluruh umat sehingga terikat dalam satu kesatuan perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama adalah Islam. Sementara, nasionalisme telah menghalangi negeri-negeri muslim untuk membantu muslim lainnya yang teraniaya. Sebab, setiap negara dibatasi oleh peraturan dan batas teritorial sehingga tidak bisa mencampuri urusan negara lain, meskipun negara tersebut telah menzalimi saudara muslimnya. 

Selain itu, umat yang sudah tertanam rasa nasionalis dalam dirinya menganggap urusan negerinya lebih penting daripada mengurusi masalah saudara seiman di negara lain. Nasionalisme melahirkan kecintaan yang berlebihan terhadap tanah dan kebangsaan, melebihi kecintaan pada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Karena itu, umat Islam perlu diingatkan akan pentingnya kesatuan sebagaimana dahulu dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bahwasanya, tatkala umat Islam berada dalam naungan sistem Islam, tidak ada sekat-sekat yang membatasi mereka, baik wilayah maupun ras, bahasa, dan suku. Di dalamnya diterapkan syariat Islam secara kaffah sehingga umat terjaga akidah, kehormatan, harta, serta hak-haknya sebagai warga Daulah. 

Umat beragama lain pun diperlakukan sama dalam pengurusan dan jaminan kesejahteraan, sehingga antara muslim dan nonmuslim bisa hidup berdampingan. Saat itulah umat terlindungi, diayomi, dan dilayani dengan penuh amanah oleh pemimpinnya. 

Setelah sekian lama, sistem tersebut dirobohkan oleh musuh Islam. Umat seharusnya sadar tengah dipermainkan. Kini, saatnya untuk bangkit berjuang mewujudkan kembali rumah sejati bagi seluruh umat, yakni Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dini Azra
Sahabat Tinta Media


Pengelolaan Keuangan dalam Sistem Kapitalis vs Sistem Islam



Tinta Media - Dalam sistem kapitalis, mengatur dan mengatasi masalah finansial atau keuangan akan menjadi sulit. Sebagaimana yang digambarkan dalam, Film Home Sweet Loan yang dirilis pada 26 September 2024 dan disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie, yang diadaptasi dari novel populer karya Almira Bastari. Film Indonesia terbaru ini menarik perhatian karena mengangkat tema generasi sandwich, mewakili perjuangan finansial generasi muda yang harus mendukung keluarganya sambil merintis kehidupan mandiri. Ceritanya berfokus pada karakter Kaluna (diperankan oleh Yunita Siregar), yang harus mengatasi tuntutan finansial dari keluarganya sembari mewujudkan impiannya untuk memiliki rumah sendiri.

Memang, mengatur keuangan dalam sistem kapitalisme sering kali sulit karena beberapa faktor struktural dan perilaku. Berikut analisis mendalam mengenai tantangan utama yang dihadapi individu dalam sistem kapitalis.

Pertama, ketimpangan pendapatan dan distribusi kekayaan. Dalam kapitalisme, distribusi kekayaan sering kali sangat tidak merata. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau perusahaan besar. Hal ini membuat mayoritas masyarakat bekerja dengan upah yang tidak cukup tinggi untuk membangun kekayaan atau menabung secara signifikan. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat, banyak orang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, sehingga sulit untuk mengelola keuangan jangka panjang.

Kedua, dorongan untuk konsumsi berlebihan, karena sistem kapitalisme didukung oleh siklus konsumsi yang konstan. Iklan, media sosial, dan budaya konsumtif membuat masyarakat terdorong untuk terus membeli produk baru atau mengikuti tren konsumsi. Kondisi ini mengarah pada gaya hidup berlebihan dan keinginan untuk memiliki barang-barang yang mungkin tidak dibutuhkan, yang pada akhirnya membebani keuangan pribadi.

Ketiga, utang konsumtif yang tinggi. Penyebabnya, sistem kredit dalam kapitalisme mempermudah akses ke utang, yang memungkinkan individu membeli barang atau layanan di luar kemampuan finansial mereka. Kredit konsumtif, seperti kartu kredit dan pinjaman berbunga tinggi, cenderung menambah beban keuangan jika tidak dikelola dengan baik. Individu sering kali terjebak dalam siklus utang yang sebagian besar pendapatan digunakan untuk membayar bunga dan cicilan daripada untuk menabung atau investasi produktif.

Keempat, fluktuasi ekonomi yang tidak stabil. Kapitalisme sering kali mengalami fluktuasi ekonomi yang bisa memengaruhi kestabilan keuangan individu, seperti resesi atau krisis keuangan yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah. Dalam kondisi seperti ini, orang yang sebelumnya memiliki stabilitas ekonomi bisa dengan cepat kehilangan pendapatan, yang pada gilirannya mengganggu perencanaan keuangan mereka.

Kelima, kurangnya pendidikan keuangan. Meskipun mengelola uang adalah keterampilan penting dalam sistem kapitalisme, pendidikan keuangan masih kurang diberikan sejak usia dini. Kebanyakan orang belajar tentang pengelolaan keuangan secara otodidak atau dari pengalaman pribadi yang penuh risiko, tanpa dasar pendidikan yang memadai dalam hal investasi, tabungan, dan perencanaan keuangan jangka panjang.

Keenam, tekanan sosial dan standar hidup. Dalam sistem kapitalisme, ada tekanan sosial untuk mempertahankan standar hidup tertentu yang sering kali tidak realistis dan mengakibatkan pengeluaran yang berlebihan. Media sosial memperkuat tekanan ini, mendorong orang untuk menghabiskan lebih banyak agar dapat menampilkan gaya hidup yang tampak ‘sukses’ atau mengikuti standar masyarakat. Hal ini sering kali berujung pada pengeluaran yang tidak proporsional dengan pendapatan dan membatasi kemampuan untuk menabung.

Ketujuh, prioritas jangka pendek terhadap keuntungan. Kapitalisme menekankan pada pencapaian keuntungan jangka pendek, baik di level perusahaan maupun individu. Hal ini membuat banyak orang fokus pada hasil cepat atau kesuksesan finansial instan daripada membangun keuangan yang berkelanjutan. Kesulitan ini diperburuk oleh iklim investasi berisiko tinggi, karena keuntungan jangka pendek lebih diutamakan daripada keamanan dan stabilitas keuangan jangka panjang.

Secara keseluruhan, tantangan pengelolaan keuangan dalam kapitalisme merupakan kombinasi dari faktor struktural, perilaku, dan sosial yang memengaruhi kemampuan individu dalam membangun stabilitas finansial.

Berbeda dengan sistem Islam, pengelolaan keuangan diatur dengan prinsip-prinsip yang menekankan keseimbangan antara hak pribadi dan tanggung jawab sosial, serta penggunaan harta secara etis dan produktif. 

Berikut adalah beberapa prinsip utama dalam pengelolaan keuangan menurut Islam. 

Pertama, konsep kepemilikan dan titipan. Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki seseorang sejatinya adalah titipan dari Allah. Individu bertindak sebagai pengelola  atas harta tersebut, yang berarti pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk kebaikan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Kedua, larangan riba (bunga). Riba atau bunga dianggap sebagai praktik yang tidak adil dan merugikan, sehingga dilarang dalam Islam. Sistem riba dinilai dapat merugikan ekonomi masyarakat dengan memberikan beban finansial berlebihan kepada pihak yang lemah. Sebagai gantinya, Islam mendorong pembiayaan melalui akad-akad yang adil, seperti mudharabah (kemitraan bisnis) dan musyarakah (pembagian keuntungan) untuk mendorong usaha produktif yang saling menguntungkan.

Ketiga, zakat dan sedekah. Zakat merupakan kewajiban keuangan bagi umat Islam yang berfungsi untuk redistribusi kekayaan. Zakat sebanyak 2,5% dari harta yang mencapai nisab (batas minimum kekayaan yang dikenai zakat) ditujukan untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Selain zakat, sedekah (pemberian sukarela) juga dianjurkan sebagai bentuk kepedulian sosial.

Keempat, membatasi konsumsi dan menghindari israf (pemborosan). Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan menghindari konsumsi yang berlebihan atau pemborosan. Konsep israf atau pemborosan dianggap tidak sesuai dengan prinsip Islam karena menghamburkan harta tanpa manfaat. Sebaliknya, Islam mendorong untuk memenuhi kebutuhan secara moderat dan menyisihkan harta untuk kebutuhan masa depan serta untuk tujuan-tujuan kebaikan.

Secara keseluruhan, Islam mengatur pengelolaan keuangan dengan menekankan nilai keadilan, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membantu individu mengelola keuangan secara sehat, tetapi juga mengurangi ketimpangan ekonomi dalam masyarakat.

Oleh: Hana Sheila
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

AEPI Ungkap Kekuatan Keuangan Indonesia Pindah ke Oligarki

Tinta Media – Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengungkapkan, bahwa  kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global. 

“Kekuatan keuangan Indonesia telah dipindahkan ke tangan pihak swasta (oligarki) yang merupakan bagian dari jaringan keuangan global,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).

Menurutnya, pemindahan keuangan tersebut telah dilakukan pada saat amandemen UUD 1945 sehingga secara sah dan legal jaringan kekuasaan keuangan global mengendalikan atau mengontrol keuangan Indonesia. 

“Setiap sen yang dihasilkan dalam jerih payah ekonomi Indonesia mengalir ke kantong-kantong jaringan keuangan global,” bebernya.

Ia menyampaikan bukti, tambahan dalam APBN Indonesia setiap tahun hanya sekitar 300-400 triliun rupiah, sementara pada saat yang sama setiap tahun anggaran APBN harus membayar utang dan bunga utang sebesar 500-600 triliun rupiah.

“Tidak hanya itu, APBN Indonesia mengalami defisit dan harus menambah utang baru senilai 700-800 triliun rupiah setiap tahun,” imbuhnya. 

Artinya, ia menjelaskan, ekonomi Indonesia itu sepenuhnya bekerja sebagai abdi dari jaringan keuangan internasional yang ada di dalam negeri.

“Ekonomi Indonesia tidak akan pernah dapat meningkatkan atau menambah kapasitasnya, namun akan terus menyempit atau mengecil,” simpulnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

BPJS Kesehatan Defisit 20 Triliun, INDEF: Perlu Dicermati Penyebab Utamanya

Tinta Media – Menyikapi defisit BPJS Kesehatan sebesar 20 triliun, Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengatakan, perlu dicermati penyebab utamanya.  

“Harus dicermati penyebab utamanya seperti rendahnya kepatuhan pembayaran, subsidi yang tidak mencukupi, atau pengelolaan yang kurang efisien,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (20/11/2024).

Rizal mengungkapkan tingginya klaim tanpa peningkatan pendapatan mencerminkan tantangan struktural yang mendesak untuk diperbaiki. "Artinya profesionalitas pengelolaan anggaran BPJS menjadi urgen," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan langkah sebagai berikut, “Pertama, melakukan upaya serius untuk mengevaluasi tarif iuran. Yakni dengan mengkaji ulang tarif untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran,” jelasnya.

Kedua, sebutnya, melakukan revitalisasi terkait regulasi, yakni dengan memperbaiki sistem pengumpulan iuran dan peningkatan kepatuhan para nasabah. 

“Ketiga, memperkuat sistem operasi BPJS dengan sistem digitalisasi dan efisiensi. Yakni optimalisasi layanan berbasis teknologi untuk mengurangi biaya operasional,” terangnya. 

Pengujian

Rencana menaikkan iuran kesehatan kata Rizal, membutuhkan pengujian terlebih dahulu berkaitan dengan kebijakan tersebut.

“Efektivitas kebijakan tersebut tergantung beberapa faktor, diantaranya, pertama, menutupi defisit keuangan. Jika iuran dinaikkan, maka pendapatan BPJS Kesehatan bisa meningkat, membantu menutupi defisit anggaran akibat tingginya biaya pelayanan Kesehatan,” usulnya.  

Kedua, sambungnya, meningkatkan kualitas pelayanan, seperti dana yang lebih besar memungkinkan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik, ketersediaan obat, dan pengurangan waktu tunggu.

“Ketiga memperluas cakupan layanan, yakni dana tambahan bisa digunakan untuk menambahkan jenis layanan atau memperluas cakupan penerima manfaat,” paparnya. 

Gratis

Rizal lalu membandingkan dengan layanan kesehatan dalam Islam. “Negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis alias cuma-cuma bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin,” paparnya.

Ini, ia melanjutkan, didasarkan pada hadis Rasulullah SAW Riwayat Bukhari dan Muslim, "Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” 

Dalam Islam, ucapnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari pengurusan rakyat. 

"Adapun terkait pendanaan kesehatan diambil dan ditanggung oleh anggaran negara. Dalam sistem Islam layanan kesehatan diberikan secara merata tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, jenis kelamin, atau agama," ujarnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

AEPI: Transfer Uang dan Transfer Capacity secara Terbuka melalui Amandemen UUD

Tinta Media – Salamuddin Daeng yang merupakan Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menyebut, proses transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan, dan ekonomi. 

“Transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan dan ekonomi,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).

Menurutnya, itu bukan Amandemen UUD akan tetapi UUD yang baru dengan segenap kaidah baru dalam penguasaan keuangan, sumber daya alam, ekonomi, dan pasar Indonesia.

“Seluruh kekuasaan atas sumber daya ekonomi dan politik tidak ada lagi di tangan negara namun dipindahkan ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional,” kritiknya.

UUD Indonesia yang baru kata Salamuddin, yang dibuat dalam  tahun 1998-2002 itu berisikan, pertama, kekuasaan politik berada ditangan oligarki swasta dan asing. Kedua, kekuasaan keuangan berada di tangan kekuasaan keuangan internasional bersama institusi keuangan dalam negeri seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan lembaga pendukungnya yakni perbankan.

“Ketiga, kekuasaan atas bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berada di tangan swasta dan jaringan keuangan internasional,” jelasnya. 

Salamuddin menjelaskan bahwa UUD baru pengganti UUD 1945 menjadi dasar bagi pemindahan kekuasaan keuangan kepada swasta melalui empat bidang UU.

Pertama, undang-undang yakni UU bank Indonesia. Kedua, UU sistem moneter dan lalu lintas devisa atau sering disebut UU devisa bebas. Ketiga, UU perbankan, asuransi dan sejenisnya. Keempat, seluruh UU Investasi, migas, energi, kehutanan dan sumber daya alam lainnya,” sebutnya. 

Menurutnya, UUD dan turunannya tersebut telah secara utuh memindahkan kekuasaan negara ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional.

Hal itulah nilainya, yang menyebabkan negara selalu tidak punya uang, negara harus berhutang kepada swasta baik swasta nasional maupun asing.

“Uang negara yang sedikit tersebut digunakan untuk membayar utang kepada swasta dan asing serta lembaga keuangan internasional yang menjadi jaringan swasta tersebut,” terangnya.

Karena akumulasi utang semakin besar ucapnya, maka akumulasi kewajiban juga semakin besar. “Akibatnya kapasitas negara semakin kecil dan kapasitas swasta makin besar,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, FAKKTA: Patut Ditolak!

Tinta Media – Terkait rencana kenaikan iuran BPJS pada 2025, Ekonom Forum Analisis Kajian dan Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, rencana kenaikan ini patut ditolak. 

“Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan pada 2025, seperti disampaikan oleh Kementerian Kesehatan dan Dirut BPJS, bertujuan untuk mencegah potensi defisit. Namun, rencana ini patut ditolak," tegasnya kepada Tinta Media, Senin (19/11/2024).

Ia beralasan, salah satu penyebab utama meningkatnya klaim adalah adanya fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit.

"Berdasarkan uji petik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari 9 rumah sakit yang diperiksa, 3 di antaranya ditemukan melakukan fraud yang mencapai Rp 34 miliar. Meskipun hasil ini secara statistik belum mewakili kondisi secara keseluruhan, temuan ini menjadi indikasi awal adanya praktik penggelembungan tagihan kepada BPJS," jelasnya.

Ia menerangkan, bentuk-bentuk fraud tersebut meliputi, phantom billing atau mark up tagihan, yakni klaim atas layanan yang sebenarnya tidak diberikan, manipulasi diagnosis, yaitu pencatatan diagnosis yang lebih berat dari kondisi pasien, klaim yang tidak sesuai seperti membesar-besarkan nilai klaim terkait jumlah tindakan, pemeriksaan, atau obat-obatan.

Fraud semacam ini menambah beban finansial BPJS. Seharusnya langkah prioritas yang dilakukan adalah membenahi sistem dan mengatasi kecurangan ini, bukan membebani rakyat dengan kenaikan iuran," pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab